ANALISIS PROKSIMAT BUMBU AYAM

102 untuk menjaga kerahasiaan bumbu serta keseragaman rasa dan aroma dari bumbu ayam goreng kalasan tersebut. Bumbu yang telah tiba di rumah makan cabang, segera disimpan dalam gudang berukuran 3mx3m. Gudang tersebut letaknya terlindung dari cahaya secara langsung. Hal itu baik untuk mengurangi laju reaksi oksidasi karena menurut Buck 1991, adanya cahaya dan suhu tinggi dapat mempercepat laju reaksi oksidasi. Pengiriman bumbu ayam goreng kalasan satu minggu sekali tentu saja kurang efisien dalam distribusi dan transportasi barang karena volume barang yang dikirim tidak sebanding usaha yang dikeluarkan. Hal tersebut mendorong pemikiran untuk mengirimkan bumbu ayam goreng kalasan satu bulan sekali berbarengan dengan pengiriman barang lain seperti halnya kemasan. Pengiriman bumbu ayam goreng kalasan satu bulan sekali juga memudahkan dalam pengontrolan keluar masuk barang dan perhitungan jumlah bahan baku yang diperlukan. Adanya ruang penyimpanan yang tidak terlalu luas yaitu sekitar 3x3 m juga merupakan alasan pengiriman barang dilakukan tidak lebih dari satu bulan sekali. Pengiriman bumbu satu bulan sekali tentu saja harus dibarengi dengan kualitas bumbu ayam goreng kalasan itu sendiri agar tidak tengik selama satu bulan. Penggunaan antioksidan merupakan salah satu pemecahan masalah yang diharapkan tidak menimbulkan permasalahan perubahan yang besar pada kegiatan rumah makan ayam goreng kalasan sehingga pemecahan masalah tidak menimbulkan masalah yang baru lagi.

B. ANALISIS PROKSIMAT BUMBU AYAM

Menurut Harijadi 1993, analisis proksimat dilakukan saat tahap awal penelitian untuk mengetahui karakteristik produk. Analisis yang dilakukan yaitu pengukuran kadar air, kadar lemak, dan kandungan logam Fe dan Cu pada produk. Hasil analisis proksimat bumbu ayam goreng kalasan dapat dilihat pada Tabel 8. 103 Tabel 8 . Hasil Analisis Proksimat Bumbu Ayam Goreng Kalasan Jenis Analisis Konsentrasi Kadar air 27.05 Kadar Lemak 37.53 Logam Cu 8.4 x 10 -4 mgL Logam Fe 3.0x10 -3 mgL Pengukuran kadar air dilakukan dengan menggunakan metode azeotropik. Metode tersebut dipilih karena menurut Day dan Underwood 1993, metode distilasi azeotropik sangat cocok digunakan untuk bahan - bahan yang mengandung lemak dan komponen-komponen yang mudah menguap disamping air sehingga dapat mengurangi kesalahan negatif akibat hilangnya komponen-komponen volatil saat pemanasan. Hal tersebut sesuai dengan karakteristik bumbu ayam goreng kalasan yang mengandung lemak yang cukup tinggi dan mengandung rempah-rempah sebagai komposisi utama penyusun bumbu ayam goreng kalasan. Rempah-rempah memiliki komponen-komponen yang mudah menguap apabila dipanaskan pada suhu tinggi. Pemanasan yang cukup tinggi dapat menyebabkan komponen volatil mudah menguap sehingga akan terjadi kesalahan positif pada pengukuran kadar air yaitu nilai kadar air yang lebih besar dari seharusnya Day dan Underwood, 1993. Hasil analisis proksimat bumbu dapat diketahui bahwa bumbu memiliki kadar air yang cukup rendah yaitu 27.05. Menurut Rahayu 2000, kadar air bumbu masih terbilang cukup rendah pada kisaran 30-40. Secara alami lemak mudah teroksidasi sehingga menimbulkan perubahan baik pada aroma, rasa, ataupun penampakan Buck, 1991. Hasil pengukuran kadar lemak didapatkan bahwa rata-rata kadar lemak produk setelah dilakukan dua ulangan cukup tinggi yaitu sekitar 37,53. Hasil tersebut didukung oleh pernyataan Ivory 1994 bahwa kadar lemak pada bumbu tradisional terbilang cukup tinggi pada kisaran 30-75. Kadar lemak yang cukup tinggi kemungkinan disebabkan karena adanya kemiri sebagai bahan penyusun bumbu. Menurut Farrel 1990, kadar 104 lemak kemiri cukup tinggi yaitu 39.75. Penyebab lain dari tingginya kadar lemak karena adanya penumisan saat pembuatan bumbu dengan persentase minyak goreng 30 dari jumlah bumbu. Komponen logam Fe dan Cu merupakan salah satu komponen yang mempengaruhi aktivitas antioksidan Fennema, 1985. Berdasarkan analisis logam Fe dan Cu didapatkan kosentrasi Fe cukup rendah yaitu 3.0x10 -3 mgL dan konsentrasi Cu sekitar 8.4 x 10 -4 mgL. Kandungan logam bivalen ternyata sangat mempengaruhi aktivitas antioksidan bumbu. Cu dan Fe merupakan logam yang umumnya mempercepat reaksi otooksidasi. Ketaren 1986 mengungkapkan bahwa Cu paling efektif untuk mengkatalisasi reaksi oksidasi karena pada konsentrasi 2 mgL minyak pangan sudah apek. Menurut Ketaren 1986 pula Cu efektif untuk mengkatalisasi reaksi oksidasi kemungkinan disebabkan karena elektron valensinya sehingga Cu menjadi tidak stabil. Gordon pun juga melaporkan logam Cu pada konsentrasi 0.05 mgkg atau Fe pada konsentrasi 0.6 mgkg dapat mempengaruhi umur simpan daging babi sebanyak 50 pada suhu 98 o C. C. ANALISIS TOTAL MIKROBA Total mikroba produk cenderung meningkat selama penyimpanan. Menurut Fardiaz 1989, peningkatan jumlah mikroba dapat dijadikan indikator kerusakan produk pangan. Kerusakan karena mikroba juga menunjukkan penurunan mutu atau proses kerusakan. Menurut Rahayu 2000 level aman mikroba yang terdapat pada bumbu masakan tradisional untuk dikonsumsi manusia adalah 10 5 kolgram sampel. Hasil pengujian total mikroba selama 30 hari Tabel 9 menunjukkan bahwa total mikroba pada kontrol dan sampel 3.2 x 10 4 kolgram sampel. Hasil tersebut menunjukkan bahwa kontrol dan sampel masih aman untuk dikonsumsi manusia. Pertumbuhan mikroba pada sampel dan kontrol tidak berkembang pesat selama penyimpanan karena pada komponen rempah-rempah penyusun bumbu ayam goreng kalasan terdapat komponen antimikroba. 105 Tabel 9. Hasil Analisis Total Mikroba x 10 3 koloni gram sampel Jenis Perlakuan Lama Penyimpanan 4 8 13 17 22 26 30 Tanpa antioksidan 0,5 1,4 2,4 3,1 4,0 7,8 18,2 21,0 BHA+BHT 25 ppm 0,4 1,3 2,8 3,1 3,8 7,3 18,9 21,0 50 ppm 0,5 1,3 1,8 3,6 3,4 7,6 17,0 20,0 100 ppm 0,6 1,4 2,3 3,1 4,2 8,0 19,0 22,7 BHA+AP 25 ppm 0,5 1,3 2,7 3,2 3,7 9,3 18,3 21,9 50 ppm 0,4 1,5 2,6 3,4 3,7 9,9 17,5 21,6 100 ppm 0,5 1,5 2,6 3,2 4,3 10,8 19,0 22,9 BHA+AP 25 ppm 0,6 1,4 2,6 3,7 4,0 10,8 19,0 22,9 50 ppm 0,4 1,3 2,2 3,2 4,1 8,9 19,0 20,3 100 ppm 0,6 1,5 2,7 3,6 4,1 19,8 26,5 32,2 Ket : BHA : Butylated hydroxyanisole BHT : Butylated hidroxytoluene AP : Askorbil palmitat Menurut Pratt dan Hudson 1990, zat antimikroba yang terdapat pada rempah-rempah sebagian besar merupakan senyawa fenol dan turunannya. Penghambatan pertumbuhan sel mikroba oleh komponen fenol disebabkan kemampuan fenol untuk merusak membran sel mikroba Rahayu, 2000. Pratt dan hudson 1990 mengungkapkan bahwa fenol dapat mendenaturasi protein dan merusak membran sel dengan cara melarutkan lemak yang terdapat pada dinding sel karena senyawa ini mampu bermigrasi dari fase cair ke lemak. Selain itu senyawa fenol juga mapu menurunkan tegangan permukaan membran sel. Rempah-rempah yang digunakan dalam pengolahan makanan sehari-hari dapat membantu mencegah pertumbuhan mikroba pada makanan. Selain itu pertumbuhan mikroba pada sampel tidak berkembang pesat karena kadar air produk yang cukup rendah yaitu 27.05 yang menurut Rahayu 2000, kadar air bumbu masih terbilang cukup rendah pada kisaran 30-40. Rendahnya kadar air bumbu diduga menjadi salah satu penyebab kecilnya jumlah mikroba pada bumbu tersebut Rahayu, 2000. Proses penumisan pun diduga turut menjadi penyebab rendahnya jumlah mikroba awal pada bumbu. Menurut Fardiaz 1989, proses 106 pemasakan dapat menurunkan jumlah mikroba dan bahkan dapat membunuh mikroba pada suhu sterilisasi.

D. PEMILIHAN ANTIOKSIDAN