Peran Organisasi Pangan Dan Pertanian Dunia Terhadap Ketahanan Pangan Di Indonesia

(1)

PERAN ORGANISASI PANGAN DAN PERTANIAN DUNIA TERHADAP KETAHANAN PANGAN DI INDONESIA

Gusmita Indah P 100906022

Dosen Pembimbing : Prof. Subhilhar, Ph. D

DEPARTEMEN ILMU POLITIK

FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

MEDAN 2015


(2)

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK DEPARTEMEN ILMU POLITIK

GUSMITA INDAH P (100906022)

PERAN ORGANISASI PANGAN DAN PERTANIAN DUNIA TERHADAP KETAHANAN PANGAN DI INDONESIA

Rincian isi skripsi 73 halaman, 16 buku, 1 Perundang-undangan, 2 jurnal dan 14 situs Internet.

ABSTRAK

Penulisan ini membahas tentang bagaimana peran Organisasi Pangan dan Pertanian Dunia terhadap ketahanan pangan di Indonesia. Ketahanan pangan menjadi kajian dalam penulisan skripsi ini, dimana Indonesia yang merupakan Negara agraris yang kaya akan sumber daya alamnya dan mayoritas penduduknya bekerja sebagai petani mustahil rasanya bila ketahanan pangannya terancam. Ketahanan pangan tidak hanya mencakup pengertian ketersediaan pangan yang cukup, tetapi juga kemampuan untuk mengakses pangan dan tidak terjadinya ketergantungan pangan pada pihak mana pun. Bila menilik keadaan pangan Indonesia saat ini, banyaknya pengalihan lahan pertanian yang membuat berkurangnya hasil tani di Indonesia. Sehingga wajar apabila Indonesia mengalami kekurangan pangan sehingga harus melakukan impor dalam memenuhi kebutuhan pangannya.

FAO atau Organisasi Pangan dan Pertanian Dunia yang merupakan badan khusus PBB (Perserikatan Bangsa-Bangsa) yang bertujuan untuk memenuhi kebutuhan pangan dan meningkatkan ketahanan pangan rakyatnya. Dengan adanya Organisasi ini tentunya akan ada perubahan yang dicapai dalam ketahann pangan. Banyak hal yang menyangkut peran dari organisasi ini dalam konteks politik seperti mempengaruhi suatu kebijakan pemerintah dalam hal pangan.


(3)

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK DEPARTEMEN ILMU POLITIK

GUSMITA INDAH P (100906022)

ROLE OF FOOD AND AGRICULTURE ORGANIZATION OF THE WORLD FOOD SECURITY IN INDONESIA

Details of the contents of the thesis 73 pages, 16 books, 1 Legislation, 2 journals and 14 Internet sites

ABSTRACT

Writing is about how the role of the Food and Agriculture Organization of the food security in Indonesia. Food security to be studied in this thesis, in which Indonesia is a rich agricultural country in natural resources and the majority of the population are farmers impossible feels when food security is threatened.

Food security includes not only understanding the availability of adequate food, but also the ability to access the food and not the food dependence on any party. When you view the current state of Indonesian food, the amount of the transfer of agricultural land that makes the reduced agricultural products in Indonesia. So naturally when Indonesia experienced food shortages that have to import to meet food needs.

FAO or the Food and Agriculture Organization is a specialized agency of the United Nations (UN) which aims to meet the food needs and improve the food security of its people. With the organization of course there will be changes made in ketahann food. Many things concerning the role of these organizations in the context of such political influence government policy in terms of food.


(4)

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK

Skripsi ini disetujui untuk dipertahankan dan diperbanyak oleh : Halaman Persetujuan

Nama : Gusmita Indah P

NIM : 100906022

Departemen : Ilmu Politik

Judul : Peran Organisasi Pangan dan Pertanian Dunia Terhadap

Ketahanan Pangan di Indonesia

Menyetujui :

Mengetahui : Dekan FISIP USU

NIP. 196805251992031002 (Prof. Dr. Badaruddin, M. Si) Ketua Departemen Ilmu Politik

(Dra. T. Irmayani, M. Si) NIP. 196806301994032001

Dosen Pembimbing

(Prof. Dr. Subhilhar, MA) NIP. 196207181987101001


(5)

Karya Ini Dipersembahkan Untuk Ayahanda Tercinta dan Ibunda Tercinta Serta Kakak dan Abang Tersayang


(6)

KATA PENGANTAR

Skripsi ini berjudul “Peran Organisasi Pangan dan Pertanian Dunia Terhadap Ketahanan Pangan di Indonesia”. Skripsi ini diajukan guna memenuhi persyaratan dalam menyelesaikan pendidikan Strata satu (S1) Jurusan Ilmu Politik, Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Sumatera Utara.

Alhamdulillah, atas syukur kepada Allah SWT, penulis diberikan rahmat berupa kesehatan dan kesempatan untuk menyelesaikan studi ini berupa penulisan Skripsi. Sholawat dan salam penulis juga disampaikan kepada Nabi Muhammad SAW beserta para sahabatnya, semoga para pengikutnya mendapatkan syafaat di akhir zaman.

Skripsi ini menjelaskan tentang peran dari organisasi pangan dan pertanian terhadap ketahanan pangan indonesia, sepak terjang FAO membantu masalah pangan di indonesia. Penulis berharap saran dan kritik yang membangun demi perbaikan dan kesempurnaan skripsi ini sehingga lebih bermanfaat untuk selanjutnya. Karena penulis menyadari dengan keterbatasan waktu dan dana, maka skripsi ini jauh dari rasa memuaskan.

Penulis mengucapkan terima kasih kepada seluruh keluarga tercinta, terkhusus Ayah tercinta (Abdul Muis. Sirait) dan Mama tercinta (Sumarti), Papa angkat tercinta (Daud Tambunan), Kakak tersayang (Eva maya dewi Sirait, Am.Keb/Andrie Wahyudi, Am.Kep) serta Abang tersayang (Septian Dwi Amri Sirait, S.H) yang telah banyak membantu, merawat dan memberikan perhatian yang besar kepada penulis. Serta Lelaki spesial (Haricco Syahputra, Amd.Kom) yang terus memberikan semangat dan motivasi sehingga penulis bisa


(7)

menyelesaikan skripsi ini tepat waktu. Semoga Allah membalas semua kebaikan dengan pahala yang berlipat ganda.

Dalam kesempatan ini, penulis juga mengucapkan terima kasih kepada :

1. Prof. Dr. Badaruddin, M.Si selaku Dekan Fakultas Ilmu Sosial dan

Ilmu Politik Universitas Sumatera Utara;

2. Dra. T. Irmayani, M.Si selaku Ketua Departemen Ilmu Politik Fakultas

Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Sumatera Utara;

3. Prof. Subhilhar, Ph. D selaku Dosen Pembimbing yang telah

memberikan bantuan dan bimbingan berupa masukan dan kritik yang membangun selama penulisan skripsi ini;

4. Dosen dan Staf pengajar Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik

Universitas Sumatera Utara;

5. Staf Pegawai Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas

Sumatera Utara; khususnya buat Kak Emma. Terima kasih telah banyak membantu penulis dalam proses pendidikan di FISIP USU.

6. Teman-teman seperjuangan Departemen Ilmu Politik stambuk 2010

yang tidak dapat disebutkan satu persatu namanya penulis mendapatkan banyak pengalaman selama menjalani perkuliahan;

7. Sahabat Bavir (Nina, Lola dan amel), Wanatifa (Nina, Fatimah dan

wawan) dan Poncut (Kak Rina, Kak Lina dan Nova) yang telah memberi dukungan dan semangat serta motivasi dalam menyelesaikan skripsi ini. Juga memberikan arti persahabatan yang luar biasa.


(8)

8. Teman-teman seperjuangan dalam mengerjakan skripsi (Ayu, Basa, dan Hotlam) yang sama-sama saling memberi support dalam menyelesaikan skripsi ini.

9. Teman awal masuk hingga keluar dari FISIP USU ini (Ayu, Icha dan

Damel) penulis banyak mendapatkan pengalaman yang bisa dijadikan pelajaran untuk hidup kedepannya.

Medan, Maret 2015

Gusmita Indah P 100906022


(9)

DAFTAR ISI HALAMAN JUDUL

Abstrak...i

Abstract...ii

Halaman Pengesahan...iii

Halaman Persetujuan...iv

Lembar Persembahan...v

Kata Pengantar...vi

Daftar Isi...ix

BAB I : PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang... 1

1.2. Rumusan Masalah... 7

1.3. Tujuan Penelitian... 8

1.4. Manfaat Penelitian... 8

1.5. Kerangka Teori... 8

1.5.1 Teori Organisasi Internasional... 9

1.5.1.1. Fungsi-fungsi Organisasi Internasional... 12

1.5.1.2. Teori Peranan... 16

1.5.2. Teori Ketahanan Pangan... 18

1.5.2.1. Ruang Lingkup Pangan... 21

1.5.2.2. Diversifikasi Pangan... 22 HALAMAN


(10)

1.5.2.3. Ketersediaan Pangan... 23

1.6. Metode Penelitian………... 25

1.6.1. Jenis Penelitian…... 25

1.6.2. Teknik Pengumpulan Data... 25

1.6.3. Teknik Analisis Data... 26

1.7. Sistematika Penulisan... 27

BAB II : PROFIL ORGANISASI PANGAN DAN PERTANIAN 2.1. Pengertian Organisasi Pangan dan pertanian... 29

2.1.1. Sejarah Terbentuknya FAO... 29

2.1.2. Fungsi FAO………... 32

2.1.3. Visi, Misi dan Tujuan... 33

2.1.4. Kekuatan dan Kelemahan FAO... 35

2.1.5. FAO dan Indonesia... 36

2.1.6. FAO di Indonesia... 37

2.2. Undang-undang Pangan di Indonesia... 38

BAB III : PERAN ORGANISASI PANGAN DAN PERTANIAN TERHADAP KETAHANAN PANGAN DI INDONESIA 3.1. Kondisi Pangan di Indonesia………... 43

3.2. Peran Organisasi Pangan dan Pertanian Dunia Terhadap Ketahanan Pangan di Indonesia... 59


(11)

3.2.2. Program FAO di Indonesia... 62

3.2.3. Proyek FAO di Indonesia... 64

BAB IV : PENUTUP

A. Kesimpulan... 74


(12)

BAB 1 PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang

Hubungan internasional adalah hubungan antarbangsa dalam segala aspeknya yang dilakukan oleh suatu negara untuk mencapai kepentingan nasional negara tersebut. Hubungan internasional ini mencakup berbagai aspek kehidupan masyarakat. Ekonomi dan lingkungan hidup merupakan salah satu isu-isu Hubungan internasional yang mendapat perhatian lebih oleh para aktor Hubungan Internasional.

Dewasa ini isu internasional semakin kompleks dan beragam, termasuk

masalah food security (ketahanan pangan) yang masih terus berlanjut saat ini.

Masalah krisis pangan telah menjadi isu yang marak dan mencemaskan banyak rakyat dunia. Persatuan Bangsa-bangsa (PBB) telah membentuk organisasi khusus

mengenai masalah pangan, yakni Organisasi Pangan dan Pertanian (FAO).

Organisasi Pangan dan Pertanian (FAO) merupakan badan khusus Perserikatan Bangsa-Bangsa yang bermarkas di Roma, Italia. Tujuan organisasi ini untuk menaikkan tingkat nutrisi dan taraf hidup, meningkatkan produksi, proses, pemasaran dan penyaluran produk pangan dan pertanian, juga

mempromosikan pembangunan di pedesaan dan melenyapkan kelaparan.1

Organisasi pangan dan Pertanian (FAO) memiliki program kerja yang menangani masalah teknis pertanian dan juga memberikan bantuan-bantuan teknis untuk mengurangi masalah pangan di dunia. Krisis pangan adalah suatu proses


(13)

terjadinya penurunan asupan pangan serta gizi pada masyarakat2. Krisis pangan

hampir sama dengan kelaparan, karena kelaparan merupakan ketidakmampuan seseorang untuk memenuhi kebutuhan energi karena adanya masalah daya beli

ataupun ketersediaan pangan3

Penanganan krisis pangan merupakan agenda FAO yang mana bertujuan untuk mengurangi masyarakat yang masih kekurangan pangan paling tidak sebanyak 50% dari jumlah sekarang ini. Banyak hal yang menyebabkan krisis pangan terjadi antara lain adalah pertambahan penduduk yang semakin banyak, kerusakan lingkungan dimana-mana, konversi lahan dan penurunan kualitas lahan pertanian, tingginya bahan bakar fosil, pemanasan global dan perubahan iklim, kebijakan lembaga keuangan internasional dan negara maju, serta regulasi

. Food security (ketahanan pangan) dikatakan akan tercapai atau sukses apabila kedua masalah tersebut telah terselesaikan, karena ketahanan pangan dilihat sebagai ketersdeiaan pangan, akses pangan, dan juga pemanfaatan pangan.

Food security (ketahanan pangan) mencakup 3 aspek penting yang dapat

digunakan sebagai indikator yaitu Ketersediaan yang berarti bahwa pangan

tersedia cukup untuk memenuhi kebutuhan seluruh penduduk baik jumlah, mutu

serta keamanan. Distribusi yaitu pasokan pangan menjangkau seluruh wilayah

dengan harga stabil dan terjangkau oleh rumah tangga. Dan konsumsi yaitu setiap

rumah tangga mampu mengakses pangan yang cukup dan mengelola konsumsi sesuai dengan kaidah gizi dan kesehatan serta preferensinya.

2 Mukti Aji. 2009.

Krisis Global Dan Dunia Pertanian Indonesia, diakses pada tanggal 20 Juni 2014, 14:50.


(14)

kebijakan pemerintah yang terkait dengan pertanian turut menjadi penyebab krisis pangan terjadi nantinya.

Akibat atas krisis dan kelangkaan pangan dunia juga semakin diperparah dengan tindakan beberapa negara produsen pangan utamanya padi yang membatasi bahkan menghentikan permintaan impor dari negara lain. Sampai dengan akhir Maret 2008, sebagaimana dilaporkan FAO, telah terjadi krisis pangan yang sangat serius di 36 negara dan 21 negara diataranya merupakan negara di benua Afrika yang merasakan dampak paling serius bahkan menyebabkan terjadinya kelaparan kronis dan beberapa kasus kematian.

Indonesia merupakan salah satu negara yang keadaan pangannya mulai mengalami krisis pangan. Namun, menilik bahwa indonesia merupakan negara agraris yang sebagian penduduknya bekerja sebagai petani sangatlah tidak mungkin bila indonesia mengalami krisis pangan. Krisis pangan lebih merupakan dampak dari kebijakan pemerintah mengenai hasil pangan.

Ada pun beberapa faktor penyebab terjadinya krisis pangan, sebagai berikut:4

1. Penduduk dunia yang kian bertambah

Ketika penduduk semakin bertambah maka konsumsi dunia yang semakin tinggi. Tingginya permintaan ini disebabkan salah satunya oleh semakin bertambahnya penduduk di tiap-tiap negara setiap tahunnya. Laster Brown, kepala lembaga kebijakan bumi di Washington DC, mengemukakan bahwa keterbatasan pangan dapat menyebabkan runtuhnya peradaban dunia. Menurut Brown, manusia mempertahankan kehidupannya dengan mengikis tanah dan menghabiskan persediaan air tanah lebih cepat dari pemulihannya

4


(15)

kembali. Laporan kompas menjelaskan bahwa populasi manusia di dunia mengalami peningkatan sebesar 1,2% setiap tahunnya sehingga kenaikan konsumsi pangan harus bisa mengimbangi pertambahan penduduk demi kelangsungan hidup dimasa depan.

2. Cuaca Ekstrem

Perubahan cuaca cukup ektrem yang terjadi di beberapa negara termasuk salah satu faktor yang memberikan dampak negatif bagi produksi pangan. Beberapa wilayah bahkan tidak hanya mengalami gagal panen, tetapi juga turut merusak lahan produksi sehingga kecukupan pangan bisa terganggu dalam waktu yang cukup lama. Hal ini tampak jelas di beberapa negara, baik negara maju, berkembang maupun miskin. Pada bulan November 2007 terjadi topan Sidr menewaskan ribuan orang di Bangladesh dan menyapu lahan-lahan padi di negara itu. Lebih lanjut, berita dari media Epochtime menyebutkan bahwa pada tahun 2010 banyak wilayah penghasil pangan dunia diterpa berbagai bencana alam dan musibah yang menyebabkan produksi bahan pangan merosot drastis.

3. Pembatasan Ekspor

Kenaikan harga pangan dunia juga dipicu oleh perlindungan persediaan pangan dalam negeri masing-masing negara sehinggamenurunkan kuantitas jumlah ekspor bahan makanan di pasaran internasional. Direktur organisasi perdagangan dunia (WTO), Pascal Lamy, di Jenewa pada 22 January 2011, Swiss, mengemukakan bahwa pembatasan ekspor saat ini menjadi penyebab utama melonjaknya harga pagan dunia. Kebijakan tersebut mengkhawatirkan karena tidak hanya akan mengganggu harga pangan di


(16)

pasaran, tetapi juga ancaman bagi negara-negara yang amat bergantung kepada pasokan impor untuk memenuhi kecukupan pangan mereka. Lamy mengungkapkan pembatasan ekspor telah memainkan peran utama dalam krisis pangan.

4. Trend Energi Alternatif Biofuel

Salah satu faktor penyebab krisis pangan dunia adalah kebijakan energi alternatif biofuel yang banyak dikembangkan di negara-negara industri maju. Jagung dan kelapa sawit misalnya, kedua pangan itu sebelumnya untuk konsumsi masyarakat dunia, tetapi saat ini banyak dijual untuk biofuel yang permintaannya cukup tinggi. Keterkaitan biofuel dengan kenaikan harga pangan memang sangat erat. Hal ini terjadi karena beberapa komoditi pangan kini dipergunakan sebagai bahan baku biofuel. Jika harga beli jagung dan kedelai untuk kebutuhan biofuel lebih tinggi dibanding harga beli untuk kebutuhan konsumsi, maka pelaku pasar memiliki kecenderungan untuk menjual hasil panen jagung dan kedelai mereka ke produsen biofuel. Seperti yang terjadi di Cina, pengalihan produksi jagung untuk biofuel menyebabkan kelangkaan pakan ternak di negara itu.

Berdasarkan data statistik terbaru dari FAO, ada 925 juta jiwa kelaparan di dunia, dan 98% nya berada di negara-negara berkembang termasuk Indonesia. Tiga perempat darinya tinggal dipedesaan, pendapatan pokok masih tergantung pertanian untuk memenuhi kebutuhan pangan. Urbanisasi besar-besaran membuat ledakan jumlah penduduk di kota-kota besar, masalah kemiskinan, pengangguran menjadi polemik yang biasa di masyarakat perkotaan. Pada data FAO pada tahun


(17)

2006-2008, Indonesia memiliki total populasi lebih dari 224,7 juta jiwa, dengan presentase kelaparan 13% yaitu sekitar 29,7 juta jiwa masih mengalami

kelaparan.5

Data statistik FAO untuk neraca pangan (Food Balance Sheet) terutama

beras digunakan untuk menggambarkan kondisi kesetimbangan ketersediaan dan konsumsi beras nasional. Laju pertumbuhan ketersediaan beras sebelum krisis sebesar 2,76% per tahun terutama didukung oleh pertumbuhan produksi yang cepat pula (2,46% per tahun) namun laju pertumbuhan produksi setelah krisis yang semakin lambat mengakibatkan pula lambatnya laju pertumbuhan ketersediaan beras nasional. Walaupun demikian, jika ditinjau ketersediaan selama sepuluh tahun terakhir ternyata dukungan pertumbuhan produksi semakin kecil terhadap laju pertumbuhan ketersediaan beras nasional seperti ditunjukkan oleh laju pertumbuhan tingkat produksi yang lebih lambat dari laju pertumbuhan kertersediaan beras.

Diperhitungkan tingkat konsumsi beras untuk pangan (food) mencapai

121,6 kg per kapita. Tingkat konsumsi untuk pangan tersebut pada dasarnya telah dapat dipenuhi dari produksi domestik yang mencapai 107,5% dari kebutuhan pangan nasional. Namun demikian impor beras masih dilakukan untuk memenuhi kebutuhan nasional yaitu dengan jumlah rata-rata per tahun mencapai sekitar 1.043.140 ton atau sekitar 4,7% dari pasokan nasional. Hal ini menunjukkan bahwa kesetimbangan neraca perberasan nasional masih ditopang oleh impor walaupun dengan tingkat/persentase pemenuhan pasokan domestik yang cenderung menurun selama empat dekade terakhir.

5


(18)

1.2. Perumusan Masalah

Dari uraian latar belakang di atas maka penulis merumuskan bahwa krisis finansial, pertambahan penduduk yang semakin banyak serta kerusakan lingkungan yang terjadi dewasa ini diikuti dengan krisis pangan yang melanda dunia. Hal ini melatarbelakangi negara-negara di berbagai belahan dunia mulai memikirkan ketahanan pangan di negara masing-masing, termasuk Indonesia. Pangan merupakan kebutuhan primer setiap individu bahkan setiap negara. Kebutuhan terhadap pangan semakin hari semakin meningkat akibat pertumbuhan penduduk yang semakin besar. Artinya dalam hal ini pertumbuhan penduduk jauh lebih cepat dari pertumbuhan penyediaan kebutuhan hidup riil dan hal ini kemudian menciptakan suatu kegoncangan dan kepincangan antara jumlah penduduk dan kemampuan untuk menyediakan kebutuhan hidup seperti bahan pangan. Untuk itulah, lembaga internasional seperti Organisasi Pangan dan Pertanian (FAO), Program Pangan Dunia (WFP), Organisasi Kesehatan Dunia (WHO), Organisasi Perdagangan Dunia (WTO), dan Komisi PBB untuk Pembangunan Berkelanjutan (CSD) mempengaruhi kondisi dan status ekonomi pangan dan tingkat ketahan pangan di dalam negeri.

Berdasarkan masalah di atas maka penulis membuat pertanyaan yang akan dibahas serta dijawab dalam bab berikutnya agar dapat melengkapi penelitian ini : “Bagaimanakah Peran Organisasi Pangan dan Pertanian Dunia Terhadap Ketahanan Pangan di Indonesia”.


(19)

1.3. Tujuan Penelitian

Adapun tujuan penelitian adalah untuk mengetahui seperti apa Peran Organisasi Pangan dan Pertanian Dunia terhadap ketahanan pangan di Indonesia.

1.4. Manfaat Penelitian

1. Bagi penulis, dapat digunakan untuk mengembangkan kemampuan dalam

menulis karya ilmiah yang baik dan sesuai dengan kaedah yang berlaku khususnya di bidang politik.

2. Secara akademis, penelitian ini juga diharapkan dapat menambah wawasan

dan pengetahuan tentang politik pangan yang ada di Indonesia, dan dapat menjadi rujukan untuk penelitian berikutnya.

1.5. Kerangka Teori

Sebelum melakukan penelitian lebih lanjut, seorang penulis perlu menyusun kerangka teori sebagai landasan berfikir untuk menggambarkan dari

segi mana peneliti menyoroti masalah yang dipilih.6

Menurut Masri Singarimbun teori adalah serangkaian asumsi, konsep, konstruksi, definisi untuk menerangkan suatu fenomena sosial secara sistematis dengan cara merumuskan hubungan antara konsep.

Kerangka teori adalah unsur yang paling penting di dalam penelitian, karena dalam bagian ini peneliti akan mencoba menjelaskan fenomena sosial yang sedang diamati dengan menggunakan teori-teori yang relevan dengan penelitiannya.

7

6

Hadiri Nawawi, Metode Penelitian Bidang Sosial, Yogyakarta: Gajah Mada University Press, 1955,


(20)

adalah sebuah konsep atau konstruksi yang berhubungan satu sama lain, suatu set

dari proporsi yang mengandung suatu pandangan yang sistematis.8

1.5.1. Teori Organisasi Internasional

Dalam hubungan internasional, teori hubungan internasional fokus pada

permasalahan negara yang dilihat dari perspektif politik. Negara memiliki power

sedangkan lembaga dan individu tidak memiliki kekuatan apapun. Hal ini dikarenakan perspektif hukum internasional yang menyatakan bahwa negaralah yang berdaulat. Namun, dalam hukum internasional, negara merupakan aktor

sedangkan lembaga dan individu tidak memiliki power. Namun, seiring

berjalannya waktu, perhatian pada organisasi internasional meningkat baik dari sisi positif maupun sisi negatif. Definisi organisasi internasional selalu dipahami sebagai organisasi antar-pemerintah yang berlawanan dengan lembaga swadaya masyarakat (LSM) dan juga perusahaan yang mana dibentuk dengan persetujuan

antara negara-negara, bukannya individu swasta9

Organisasi internasional memiliki dua arti yang bebeda namun saling

berhubungan. Pertama, pemahaman organisasi internasional dianggap sebagai

sinonim dari lembaga internasional. Seperti haknya PBB yang dapat disebut sebagai organisasi internasional atau sebuah lembaga internasional yang bisa juga

diartikan sebagai kelompok lembaga. Kedua, organisasi internasional mengacu

.

8

Joko Subagyo, Metode Penelitian dalam Teori dan Praktek, Jakarta: Reineka Cipta, 1997, hal 20

9

J. Samuel Barkin. International organizations: Theories and Institutions. New York: Palgrave Macmillan. 2006. Hal 1.


(21)

pada proses politik internasional yang utama, dalam proses ini negara-negara

anggota berusaha melalui tindakan-tindakan yang kolektif10

1. Organisasi yang keanggotaan dan tujuannya bersifat umum

.

Organisasi internasional dapat diklasifikasikan berdasarkan keanggotaan, tujuan, aktivitas, dan strukturnya. Organisasi internasional bila dilihat dari keanggotaannya dapat dibagi lagi berdasarkan tipe keanggotaan dan jangkauan

keanggotaan (extend of membership). Bila menyangkut keanggotaan, organisasi

internasional dapat dibedakan menjadi organisasi internasional dengan wakil

pemerintah negara-negara sebagai anggota atau Intergovernmental Organizations

(IGO), serta organisasi internasional yang anggotanya bukan mewakili pemerintah

atau International Non-Governmental Organizations (INGO).

IGO dapat diklasifikasikan ke dalam empat kategori berdasarkan keanggotaan dan tujuannya, yaitu:

Organisasi ini memiliki ruang lingkup global dan melakukan sebagai fungsi, seperti keamanan, sosial-ekonomi, perlindungan hak asasi manusia, pertukaran kebudayaan, dan lain sebagainya. Contohnya adalah PBB

2. Organisasi yang keanggotaannya umum tetapi tujuannya terbatas

Organisasi ini dikenal juga sebagai organisasi fungsional karena diabdikan

untuk satu fungsi spesifik. Contohnya International Labour Organization

(ILO), World Health Organization (WHO), United Nations on AIDS

(UNAIDS), Food and Agricultural Organization (FAO), dan sebagainya.

10


(22)

3. Organisasi yang keanggotaannya terbatas tetapi tujuannya umum

Organisasi seperti ini biasanya adalah organisasi yang bersifat regional yang fungsi dan tanggung jawab keamanan, politik dan social-ekonominya berkala luas. Contohnya adalah OKI, Uni Eropa, Organisasi Negara-negara Amerika (OAS), Uni Afrika, dan lain sebagainya.

4. Organisasi yang keanggotaan dan tujuannya terbatas

Organisasi ini dibagi atas organisasi sosial-ekonomi, contohnya adalah Asosiasi Perdagangan Bebas Amerika Latin (LAFTA), serta organisasi

militer/pertahanan, contohnya adalah North Atlantic Treaty Organization

(NATO) dan Pakta Warsawa.

INGO terdiri atas anggota-anggotanya yang bukan merupakan perwakilan atau delegasi dari pemerintah suatu negara, namun, kelompok-kelompok, asosiasi-asosiasi, organisasi-organisasi ataupun individu-individu dari suatu negara. Definisi tersebut lebih dikenal dengan aktor-aktor non-negara pada tingkat internasional, dimana aktivitas mereka mengakibatkan meningkatnya interaksi-interaksi internasional.

1.5.1.1. Fungsi-fungsi Organisasi Internasional

Dalam mencapai tujuannya, organisasi intrenasional harus menjalankan fungsinya dengan baik, sehingga tujuan tersebut tidak menyimpang dari yang telah ditetapkan. Selain untuk mencapai tujuannya, organisasi internasional juga harus memiliki fungsi terhadap anggota-anggotanya. Suatu organisasi internasional harus menjadi sarana kerja sama antar negara, yang mana kerja sama tersebut mampu memeberikan


(23)

manfaat bagi semua anggotanya. Selain itu organisasi internasional harus mampu menyediakan berbagai saluran komunikasi antar pemerintah, agar wilayah akomodasi dapat dieksplorasi dengan mudah, terutama ketika muncul suatu masalah.

Secara umum, fungsi organisasi internasional dapat dibagi ke dalam sembilan fungsi, yaitu:

1. Artikulasi dan agregasi

Organisasi internasional berfungsi sebagai instrumen bagi negara untuk mengartikulasikan dan mengagregasikan kepentingannya, serta dapat mengartikulasikan kepentingannya sendiri. Organisasi internasional menjadi salah satu bentuk kontak institusionalisme antara partisipan aktif dalam sistem internasional, yaitu sebagai forum diskusi dan negosiasi.

2. Norma

Organisasi internasional sebagai aktor, forum dan instrumen yang memberikan kontribusi yag berarti bagi aktivitas-aktivitas normatif dari sistem politik internasional. Misalnya dalam penetapan nilai-nilai atau prinsip-prinsip non-diskriminasi.

3. Rekrutmen

Organisasi internasional menunjang fungsi penting untuk menarik atau merekrut partisipan dalam sistem politik internasional.

4. Sosialisasi

Sosialisasi berarti upaya sistematis untuk mentransfer nilai-nilai kepada seluruh anggota sistem. Proses sosialisasi pada level


(24)

internasional berlangsung pada tingkat nasional scera langsung mempengaruhi invidu-individu atau kelompok-kelompok di dalam sejumlah negra dan diantaranya negara-negara yang bertindak pada lingkungan internasional atau diantara wakil mereka di dalam organisasi. Dengan demikian, organisasi internasional memeberikan kontibusi bagi penerimaan dan peningkatan nilai kerja sama.

5. Pembuat peraturan

Sistem internasional tidak mempunyai pemerintahan dunia, oleh karena itu, pembuatan keputusan internasional biasanya didasarkan

pada praktik masa lalu, perjanjian ad hoc, atatu organisasi

internasional.

6. Pelaksanaan peraturan

Pelaksanaan keputusan organisasi internasional hampir pasti diserahkan kepada kedaulatan negara. Di dalam praktiknya, fungsi aplikasi aturan oleh organisasi internasional seringkali lebih terbatas pada pengawasan pelaksananya, karena aplikasi sesungguhnya ada di tangan negara anggota.

7. Pengesahan peraturan

Organisasi internasional bertugas untuk mengesahkaaturan-aturan dalam sistem internasional. Fungsi ajudikasi dilaksanakan oleh lembaga kehakiman, namun fungsi ini tidak dilengkapi dengan lembaga yang memadai dan tidak dibekali oleh sifat yang memaksa sehingga hanya terlihat jelas bila ada pihak-pihak negara yang bertikai.


(25)

Organisasi internasional melakukan pencarian, pengumpulan, pengolahan dan penyebaran informasi.

9. Operasional

Organisasi internasional menjalankan sejumlah fungsi operasional di banyak hal seperti dalam pemerintahan. Fungsi pelaksanaan yang dilakukan organisasi internasional terlihat pada apa yang dilakukan

UNHCR yang membantu pengungsi, World Bank yang menyediakan

dana, UNICEF yang melakukan perlindungan terhadap anak-anak, dan lain sebagainya.

1.5.1.2. Teori Peranan

Peranan (role) adalah perilaku yang diharapkan yang akan

dilakukan oleh seseorang, organisasi atau kelompok yang mana menduduki suatu posisi tertentu, baik posisi di dalam organisasi ataupun dalam sikap negara. Setiap orang yang akan menduduki posisi itu, diharapkan memiliki perilaku yang sesuai dengan posisi tersebut. Dikatakan bahwa dalam teori peranan, perilaku individu harus dapat dipahami dan juga dimaknai di dalam konteks sosial. Di dalam teori peranan, ditegaskan bahwa perilaku politik adalah perilaku dalam menjalankan peranan politik.


(26)

Teori peranan ini memiliki asumsi bahwa perilaku politik merupakan akibat dari tuntutan ataupun harapan terhadap peran yang

tengah dipegang oleh seorang aktor politik.11

Teori peranan memfokuskan pada perilaku individual dan suatu kelompok tertentu. Faktor-faktor ini dipelajari pada konteks kelompok kerja, organisasi, komunitas, dan juga masyarakat. Teori peranan memiliki dua kemampuan yang berguna untuk analisis politik. Pertama, aktor politik umumnya yang mana berusaha dalam menyesuaikan perilakunya dengan norma perilaku yang berlaku dalam peran yang dijalankannya. Kedua, teori peranan mempunyai kemampuan mendeskripsikan institusi politik yang mana merupakan serangkaian pola perilaku berkaitan dengan

peranan.12

Peranan dapat diartikan sebagai bagian dari tugas yang harus atau wajib dilaksanakan. Dari kata peranan, maka muncul istilah peran, beda dari peranan yang memiliki sifat yang mengkristal, peran lebih bersifat isidental. Peran merupakan seperangkat yang diharapkan akan memiliki oleh seorang ataupun kelompok yang menduduki suatu posisi di kehidupan masyarakat. Adapun peran organisasi internasional di dalam hubungan

internasional dapat dibagi dalam tiga kategori, yaitu:13

11

Mohtar Mas’oed. Studi Hubungan Internasional: Tingkat Analisis dan Teorisasi. Yogyakarta: PAU-SS-UGM. 1989. Hal. 45

12 Bruce J. Biddle & Edwin J. Thomas.

role Theory Concepts and Research. New York: Reobert E. Krieger Publishing Company. 1989. Hal 3.

13

Agung Banyu Perwita dan Dr. Yanyan Mochammad Yani. Organisasi Internasional. Bandung: Pt. Remaja Rosdakarya. 2005. Hal 95.


(27)

• Organisasi internasional sebagai arena atau tempat pertemuan bagi anggota-anggotanya untuk membicarakan atau membahas masalah-masalah yang dihadapi.

• Organisasi internasional sebagai instrumen yang digunakan oleh

negara-negara anggotanya untuk mencapai tujuan tertentu berdasarkan tujuan politik luar negerinya.

• Organisasi internasional sebagai aktor independen yang dapat

membuat keputusan-keputusan sendiri tanpa dipengaruhi kekuasaan ataupun paksaan dari luar negeri tersebut.

Dalam hal ini, FAO merupakan instrumen yang dapat membantu negara-negara dalam menyelesaikan maslah krisis pangan. Dalam menjalankan fungsinya, FAO sebagai organisasi internasional yang bertugas untuk menangani masalah pangan dan pertanian dapat membuat keputusan tanpa dipengaruhi siapapun.

1.5.2. Teori Ketahanan Pangan

Definisi dan paradigma ketahanan pangan terus mengalami perkembangan

sejak adanya Conference of Food and Agriculture tahun 1943 yang

mencanangkan konsep secure, adequate and suitable supply of food for

everyone”. Definisi ketahanan pangan sangat bervariasi, namun umumnya mengacu definisi dari Bank Dunia (1986) dan Maxwell dan Frankenberger (1992) yakni “akses semua orang setiap saat pada pangan yang cukup untuk hidup sehat (secure access at all times to sufficient food for a healthy life). Studi pustaka yang


(28)

dilakukan oleh IFPRI (1999) diperkirakan terdapat 200 definisi dan 450 indikator tentang ketahanan pangan (Weingärtner, 2000).

Berikut ini ada beberapa definisi ketahanan yang sering mengacu pada Undang-Undang Pangan No.7 Tahun 1996 yaitu dimana suatu kondisi terpenuhinya kebutuhan pangan bagi rumah tangga yang tercermin dari tersedianya pangan secara cukup, baik dari jumlah maupun mutunya, aman, merata dan terjangkau. Begitupun menurut USAID (1992) ketahanan pangan meliputi suatu kondisi ketika semua orang pada setiap saat mempunyai akses secara fisik dan ekonomi untuk memperoleh kebutuhan konsumsinya untuk hidup sehat dan produktif. Sedangkan FAO (1997) mendefinisikan situasi dimana semua rumah tangga mempunyai akses baik fisik maupun ekonomi untuk memperoleh pangan bagi seluruh anggota keluarganya, dimana rumah tangga tidak beresiko mengalami kehilangan kedua akses tersebut.

Ketahanan pangan merupakan suatu kondisi ketika semua orang pada segala waktu secara fisik, sosial dan ekonomi memiliki akses pada pangan yang cukup, aman dan bergizi untuk pemenuhan kebutuhan konsumsi dan sesuai

dengan seleranya (food preferences) demi kehidupan yang aktif dan sehat. Dan

Mercy Corps (2007) ketahanan pangan yaitu keadaan ketika semua orang pada setiap saat mempunyai akses fisik, sosial, dan ekonomi terhadap terhadap kecukupan pangan, aman dan bergizi untuk kebutuhan gizi sesuai dengan

seleranya untuk hidup produktif dan sehat14

Berdasarkan definisi tersebut dapat ditarik kesimpulan bahwa ketahanan pangan memiliki 5 unsur yang harus dipenuhi :

.

14

http/google.USAID.com/ketahananpangannasionalmenujuerareformasi/03/03/2011, diakses pada tanggal 28 Mei 2014, 12:30 Wib


(29)

1. Berorientasi pada rumah tangga dan individu

2. Dimensi watu setiap saat pangan tersedia dan dapat diakses

3. Menekankan pada akses pangan rumah tangga dan individu, baik fisik,

ekonomi dan sosial

4. Berorientasi pada pemenuhan gizi

5. Ditujukan untuk hidup sehat dan produktif

Saat ini Undang-undang pangan telah mengalami revisi atau pergantian karena dianggap Undang-undang lama sudah tidak sesuai lagi, undang-undang yang baru No. 18 tahun 2012 menyatakan ketahanan Pangan adalah kondisi terpenuhinya Pangan bagi negara sampai dengan perseorangan, yang tercermin dari tersedianya Pangan yang cukup, baik jumlah maupun mutunya, aman, beragam, bergizi, merata, dan terjangkau serta tidak bertentangan dengan agama, keyakinan, dan budaya masyarakat, untuk dapat hidup sehat, aktif, dan produktif secara

berkelanjutan.15

1.5.2.1.Ruang Lingkup Pangan

Ruang Lingkup pangan mencakup jejaring sub-sistem yang terkait satu sama lain dan saling tergantung. Di dalamnya mencakup empat sub-sistem pagan : (1) ketersediaan pangan, (2) keamanan pangan, (3) ketahanan pangan, dan (4) keberlangsungan pangan. Keempat bagian tersebut bekerja sebagai sistem. Adanya masalah atau gangguan fungsi pada satu sub-sistem akan mengganggu ruang lingkup pangan keseluruhan. Pertama, Ketersediaan Pangan. Ruang lingkup ketersediaan


(30)

pangan merupakan kerangka kerja sektor pangan untuk menyediakan cakupan dan kecukupan sumberdaya pangan sesuai kebutuhan. Sub-sistem ini mencakup usaha menggerakkan sektor-sektor sumberdaya pangan seperti pertanian, perkebunan, peternakan, dan perikanan untuk menghasilkan bahan baku atau produk pangan. Kunci ketersediaan pangan adalah menjamin kecukupan stok bahan baku pangan dan produk (industri) pangan.

Kedua, keamanan pangan. Ruang lingkup keamanan pangan merupakan kerangka kerja sektor pangan untuk menjamin tingkat keamanan bahan baku pangan atau produk pangan untuk layak dikonsumsi secara sehat. Tingkat keamanan pangan yang dimaksud adalah sejauh mana bahan makanan yang dikonsumsi aman bagi kesehatan dan sehat bagi tubuh, misalnya tidak mengandung racun atau bahan kimia yang berbahaya. Ketiga, ketahanan pangan. Ruang lingkup ketahanan pangan merupakan kerangka kerja sektor pangan untuk menjamin tingkat ketersediaan dan kecukupan stok pangan. Ketahanan pangan berkaitan dengan daya tahan ketersediaan pangan menghadapi ancaman kelangkaan pangan. Faktor kelimpahan dan keanekaragaman sumber daya pangan menjadi kunci membangun ketahanan pangan yang tangguh. Keempat, keberlangsungan pangan. Ruang lingkup keberlangsungan pangan untuk menciptakan kondisi kontinuitas yang menjamin ketersediaan pangan secara aman berkelanjutan. Keberlangsungan yang dimaksud terkait dengan konsep pembangunan berkelanjutan, upaya menjaga lingkungan dan kepedulian pada generasi yang akan datang. Terciptanya kondisi


(31)

keberlangsungan pangan mengandaikan bahwa ketiga subsistem pangan

yang lain mencapai kinerja yang optimal.16

1.5.2.2. Diversifikasi Pangan

Diversifikasi pangan dalam upaya memperbaiki mutu menu makanan rakyat sudah ditetapkan sejak tahun 1974 dan disempurnakan dengan INPRES 20/1979. Namun secara operasional, diversifikasi pangan belum dapat terlaksana dengan baik. Berdasarkan Widyakarya Pangan dan

Gizi (LIPI, 1988),17

Langkah awal dapat dimulai dengan pengembangan sumber pangan lokal, eksotik, bernilai ekonomi tinggi, mengandung protein, vitamin dan bergizi baik. Kampanye ”makan ikan” dan ”minum susu” akan mampu memperbaiki kecukupan protein dan vitamin, yang dapat saja

yang menyimpulkan dua pengertian tentang

diversifikasi pangan. Pertama, diversifikasi pangan dalam rangka

pemantapan swasembada beras yaitu agar laju peningkatan konsumsi beras dapat dikendalikan, setidak-tidaknya seimbang dengan kemampuan laju

peningkatan produksi beras. Kedua, diversifikasi pangan dalam rangka

memperbaiki mutu gizi susunana makanan penduduk beragam dan seimbang. Lebih lanjut toeri ini juga menjelaskan pentingnya strategi diversifikasi pangan yang harus dilakukan secara lebih serius, untuk mengurangi ketergantungan terhadap konsumsi beras, yang saat ini sangat tinggi dan sering mempengaruhi tekanan permintaan terhadap beras.

16 Fransiscus Welirang,

Revitalisasi Republik Perspektif Pangan dan Kebudayaan, Jakarta: PT. Graffindo, 2007 hal. 54-56


(32)

mengurangi te kanan konsumsi terhadap bahan karbohidrat seperti beras yang sangat sensitif secara ekonomi dan politik. Kemudian, pengindustrian pangan lokal ini harus memperoleh dukungan kebijakan yang memadai, mulai dari skema pembiayaan, insentif perpajakan, dan kemudahan lainnya.

1.5.2.3. Ketersediaan Pangan

Dalam bukunya berjudul “Perencanaan Pangan dan Gizi, Suhardjo mengemukakan bahwa dalam memenuhi pangan nasional harus menggunakan metode untuk dapat menakar ketersediaan pangan yaitu

menggunakan metode Food Blance Sheet (FBS) dan hal tersebut dianggap

menguntungkan adapun faktor-faktor penyebabnya ialah :18

- Dengan menggambarkan imbangan antara persediaan pangan

dihubungkan dengan kebutuhan yang seharusnya dipenuhi. Dapat dibandingkan terhadap konsumsi pangan yang nyata dari data survei konsumsi pangan.

- Bila persediaan total energi yang dibandingkan dengan perkiraan

kebutuhan tidak banyak berbeda, maka diduga tidak terdapat masalah kekurangan gizi yang serius bila distribusinya merata. Namun demikian bila persediaannya jauh lebih rendah dari perkiraan kebutuhan, maka dapat menyebabkan masalah kekurangan gizi yang berat. Demikian pula hanlnya untuk protein.

18


(33)

- Secara mudah dapat menggambarkan perkiraan persediaan zat gizi berbagai kelompok jenis pangan, khususnya energi, protein dan lemak.

Sehingga dalam mengelola ketersediaan pangan di Indonesia metode ini dianggap sebagai dasar dalam mencukupi ketersediaan dan ketahanan pangan nasional.

1.6. Metode Penelitian

Penelitian ini adalah suatu usaha untuk menemukan, mengembangkan dan menguji kebenaran suatu pengetahuan, usaha mana dilakukan dengan melakukan

metode-metode ilmiah.19

1.6.1. Jenis Penelitian

Dalam penyusunan penelitian ini, penulis menggunakan metode deskriptif yang merupakan sebuah proses pemecahan suatu masalah yang diselidiki dengan menggambarkan atau menerangkan keadaan sebuah objek ataupun subjek penelitian seseorang, lembaga maupun masyarakat pada saat sekarang dengan

berdasarkan fakta-fakta yang tampak seadanya.20

1.6.2. Teknik Pengumpulan Data

Adapun teknik yang digunakan untuk memperoleh data-data dan fakta-fakta dalam rangka pembahasan masalah dalam penelitian ini adalah mengumpulkan data sekunder, yaitu dokumen-dokumen berupa jurnal,


(34)

artikel, buku-buku, dan juga sumber lainnya yang dapat membantu dalam penelitian ini.

1.6.3. Teknik Analisis Data

Dalam menganalisis data dalam penelitian ini adalah teknik analisa kualitatif. Yang mana teknik ini lebih menekankan analisisnya pada sebuah proses pengambilan kesimpulan secara deduktif dan juga induktif serta pada analisis terhadap dinamika hubungan antar fenomena yang sedang diamati dengan

menggunakan logika ilmiah.21

Dalam penelitian kualitatif, analisis data dilakukan secara terus menerus semenjak data awal dikumpulkan sampai penelitian berakhir. Penafsiran data dan menarik kesimpulan dilakukan dengan mengacu kepada rujukan konsep dan teoritis kepustakaan sesuai dengan permasalahan penelitian yang telah

dirumuskan sebelumnya.22

1.7. Sistematika Penulisan

Susunan sistematika penulisan dalam penelitian ini adalah sebagai berikut:

BAB I : PENDAHULUAN

Bab ini berisi tentang latar belakang masalah, perumusan masalah, tujuan dan manfaat penelitian, kerangka teori, metodologi penelitian, dan sistematika penulisan.

21

Burhan Bungin, Metode Penelitian Sosial, Surabaya: Airlangga University Press, 2001, hal 47

22


(35)

BAB II : PROFIL ORGANISASI PANGAN DAN PERTANIAN DUNIA

Dalam bab ini menjelaskan mengenai Profil Organisasi Pangan dan Pertanian (FAO) di Indonesia dan Undang-undang Pangan.

BAB III : PERAN ORGANISASI PANGAN DAN PERTANIAN DUNIA TERHADAP KETAHANAN PANGAN DI INDONESIA

Dalam bab ini berisi tentang analisis bagaimana peran Organisasi Pangan dan Pertanian Dunia terhadap ketahanan pangan di Indonesia

BAB IV : PENUTUP

Bab ini adalah bab terakhir yang berisikan tentang kesimpulan dan yang diperoleh dari hasil penelitian yang didalamnya juga terdapat kritik dan saran.


(36)

BAB II

PROFIL ORGANISASI PANGAN DAN PERTANIAN DUNIA

2.1. Pengertian FAO (Organisasi Pangan dan Pertanian)

Pengertian Food and Agriculture Organization (FAO) adalah Organisasi pangan dan pertanian yang berada di bawah naungan Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB). FAO bertujuan untuk menaikan tingkat nutrisi dan taraf hidup, meningkatkan produksi, proses pemasaran dan penyaluran produk pangan dan pertanian, mempromosikan pembangunan di pedesaan, dan melenyapkan kelaparan. FAO dibentuk tahun 1945 di Quebec City, Quebec, Kanada. Pada

1951, markasnya dipindahkan dari Washington, DC ke AS, Roma Italia.23

Organisasi Pangan dan Pertanian (FAO) bermula terbentuk dari

dilaksanakannya suatu konferensi United Nation Conference on Food and

Agriculture yang berlangsung di Hotspring, Virginia, Amerika Serikat. Konferensi tersebut berlangsung atas inisiatif 44 negara yang dimana memutuskan untuk mendirikan sebuah organisasi pangan dan pertanian serta membentuk sebuah panitia khusus untuk menyusun rencana-rencana yang lebih mendetail. Konferensi tersebut tidak mempermasalahkan masalah-masalah konstitusional, yang pada akhirnya menghasilkan suatu dokumen tentang hal-hal substantif mengenai pangan dan pertanian. Dalam dokumen tersebut membahas hampir semua aspek kecuali mengenai kehutanan dan perikanan. Pembentukan organisasi tersebut 2.1.1. sejarah terbentuknya FAO

23


(37)

ditujukan untuk lebih memperhatikan sektor pertanian sebagai sektor penting masyarakat pedesaan yang semakin kurang mendapat perhatian dan tersisihkan oleh industrialisasi.

Penandatanganan anggaran dasar dan pembukaan konferensi FAO yang pertama dilaksanakan pada tanggal 16 oktober 1945 di Quebec City, Canada. Selanjutnya tanggal tersebut dijadikan dan diperingati sebagai hari berdirinya FAO, dengan mandat untuk meningkatkan tingkat nutrisi dan standar hidup yang layak, untuk memperbaiki produktifitas pertanian, serta untuk memperbaiki kondisi masyarakat di pedesaan. FAO awalnya bermarkas di Washington D.C. namun terhitung tanggal 26 November 2005 markasnya dipindahkan ke Roma.

Prioritas utama dari FAO adalah mendorong terjadinya sustainable

agriculture and rural development. Ini merupakan strategi jangka panjang

untuk meningkatkan produksi makanan dan keamanan pangan atau food

security dengan memelihara dan mengolah sumber daya alam. Tujuannya adalah untuk memenuhi kebutuhan pangan baik di masa sekarang ataupun di masa yang akan datang, dengan mendorong dilakukannya pembangunan yang tidak merusak lingkungan, dengan teknik yang tepat dan cocok,

secara ekonomi dapat dijalankan dan secara sosial dapat diterima.24

Organisasi Pangan dan Pertanian merupakan organisasi badan yang berstatus semi otonom dan merupakan bagian integral dari PBB, Dalam melakukan tugas-tugasnya memiliki lembaga-lembaga yang dapat

24


(38)

menentukan program-programnya dan memiliki administrasi serta sekretariatnya sendiri. FAO terdiri dari delapan bagian, yaitu: Administration and Finance Agriculture, Economic and Social, Fisheries, Forestry, General Affairs and information, sustainable development and Technical Cooperation. Untuk dapat menjalankan tugas-tugasnya, FAO

mempekerjakan 3700 anggota staf, yang terdiri dari 1400 profesional, dan

2300 staf pembantu umum, dengan menyediakan lima kantor regional,

lima kantor sub regional, lima kantor liaison dan lebih dari 78 kantor di

negara-negara anggota untuk memnuhi kebutuhan kantor pusat yang

terletak di Roma.

FAO (Organisasi pangan dan Pertanian) meliputi 4 area utama, yaitu: menjangkau informasi dari staf ahli untuk mengumpulkan, menganalisis dan menyebarkan informasi data dana pembangunan, menerapkan keahlian dalam menjalankan proyek, membantu neggara menyusun strategi dalam isu pangan dan agricultur, dan melakukan pertemuan dengan Negara-negara untuk membahas hal tersebut. Sementara pengkatagorian pengoprasian kerja FAO dibagi kedalam 2 bagian, yaitu program rutin yang meliputi operasi internal, termasuk pemeliharaan kualifikasi yang tinggi dari stafnya dalam pekerjaan lapangan, menasehati pemerintah dalam kebijakan, perencanaan dan pelayanan kebutuhan pembangunan.

Ada pun dana yang digunakan bersumber dari Negara anggota yang berkontribusi pada level konferensi. Sementara program lapangan dilakukan berupa bantuan kepada pemerintah dan komunitas pedalaman.


(39)

Proyeknya biasa dilaksanakan dengan bekerja sama dengan pemerintah nasional dan agensi lainnya. Sebanyak 60% dananya bersumber dari national trust fund dan 22%nya berasal dari Program Pembangunan PBB. Sementara FAO sendiri berkontribusi melalui anggaran program rutin

melalui program kerjasama tekhnis.25

 Ilmu pengetahuan, teknologi, penelitian sosial dan ekonomi tentang

gizi, pangan dan pertanian.

2.1.2. Fungsi FAO (Organisasi Pangan dan Pertanian)

FAO bertugas untuk menghimpun, menganalisa, menerjemahkan dan menyebarluaskan informasi yang berkaitan dengan pangan, gizi, dan pertanian (perikanan, peternakan, kehutanan dan hasil-hasil laut). Selain itu, FAO juga bertugas mendorong dan dan memberikan rekomendasi untuk bertindak baik secara nasional maupun secara internasional yang berhubungan dengan:

 Melaksanakan pendidikan dan peng-administrasian serta

menyebarluaskan tentang ilmu dan praktek gizi, pangan dan pertanian,

 Melestarikan sumber daya alam dan menerapkan metoda produksi

pertanian.

 Memantapkan pemrosesan, pemasaran dan pendistribusian pangan dan

hasil-hasil pertanian.

 Menerapkan kebijaksanaan internasional dengan memperhatikan

perjanjian-perjanjian mengenai komoditi pertanian.


(40)

Secara umum menerapkan kebijakan-kebijakan yang diperlukan untuk mencapai tujuan organisasi.

2.1.3. visi, misi dan tujuan FAO

Setiap organisasi memiliki visi dan misi masing-masing. Demikian

pula FAO sebagai salah satu organisasi PBB memiliki mandat dan tugas

pokok. Misi pokok FAOadalah membantu negara anggota mencapai food

security, dalam arti produksi pangan. Sesuai dengan mandatnya, FAO

tidak melakukan pengerahan bantuan darurat berupa makanan untuk

penduduk yang terkena bencana alam atau pengungsi. FAO memfokuskan

diri pada bantuan dalam memfasilitasi proses produksi pangan, setelah bencana alam reda atau bilamana kehidupan masyarakat petani menuju normal.

Ada pun Visi dari Organisasi Pangan dan Pertanian

adalah“Remaining fully responsive to the ideas and requirements of

member, and being recognized for leadership and partnership in helping to build a food secure world” (Responsif terhadap keinginan

negara anggotanya, memiliki kepemimpinan dan kemitraan yang diakui

dalam rangka menciptakan dunia yang cukup pangan).

Organisasi Pangan dan Pertanian juga memiliki misi sebagai berikut, Mengurangi kerawanan pangan dan menurunkan kemiskinan di pedesaan, membantu merumuskan kebijaksanaan dan peraturan

perundangan yang menunjang bidang pertanian, perikanan dan kehutanan,


(41)

sumberdaya alam. meningkatkan iptek tentang makanan, pertanian, perikanan dan kehutanan.

FAO mempunyai tujuan utama untuk membantu negara-negara anggotanya dalam upaya mereka untuk memenuhi kebutuhan pangan rakyatnya dan sekaligus meningkatkan ketahanan pangan guna kepentingan umat manusia di dunia melalui:

 Memperbaiki tingkat gizi dan taraf hidup rakyat di wilayah hukum

masing-masing.

 Meningkatkan efesiensi dan produksi semua hasil pangan dan

pertanian.

 Memperbaiki kondisi penduduk pedesaan.

 Menunjang perekonomian dunia dan membebaskan manusia dari

kelaparan.

Dalam mencapai tujuannya, FAO melaksanakan fungsinya dalam empat bidang:

1. Mengumpulkan, menganalisa dan menyebarkan informasi

2. Memberikan nasihat kepada pemerintah mengenai kebijaksanaan dan

perencanaan

3. Menggalakkan konsultasi dan kerja sama diantara anggota

4. Memberikan nasihat dan bantuan teknis dalam segala aspek pangan


(42)

2.1.4. Kekuatan dan Kelemahan FAO (Organisasi Pangan dan Pertanian)

1. Adapun kekuatan dari Organisasi Pangan dan Pertanian, sebagai berikut:

 Memiliki kepercayaan diri bahwa negara-negara anggotanya

memiliki kecakapan atau keahlian berorganisasi dan berpengalaman dalam bekerja untuk mencapai tujuan; mampu merangkul masalah-masalah global; memiliki kapasitas untuk mengidentifikasi dan membuat solusi secara independen berdasarkan idiologi atau perspektif nasional yang spesifik.

 Bersama-sama dengan struktur kerja organisasi yang luas,

kapasitas networking organisasi yang mendunia, dan

berdasarkan pada hubungan langsung dengan badan-badan pemerintahan, institusi penelitian dan akademik, serta badan-badan nasional maupun internasional lainnya.

 Memiliki campuran yang unik antara pengalaman

operasional dan normatif dari staf organisasinya.

 Bantuan-bantuan teknik ditawarkan organisasi kepada

negara-negara tanpa bias politik ataupun komersil, untuk memberi dukungan yang dibutuhkan oleh pemerintah. FAO menyadari akan kompetensi dasar dan keahlian khusus yang dimiliki staf intinya, sama baiknya dengan ahli-ahli dari luar dengan kualitas yang tinggi.


(43)

2. Kelemahan dari Organisasi Pangan dan Pertanian yaitu FAO terlalu desentralisasi, dengan proporsi staf yang bertugas di pusat yang banyak, yang jauh dari pengamatan akan masalah-masalah yang kompleks di lapangan.Selain itu difusi dalam struktur organisasi akan mencegah organisasi tersebut untuk konsentrasi pada wilayah kunci, dan mengurangi kemampuannya untuk mencapai hasil yang berkualitas tinggi.

2.1.5. FAO (Organisasi Pangan dan Pertanian) dan Indonesia

Indonesia menjadi anggota FAO tanggal 28 November 1949, menegaskan kembali ketertarikannya pada upaya peningkatan taraf hidup rakyatnya, dan memberikan sumbangan pada kerja internasional dalam pembangunan pangan dan pertanian. Sejak saat itu, Indonesia dan FAO telah bekerja sama secara erat untuk mencapai tujuan tersebut.

Kegiatan Indonesia dalam bekerja dengan FAO dimulai pada tahun 1950 ketika mempersiapkan selebaran-selebaran mengenai makanan dan gizi yang berimbang. Dan dalam perencanaan pertanian. FAO memberikan bantuan teknis dalam bidang statistik pertanian, produksi beras dan perencanaan kehutanan.

Kerja sama antara Indonesia dan FAO berlangsung sejak 1949. Sampai tahun 1992, lebih 300 program dan proyek yang telah dilaksanakan FAO di seluruh Indonesia. Melibatkan sampai 1.000 tenaga ahli dan konsultan, termasuk beberapa orang dari Indonesia. Ratusan juta dolar yang berasal dari luar maupun dalam negeri yang telah ditanamkan


(44)

di bidang pertanian, perikanan, dan kehutanan. Program dan proyek tersebut memperoleh dana dari Pemerintah Indonesia, UNDP, dan badan-badan multilateral yang lain, negara-negara donor, dan oleh FAO sendiri. Ribuan tenaga ahli dan perencana Indonesia telah memetik manfaat dari program latihan yang diselenggarakan oleh FAO serta berbagai proyeknya yang terdapat di dalam maupun luar negeri. Demikian juga dengan para

ahli di berbagai bidang yang lain dan para administrator.26

2.1.6. FAO (Organisasi Pangan dan Pertanian) di Indonesia

Mula-mula FAO berada di Indonesia melalui para ahlinya. Kemudian lewat seorang Kepala Perwakilan atau seorang penasihat pertanian pada tahun 1978, FAO secara resmi membuka kantor perwakilannya di Indonesia. Kepala perwakilan FAO menyampaikan surat-surat kepercayaannya kepada pemerintah Indonesia pada tahun 1979.

Indonesia memberikan sumbangan kepada FAO melalui beberapa cara. Banyak pertemuan mengenai kebijaksanaan dan perencanaan yang disponsori FAO, rapat-rapat konsultasi teknis, pelatihan serta pertemuan komisi, diselenggarakan oleh pemerintah yang bertindak sebagai tuan rumah. Indonesia juga berpartisipasi secara aktif dalam berbagai program global maupun regional. Menyumbangkan pengalaman dan keahliannya demi kemaslahatan pihak lain. Sesuai dengan semangat Kerja sama Teknis

di antara Negara-Negara Sedang Berkembang.27

26

Harmoko, Perserikatan Bangsa-bangsa dan Indonesia, Jakarta: Subahtera Semesta Graphika, 1993, hal 57

27


(45)

Program bantuan teknis dan proyek dimana Pemerintah Indonesia dan FAO bekerja sama selama 45 tahun, meliputi perencanaan pembangunan pertanian, evaluasi sumber tanah, irigasi, dan pengelolaan air. Peningkatan produksi hasil panen (terutama padi), penggalakan palawija, dan pengembangan pertanian holtikultura. Pengembangan hasil perkebunan, penggalakan usaha peternakan kecil dan memperkuat pelayanan dibidang kesehaqtan hewan ternak. Perencanaan perikanan dan pengolahannya, analisa hutan dan industri hutan, perencanaan dan inventarisasi, perlindungan lingkungan dan pengelolaan binatang liar, pengembangan taman nasional, dan program aksi kehutanan nasional

(NFAP).28

2.2. Undang-Undang Pangan di Indonesia

Mitra FAO yang paling penting di Indonesia adalah Departemen-Departemen Pertanian, Kehutanan, Koperasi, Transmigrasi, Kependudukan dan Lingkungan, dan Pekerjaan Umum. FAO juga bekerja sama dengan universitas, lembaga penelitian, badan-badan lain dan lembaga-lembaga swadaya masyarakat.

Indonesia memiliki Undang-undang yang mengatur tentang pangan yang disebutkan dalam Undang-undang No.18 tahun 2012. Undang-undang pangan ini revisi dari undang-undang pangan no 7 tahun 1996 yang dianggap tidak sesuai lagi dengan dinamikan perkembangan kondisi eksternal dan internal,


(46)

demokratisasi, globalisasi, desentralisasi, penegakan hokum dan beberapa peraturan perundang-undangan yang dihasilkan kemudian sehingga perlu diganti.

Ada pun perubahan yang mendasar dari Undang-undang No.7 tahun 1996

dibanding dengan Undang-undang No.18 tahun 2012, sebaga berikut:29

No.

Table 2.1. perubahan UU No. 7 Tahun 1996 dengan UU No.18 Tahun 2012

Undang-undang No.7 Tahun 1996 Undang-undang No.18 Tahun 2012 1. Visi: Ketahanan Pangan Visi: ketahanan, kedaulatan, dan

kemandirian pangan

2. Pemenuhan kebutuhan pangan

hingga tingkat rumah tangga

Pemenuhan kebutuhan pangan hingga tingkat individu

3. Belum mengatur tentang

kelembagaan pangan

Sudah mengatur tentang kelembagaan pangan

4. Belum mengatur tentang pangan

local

Mengatur tentang pengutamaan

produksi pangan sesuai dengan kearifan local

5. Belum mengatur tentang

penimbunan pangan

Sudah mengatur tentang penimbunan pangan

6. Belum mengatur secara detail tentang cadangan pangan

Mengatur detail tentang cadangan pangan

7. Belum mengatur kewajiban

pemerintah mengelola stabilisasi pasokan dan harga, cadangan dan distribusi pangan pokok

Sudah mengatur kewajiban pemerintah mengelola stabilisasi pasokan dan harga, cadangan dan distribusi pangan pokok

8. Mengatur masalah keamanan

pangan : label, kemasan, dan iklan

Mengatur lebih dalam dan terperinci tentang keamanan pangan : label, kemasan, dan iklan

29


(47)

Dalam Undang-undang pangan yang terbaru No. 18 Tahun 2012, dijelaskan bahwa Pangan adalah segala sesuatu yang berasal dari sumber hayati produk pertanian, perkebunan, kehutanan, perikanan, peternakan, perairan, dan air, baik yang diolah maupun tidak diolah yang diperuntukkan sebagai makanan atau minuman bagi konsumsi manusia, termasuk bahan tambahan Pangan, bahan baku Pangan, dan bahan lainnya yang digunakan dalam proses penyiapan, pengolahan, dan/atau pembuatan makanan atau minuman. Berdasarkan sumber pangan, bahan pangan dibedakan menjadi 2, yaitu bahan makanan nabati yang berasal dari tanaman/tumbuh-tumbuhan dan bahan pangan hewani yang berasal dari hewan. Pada dasarnya pangan tersebut harus ada di setiap saat dan untuk dapat memenuhi kriteria ketahanan pangan.

Ketersediaan pangan ditentukan oleh 3 aspek pokok yaitu produksi (kuantitas), distribusi (aksesibilitas), dan konsumsi (bergizi dan aman). Secara teori dan konsep, ketahanan pangan yang kuat tidak sama dengan kedaulatan pangan yang kuat. Sebagian besar negara di dunia menganut konsep ketahanan pangan sebagaimana konsep ini dianut dan menjadi acuan lembaga internasioanl termasuk PBB dan FAO. Faktanya tidak ada negara yang bisa memenuhi semua kebutuhan pangan dari dalam negeri atau memproduksinya sendiri, kemudian selebihnya akan diekspor ke negara yang membutuhkannya. Yang ada adalah sebuah negara yang mengekspor jenis pangan tertentu, baik nabati maupun hewani ke negara lain sekaligus juga mengimpor kebutuhan sebagian kebutuhan pangannya dari negara lain. Negara tempat mengekspor atau mengimpor itu bisa sama seperti layaknya sebuah barter, tetapi kebanyakan berbeda.


(48)

Dalam UU Pangan dijelaskan bahwa yang dinamakan Kedaulatan Pangan adalah hak negara dan bangsa dalam mewujudkan ketahanan pangannya, dapat menentukan kebijakan pangannya secara mandiri, menjamin hak atas pangan bagi rakyatnya, dan memberi hak bagi masyarakat untuk menentukan sistem usaha pangannya sesuai dengan potensi sumber daya dalam negeri. Sedangkan arti dari kemandirian pangan yakni kemampuan negara memproduksi pangan dalam negeri untuk mewujudkan ketahanan pangan dengan memanfaatkan sebesar-besarnya potensi sumber daya alam, manusia, sosial, ekonomi, dan kearifan lokal secara

bermartabat. 30

Adapun pengertian dari ketahanan pangan adalah kondisi terpenuhinya pangan bagi negara sampai dengan individu, yang tercermin dari tersediannya pangan yang cukup, baik jumlah maupun mutunya, aman, beragam, bergizi, merata, dan terjangkau serta sesuai dengan keyakinan, dan budaya untuk dapat hidup sehat, aktif, dan produktif secara berkelanjutan. Hampir semua negara memiliki pola pemenuhan kebutuhan pangan berbeda yang saling tergantung dan membutuhkan karena pasokan atau produksi pangan yang ada memang dirancang dan dikondisikan terbatas atau seperlunya saja hanya sekedar untuk memenuhi kebutuhan konsumen. Jika ada kelebihan pasokan atau produksi, akan mengacaukan harga pangan dunia, hal ini sebagaimana dialami oleh petani Indonesia ketika panen raya terjadi gejolak harga berupa turunnya harga pangan. Begitu juga sebaliknya ketika terjadi kelangkaan atau kekurangan pasokan harga pangan bisa melambung tinggi dan sangat tidak rasional. Semua itu terjadi karena manajemen pengelolaan produksi pangan dan distribusinya yang tidak baik dan

30

Anonim, 2011. Politik Pangan Indonesia: Ketahanan Pangan Berbasis Kedaulatan dan Kemandirian (http://setkab.go.id/en/artikel-6833-.html)


(49)

belum mampu dirancang atau dikondisikan tepat dengan kebutuhan konsumen, sehingga harganya relatif bisa dikendalikan dan berada di kisaran yang wajar dan rasional


(50)

BAB III

PERAN ORGANISASI PANGAN DAN PERTANIAN DUNIA TERHADAP KETAHANAN PANGAN DI INDONESIA

3.1.Kondisi Pangan di Indonesia

Pangan merupakan kebutuhan dasar manusia yang paling utama dan pemenuhannya merupakan bagian dari hak asasi manusia yang dijamin di dalam Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 sebagai komponen dasar untuk mewujudkan sumber daya manusia yang berkualitas. Berdasarkan Undang-Undang tentang Pangan yang telah disahkan melalui sidang pleno Dewan Perwakilan Rakyat Republik Indonesia pada tanggal 18 Oktober 2012, pangan adalah segala sesuatu yang berasal dari sumber hayati produk pertanian, perkebunan, kehutanan, perikanan, dan peternakan, baik yang diolah maupun tidak diolah yang diperuntukkan sebagai makanan atau minuman bagi konsumsi manusia, termasuk bahan tambahan Pangan, bahan baku Pangan, dan bahan lainnya yang digunakan dalam proses penyiapan, pengolahan, dan pembuatan makanan dan minuman. Berdasarkan sumber pangan, bahan pangan dibedakan menjadi 2, yaitu bahan makanan nabati yang berasal dari tanaman/tumbuh-tumbuhan dan bahan pangan hewani yang berasal dari hewan. Pada dasarnya pangan tersebut harus ada di setiap saat dan untuk dapat memenuhi kriteria ketahanan pangan. Ketersediaan pangan ditentukan oleh 3 aspek pokok yaitu produksi (kuantitas), distribusi (aksesibilitas), dan konsumsi (bergizi dan aman). Secara teori dan konsep, ketahanan pangan yang kuat tidak sama dengan kedaulatan pangan yang kuat. Sebagian besar negara di dunia menganut konsep ketahanan pangan sebagaimana konsep ini dianut dan menjadi acuan lembaga


(51)

internasioanl termasuk PBB dan FAO. Faktanya tidak ada negara yang bisa memenuhi semua kebutuhan pangan dari dalam negeri atau memproduksinya sendiri, kemudian selebihnya akan diekspor ke negara yang membutuhkannya. Yang ada adalah sebuah negara yang mengekspor jenis pangan tertentu, baik nabati maupun hewani ke negara lain sekaligus juga mengimpor kebutuhan sebagian kebutuhan pangannya dari negara lain. Negara tempat mengekspor atau mengimpor itu bisa sama seperti layaknya sebuah barter, tetapi kebanyakan berbeda.

Indonesia adalah salah satu Negara yang terletak di zona khatulistiwa. Negara-negara yang terletak di zona ini disinari matahari hampir sepanjang tahun. Selain itu, Indonesia juga memiliki tanah yang subur karena dikelilingi oleh gunung berapi yang masih aktif. Kondisi ini sangat mendukung untuk melakukan berbagai kegiatan di bidang pertanian. Hal inilah yang kemudian mendorong sebagian besar masyarakat Indonesia memilih bertani sebagai mata pencaharian mereka. Dengan demikian, tepat kiranya jika julukan sebagai Negara agraris dialamatkan kepada Indonesia.

Sebagai Negara yang agraris, tingkat ketergantungan masyarakat terhadap beras sangat tinggi. Hal ini mengingat beras merupkan makanan pokok bagi sebagian besar masyarakat Indonesia. Beras telah menjadi sumber pangan yang

dominan yang tercermin dari 50% konsumsi beras nasional.31

31

Bagi Indonesia sendiri, beras tidak hanya memiliki nilai secara ekonomis saja, melainkan juga merupakan komoditas yang bernilai politis karena beras sering kali dijadikan sebagai alat politik bagi pemerintah yang sedang berkuasa.


(52)

Dalam UU Pangan dijelaskan bahwa yang dinamakan Kedaulatan Pangan adalah hak negara dan bangsa dalam mewujudkan ketahanan pangannya, dapat menentukan kebijakan pangannya secara mandiri, menjamin hak atas pangan bagi rakyatnya, dan memberi hak bagi masyarakat untuk menentukan sistem usaha pangannya sesuai dengan potensi sumber daya dalam negeri. Sedangkan arti dari kemandirian pangan yakni kemampuan negara memproduksi pangan dalam negeri untuk mewujudkan ketahanan pangan dengan memanfaatkan sebesar-besarnya potensi sumber daya alam, manusia, sosial, ekonomi, dan kearifan lokal secara bermartabat.

Ketahanan pangan sesungguhnya sangat erat kaitannya dan berpengaruh besar terhadap sektor produksi suatu Negara, yang kemudian berpengaruh pada devisa suatu Negara, yang akan dimanfaatkan dalam sector ekspornya, dan akan berdampak pada pertumbuhan ekonomi suatu Negara. Selain itu, ketahanan pangan pun sangat erat kaitannya dengan kebijakan-kebijakan politik suatu Negara, tentang persetujuan kerja sama antar aktor dalam sektor pangan, kebijakan-kebijakan pembangunan, dan pengelolaan sumberdaya alam berkelanjutan dalam suatu sistem. Berangkat dari pemahaman tersebut, sehingga ketahanan pangan menjadi salah satu wacana yang cukup berpengaruh dalam

bidang ekonomi politik.32

Menurut Undang-Undang RI No.18 tahun 2012 Ketahanan Pangan adalah kondisi terpenuhinya Pangan bagi negara sampai dengan perseorangan, yang tercermin dari tersedianya Pangan yang cukup, baik jumlah maupun mutunya, aman, beragam, bergizi, merata, dan terjangkau serta tidak bertentangan dengan

32


(53)

agama, keyakinan, dan budaya masyarakat, untuk dapat hidup sehat, aktif, dan produktif secara berkelanjutan.

Di Indonesia sendiri, beras merupakan komoditas pangan pokok yang dikonsumsi oleh sebagian besar penduduk Indonesia. Beras berperan penting dalam ketahanan pangan karena terdapat ketergantungan penduduk Indonesia yang sangat besar akan beras. Pasokan beras selalu menjadi masalah utama. Saat ini pemerintah selalu mengupayakan ketersediaan beras, salah satunya adalah dengan mengimpor. Impor tersebut dilakukan karena produksi beras domestic tidak mampu memenuhi kebutuhan akan konsumsinya. Sayangnya, angka impor beras tersebut selalu bertambah setiap tahunnya. Hal ini akan berimplikasi pada stabilitas negara dan ketahanan pangan setiap daerah.

Ketahanan pangan tidak hanya mencakup pengertian ketersediaan pangan yang cukup, tetapi juga kemampuan untuk mengakses pangan dan tidak terjadinya ketergantungan pangan pada pihak mana pun. Dalam hal ini, petani memiliki kedudukan strategis dalam ketahanan pangan. Bila menilik keadaan pangan indonesia saat ini, banyaknya pengalihan lahan pertanian yang membuat berkurangnya hasil tani di indonesia. Sehingga wajar apabila indonesia mengalami kekurangan pangan sehingga harus melakukan impor dalam memenuhi kebutuhan pangan di indonesia .

Pada awal kemerdekaan, Indonesia pernah mengalami masa sulit akibat pasokan dan distribusi pangan yang tidak lancar. Untungnya Indonesia dikaruniai tanah yang relatif subur dan air yang begitu luas sehingga banyak jenis tanaman dan hewan yang bisa dimakan untuk sekedar bertahan hidup. Hingga akhir masa pemerintahan Soekarno dan awal masa pemerintahan Soeharto, Indonesia masih


(54)

disibukkan persoalan bagaimana mencukupi kebutuhan pangan dalam jumlah cukup, harga terjangkau, mudah mengaksesnya dan kualitas yang baik. Untuk menjaga stabilitas pasokan harga dan kualitas pangan yang dibutuhkan masyarakat Indonesia yang terus bertumbuh, maka pemerintahan Soeharto meluncurkan serangkaian kebijakan antara lain dengan membentuk Bulog dan memperkuat sistem dan kelembagaan departemen yang terkait dengan pertanian dan pangan. Anggaran yang dikeluarkan relatif besar dibandingkan sektor lain yang dipandang kurang strategis dan mendesak.

Revolusi hijau merupakan salah satu kebijakan pangan pada masa Soeharto. Revolusi Hijau mampu meningkatkan produksi padi di Indonesia secara cepat, sehingga pada tahun 1984 Indonesia berhasil mencapai swasembada beras. Namun pertumbuhan penduduk yang cukup tinggi, menyebabkan Revolusi Hijau ini tidak mampu untuk mengantarkan Indonesia menjadi sebuah negara yang berswasembada pangan secara tetap. Pencapaian swasembada pangan hanya mampu bertahan beberapa Satu Dasawarsa Kelembagaan Ketahanan Pangan di Indonesia.

Revolusi Hijau juga menyebabkan terjadinya kesenjangan ekonomi dan sosial di pedesaan karena hanya menguntungkan petani yang memiliki tanah lebih dari setengah hektar, petani kaya di pedesaan, serta penyelenggara negara di tingkat pedesaan. Sebelum Revolusi Hijau dilaksanakan, keadaan penguasaan dan pemilikan tanah di Indonesia sudah timpang, akibat dari gagalnya pelaksanaan Pembaruan Agraria yang telah mulai dilaksanakan pada tahun 1960 sampai dengan tahun 1965. Pertanian Revolusi Hijau juga dapat disebut sebagai


(55)

kegagalan karena produknya sarat kandungan residu pestisida dan sangat merusak ekosistem lingkungan dan kesuburan tanah.

Indonesia dianggap berhasil dengan Revolusi Hijau padi karena: (a) memiliki iklim dan tanah yang sesuai, (b) mampu menyediakan dana yang cukup, (c) organisasi penyuluhan yang terbina dengan baik, dan (d) suasana politik dan keamanan yang kondusif. Dana yang cukup tersebut dapat digunakan untuk membangun sarana irigasi yang mahal, mengembangkan lahan rawa pasang surut, menyediakan kredit, dan memberikan subsidi kepada sarana produksi serta dukungan harga.

Konsep Revolusi Hijau yang di Indonesia menjadi program nasional untuk meningkatkan produksi pangan khususnya beras. Tujuan tersebut dilatarbelakangi dengan mitos bahwa beras adalah komoditas strategis baik ditinjau dari segi ekonomi, politik dan sosial. Untuk memperkuat program tersebut, digulirkan Gerakan Bimas (Bimbingan Massal) yang berintikan tiga komponen pokok, yaitu penggunaan teknologi yang sering disebut Panca Usaha Tani, penerapan kebijakan harga sarana dan hasil produksi serta adanya dukungan kredit dan infrastruktur. Gerakan ini berhasil mengantarkan Indonesia pada swasembada

beras.33

Di Negara ini, kesulitan dalam penyeimbangan neraca pangan sudah dialami sebelum awal krisis moneter terjadi pada pertengahan tahun 1997. Bahkan

Prestasi swasembada beras tahun 1984 sering disebut sebagai keberhasilan monumental bagi Indonesia karena beras adalah makanan pokok ratusan juta penduduk Indonesia, sedangkan tingkat konsumsi pangan lain masih sedikit.

33


(56)

pemenuhan kebutuhan beras yang pernah diatasi secara swasembada pada tahun1986 sampai saat ini tidak dapat dipertahankan. Menurut data dari Badan Pusat Statistik tahun 1999 kita telah mengimpor beras sebanyak 1,8 juta ton pada tahun 1995; 2,1 ton pada tahun pada tahun 1996; 0,3 juta ton pada tahun 1997; 2,8 juta ton pada tahun 1998; 4,7 juta ton pada tahun 1999. Di awal tahun 2000 kita

bahkan dibanjiri dengan beras impor yang diberitakan illegal.34

Berdasarkan data FAO (2004) dapat dikemukakan bahwa pada empat dekade terakhir produksi beras domestik telah mampu memenuhi sekitar 97% dari total pasokan yang dibutuhkan setiap tahun. Jumlah pemenuhan pasokan beras tertinggi dicapai pada periode 1981-1990 yang mencapai 101% dari total pasokan per tahun, namun kemudian menurun terus hingga pada tiga tahun terakhir mencapai rata-rata 94% dari total pasokan per tahun (Dwidjono, 2005). Lebih lanjut di jelaskan bahwa Sebagian besar atau sekitar 89% dari pasokan tersebut digunakan untuk memenuhi kebutuhan pangan nasional dapat diperhitungkan

bahwa tingkat konsumsi beras untuk pangan (food) mencapai 121,6 kg per kapita.

Tingkat konsumsi untuk pangan tersebut pada dasarnya telah dapat dipenuhi dari produksi domestik yang mencapai 107,5% dari kebutuhan pangan nasional. Namun demikian impor beras masih dilakukan untuk memenuhi kebutuhan nasional yaitu dengan jumlah rata rata per tahun mencapai sekitar 1.043.140 ton atau sekitar 4,7% dari pasokan nasional. Hal ini menunjukkan bahwa kesetimbangan neraca perberasan nasional masih ditopang oleh impor walaupun dengan tingkat/persentase pemenuhan pasokan domestik yang cenderung menurun

34


(57)

selama empat dekade terakhir.35

sedangkan di awal tahun 2006 kita diramaikan dengan keputusan pemerintah untuk mengimpor beras, yang dianggap tidak berpihak kepada petani.

Sejak 2007 sampai 2008, Indonesia terpaksa mengimpor produk pangan, terutama beras dalam jumlah besar sehingga banyak kalangan kuatir akan terjadinya krisis pangan yang lebih dalam. Idealnya harus terjadi diversifikasi pangan sehingga bukan hanya beras yang menjadi makanan pokok.

Terlepas dari itu, berbagai penelitian mutakhir menunjukkan bahwa beras merupakan komoditas yang menduduki posisi strategis dalam proses pembangunan pertanian, karena beras telah menjadi komoditas politik dan menguasai hajat hidup rakyat Indonesia. Masyarakat telah mengkonsumsi beras sebagai makanan pokok sehingga beras menjelma menjadi sektor ekonomi strategis bagi perekonomian dan ketahanan pangan nasional.

Program ketahanan pangan telah dilakukan sejak zaman Presiden Soekarno dengan Program Berdikari, begitu pula zaman Presiden Soeharto dikenal dengan Program Swasembada Pangan. Sehingga dapat dikatakan bahwa ada usaha yang cukup berperan dalam meningkatkan upaya ketahanan pangan di Indonesia. Indonesia sempat dikenal sebagai negara dunia ketiga yang sukses dalam swasembada pangan, dan bahkan pernah mendapatkan penghargaan dari FAO. Di penghujung tahun 1980-an, Bank Dunia memuji keberhasilan Indonesia dalam mengurangi angka kemiskinan yang patut menjadi contoh bagi negara-negara sedang berkembang (World Bank,1990). Namun prestasi ini tidak berlangsung lama dapat dipertahankan.


(58)

Kondisi saat ini, pemenuhan pangan sebagai hak dasar masih merupakan salah satu permasalahan mendasar dari permasalahan kemiskinan di Indoensia. Rencana Pembangunan Jangka Menengah (RPJM) 2004-2009 menggambarkan masih terbatasnya kecukupan dan mutu pangan, yaitu belum terpenuhinya pangan yang layak dan memenuhi syarat gizi bagi masyarakat miskin, rendahnya kemampuan daya beli, masih rentannya stabilitas ketersediaan pangan secara merata dan harga yang terjangkau, masih ketergantungan yang tinggi terhadap makanan pokok beras, kurangnya diversifikasi pangan, belum efisiensiennya proses produksi pangan serta rendahnya harga jual yang diterima petani, masih ketergantungan terhadap import pangan..

Padahal ketahanan pangan bukan hanya sebagai komoditi yang memiliki fungsi ekonomi, akan tetapi merupakan komoditi yang memiliki fungsi sosial dan politik, baik nasional maupun global. Permasalahan utama yang dihadapi dalam mewujudkan ketahanan pangan di Indonesia saat ini adalah bahwa pertumbuhan permintaan pangan yang lebih cepat dari pertumbuhan penyediaan. Permintaan yang meningkat merupakan resultante dari peningkatan jumlah penduduk, pertumbuhan ekonomi, peningkatan daya beli masyarakat, dan perubahan selera. Sementara itu, pertumbuhan kapasitas produksi pangan nasional cukup lambat dan stagnan, karena: (a) adanya kompetisi dalam pemanfaatan sumberdaya lahan dan air, serta (b) stagnansi pertumbuhan produktivitas lahan dan tenaga kerja pertanian. Ketidak seimbangan pertumbuhan permintaan dan pertumbuhan kapasitas produksi nasional mengakibatkan kecenderungan pangan nasional dari impor meningkat, dan kondisi ini diterjemahkan sebagai ketidak mandirian


(59)

penyediaan pangan nasional. Dengan kata lain hal ini dapat diartikan pula penyediaan pangan nasional (dari produksi domestik) yang tidak stabil.

Selain itu, saat ini di Indonesia sendiri Kendala dan tantangan yang dihadapi dalam mewujudkan ketahanan pangan nasional antara lain adalah: Berlanjutnya konversi lahan pertanian untuk kegiatan nonpertanian, khususnya pada lahan pertanian kelas satu di Jawa menyebabkan semakin sempitnya basis produksi pertanian, sedangkan lahan bukaan baru di luar Jawa mempunyai kesuburan yang relatif rendah. Demikian pula, ketersediaan sumber daya air untuk pertanian juga telah semakin langka. Dalam kaitan ini sektor pertanian menghadapi tantangan untuk meningkatkan efisiensi dan optimalisasi pemanfaatan sumber daya lahan dan air secara lestari dan mengantisipasi persaingan dengan aktifitas perekonomian dan pemukiman yang terkonsentrasi. Selain itu Terbatasnya kemampuan kelembagaan produksi petani karena terbatasnya dukungan teknologi tepat guna, akses kepada sarana produksi, serta kemampuan pemasarannya. Adalah tantangan bagi institusi pelayanan yang bertugas memberikan kemudahan bagi petani dalam menerapkan iptek, memperoleh sarana produksi secara tepat, dan membina kemampuan manajemen agribisnis serta pemasaran, untuk meningkatkan kinerjanya memfasilitasi pengembangan usaha dan pendapatan petani secara lebih berhasil guna.

Bila dilihat dari aspek politik, hal yang mengancam ketahanan pangan di Indonesia disebabkan oleh beberapa faktor eksternal sebagai berikut:

1. Praktek Kartel (game atheory Bisnin Pangan)

Praktek kartel menguasai komoditas pangan nasional sudah berlangsung lama dan sangat merugikan produksi pangan nasional. Praktek kartel


(60)

dianggap sebagai salah satu game dalam bisnis pangan di Indonesia. Kartel yang merupakan persekongkolan segelentir perusahaan sudah terjadi meluas di sektor pangan dalam negeri. Seperti contohnya kartel terjadi dalam impor pangan yaitu impor daging yang mayoritas dari Australia, bawang putih dari Tiongkok, dan bawang merah dari Filiphina. Hal ini mengindikasikan dominasi impor yang sangat besar dan hanya dalam sau Negara saja. Ada enam omoditas yang telah dikuasai kartel antara lain daging sapi, daging ayam, gula, kedelai jagung, dan beras. Bila dirinci, perkiraan kebutuhan konsumsi nasional dengan nilai potensi kartel pada kebutuhan daging sapi diperkirakan mencapai 340 ribu ton nilai atau sekitar 340 miliar, daging ayam 1,4 juta ton sekitar 1,4 triliun. Selanjutnya gula sebanyak 4,6 juta ton mencapai 4,6 triluan, kedelai 1,6 juta ton sekitar 1,6 triliun, jagung 2,2 juta ton sekitar 2,2 triliun dan beras 1,2 juta ton atau sekitar 1,2 triliun. Gambaran seperti itu diakibatkan karena penataan manajemen pangan nasional yang sangat lemah dari aspek produksi, distribusi, dan perdagangannya. Kebijakan pemerintah melalui peraturan kebijakan impor yang menguntungkan importer akan dimanfaatkan oleh importer nakal untuk menahan pasokan dan memainkan harga pangan.

2. Policy Partnership on Food Security (PPFS)

Policy Partnership on Food (PPFS) atau Kemitraan Kebijakan Ketahanan Pangan, yang diresmikan 2012 di Kazan Rusia merupakan kenitraan antara sektor swasta dan pemerintah dengan tugas membahas kebijakan ketahanan pangan di kawasan APEC. Sesuai dengan acuan kerja PPFS, sebagai tuan rumah APEC 2013, Indonesia otomatis menjadi ketua PPFS.


(61)

Sebagai ketua, Indonesia mengusung tema PPFS 2013 dan disepakati seluruh anggota PPFS, “Aligning Farmers Into the Achievement of Global Food Security: atau Menyelaraskan Peran Petani dalam Pencapaian Ketahanan Pangan Global”. Dengan tema ini, Indonesia ingin menempatkan petani, terutama petani kecil, sebagai sentral dari pembangunan ketahanan pangan. Oleh karena itu, APEC PPFS mendukung perdagangan internasional pangan yang dapat meningkatkan pendapat dengan pembagian manfaat yang lebih berkeadilan bagi para pelaku usaha kecil.

3. Washington Consensus

Selama Indonesi masih berkiblat pada Konsensus Washington, selama itu juga Indonesia tidak bisa mandiri secara pangan. Consensus Washington membuat rakyat Indonesia tak leluasa bergerak dalam menentukan menentukan nasib produktivitas pertaniannya. Maka tak heran jika ketahanan pangan Indonesia lemah. Tak heran jika rakyat yang miskin di Indonesia malah semakin miskin dan aka nada banyak yang kehilangan pekerjaan . akibat consensus Washington, liberalisasi pasar akan menguasai cara pasar Indonesia. Akibat consensus ashington, privatisasi beberapa perusahaan Negara diberlakukan sebagai jalan untuk mengatasi krisis Negara. Menurut situs web resmi Serikat Petani Indonesia, kedaulatan pangan merupakan prasyarat dari ketahanan pangan. Mustahil tercipta ketahanan pangan kalau suatu bangsa dan rakyatnya tidak memiliki kedaulatan atas proses produksi dan konsumsi pangan.


(62)

Pangan merupakan kebutuhan utama bagi manusia diantara kebutuhan yang lainnya, pangan merupakan kebutuhan yang harus dipenuhi agar kelangsungan hidup seseorang dapat terjamin. Masalah komoditi utama masyarakat Indonesia adalah karena kelangkaan beras atau nasi. Sebenarnya dulu kelangkaan ini tidak terjadi bahkan Indonesia pernah menjadi Negara penyetor atau pengekspor, tapi sekarang Indonesia terkenal dengan impor pangannya. Hal tersebut dikarenakan yang dulunya tiap semua daerah tidak menonsumsi beras. Makanan utama di beberapa daerah Indonesia berbeda-beda seperti yang dicantukan dalam PP nomor 68 tahun 2002 mengenai peanekaragaman pangan. Seperti Madura dan Nusa Tenggara bahan pokok makanannya adalah jagung, Maluku dan Irian Jaya makanan utamanya sagu. Dan masyarakat Jawa, Sumatera, Kalimantan dan Sulawesi makanan pokoknya beras walaupun sebagian ada yang menjadikan singkong, ubi dan sorgum sebagai makanan utama.

Hal tersebut berubah setelah pemerintah orde baru dengan swasembada berasnya yang secara tidak langsung memaksa orang yang biasa mengkonsumsi bahan makanan non beras untuk mengkonsumsi beras. Secara tidak langsung swasembada beras tersebut menimbulkan lonjakan konsumsi/kebutuhan beras nasional sampai sekarang hingga memaksa pemerintah untuk impor beras.

Kebijakan harga beras telah menjadi basis kebijakan pangan dan beras lebih dari 300 tahun, sejak masa kolonial.pemerintah kolonial Belanda selalu menginginkan harga buruh yang murah bagi investasi pertaniannya di Nusantara. Karena itu, harga dasar pangan dan beras selalu ditekan rendah. Karena harga beras sangat penting bagi konsumsi keluarga, sehingga perlu membuat harga dasar pangan utama tersebut rendah sepanjang waktu.


(1)

ketahanan pangan menjadi salah satu wacana yang cukup berpengaruh dalam bidang ekonomi politik.

Ketahanan pangan tidak hanya mencakup pengertian ketersediaan pangan yang cukup, tetapi juga kemampuan untuk mengakses pangan dan tidak terjadinya ketergantungan pangan pada pihak mana pun. Dalam hal ini, petani memiliki kedudukan strategis dalam ketahanan pangan. Bila menilik keadaan pangan indonesia saat ini, banyaknya pengalihan lahan pertanian yang membuat berkurangnya hasil tani di indonesia. Sehingga wajar apabila indonesia mengalami kekurangan pangan sehingga harus melakukan impor dalam memenuhi kebutuhan pangan di indonesia .

Kebijakan impor yang diambil pemerintah Indonesia sangat mempengaruhi usaha kecil petani dalam negeri, karena sebagian rakyat memilih mengkonsumsi bahan impor dibandingkan bahan lokal. Sangat miris melihat hal tersebut, dimana Negara Indonesia yang terkenal kaya akan sumber daya alamnya dan juga penduduknya yang notabenenya bekerja sebagai petani melakukan impor bahan baku makanan seperti beras dan lainnya.

FAO (Organisasi Pangan dan Pertanian) dan Indonesia bekerja sama dalam menangani masalah pangan yang terjadi, Organisasi Pangan dan Pertanian berperan aktif dalam membantu Indonesia untuk memperbaiki kondisi pangannya dengan memberikan bantuan berupa proyek kerja maupun tenaga ahli. Ada pun beberapa proyek bantuan FAO (Organisasi Pangan dan Pertanian) kepada Indonesia sebagai berikut:


(2)

• Training on Preparation Monitoring and Evaluation of Agricultural and Rural Development Project ( proyek pelatihan mengenai persiapan. Pemantauan dan evaluasi proyek pembangunan pertanian dan daerah pedesaan)

• Agriculture Planning Project ( proyek perencanaan pertanian)

• Bantuan benih padi dan pupuk bantuan Organisasi Pangan dan Pertanian PBB (FAO) kepada para petani korban gempa bumi di Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY) dan Jawa Tengah (Jateng)

Beberapa proyek bantuan tersebut merupakan bukti nyata bahwa FAO berperan aktif dalam menangani masalah pangan di Indonesia yang juga mempengaruhi ketahanan pangannya. FAO berperan sebagai organisasi yang eksistensinya membantu masalah-masalah pangan, termasuklah kelangkahan pangan, krisis pangan dan juga ketahanan pangan.


(3)

Daftar Pustaka

Barkin, Samuel J. Internasional Organization, theoris & Institution. New York: Palgrave Macmillan. 2006

Buku

Biddle, Bruce J 7 Edwin J. Thomas, Role Theory Concepts & Research. New York: Robert Krieger Publishing Company. 2002

Bungin, Burhan: Metode Penelitian social. Surabaya: Airlangga University Press. 2001

Bustanul, Arifi, Diagnosis Ekonomi Politik Pangan dan Pertanian. Jakarta: Raja Grafind Persada. 2007

Harmoko, Perserikatan Bangsa-bangsa dan Indonesia, Jakarta: Subahtera Semesta Graphika, 1993

Jones, Walter S, Logika Hubungan Internasional, Jakarta: PT.Gramedia Pustaka Utama. 2000

Mas’oed, Mohtar. Studi Hubungan Internasional: Tingkat Analisis Teorisasi. Yogyakarta: PAU-SS-UGM.2004

Mulyani, A, S. Ritung, dan I. las, 2013. Potensi dan Ketersediaan Sumberdaya Lahan Untuk Mendukung Ketahanan Pangan

Nawasi, Hadiri. Metode Penelitian Bidang Sosial. Yogyakarta: Gajah Mada University Press.2000


(4)

Singarimbun, Masri dan Sofyan effendi. Metode Penelitian Survei. Jakarta: LP3ES. 1989

Subagyo, Joko. Metode Penelitian dalam Teori dan Praktek. Jakarta: Reineka Cipta. 1997

Suharjo. Perencanaan Pangan dan Gizi. Jakarta: Bumi Aksara. 2008

Van der Eng, P. (2001). “Food For Growth: Trend in Indonesia’s Food Supply, 1880-1995”. Journal of Interdiciplinary History, XXX:4. Pp. 591-616e Welirang, Fransiscus. Revitalisasi Republik Perspektif Pangan dan Kebudayaan.

Jakarta: PT.Graffindo.2007

Winarno, Budi. Dinamika Isu-Isu Global Kontemporer. Yogyakarta: CAPS.2014 .Kebijakan Publik Teori, Proses dan Studi Kasus. Yogyakarta: CAPS.2013

Kesimpulan dan Rekomendasi Widyakarya. Pangan dan Gizi LIPI tentang Diversifikasi Pangan. 2006

Jurnal

Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia. Kebijakan Ketahanan Pangan di Indonesia. Inforistek Vol 5 No. 2. 2007

Undang-Undang Republik Indonesia tahun 2012 Tentang pangan Undang-Undang


(5)

Website

WIB

tanggal 10 januari 2015, pukul 13.27 WIB

13.40 WIB

http/google.USAID.com/ketahananpangannasionalmenujuerareformasi/03/03/201 1, diakses pada tanggal 28 Mei 2014, 12:30 WIB

(http://www.fao.org/UNFAO/e/wmain-e.html) , diakses pada tanggal 14 januari 2015, pukul 16.02 WIB

tanggal 18 Januari 2015 pada pukul 20.30 WIB

diakses pada tanggal 15 Januari 2015, pukul 20.35 WIB

12.53 WIB

Januari 2015, pukul 22.30 WIB


(6)

Januari, pukul 23.57 WIB

2015, pukul 13.14 WIB