Sistematika Penulisan Undang-Undang Pangan di Indonesia

artikel, buku-buku, dan juga sumber lainnya yang dapat membantu dalam penelitian ini.

1.6.3. Teknik Analisis Data

Dalam menganalisis data dalam penelitian ini adalah teknik analisa kualitatif. Yang mana teknik ini lebih menekankan analisisnya pada sebuah proses pengambilan kesimpulan secara deduktif dan juga induktif serta pada analisis terhadap dinamika hubungan antar fenomena yang sedang diamati dengan menggunakan logika ilmiah. 21 Dalam penelitian kualitatif, analisis data dilakukan secara terus menerus semenjak data awal dikumpulkan sampai penelitian berakhir. Penafsiran data dan menarik kesimpulan dilakukan dengan mengacu kepada rujukan konsep dan teoritis kepustakaan sesuai dengan permasalahan penelitian yang telah dirumuskan sebelumnya. 22

1.7. Sistematika Penulisan

Susunan sistematika penulisan dalam penelitian ini adalah sebagai berikut: BAB I : PENDAHULUAN Bab ini berisi tentang latar belakang masalah, perumusan masalah, tujuan dan manfaat penelitian, kerangka teori, metodologi penelitian, dan sistematika penulisan. 21 Burhan Bungin, Metode Penelitian Sosial, Surabaya: Airlangga University Press, 2001, hal 47 22 Hadari Nawawi, Op.Cit, hal 30 Universitas Sumatera Utara BAB II : PROFIL ORGANISASI PANGAN DAN PERTANIAN DUNIA Dalam bab ini menjelaskan mengenai Profil Organisasi Pangan dan Pertanian FAO di Indonesia dan Undang-undang Pangan. BAB III : PERAN ORGANISASI PANGAN DAN PERTANIAN DUNIA TERHADAP KETAHANAN PANGAN DI INDONESIA Dalam bab ini berisi tentang analisis bagaimana peran Organisasi Pangan dan Pertanian Dunia terhadap ketahanan pangan di Indonesia BAB IV : PENUTUP Bab ini adalah bab terakhir yang berisikan tentang kesimpulan dan yang diperoleh dari hasil penelitian yang didalamnya juga terdapat kritik dan saran. Universitas Sumatera Utara BAB II PROFIL ORGANISASI PANGAN DAN PERTANIAN DUNIA

2.1. Pengertian FAO Organisasi Pangan dan Pertanian

Pengertian Food and Agriculture Organization FAO adalah Organisasi pangan dan pertanian yang berada di bawah naungan Perserikatan Bangsa-Bangsa PBB. FAO bertujuan untuk menaikan tingkat nutrisi dan taraf hidup, meningkatkan produksi, proses pemasaran dan penyaluran produk pangan dan pertanian, mempromosikan pembangunan di pedesaan, dan melenyapkan kelaparan. FAO dibentuk tahun 1945 di Quebec City, Quebec, Kanada. Pada 1951, markasnya dipindahkan dari Washington, DC ke AS, Roma Italia. 23 Organisasi Pangan dan Pertanian FAO bermula terbentuk dari dilaksanakannya suatu konferensi United Nation Conference on Food and Agriculture yang berlangsung di Hotspring, Virginia, Amerika Serikat. Konferensi tersebut berlangsung atas inisiatif 44 negara yang dimana memutuskan untuk mendirikan sebuah organisasi pangan dan pertanian serta membentuk sebuah panitia khusus untuk menyusun rencana-rencana yang lebih mendetail. Konferensi tersebut tidak mempermasalahkan masalah-masalah konstitusional, yang pada akhirnya menghasilkan suatu dokumen tentang hal-hal substantif mengenai pangan dan pertanian. Dalam dokumen tersebut membahas hampir semua aspek kecuali mengenai kehutanan dan perikanan. Pembentukan organisasi tersebut

2.1.1. sejarah terbentuknya FAO

23 http:pengertianpengertian.blogspot.com201410pengertian-food-and-agriculture.html, diakses pada tanggal 12 februari 2015 pada pukul 20.43 WIB Universitas Sumatera Utara ditujukan untuk lebih memperhatikan sektor pertanian sebagai sektor penting masyarakat pedesaan yang semakin kurang mendapat perhatian dan tersisihkan oleh industrialisasi. Penandatanganan anggaran dasar dan pembukaan konferensi FAO yang pertama dilaksanakan pada tanggal 16 oktober 1945 di Quebec City, Canada. Selanjutnya tanggal tersebut dijadikan dan diperingati sebagai hari berdirinya FAO, dengan mandat untuk meningkatkan tingkat nutrisi dan standar hidup yang layak, untuk memperbaiki produktifitas pertanian, serta untuk memperbaiki kondisi masyarakat di pedesaan. FAO awalnya bermarkas di Washington D.C. namun terhitung tanggal 26 November 2005 markasnya dipindahkan ke Roma. Prioritas utama dari FAO adalah mendorong terjadinya sustainable agriculture and rural development. Ini merupakan strategi jangka panjang untuk meningkatkan produksi makanan dan keamanan pangan atau food security dengan memelihara dan mengolah sumber daya alam. Tujuannya adalah untuk memenuhi kebutuhan pangan baik di masa sekarang ataupun di masa yang akan datang, dengan mendorong dilakukannya pembangunan yang tidak merusak lingkungan, dengan teknik yang tepat dan cocok, secara ekonomi dapat dijalankan dan secara sosial dapat diterima. 24 Organisasi Pangan dan Pertanian merupakan organisasi badan yang berstatus semi otonom dan merupakan bagian integral dari PBB, Dalam melakukan tugas-tugasnya memiliki lembaga-lembaga yang dapat 24 http:www.fao.orgUNFAOewmain-e.html , diakses pada tanggal 14 januari 2015, pukul 16.02 WIB Universitas Sumatera Utara menentukan program-programnya dan memiliki administrasi serta sekretariatnya sendiri. FAO terdiri dari delapan bagian, yaitu: Administration and Finance Agriculture, Economic and Social, Fisheries, Forestry, General Affairs and information, sustainable development and Technical Cooperation. Untuk dapat menjalankan tugas-tugasnya, FAO mempekerjakan 3700 anggota staf, yang terdiri dari 1400 profesional, dan 2300 staf pembantu umum, dengan menyediakan lima kantor regional, lima kantor sub regional, lima kantor liaison dan lebih dari 78 kantor di negara-negara anggota untuk memnuhi kebutuhan kantor pusat yang terletak di Roma. FAO Organisasi pangan dan Pertanian meliputi 4 area utama, yaitu: menjangkau informasi dari staf ahli untuk mengumpulkan, menganalisis dan menyebarkan informasi data dana pembangunan, menerapkan keahlian dalam menjalankan proyek, membantu neggara menyusun strategi dalam isu pangan dan agricultur, dan melakukan pertemuan dengan Negara-negara untuk membahas hal tersebut. Sementara pengkatagorian pengoprasian kerja FAO dibagi kedalam 2 bagian, yaitu program rutin yang meliputi operasi internal, termasuk pemeliharaan kualifikasi yang tinggi dari stafnya dalam pekerjaan lapangan, menasehati pemerintah dalam kebijakan, perencanaan dan pelayanan kebutuhan pembangunan. Ada pun dana yang digunakan bersumber dari Negara anggota yang berkontribusi pada level konferensi. Sementara program lapangan dilakukan berupa bantuan kepada pemerintah dan komunitas pedalaman. Universitas Sumatera Utara Proyeknya biasa dilaksanakan dengan bekerja sama dengan pemerintah nasional dan agensi lainnya. Sebanyak 60 dananya bersumber dari national trust fund dan 22nya berasal dari Program Pembangunan PBB. Sementara FAO sendiri berkontribusi melalui anggaran program rutin melalui program kerjasama tekhnis. 25  Ilmu pengetahuan, teknologi, penelitian sosial dan ekonomi tentang gizi, pangan dan pertanian.

2.1.2. Fungsi FAO Organisasi Pangan dan Pertanian

FAO bertugas untuk menghimpun, menganalisa, menerjemahkan dan menyebarluaskan informasi yang berkaitan dengan pangan, gizi, dan pertanian perikanan, peternakan, kehutanan dan hasil-hasil laut. Selain itu, FAO juga bertugas mendorong dan dan memberikan rekomendasi untuk bertindak baik secara nasional maupun secara internasional yang berhubungan dengan:  Melaksanakan pendidikan dan peng-administrasian serta menyebarluaskan tentang ilmu dan praktek gizi, pangan dan pertanian,  Melestarikan sumber daya alam dan menerapkan metoda produksi pertanian.  Memantapkan pemrosesan, pemasaran dan pendistribusian pangan dan hasil-hasil pertanian.  Menerapkan kebijaksanaan internasional dengan memperhatikan perjanjian-perjanjian mengenai komoditi pertanian. 25 www.fao.org, diakses pada tanggal 11 januari 2015 pukul 10.35 WIB Universitas Sumatera Utara Secara umum menerapkan kebijakan-kebijakan yang diperlukan untuk mencapai tujuan organisasi.

2.1.3. visi, misi dan tujuan FAO

Setiap organisasi memiliki visi dan misi masing-masing. Demikian pula FAO sebagai salah satu organisasi PBB memiliki mandat dan tugas pokok. Misi pokok FAO adalah membantu negara anggota mencapai food security , dalam arti produksi pangan. Sesuai dengan mandatnya, FAO tidak melakukan pengerahan bantuan darurat berupa makanan untuk penduduk yang terkena bencana alam atau pengungsi. FAO memfokuskan diri pada bantuan dalam memfasilitasi proses produksi pangan, setelah bencana alam reda atau bilamana kehidupan masyarakat petani menuju normal. Ada pun Visi dari Organisasi Pangan dan Pertanian adalah“Remaining fully responsive to the ideas and requirements of member, and being recognized for leadership and partnership in helping to build a food secure world” Responsif terhadap keinginan negara anggotanya, memiliki kepemimpinan dan kemitraan yang diakui dalam rangka menciptakan dunia yang cukup pangan. Organisasi Pangan dan Pertanian juga memiliki misi sebagai berikut, Mengurangi kerawanan pangan dan menurunkan kemiskinan di pedesaan, membantu merumuskan kebijaksanaan dan peraturan perundangan yang menunjang bidang pertanian, perikanan dan kehutanan, meningkatkan suplai makanan secara berkesinambungan, mengkonservasi Universitas Sumatera Utara sumberdaya alam. meningkatkan iptek tentang makanan, pertanian, perikanan dan kehutanan. FAO mempunyai tujuan utama untuk membantu negara-negara anggotanya dalam upaya mereka untuk memenuhi kebutuhan pangan rakyatnya dan sekaligus meningkatkan ketahanan pangan guna kepentingan umat manusia di dunia melalui:  Memperbaiki tingkat gizi dan taraf hidup rakyat di wilayah hukum masing-masing.  Meningkatkan efesiensi dan produksi semua hasil pangan dan pertanian.  Memperbaiki kondisi penduduk pedesaan.  Menunjang perekonomian dunia dan membebaskan manusia dari kelaparan. Dalam mencapai tujuannya, FAO melaksanakan fungsinya dalam empat bidang: 1. Mengumpulkan, menganalisa dan menyebarkan informasi 2. Memberikan nasihat kepada pemerintah mengenai kebijaksanaan dan perencanaan 3. Menggalakkan konsultasi dan kerja sama diantara anggota 4. Memberikan nasihat dan bantuan teknis dalam segala aspek pangan dan pertanian, termasuk pelaksanaan proyek. Universitas Sumatera Utara

2.1.4. Kekuatan dan Kelemahan FAO Organisasi Pangan dan Pertanian

1. Adapun kekuatan dari Organisasi Pangan dan Pertanian, sebagai berikut:  Memiliki kepercayaan diri bahwa negara-negara anggotanya memiliki kecakapan atau keahlian berorganisasi dan berpengalaman dalam bekerja untuk mencapai tujuan; mampu merangkul masalah-masalah global; memiliki kapasitas untuk mengidentifikasi dan membuat solusi secara independen berdasarkan idiologi atau perspektif nasional yang spesifik.  Bersama-sama dengan struktur kerja organisasi yang luas, kapasitas networking organisasi yang mendunia, dan berdasarkan pada hubungan langsung dengan badan-badan pemerintahan, institusi penelitian dan akademik, serta badan-badan nasional maupun internasional lainnya.  Memiliki campuran yang unik antara pengalaman operasional dan normatif dari staf organisasinya.  Bantuan-bantuan teknik ditawarkan organisasi kepada negara-negara tanpa bias politik ataupun komersil, untuk memberi dukungan yang dibutuhkan oleh pemerintah. FAO menyadari akan kompetensi dasar dan keahlian khusus yang dimiliki staf intinya, sama baiknya dengan ahli-ahli dari luar dengan kualitas yang tinggi. Universitas Sumatera Utara 2. Kelemahan dari Organisasi Pangan dan Pertanian yaitu FAO terlalu desentralisasi, dengan proporsi staf yang bertugas di pusat yang banyak, yang jauh dari pengamatan akan masalah-masalah yang kompleks di lapangan.Selain itu difusi dalam struktur organisasi akan mencegah organisasi tersebut untuk konsentrasi pada wilayah kunci, dan mengurangi kemampuannya untuk mencapai hasil yang berkualitas tinggi.

2.1.5. FAO Organisasi Pangan dan Pertanian dan Indonesia

Indonesia menjadi anggota FAO tanggal 28 November 1949, menegaskan kembali ketertarikannya pada upaya peningkatan taraf hidup rakyatnya, dan memberikan sumbangan pada kerja internasional dalam pembangunan pangan dan pertanian. Sejak saat itu, Indonesia dan FAO telah bekerja sama secara erat untuk mencapai tujuan tersebut. Kegiatan Indonesia dalam bekerja dengan FAO dimulai pada tahun 1950 ketika mempersiapkan selebaran-selebaran mengenai makanan dan gizi yang berimbang. Dan dalam perencanaan pertanian. FAO memberikan bantuan teknis dalam bidang statistik pertanian, produksi beras dan perencanaan kehutanan. Kerja sama antara Indonesia dan FAO berlangsung sejak 1949. Sampai tahun 1992, lebih 300 program dan proyek yang telah dilaksanakan FAO di seluruh Indonesia. Melibatkan sampai 1.000 tenaga ahli dan konsultan, termasuk beberapa orang dari Indonesia. Ratusan juta dolar yang berasal dari luar maupun dalam negeri yang telah ditanamkan Universitas Sumatera Utara di bidang pertanian, perikanan, dan kehutanan. Program dan proyek tersebut memperoleh dana dari Pemerintah Indonesia, UNDP, dan badan- badan multilateral yang lain, negara-negara donor, dan oleh FAO sendiri. Ribuan tenaga ahli dan perencana Indonesia telah memetik manfaat dari program latihan yang diselenggarakan oleh FAO serta berbagai proyeknya yang terdapat di dalam maupun luar negeri. Demikian juga dengan para ahli di berbagai bidang yang lain dan para administrator. 26

2.1.6. FAO Organisasi Pangan dan Pertanian di Indonesia

Mula-mula FAO berada di Indonesia melalui para ahlinya. Kemudian lewat seorang Kepala Perwakilan atau seorang penasihat pertanian pada tahun 1978, FAO secara resmi membuka kantor perwakilannya di Indonesia. Kepala perwakilan FAO menyampaikan surat-surat kepercayaannya kepada pemerintah Indonesia pada tahun 1979. Indonesia memberikan sumbangan kepada FAO melalui beberapa cara. Banyak pertemuan mengenai kebijaksanaan dan perencanaan yang disponsori FAO, rapat-rapat konsultasi teknis, pelatihan serta pertemuan komisi, diselenggarakan oleh pemerintah yang bertindak sebagai tuan rumah. Indonesia juga berpartisipasi secara aktif dalam berbagai program global maupun regional. Menyumbangkan pengalaman dan keahliannya demi kemaslahatan pihak lain. Sesuai dengan semangat Kerja sama Teknis di antara Negara-Negara Sedang Berkembang. 27 26 Harmoko, Perserikatan Bangsa-bangsa dan Indonesia, Jakarta: Subahtera Semesta Graphika, 1993, hal 57 27 http:www.fao.org.id, diakses pada tanggal 2 oktober 2014, pukul 19.00 WIB Universitas Sumatera Utara Program bantuan teknis dan proyek dimana Pemerintah Indonesia dan FAO bekerja sama selama 45 tahun, meliputi perencanaan pembangunan pertanian, evaluasi sumber tanah, irigasi, dan pengelolaan air. Peningkatan produksi hasil panen terutama padi, penggalakan palawija, dan pengembangan pertanian holtikultura. Pengembangan hasil perkebunan, penggalakan usaha peternakan kecil dan memperkuat pelayanan dibidang kesehaqtan hewan ternak. Perencanaan perikanan dan pengolahannya, analisa hutan dan industri hutan, perencanaan dan inventarisasi, perlindungan lingkungan dan pengelolaan binatang liar, pengembangan taman nasional, dan program aksi kehutanan nasional NFAP. 28

2.2. Undang-Undang Pangan di Indonesia

Mitra FAO yang paling penting di Indonesia adalah Departemen- Departemen Pertanian, Kehutanan, Koperasi, Transmigrasi, Kependudukan dan Lingkungan, dan Pekerjaan Umum. FAO juga bekerja sama dengan universitas, lembaga penelitian, badan-badan lain dan lembaga-lembaga swadaya masyarakat. Indonesia memiliki Undang-undang yang mengatur tentang pangan yang disebutkan dalam Undang-undang No.18 tahun 2012. Undang-undang pangan ini revisi dari undang-undang pangan no 7 tahun 1996 yang dianggap tidak sesuai lagi dengan dinamikan perkembangan kondisi eksternal dan internal, 28 Harmoko, Op.Cit, Hal 58 Universitas Sumatera Utara demokratisasi, globalisasi, desentralisasi, penegakan hokum dan beberapa peraturan perundang-undangan yang dihasilkan kemudian sehingga perlu diganti. Ada pun perubahan yang mendasar dari Undang-undang No.7 tahun 1996 dibanding dengan Undang-undang No.18 tahun 2012, sebaga berikut: 29 No. Table 2.1. perubahan UU No. 7 Tahun 1996 dengan UU No.18 Tahun 2012 Undang-undang No.7 Tahun 1996 Undang-undang No.18 Tahun 2012 1. Visi: Ketahanan Pangan Visi: ketahanan, kedaulatan, dan kemandirian pangan 2. Pemenuhan kebutuhan pangan hingga tingkat rumah tangga Pemenuhan kebutuhan pangan hingga tingkat individu 3. Belum mengatur tentang kelembagaan pangan Sudah mengatur tentang kelembagaan pangan 4. Belum mengatur tentang pangan local Mengatur tentang pengutamaan produksi pangan sesuai dengan kearifan local 5. Belum mengatur tentang penimbunan pangan Sudah mengatur tentang penimbunan pangan 6. Belum mengatur secara detail tentang cadangan pangan Mengatur detail tentang cadangan pangan 7. Belum mengatur kewajiban pemerintah mengelola stabilisasi pasokan dan harga, cadangan dan distribusi pangan pokok Sudah mengatur kewajiban pemerintah mengelola stabilisasi pasokan dan harga, cadangan dan distribusi pangan pokok 8. Mengatur masalah keamanan pangan : label, kemasan, dan iklan Mengatur lebih dalam dan terperinci tentang keamanan pangan : label, kemasan, dan iklan 29 http:bappeda.kendalkab.go.idcomponentcontentarticle27-ekonomi156-sosialisasi-uu- no-18-tahun-2012-tentang-pangan.html. Diakses pada tanggal 12 Maret 2015 pukul 12.35 WIB Universitas Sumatera Utara Dalam Undang-undang pangan yang terbaru No. 18 Tahun 2012, dijelaskan bahwa Pangan adalah segala sesuatu yang berasal dari sumber hayati produk pertanian, perkebunan, kehutanan, perikanan, peternakan, perairan, dan air, baik yang diolah maupun tidak diolah yang diperuntukkan sebagai makanan atau minuman bagi konsumsi manusia, termasuk bahan tambahan Pangan, bahan baku Pangan, dan bahan lainnya yang digunakan dalam proses penyiapan, pengolahan, danatau pembuatan makanan atau minuman. Berdasarkan sumber pangan, bahan pangan dibedakan menjadi 2, yaitu bahan makanan nabati yang berasal dari tanamantumbuh-tumbuhan dan bahan pangan hewani yang berasal dari hewan. Pada dasarnya pangan tersebut harus ada di setiap saat dan untuk dapat memenuhi kriteria ketahanan pangan. Ketersediaan pangan ditentukan oleh 3 aspek pokok yaitu produksi kuantitas, distribusi aksesibilitas, dan konsumsi bergizi dan aman. Secara teori dan konsep, ketahanan pangan yang kuat tidak sama dengan kedaulatan pangan yang kuat. Sebagian besar negara di dunia menganut konsep ketahanan pangan sebagaimana konsep ini dianut dan menjadi acuan lembaga internasioanl termasuk PBB dan FAO. Faktanya tidak ada negara yang bisa memenuhi semua kebutuhan pangan dari dalam negeri atau memproduksinya sendiri, kemudian selebihnya akan diekspor ke negara yang membutuhkannya. Yang ada adalah sebuah negara yang mengekspor jenis pangan tertentu, baik nabati maupun hewani ke negara lain sekaligus juga mengimpor kebutuhan sebagian kebutuhan pangannya dari negara lain. Negara tempat mengekspor atau mengimpor itu bisa sama seperti layaknya sebuah barter, tetapi kebanyakan berbeda. Universitas Sumatera Utara Dalam UU Pangan dijelaskan bahwa yang dinamakan Kedaulatan Pangan adalah hak negara dan bangsa dalam mewujudkan ketahanan pangannya, dapat menentukan kebijakan pangannya secara mandiri, menjamin hak atas pangan bagi rakyatnya, dan memberi hak bagi masyarakat untuk menentukan sistem usaha pangannya sesuai dengan potensi sumber daya dalam negeri. Sedangkan arti dari kemandirian pangan yakni kemampuan negara memproduksi pangan dalam negeri untuk mewujudkan ketahanan pangan dengan memanfaatkan sebesar-besarnya potensi sumber daya alam, manusia, sosial, ekonomi, dan kearifan lokal secara bermartabat. 30 Adapun pengertian dari ketahanan pangan adalah kondisi terpenuhinya pangan bagi negara sampai dengan individu, yang tercermin dari tersediannya pangan yang cukup, baik jumlah maupun mutunya, aman, beragam, bergizi, merata, dan terjangkau serta sesuai dengan keyakinan, dan budaya untuk dapat hidup sehat, aktif, dan produktif secara berkelanjutan. Hampir semua negara memiliki pola pemenuhan kebutuhan pangan berbeda yang saling tergantung dan membutuhkan karena pasokan atau produksi pangan yang ada memang dirancang dan dikondisikan terbatas atau seperlunya saja hanya sekedar untuk memenuhi kebutuhan konsumen. Jika ada kelebihan pasokan atau produksi, akan mengacaukan harga pangan dunia, hal ini sebagaimana dialami oleh petani Indonesia ketika panen raya terjadi gejolak harga berupa turunnya harga pangan. Begitu juga sebaliknya ketika terjadi kelangkaan atau kekurangan pasokan harga pangan bisa melambung tinggi dan sangat tidak rasional. Semua itu terjadi karena manajemen pengelolaan produksi pangan dan distribusinya yang tidak baik dan 30 Anonim, 2011. Politik Pangan Indonesia: Ketahanan Pangan Berbasis Kedaulatan dan Kemandirian http:setkab.go.idenartikel-6833-.html Universitas Sumatera Utara belum mampu dirancang atau dikondisikan tepat dengan kebutuhan konsumen, sehingga harganya relatif bisa dikendalikan dan berada di kisaran yang wajar dan rasional Universitas Sumatera Utara BAB III PERAN ORGANISASI PANGAN DAN PERTANIAN DUNIA TERHADAP KETAHANAN PANGAN DI INDONESIA 3.1. Kondisi Pangan di Indonesia Pangan merupakan kebutuhan dasar manusia yang paling utama dan pemenuhannya merupakan bagian dari hak asasi manusia yang dijamin di dalam Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 sebagai komponen dasar untuk mewujudkan sumber daya manusia yang berkualitas. Berdasarkan Undang-Undang tentang Pangan yang telah disahkan melalui sidang pleno Dewan Perwakilan Rakyat Republik Indonesia pada tanggal 18 Oktober 2012, pangan adalah segala sesuatu yang berasal dari sumber hayati produk pertanian, perkebunan, kehutanan, perikanan, dan peternakan, baik yang diolah maupun tidak diolah yang diperuntukkan sebagai makanan atau minuman bagi konsumsi manusia, termasuk bahan tambahan Pangan, bahan baku Pangan, dan bahan lainnya yang digunakan dalam proses penyiapan, pengolahan, dan pembuatan makanan dan minuman. Berdasarkan sumber pangan, bahan pangan dibedakan menjadi 2, yaitu bahan makanan nabati yang berasal dari tanamantumbuh-tumbuhan dan bahan pangan hewani yang berasal dari hewan. Pada dasarnya pangan tersebut harus ada di setiap saat dan untuk dapat memenuhi kriteria ketahanan pangan. Ketersediaan pangan ditentukan oleh 3 aspek pokok yaitu produksi kuantitas, distribusi aksesibilitas, dan konsumsi bergizi dan aman. Secara teori dan konsep, ketahanan pangan yang kuat tidak sama dengan kedaulatan pangan yang kuat. Sebagian besar negara di dunia menganut konsep ketahanan pangan sebagaimana konsep ini dianut dan menjadi acuan lembaga Universitas Sumatera Utara internasioanl termasuk PBB dan FAO. Faktanya tidak ada negara yang bisa memenuhi semua kebutuhan pangan dari dalam negeri atau memproduksinya sendiri, kemudian selebihnya akan diekspor ke negara yang membutuhkannya. Yang ada adalah sebuah negara yang mengekspor jenis pangan tertentu, baik nabati maupun hewani ke negara lain sekaligus juga mengimpor kebutuhan sebagian kebutuhan pangannya dari negara lain. Negara tempat mengekspor atau mengimpor itu bisa sama seperti layaknya sebuah barter, tetapi kebanyakan berbeda. Indonesia adalah salah satu Negara yang terletak di zona khatulistiwa. Negara-negara yang terletak di zona ini disinari matahari hampir sepanjang tahun. Selain itu, Indonesia juga memiliki tanah yang subur karena dikelilingi oleh gunung berapi yang masih aktif. Kondisi ini sangat mendukung untuk melakukan berbagai kegiatan di bidang pertanian. Hal inilah yang kemudian mendorong sebagian besar masyarakat Indonesia memilih bertani sebagai mata pencaharian mereka. Dengan demikian, tepat kiranya jika julukan sebagai Negara agraris dialamatkan kepada Indonesia. Sebagai Negara yang agraris, tingkat ketergantungan masyarakat terhadap beras sangat tinggi. Hal ini mengingat beras merupkan makanan pokok bagi sebagian besar masyarakat Indonesia. Beras telah menjadi sumber pangan yang dominan yang tercermin dari 50 konsumsi beras nasional. 31 31 Van der Eng, P. 2001. “Food For Growth: Trend in Indonesia’s Food Supply, 1880-1995”. Journal of Interdiciplinary History, XXX:4. Pp. 591-616e Bagi Indonesia sendiri, beras tidak hanya memiliki nilai secara ekonomis saja, melainkan juga merupakan komoditas yang bernilai politis karena beras sering kali dijadikan sebagai alat politik bagi pemerintah yang sedang berkuasa. Universitas Sumatera Utara Dalam UU Pangan dijelaskan bahwa yang dinamakan Kedaulatan Pangan adalah hak negara dan bangsa dalam mewujudkan ketahanan pangannya, dapat menentukan kebijakan pangannya secara mandiri, menjamin hak atas pangan bagi rakyatnya, dan memberi hak bagi masyarakat untuk menentukan sistem usaha pangannya sesuai dengan potensi sumber daya dalam negeri. Sedangkan arti dari kemandirian pangan yakni kemampuan negara memproduksi pangan dalam negeri untuk mewujudkan ketahanan pangan dengan memanfaatkan sebesar-besarnya potensi sumber daya alam, manusia, sosial, ekonomi, dan kearifan lokal secara bermartabat. Ketahanan pangan sesungguhnya sangat erat kaitannya dan berpengaruh besar terhadap sektor produksi suatu Negara, yang kemudian berpengaruh pada devisa suatu Negara, yang akan dimanfaatkan dalam sector ekspornya, dan akan berdampak pada pertumbuhan ekonomi suatu Negara. Selain itu, ketahanan pangan pun sangat erat kaitannya dengan kebijakan-kebijakan politik suatu Negara, tentang persetujuan kerja sama antar aktor dalam sektor pangan, kebijakan-kebijakan pembangunan, dan pengelolaan sumberdaya alam berkelanjutan dalam suatu sistem. Berangkat dari pemahaman tersebut, sehingga ketahanan pangan menjadi salah satu wacana yang cukup berpengaruh dalam bidang ekonomi politik. 32 Menurut Undang-Undang RI No.18 tahun 2012 Ketahanan Pangan adalah kondisi terpenuhinya Pangan bagi negara sampai dengan perseorangan, yang tercermin dari tersedianya Pangan yang cukup, baik jumlah maupun mutunya, aman, beragam, bergizi, merata, dan terjangkau serta tidak bertentangan dengan 32 http:civicsedu.blogspot.com201206ketahanan-pangan.html, diakses pada tanggal 18 Januari 2015 pada pukul 20.30 WIB Universitas Sumatera Utara agama, keyakinan, dan budaya masyarakat, untuk dapat hidup sehat, aktif, dan produktif secara berkelanjutan. Di Indonesia sendiri, beras merupakan komoditas pangan pokok yang dikonsumsi oleh sebagian besar penduduk Indonesia. Beras berperan penting dalam ketahanan pangan karena terdapat ketergantungan penduduk Indonesia yang sangat besar akan beras. Pasokan beras selalu menjadi masalah utama. Saat ini pemerintah selalu mengupayakan ketersediaan beras, salah satunya adalah dengan mengimpor. Impor tersebut dilakukan karena produksi beras domestic tidak mampu memenuhi kebutuhan akan konsumsinya. Sayangnya, angka impor beras tersebut selalu bertambah setiap tahunnya. Hal ini akan berimplikasi pada stabilitas negara dan ketahanan pangan setiap daerah. Ketahanan pangan tidak hanya mencakup pengertian ketersediaan pangan yang cukup, tetapi juga kemampuan untuk mengakses pangan dan tidak terjadinya ketergantungan pangan pada pihak mana pun. Dalam hal ini, petani memiliki kedudukan strategis dalam ketahanan pangan. Bila menilik keadaan pangan indonesia saat ini, banyaknya pengalihan lahan pertanian yang membuat berkurangnya hasil tani di indonesia. Sehingga wajar apabila indonesia mengalami kekurangan pangan sehingga harus melakukan impor dalam memenuhi kebutuhan pangan di indonesia . Pada awal kemerdekaan, Indonesia pernah mengalami masa sulit akibat pasokan dan distribusi pangan yang tidak lancar. Untungnya Indonesia dikaruniai tanah yang relatif subur dan air yang begitu luas sehingga banyak jenis tanaman dan hewan yang bisa dimakan untuk sekedar bertahan hidup. Hingga akhir masa pemerintahan Soekarno dan awal masa pemerintahan Soeharto, Indonesia masih Universitas Sumatera Utara disibukkan persoalan bagaimana mencukupi kebutuhan pangan dalam jumlah cukup, harga terjangkau, mudah mengaksesnya dan kualitas yang baik. Untuk menjaga stabilitas pasokan harga dan kualitas pangan yang dibutuhkan masyarakat Indonesia yang terus bertumbuh, maka pemerintahan Soeharto meluncurkan serangkaian kebijakan antara lain dengan membentuk Bulog dan memperkuat sistem dan kelembagaan departemen yang terkait dengan pertanian dan pangan. Anggaran yang dikeluarkan relatif besar dibandingkan sektor lain yang dipandang kurang strategis dan mendesak. Revolusi hijau merupakan salah satu kebijakan pangan pada masa Soeharto. Revolusi Hijau mampu meningkatkan produksi padi di Indonesia secara cepat, sehingga pada tahun 1984 Indonesia berhasil mencapai swasembada beras. Namun pertumbuhan penduduk yang cukup tinggi, menyebabkan Revolusi Hijau ini tidak mampu untuk mengantarkan Indonesia menjadi sebuah negara yang berswasembada pangan secara tetap. Pencapaian swasembada pangan hanya mampu bertahan beberapa Satu Dasawarsa Kelembagaan Ketahanan Pangan di Indonesia. Revolusi Hijau juga menyebabkan terjadinya kesenjangan ekonomi dan sosial di pedesaan karena hanya menguntungkan petani yang memiliki tanah lebih dari setengah hektar, petani kaya di pedesaan, serta penyelenggara negara di tingkat pedesaan. Sebelum Revolusi Hijau dilaksanakan, keadaan penguasaan dan pemilikan tanah di Indonesia sudah timpang, akibat dari gagalnya pelaksanaan Pembaruan Agraria yang telah mulai dilaksanakan pada tahun 1960 sampai dengan tahun 1965. Pertanian Revolusi Hijau juga dapat disebut sebagai Universitas Sumatera Utara kegagalan karena produknya sarat kandungan residu pestisida dan sangat merusak ekosistem lingkungan dan kesuburan tanah. Indonesia dianggap berhasil dengan Revolusi Hijau padi karena: a memiliki iklim dan tanah yang sesuai, b mampu menyediakan dana yang cukup, c organisasi penyuluhan yang terbina dengan baik, dan d suasana politik dan keamanan yang kondusif. Dana yang cukup tersebut dapat digunakan untuk membangun sarana irigasi yang mahal, mengembangkan lahan rawa pasang surut, menyediakan kredit, dan memberikan subsidi kepada sarana produksi serta dukungan harga. Konsep Revolusi Hijau yang di Indonesia menjadi program nasional untuk meningkatkan produksi pangan khususnya beras. Tujuan tersebut dilatarbelakangi dengan mitos bahwa beras adalah komoditas strategis baik ditinjau dari segi ekonomi, politik dan sosial. Untuk memperkuat program tersebut, digulirkan Gerakan Bimas Bimbingan Massal yang berintikan tiga komponen pokok, yaitu penggunaan teknologi yang sering disebut Panca Usaha Tani, penerapan kebijakan harga sarana dan hasil produksi serta adanya dukungan kredit dan infrastruktur. Gerakan ini berhasil mengantarkan Indonesia pada swasembada beras. 33 Di Negara ini, kesulitan dalam penyeimbangan neraca pangan sudah dialami sebelum awal krisis moneter terjadi pada pertengahan tahun 1997. Bahkan Prestasi swasembada beras tahun 1984 sering disebut sebagai keberhasilan monumental bagi Indonesia karena beras adalah makanan pokok ratusan juta penduduk Indonesia, sedangkan tingkat konsumsi pangan lain masih sedikit. 33 Abbas, Syamsuddin. 1997. Revolusi Hijau dengan Swasembada Beras dan Jagung. Sekretariat Badan Pengendali Bimas Setdal Bimas Departemen Pertanian, Jakarta. Universitas Sumatera Utara pemenuhan kebutuhan beras yang pernah diatasi secara swasembada pada tahun1986 sampai saat ini tidak dapat dipertahankan. Menurut data dari Badan Pusat Statistik tahun 1999 kita telah mengimpor beras sebanyak 1,8 juta ton pada tahun 1995; 2,1 ton pada tahun pada tahun 1996; 0,3 juta ton pada tahun 1997; 2,8 juta ton pada tahun 1998; 4,7 juta ton pada tahun 1999. Di awal tahun 2000 kita bahkan dibanjiri dengan beras impor yang diberitakan illegal. 34 Berdasarkan data FAO 2004 dapat dikemukakan bahwa pada empat dekade terakhir produksi beras domestik telah mampu memenuhi sekitar 97 dari total pasokan yang dibutuhkan setiap tahun. Jumlah pemenuhan pasokan beras tertinggi dicapai pada periode 1981-1990 yang mencapai 101 dari total pasokan per tahun, namun kemudian menurun terus hingga pada tiga tahun terakhir mencapai rata-rata 94 dari total pasokan per tahun Dwidjono, 2005. Lebih lanjut di jelaskan bahwa Sebagian besar atau sekitar 89 dari pasokan tersebut digunakan untuk memenuhi kebutuhan pangan nasional dapat diperhitungkan bahwa tingkat konsumsi beras untuk pangan food mencapai 121,6 kg per kapita. Tingkat konsumsi untuk pangan tersebut pada dasarnya telah dapat dipenuhi dari produksi domestik yang mencapai 107,5 dari kebutuhan pangan nasional. Namun demikian impor beras masih dilakukan untuk memenuhi kebutuhan nasional yaitu dengan jumlah rata rata per tahun mencapai sekitar 1.043.140 ton atau sekitar 4,7 dari pasokan nasional. Hal ini menunjukkan bahwa kesetimbangan neraca perberasan nasional masih ditopang oleh impor walaupun dengan tingkatpersentase pemenuhan pasokan domestik yang cenderung menurun 34 http:nationalgeographic.co.idberita201210kondisi-pangan-indonesia, diakses pada tanggal 15 Januari 2015, pukul 20.35 WIB Universitas Sumatera Utara selama empat dekade terakhir. 35 35 Suryana, Achmad.2005 Kebijakan Ketahanan Pangan Nasional. Makalah IPB , bogor. sedangkan di awal tahun 2006 kita diramaikan dengan keputusan pemerintah untuk mengimpor beras, yang dianggap tidak berpihak kepada petani. Sejak 2007 sampai 2008, Indonesia terpaksa mengimpor produk pangan, terutama beras dalam jumlah besar sehingga banyak kalangan kuatir akan terjadinya krisis pangan yang lebih dalam. Idealnya harus terjadi diversifikasi pangan sehingga bukan hanya beras yang menjadi makanan pokok. Terlepas dari itu, berbagai penelitian mutakhir menunjukkan bahwa beras merupakan komoditas yang menduduki posisi strategis dalam proses pembangunan pertanian, karena beras telah menjadi komoditas politik dan menguasai hajat hidup rakyat Indonesia. Masyarakat telah mengkonsumsi beras sebagai makanan pokok sehingga beras menjelma menjadi sektor ekonomi strategis bagi perekonomian dan ketahanan pangan nasional. Program ketahanan pangan telah dilakukan sejak zaman Presiden Soekarno dengan Program Berdikari, begitu pula zaman Presiden Soeharto dikenal dengan Program Swasembada Pangan. Sehingga dapat dikatakan bahwa ada usaha yang cukup berperan dalam meningkatkan upaya ketahanan pangan di Indonesia. Indonesia sempat dikenal sebagai negara dunia ketiga yang sukses dalam swasembada pangan, dan bahkan pernah mendapatkan penghargaan dari FAO. Di penghujung tahun 1980-an, Bank Dunia memuji keberhasilan Indonesia dalam mengurangi angka kemiskinan yang patut menjadi contoh bagi negara- negara sedang berkembang World Bank,1990. Namun prestasi ini tidak berlangsung lama dapat dipertahankan. Universitas Sumatera Utara Kondisi saat ini, pemenuhan pangan sebagai hak dasar masih merupakan salah satu permasalahan mendasar dari permasalahan kemiskinan di Indoensia. Rencana Pembangunan Jangka Menengah RPJM 2004-2009 menggambarkan masih terbatasnya kecukupan dan mutu pangan, yaitu belum terpenuhinya pangan yang layak dan memenuhi syarat gizi bagi masyarakat miskin, rendahnya kemampuan daya beli, masih rentannya stabilitas ketersediaan pangan secara merata dan harga yang terjangkau, masih ketergantungan yang tinggi terhadap makanan pokok beras, kurangnya diversifikasi pangan, belum efisiensiennya proses produksi pangan serta rendahnya harga jual yang diterima petani, masih ketergantungan terhadap import pangan.. Padahal ketahanan pangan bukan hanya sebagai komoditi yang memiliki fungsi ekonomi, akan tetapi merupakan komoditi yang memiliki fungsi sosial dan politik, baik nasional maupun global. Permasalahan utama yang dihadapi dalam mewujudkan ketahanan pangan di Indonesia saat ini adalah bahwa pertumbuhan permintaan pangan yang lebih cepat dari pertumbuhan penyediaan. Permintaan yang meningkat merupakan resultante dari peningkatan jumlah penduduk, pertumbuhan ekonomi, peningkatan daya beli masyarakat, dan perubahan selera. Sementara itu, pertumbuhan kapasitas produksi pangan nasional cukup lambat dan stagnan, karena: a adanya kompetisi dalam pemanfaatan sumberdaya lahan dan air, serta b stagnansi pertumbuhan produktivitas lahan dan tenaga kerja pertanian. Ketidak seimbangan pertumbuhan permintaan dan pertumbuhan kapasitas produksi nasional mengakibatkan kecenderungan pangan nasional dari impor meningkat, dan kondisi ini diterjemahkan sebagai ketidak mandirian Universitas Sumatera Utara penyediaan pangan nasional. Dengan kata lain hal ini dapat diartikan pula penyediaan pangan nasional dari produksi domestik yang tidak stabil. Selain itu, saat ini di Indonesia sendiri Kendala dan tantangan yang dihadapi dalam mewujudkan ketahanan pangan nasional antara lain adalah: Berlanjutnya konversi lahan pertanian untuk kegiatan nonpertanian, khususnya pada lahan pertanian kelas satu di Jawa menyebabkan semakin sempitnya basis produksi pertanian, sedangkan lahan bukaan baru di luar Jawa mempunyai kesuburan yang relatif rendah. Demikian pula, ketersediaan sumber daya air untuk pertanian juga telah semakin langka. Dalam kaitan ini sektor pertanian menghadapi tantangan untuk meningkatkan efisiensi dan optimalisasi pemanfaatan sumber daya lahan dan air secara lestari dan mengantisipasi persaingan dengan aktifitas perekonomian dan pemukiman yang terkonsentrasi. Selain itu Terbatasnya kemampuan kelembagaan produksi petani karena terbatasnya dukungan teknologi tepat guna, akses kepada sarana produksi, serta kemampuan pemasarannya. Adalah tantangan bagi institusi pelayanan yang bertugas memberikan kemudahan bagi petani dalam menerapkan iptek, memperoleh sarana produksi secara tepat, dan membina kemampuan manajemen agribisnis serta pemasaran, untuk meningkatkan kinerjanya memfasilitasi pengembangan usaha dan pendapatan petani secara lebih berhasil guna. Bila dilihat dari aspek politik, hal yang mengancam ketahanan pangan di Indonesia disebabkan oleh beberapa faktor eksternal sebagai berikut: 1. Praktek Kartel game atheory Bisnin Pangan Praktek kartel menguasai komoditas pangan nasional sudah berlangsung lama dan sangat merugikan produksi pangan nasional. Praktek kartel Universitas Sumatera Utara dianggap sebagai salah satu game dalam bisnis pangan di Indonesia. Kartel yang merupakan persekongkolan segelentir perusahaan sudah terjadi meluas di sektor pangan dalam negeri. Seperti contohnya kartel terjadi dalam impor pangan yaitu impor daging yang mayoritas dari Australia, bawang putih dari Tiongkok, dan bawang merah dari Filiphina. Hal ini mengindikasikan dominasi impor yang sangat besar dan hanya dalam sau Negara saja. Ada enam omoditas yang telah dikuasai kartel antara lain daging sapi, daging ayam, gula, kedelai jagung, dan beras. Bila dirinci, perkiraan kebutuhan konsumsi nasional dengan nilai potensi kartel pada kebutuhan daging sapi diperkirakan mencapai 340 ribu ton nilai atau sekitar 340 miliar, daging ayam 1,4 juta ton sekitar 1,4 triliun. Selanjutnya gula sebanyak 4,6 juta ton mencapai 4,6 triluan, kedelai 1,6 juta ton sekitar 1,6 triliun, jagung 2,2 juta ton sekitar 2,2 triliun dan beras 1,2 juta ton atau sekitar 1,2 triliun. Gambaran seperti itu diakibatkan karena penataan manajemen pangan nasional yang sangat lemah dari aspek produksi, distribusi, dan perdagangannya. Kebijakan pemerintah melalui peraturan kebijakan impor yang menguntungkan importer akan dimanfaatkan oleh importer nakal untuk menahan pasokan dan memainkan harga pangan. 2. Policy Partnership on Food Security PPFS Policy Partnership on Food PPFS atau Kemitraan Kebijakan Ketahanan Pangan, yang diresmikan 2012 di Kazan Rusia merupakan kenitraan antara sektor swasta dan pemerintah dengan tugas membahas kebijakan ketahanan pangan di kawasan APEC. Sesuai dengan acuan kerja PPFS, sebagai tuan rumah APEC 2013, Indonesia otomatis menjadi ketua PPFS. Universitas Sumatera Utara Sebagai ketua, Indonesia mengusung tema PPFS 2013 dan disepakati seluruh anggota PPFS, “Aligning Farmers Into the Achievement of Global Food Security: atau Menyelaraskan Peran Petani dalam Pencapaian Ketahanan Pangan Global”. Dengan tema ini, Indonesia ingin menempatkan petani, terutama petani kecil, sebagai sentral dari pembangunan ketahanan pangan. Oleh karena itu, APEC PPFS mendukung perdagangan internasional pangan yang dapat meningkatkan pendapat dengan pembagian manfaat yang lebih berkeadilan bagi para pelaku usaha kecil. 3. Washington Consensus Selama Indonesi masih berkiblat pada Konsensus Washington, selama itu juga Indonesia tidak bisa mandiri secara pangan. Consensus Washington membuat rakyat Indonesia tak leluasa bergerak dalam menentukan menentukan nasib produktivitas pertaniannya. Maka tak heran jika ketahanan pangan Indonesia lemah. Tak heran jika rakyat yang miskin di Indonesia malah semakin miskin dan aka nada banyak yang kehilangan pekerjaan . akibat consensus Washington, liberalisasi pasar akan menguasai cara pasar Indonesia. Akibat consensus ashington, privatisasi beberapa perusahaan Negara diberlakukan sebagai jalan untuk mengatasi krisis Negara. Menurut situs web resmi Serikat Petani Indonesia, kedaulatan pangan merupakan prasyarat dari ketahanan pangan. Mustahil tercipta ketahanan pangan kalau suatu bangsa dan rakyatnya tidak memiliki kedaulatan atas proses produksi dan konsumsi pangan. Universitas Sumatera Utara Pangan merupakan kebutuhan utama bagi manusia diantara kebutuhan yang lainnya, pangan merupakan kebutuhan yang harus dipenuhi agar kelangsungan hidup seseorang dapat terjamin. Masalah komoditi utama masyarakat Indonesia adalah karena kelangkaan beras atau nasi. Sebenarnya dulu kelangkaan ini tidak terjadi bahkan Indonesia pernah menjadi Negara penyetor atau pengekspor, tapi sekarang Indonesia terkenal dengan impor pangannya. Hal tersebut dikarenakan yang dulunya tiap semua daerah tidak menonsumsi beras. Makanan utama di beberapa daerah Indonesia berbeda-beda seperti yang dicantukan dalam PP nomor 68 tahun 2002 mengenai peanekaragaman pangan. Seperti Madura dan Nusa Tenggara bahan pokok makanannya adalah jagung, Maluku dan Irian Jaya makanan utamanya sagu. Dan masyarakat Jawa, Sumatera, Kalimantan dan Sulawesi makanan pokoknya beras walaupun sebagian ada yang menjadikan singkong, ubi dan sorgum sebagai makanan utama. Hal tersebut berubah setelah pemerintah orde baru dengan swasembada berasnya yang secara tidak langsung memaksa orang yang biasa mengkonsumsi bahan makanan non beras untuk mengkonsumsi beras. Secara tidak langsung swasembada beras tersebut menimbulkan lonjakan konsumsikebutuhan beras nasional sampai sekarang hingga memaksa pemerintah untuk impor beras. Kebijakan harga beras telah menjadi basis kebijakan pangan dan beras lebih dari 300 tahun, sejak masa kolonial.pemerintah kolonial Belanda selalu menginginkan harga buruh yang murah bagi investasi pertaniannya di Nusantara. Karena itu, harga dasar pangan dan beras selalu ditekan rendah. Karena harga beras sangat penting bagi konsumsi keluarga, sehingga perlu membuat harga dasar pangan utama tersebut rendah sepanjang waktu. Universitas Sumatera Utara Pemerintah Soekarno menjiplak kebijakan yang sama dengan motivasi dukungan politik. Soekarno ingin memproteksikan kekuasaannya dengan cara mengambil mengambil hati Pegawai Negri sipil dan militer dengan cara proteksi pendapatan melalui beras sebagai komponen gaji bulanan. Tujuannya rezim yang belia memerlukan kesetiaan dan dukungan politik. Masa pemerintahan Soeharto regime selama 32 tahun secara telak menjiplak hal yang sama. Bisa dibayangkan dukungan beras untuk member makan 4,6 juta PNS dan 0,5 juta militer 36 Tabel 3.1. perkembangan kebijakan pangan di Indonesia. akan berdampak pada hasil voting dalam pemilu. Kondisi menjadi buruk ketika beras dibaptis menjadi barometer ekonomi pembangunan tapi pada saat yang sama berfungsi sebagai alat politik. 37 Ordo RezimPemerintahan Kebijakan Pangan Catatan Orde Lama Soekarno 1952- 1956 Swasembada Beras melalui program kesejahteraan Kasimo 1950-1952: BAMA yayasan Bahan Makanan 1953-1956: YUBM yayasan Urusan Bahan Makanan Soekarno 1956- 1964 Swasembada Beras melalui program sentra padi 1956: YBPP yayasan badan Pembelian Padi 1963: Substitusi Jagung 1964: PP No. 3 Food Material Board 1964: Bimas dan Panca 36 http:www1.wrldbank.orgpublicsectorcivilservicecountriesindonesiashapesize.htm diakses pada tanggal 19 januari 2015 pukul 00.07 WIB 37 Prof.DRS. Budi winarno. Kebijakan Publik Teori, Proses, dan studi Kasus.Yogyakarta:CAPS2013. Hal 306 Universitas Sumatera Utara Usaha Tani Pemerintahan Transisi 1965- 1967 1966: Komando Logistik Nasional KOLOGNAS 1967: KOLOGNAS dibubarkan 1967: 14 Mei, Badan Usaha Logistik didirikan sebagai pembeli beras tunggal Orde Baru Orde Pembangunan Soeharto Repelita 1 dan 2 1969-1979 Swasembada Beras 1969: tambahan tugas bulog: manajemen stok penyangga pangan nasional dan penggunaanneraca pangan nasional sebagai standar ketahanan pangan 1971: tambahan tugas Bulog sebagai pengimpor gula dan gandum 1973: Lahirnya Serikat Petani Indonesia 1974: tambahan tugas Bulog: pengadaan daging untuk DKI Jakarta 1974: penggunaan Revolusi Hijau untuk mencapai swasembada beras 1977: tambahan tugas Bulog: kontrol impor kacang kedelai Universitas Sumatera Utara 1978: penetapan harga dasar jagung, kedelai, kacang tanah dan kacang hijau. Soeharto Repelita 3 dan 4 1979-1989 Swasembada Pangan 1978: Keppres 391978, pengembalian tugas Bulog sebagai pengontrol harga gabah, beras, tepung gandum,gula pasir, dll 1984: Medali FAO atas keberhasilan swasembada pangan Soeharto Repelita 5, 6, dan 7 1989-1998 Swaswmbada beras 1995: Penganugerahan pegawai Bulog sebagai Pegawai Negeri Sipil 1997: perubahan fungsi Bulog untuk mengontrol hanya harga beras dan gula pasir 1998: penyempitan peran Bulog yang berfungsi sebagai pengontrol harga beras saja. Reformasi transisi Habibie 1998-1999 Swasembada Beras 19981999: penjualan pesawat IPTN yang ditukar dengan beras Thailand A. Wahid 1999- 2000 Swasembada Beras 2000: penugasan Bulog management logistic beras penyediaan, distribusi dan kontrol harga Reformasi Megawati 2000-2004 Swasembada 2003: privatisasi Bulog Universitas Sumatera Utara setelah 2000 Beras 2004: No-Option Strategy kecuali swasembada beras SBY Revitalisasi Pertanian 2005: “revitalisasi pertanian” komitmen untuk peningkatan pendapatan pertanian untuk GDP, pembangunan agribisnis yang mampu menyerap tenaga kerja dan swasembada beras, jagung, dan palawija. Kesamaan antara Orde Lama dan Orde Baru, hingga Orde Reformasi, hingga pemerintahan SBY kini adalah komitment untuk mencapai swasembada beras ditingkat nasional. Melalui program Kesejahteraan Kasimo 1952-1956, ataupun swasembada beras melalui Program Sentra Padi 1956-1965 hingga Repelita 1,2,5,6 dan 7 juga menitik beratkan pada swasembada. Order Baru sempat mengganti orientasi kebijakan pangan dari swasembada beras ke swasembada pangan secara umum pada Repelita 3 dan 4. Hasilnya sempat dirasakan pada tahun 1984 di mana Indonesia mencapai level swasembada pangan. Selama empat tahun kepemimpinan Megawati 2000-2004, penjiblakan kebijakan swasembada pangan terus dilakukan. Statement Megawati yang terkenal adalah “Tidak ada pilihan lain kecuali Swasembada”. Fakta menunjukan bahwa produksi pangan Indonesia tahun 2004 mampu memberikan hasil yang menggembirakan lihat Food Outlook FAO April 2004, tapi disayangkan bahwa Universitas Sumatera Utara Indonesia tidak mampu mencapai ketahanan pangan yang memadai. Peristiwa kelaparan dan malnutrisi di berbagai tempat di Indonesia Stevens et. al. 2000 memberikan ilustrasi yang membedakan secara tegas antara swasembada pangan dengan ketahanan pangan. Bostwana, sebagai misal, sebagai Negara dengan pendapatan perkapita sedang tapi mengalami defisit pangan yang kronis karena minimnya lahan pertanian. Strategi ketahanan pangan nasionalnya adalah swasembada tetapi akhirnya lebih berorientasi pada “self- reliance”, yang mana secara formal mengesahkan kontribusi yang hakiki dari pangan import terhadap ketahanan pangan nasional. 38

3.2. Peran Organisasi Pangan dan Pertanian Dunia Terhadap Kebijakan