Pelaksaan Prosedur Penyitaan Barang Wajib Pajak Akibat Utang Pajak Pada Kantor Pelayanan Pajak Lubuk Pakam

(1)

LAPORAN TUGAS AKHIR TENTANG

PELAKSANAAN PENAGIHAN UTANG WAJIB PAJAK MELALUI SURAT PAKSA DAN SURAT PERINTAH MELAKSANAKAN PENYITAAN PADA KANTOR PELAYANAN PAJAK PRATAMA

LUBUK PAKAM

OLEH :

NAMA : JULIUS CAESAR HATORUSAN NIM : 122600014

Untuk Memenuhi Salah Satu Syarat

Menyelesaikan Studi Pada Program Studi Diploma III Administrasi Perpajakan

FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

MEDAN 2015


(2)

KATA PENGANTAR

Puji dan syukur saya panjatkan kehadirat Tuhan YME atas rahmat dapn karunia-Nya dapat menyelesaikan Proposal Laporan Praktik Kerja Lapangan Mandiri yang berjudul “ Pelaksaan Prosedur Penyitaan Barang Wajib Pajak Akibat Utang Pajak Pada Kantor Pelayanan Pajak Lubuk Pakam” dalam waktu yang telah ditentukan.

Dalam menyelesaikan Laporan Tugas Akhir ini banyak bantuan yang diterima baik berupa moral maupun material serta bimbingan yang banyak membantu penulis dalam penyelesaian Laporan Tugas Akhir ini. Pada kesempatan ini penulis mengucapkan terimakasih yang sebesar-besarnya kepada :

1. Bapak Prof. Dr. Badaruddin M.Si, selaku Dekan Fisip USU

2. Bapak Drs. Alwi Hashim Batubara, M.Si, selaku Ketua Program Studi Diploma III Administrasi Perpajakan FISIP USU.

3. Ibu Arlina, SH, M.Hum, selaku Sekretaris Jurusan Diploma III Administrasi Perpajakan FISIP USU.

4. Seluruh Bapak/Ibu Staf Pegawai Diploma III Administrasi Perpajakan Fisip USU yang telah banyak membantu dan memberikan masukan selama masa perkuliahan sampai dengan selesainya Laporan Tugas Akhir ini.


(3)

5. Seluruh Bapak/Ibu Dosen Diploma III Administrasi Perpajakan FISIP USU yang telah memberikan ilmunya selama penulis menjalani perkuliahan.

6. Drs. Edward, MSP, Selaku Dosen Pembimbing yang telah memberikan bimbingan dan saran kepada penulis dalam penyelesaian Laporan Tugas Akhir ini.

7. Bapak Marihot P Siahaan selaku supervisor lapangan yang telah meluangkan waktunya dan membantu saya mendapatkan data yang diperlukan dalam penyelesaian Laporan Tugas Akhir ini.

8. Kedua Orang Tua saya tercinta, Jaksan Gultom dan Ibu saya Marion Nainggolan, yang telah memberikan semangat, doa dan dukungan berupa moral dan material kepada penulis selama menimba ilmu di Universitas Sumatera Utara.

Dalam penyusunan Laporan Tugas Akhir ini, saya menyadari adanya kelemahan dan kekurangan dari segi isi, bahasa, maupun penyajiannya. Akan tetapi, penulis telah berusaha secara maksimal dalam penyusunan Laporan Tugas Akhir ini. Penulis juga memohon maaf apabila terjadi kesalahan kata - kata dalam penulisan Laporan Tugas Akhir ini.


(4)

Demikianlah yang dapat penulis sampaikan, semoga Laporan Tugas Akhir ini dapat bermanfaat bagi pembaca nantinya.

Medan, 7Juli 2015 Penulis


(5)

DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR ... i

DAFTAR ISI ... iv

DAFTAR TABEL DAN BAGAN ... viii

BAB I : PENDAHULUAN ... 1

A. Latar Belakang Masalah Praktik Kerja Lapangan Mandiri ... 1

B. Tujuan Dan Manfaat Praktik Kerja Lapangan Mandiri ... 7

C. Uraian Teoritis ... 10

D. Ruang Lingkup Praktik Kerja Lapangan Mandiri ... 13

E. Metode Praktik Kerja Lapangan Mandiri ... 14

F. Tekhnik Pengumpulan Data Praktik Kerja Lapangan Mandiri ... 16

G. Sistematika Penulisan Laporan ... 17

BAB II : GAMBARAN UMUM OBJEK DAN LOKASI PKLM ... 20

A. Sejarah Umum Kantor Pelayanan Pajak Pratama Lubuk Pakam ... 20

B. Letak Geografis Kantor Pelayanan Pajak Pratama Lubuk Pakam ... 24

C. Wilayah Kerja Kantor Pelayanan Pajak Pratama Lubuk Pakam ... 24

D. Struktur Organisasi kantor Pelayanan Pajak Pratama Lubuk Pakam... 26

E. Tugas dan Fungsi Kantor Pelayanan Pajak Pratama Lubuk Pakam ... 28

F. Gambaran Pegawai kantor Pelayanan Pajak Pratama Lubuk Pakam ... 35

BAB III : GAMBARAN DATA DAN TEORI PENAGIHAN PAJAK DENGAN SURAT PAKSA DAN PELAKSANAAN PENYITAAN ... 40

A. Pengertian Tentang Pajak ... 40


(6)

1. Pengertian Penagihan Pajak ... 42

2. Penagihan Utang Pajak ... 43

3. Surat Tagihan Pajak ... 43

4. Surat Ketetapan Pajak ... 44

5. Surat Teguran ... 46

C. Penagihan Pajak dengan Surat Pajak (PPSP) ... 48

1. Dasar Hukum ... 48

2. Pengertian Surat Paksa ... 47

3. Isi dan Karakteristik Surat Paksa ... 46

4. Penerbitan Surat Paksa ... 46

5. Fungsi Surat Paksa ... 47

6. Mekanisme Penagihan Pajak ... 47

D. Dasar Hukum Penagihan Pajak dengan Surat Paksa... 53

E. Tata Cara Penagihan Pajak dengan Surat Paksa ... 48

F. Penagihan Seketika Sekaligus ... 51

G. Pelaksanaan Penyitaan Menurut Undang-Undang No. 19 Tahun 2000 Tentang Penagihan Dengan Surat Paksa ... 52

1. Barang Penanggung Pajak Yang Dapat Disita ... 53

2. Barang Bergerak Yang Dapat Disita ... 54

3. Barang Tidak Bergerak Yang Dapat Disita ... 55

4. Barang Yang Dikecualikan Dari Penyitaan ... 55

5. Surat Perintah Melaksanakan Penyitaan ... 56

6. Tahap-tahap Pelaksanaan Penyitaan ... 57

BAB IV ANALISI DAN EVALUASI ... 61


(7)

B. Faktor Penghambat Dalam Pelaksanaan Penagihan Utang Pajak Dengan Surat

Paksa ... 65

C. Cara Penyelesaian Masalah Dalam Pelaksanaan Penagihan Utang Pajak Dengan Surat Paksa ... 66

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN ... 68

A. Kesimpulan ... 68

B. Saran ... 69

DAFTAR PUSTAKA. LAMPIRAN.


(8)

DAFTAR TABEL DAN BAGAN

Halaman Tabel 2.1 Jumlah Pegawai Berdasarkan Unit/Seksi KPP Lubuk Pakam ... 35 Tabel 2.5 Sebaran Jumlah Pegawai KPP Pratama LubukPakam ... 37 Tabel 4.2 Gambaran Data Surat Teguran dan Surat Paksa Untuk Wajib Pajak KPP Pratama Lubuk Pakam ... 67

Tabel 4.3 Gambaran Data Surat Perintah Melaksanakan Penyitaan KPP Pratama Lubuk Pakam tahun 2012-2104 ... 70


(9)

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Praktek Kerja Latar Lapangan Mandiri

Keberhasilan pembangunan yang dilakukan oleh segenap bangsa tidak lepas dari partisipasi semua pihak. Pelaksanaan pembangunan sebagai proyek besar tentu memerlukan bukan saja partisipasi aktif seluruh bangsa, tetapi juga pembiayaan yang tidak kecil. Beban biaya yang ditimbulkan untuk menjaga kelangsungan pembangunan tidak hanya dibebankan kepada negara. Dalam hal ini peran negara dalam mengalokasikan sumber-sumber pendapatan, seperti dari pengelolan minyak bumi, hasil tambang, dan ekspor barang non migas yang kesemuanya dapat cepat habis, sementara selama ini negara sangat mengandalkan bantuan atau hibah dari luar negeri, seperti dari IMF, World Bank, CGI, dan lain sebagainya demi kelanacaran pembangunan nasional. Dengan mengandalkan bantuan atau hibah tersebut akan menyebabkan beban ketergantungan perekonomian yang berdampak negara luar dengan kekuatan ekonominya yang kuat akan mendikte kehidupan kenegaraan, baik dalam dalam strata vertikal maupun horizontal. Menyadari hal yang demikian salah satu sektor yang dominan sebagai sumber pendapatan negara adalah sektor pajak bahkan dalam APBN peran pajaklah yang menjadi dominan, dalam tahun 2015 ini pemerintah menargetkan 70 % (1.224,7 triliun) terhadap total peneriman negara. Kontribusi ini jauh lebih tinggi dibandingkan rata rata kontribusi penerimaan pajak


(10)

selama 5 tahun terakhir yang berkisar 55%-60% terhadap total penerimaan negara. Sektor pajak yang bersumber dari rakyat sangat strategis baik untuk sumber pengumpulan dan juga untuk mengatur irama kegiatan perekonomian nasional. Undang-undang 1945 pasal 23 ayat (2) menegaskan bahwa segala pajak untuk keperluan negara berdasarkan Undang-Undang. Dalam penjelasan pasal 23 ayat (2) disebutkan;

Betapa caranya rakyat sebagai bangsa akan hidup, harus ditetapkan oleh rakyat itu sendiri, dengan perantaraan dewan perwakilan rakyat. Rakyat menentukan nasibnya sendiri. Karena bersumber dari rakyat sangat dibutuhkan kesadaran dan kedewasaan dalam membayar pajak. Disamping menyadari akan haknya untuk menikmati hasil-hasil pembangunan tidak kalah penting juga adalah untuk memenuhi kewajibannya sebagai warga negara yang baik yaitu membayar pajak, dan ini merupakan salah satu bentuk kewajiban kenegaraan.

Indonesia telah 3 (tiga) kali melakukan reformasi perpajakan yaitu pertama tahun 1983 di keluarkannya Undang-Undang No 6 Th 1983 tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan. kedua tahun 1994 dilakukan perubahan dan penyempurnaan sesuai dengan tuntutan perubahan sistem perekonomian.Undang-Undang No 9 Th 1994 tentang UU No 6 Th 1983 tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan dan yang ketiga pada tahun 2000 seiring dengan perkembangan sosial dan ekonomi, pemerintah


(11)

kembali mengeluarkan serangkaian Undang-Undang untuk mengubah Undang-Undang yang telah ada Undang-Undang No 16 Th 2000 tentang Perubahan Kedua atas Undang-Undang No 6 Th 1983 tentang Ketentuan Umum & Tata Cara Perpajakan dan Undang-Undang No 19 Tahun 2000 tentang Penagihan Pajak dengan Surat Paksa. Pada hakekatnya tujuan diadakan reformasi adalah untuk menjalankan fungsi budgeter dan regulasi. Keberhasilan kebijakan fiskal yang diambil pemerintah tidak hanya dilihat dari perangkat perundang-undangnya tetapi harus diimbangi dengan pelayanan umum yang baik sebagai bentuk pengembalian pajak yang telah dibayarkan oleh masyarakat dengan didukung kesadaran dan kemampuan dari masyarakat dalam membayar pajak. Kedua hal inilah yang sangat berpengaruh dalam berhasil tidaknya sektor perpajakan. Demikian pula kebijakan yang diambil pemerintah Undang-Undang No.16 Tahun 2000 yang mengenai tentang ketentuan umum dan tatacara perpajakan terlihat adanya upaya paksa dari pemerintah(negara) untuk memperoleh pajak dari rakyat. Salah satu cara upaya paksa dari negara yaitu dengan memberikan sanksi bagi wajib pajak yang tidak dapat memenuhi kewajibannya. Perlunya ditetapkan ketentuan tentang sanksi ini disebabkan karena tidak dapat diharapkan dari wajib pajak pun yang akan melaksanakan kewajiban perpajakan secara sukarela. Hal ini disebabkan karena membayar pajak tidak seperti membeli barang , uang dibayar barang diterima, tetapi membayar pajak rasanya lain, tidak ada yang diterima orang sebagai imbalan. Banyak


(12)

yang beranggapan membayar pajak dianggap mengurangi kekayaan. Ketentuan memberi sanksi merupakan alat yang utama untuk memaksa seseorang mematuhi ketentuan undang-undang yang ada dan fungsi sanksi dalam hukum berguna untuk memberikan kewibawaan terhadap undang-undang tersebut.

Dalam melaksanakan pemugutan pajak, negara indonesia menganut self assessment system. Dimana wajib pajak diberi kepercayaan untuk menghitung, membayar dan melaporkan sendiri pajaknya yang terutang, sehingga melalui sistem ini administrasi perpajakan diharapkan dapat dilaksanakan dengan lebih rapi, terkendali, sederhana dan mudah untuk dipahami oleh anggota masyarakat wajib pajak

Ditengah gencarnya pemerintah melalui Direktorat Jendral Pajak untuk meningkatkan penerimaan pajak, yang dalam prakteknya sering kali dijumpai adanya pihak-pihak yang tidak mempunyai kesadaran untuk membayar pajaknya, sehingga untuk melakukan penagihan pajak ini ditempuh dengan upaya hukum yang bersifat mengikat dan memaksa yaitu dengan melakukan tindakan Penagihan Aktif berupa Penyampaina Surat Teguran, Surat Paksa, Surat Perintah Melaksanakan Penyitaan (SPMP), pengumuman lelang dan dilaksanakan menurut ketentuan peraturan perundang undangan yang berlaku. Dengan adanya Penagihan Pajak Dengan Surat Paksa, Wajib Pajak yang tidak mau membayar pajaknya dapat dipaksa memenuhi


(13)

kewajibannya. Jika setelah dilakukan penagihan mengunakan surat paksa, wajib pajak tersebut masih tetap tidak mau membayar pajaknya, maka kepadanya dapat dikenakan penyitaan atas hartanya. Penyitaan merupakan upaya terakhir yang dapat dilakukan dalam rangka menagih pajak, adanya penyitaan barang milik wajib pajak ini mengakibatkan harta orang tersebut tidak dapat dipergunakan lagi seperti semula sebab hak kepemilikannya sudah diambil alih oleh negara sebagai barang sitaan atas utang pajak yang elum dilunasi

Dilihat dari akibat-akibat Penagihan Pajak dengan Surat Paksa dan dengan proses penyitaan yang sangat tidak menyenangkan itu, maka penagihan pajak dengan penyitaan tidak dapat dilakukan dengan sewenang wenang. Dibutuhkan landasan yuridis khusus yang menjadi landasan hukum bagi penagihan pajak dengan surat paksa dan penyitaan. Adapun landasan yuridis penagihan pajak dengan surat paksa dan penyitaan adalah pasal 23a amandemen keempat udang-undang 1945, undang-udang nomor 16 tahun 2009 perubahan atas undang-undang nomor 28 tahun 2007 tentang ketentuan umum dan tata cara perpajakan, undang-undang nomor 19 tahun 2000 tentang penagihan pajak dengan surat paksa, walaupun sudah ada landasan yuridisinya, masih banyak wajib pajak yang tidak membayar pajak tepat pada waktunya. Oleh karena itu dibutuhkan peranan para aparat penagih pajak


(14)

(jurusita pajak) untuk melaksanakan penagihan pajak dengan surat paksa dan penyitaan.

Oleh sebab itu untuk menunjang sepenuhnya pelaksanaan penagihan pajak serta mengingat perlu adanya peraturan perundangan yang dapat mengatasi permasalahan mengenai tunggakan pajak, maka ditetapkan undang-undang nomor 19 tahun 2000 tentang penagihan pajak dengan surat paksa. Masih sering dijumpai adanya tunggakan pajak sebagai akibat tidak dilunasinya utang pajak sehingga memerlukan tindakan penagihan yang mempunyai kekuatan hukum yang memaksa, merupakan pertimbangan khusus tentang keluarnya undang-undang nomor 19 tahun 2000 tentang pengihan pajak dengan surat paksa dengan harapan agar dapat mengatasi semua permasalahan yang ada dalam hal penagihan pajak, khususnya masalah penunggakan utang pajak oleh wajib pajak .

Penagihaan pajak dengan penyitaan yang dilakukan oleh Juru Sita pajak dengan mengunakan surat perintah melaksanakan penyitaan (SPMP) dilaksanakan apabila wajib pajak atau penanggung pajak lalai melaksanakan kewajiban membayar pajak dalam waktu sebagaimana telah ditentukan dalam pemberitahuan sebelumnya (surat paksa), jadi pelaksanaan dalam proses penagihan tunggakan atas utang pajak mempunyai perananan yang sangat penting yang bisa menentukan berhasil atau tidaknya proses penagihan tunggakan pajak dalam meningkatkan penerimaan pajak serta dalam


(15)

meningkatkan kesadaran dan kepatuhan wajib pajak dalam melaksanakan kewajiban perpajakannya.

Berdasarkan latar belakang diatas penulis tertarik untuk melakukan praktik kerja lapangan mandiri (PKLM) dengan judul “Pelaksanaan Penagihan Utang Wajib Pajak Melalui Surat Paksa dan Surat Perintah Melaksanakan Penyitaan Pada Kantor Pelayanan Pajak Pratama Lubuk Pakam”

B. Tujuan Dan Mamfaat Praktek Kerja Lapangan Mandiri

1. Tujuan Penelitian Praktek Kerja Lapangan Mandiri

Setiap kegiatan yang dilakukan tentunya memiliki tujuan. adapun tujuan yang ingin dicapai dalam melaksanakan praktek kerja lapangan madiri (PKLM) ini adalah :

1.1Mengetahui kriteria persyaratan wajib pajak patuh.

1.2Mengetahui mekanisme dan prosedur kerja pelaksanaan penagihan pajak dalam meningkatkan kepatuhan wajib pajak.


(16)

1.3Mengetahui mekanisme dan prosedur pelaksanaan penagihan pajak dengan penyitaan.

1.4Mengetahui bagaimana prosedur penerbitan dan pelaksanaan surat perintah melaksanakan penyitaan (SPMP) di Kantor Pelayanan Pratama Lubuk Pakam.

1.5Mengetahui bagaimana cara penyelesaian masalah dalam pelaksanaan penagihan dengan penyitaan.

2. Mamfaat Praktik Kerja Lapangan Mandiri

Praktek kerja lapangan mandiri ini tetntunya diharapkan dapat memberikan mamfaat bagi semua pihak yang terlibat di dalamnya, diantaranya adalah ;

2.1Bagi Mahasiswa

a. Menambah wawasan dan pengetahuan di bidang perpajakan khususnya pelaksanaan penagihan pajak dengan penyitaan.

b. Mengaplikasikan teori dan disiplin ilmu yan telah dipelajar khususnya tentang penagihan pajak terhadap masalah-masalah yang nyata dalam kehidupan dunia kerja dalam upaya peningkatan kepatuhan wajib pajak pada Kantor Pelayanan Pajak Pratama Lubuk Pakam.


(17)

c. Mendapatkan pengalaman nyata dilapangan sehingga dapat menambah wawasan serta meningkatkan prestasi dan keahlian kerja.

d. Meningkatkan kemampuan berkomunikasi dan mendapatkan pengalaman dalam penagihan pajak dengan penyitaan.

2.2Bagi Program Studi Diploma III Administrasi Perpajakan Fakultas Ilmu Sosial Dan Ilmu Politik Universitas Sumatera Utara

a. Memberikan uji nyata atas disiplin ilmu yang telah disampaikan semasa perkuliahan.

b. Mempererat hubungan dan membina kerja sama baik antara Universitas Sumatera Utara khususnya Program Studi Diploma III Administrasi Perpajakan Fakultas Ilmu Sosial Dan Ilmu Politik dengan Kantor Pelayanan Pajak Pratama Lubuk Pakam.

c. Mengusahakan umpan balik untuk evaluasi dan penyempurnaan kurikulum sehingga mampu mencapai standar mutu pendidikan.

d. Membuka interaksi antar Program studi Diploma III Administrasi Perpajakan Fakultas Ilmu Sosial Dan Ilmu Politik dengan instansi pemerintahan.


(18)

a. Memberikan masukan kepada Kantor Pelayanan Pajak Pratama Lubuk Pakam atas pelaksanaan penagihan pajak dengan penyitaan dalam meningkatkan kepatuhan wajib pajak.

b. Promosi hubungan baik dan peningkatan kerja sama yang lebih baik dengan Universitas Sumatera Utara khususnya Program studi Diploma III Administransi Perpajakan Fakultas Ilmu Sosial Dan Ilmu Politk.

c. Membantu pihak Kantor Pelayanan Pajak Pratama Lubuk Pakam dalam penyuluhan dan sosialisasi perpajakan kepada masyarakat sebagai wajib pajak melalui mahasiswa peserta Praktik Kerja Lapangan Mandiri yang nantinya diaharapkan akan mengabdikan ilmu perpajakan yang dimilikinya kepada masyarakat.

C. Uraian Teoritis Praktek Kerja Lapangan Mandiri 1. Definisi Pajak

1.1.Berdasarkan undang-undang no.28 tahun 2007 tentang ketentuan umum dan tata cara perpajakan, pajak adalah kontribusi wajib kepada negara yan tertuang oleh orang pribadi dan badan yang bersifat memaksa berdasarkan udang -undang dengan tidak mendapatkan imbalan secara langsung dan digunakan untuk keperluan negara sebesar-besarnya untuk kemakmuran rakyat.


(19)

2.1.Menurut Erly Suandi, (2011:165)

Penagihan pajak adalah serangkaian tindakan agar penanggung pajak melunasi utang pajak dan biaya penagihan pajak dengan menegur atau memperingatkan, melaksanakan penagihan seketika dan sekaligus, memberitahukan surat paksa, mengusulkan pencegahan, melaksanakan penyitaan, melaksanakan penyendaraan, menjual barang-barang yang telah disita.maka sebagian dasar dari penagihan pajak dilakukan adaah diakibatkan karena adanya utang pajak dari wajib pajak.

Menurut Erly Suandi, (2011:169) utang pajak adalah pajak yang masih harus dibayar termasuk sanksi administrasi berupa bunga, denda, atau kenaikan yang tercantum di dalam surat ketetapan pajak, atau surat sejenisnya berdasarkan ketentuan peraturan perundang-undangan perpajakan.

2.2. Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2000 Tenang Penagihan Pajak

Penagihan pajak dengan surat paksa, utang pajak adalah pajak yang masih harus dibayar termasuk sanksi administrasi berupa bunga, denda, atau kenaikan yang tercantum dalam surat ketetapan pajak atau surat sejenisnya berdasrkan ketentuan peraturan perundang-udangan perpajakan.


(20)

Agar pemungutan pajak tidak menimbulkan hambatan atau perlawanan, maka pemungutan pajak harus memenuhi syarat sebagai berikut;

3.1.Adil

Sesuai dengan tujuan hukum yakni mencapai keadilan undang-undang dan pelaksanaan pemungutan harus adil. Adil dalam perundang-undangan pajak diantaranya mengenakan pajak secara umum dan merata serta disesuaikan dengan kemampuan wajib pajak.

3.2.Yuridis

Pajak diatur dalam UUD 1945 pasal 23A, hal ini memberikan jaminan hukum yang menyatakan keadilan baik bagi negara dan warganya.

3.3.Ekonomis

Pemungutan pajak tidak boleh menggangu kelancaran kegiatan produksi

perdagangan sehingga tidak menimbulkan kelesuan perekonomian

masyarakat.

3.4.Finansial

Biaya pemungutan pajak harus ditekan sehingga lebih rendah dari hasil pemungutan.


(21)

Sistem pemungutan pajak yang sederhana akan memudahkan dan mendorong masyarakat dalam memenuhi kewajiban perpajakannya.

4. Dasar Hukum Penagihan Pajak

4.1. Undang Nomor 28 Tahun 2007 Pasal 18 Tentang Surat Tagihan Pajak Menyatakan bahwa Surat Tagihan Pajak, Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar, Surat Ketetapan Kurang Bayar Tambahan, Dan Surat Ketetapan Pembetulan, Surat Keputusan Keberatan, Putusan Banding, Serta Putusan Peninjauan Kembali, yang menyebabkan jumlah pajak yang masih harus dibayar bertambah, merupakan dasar penagihan pajak.

4.2. Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2000 Tentang Penagihan Pajak

Penagihan pajak dengan surat paksa : penyitaan merpakan tindakan penagihan lebih lanjut setelah surat paksa yang hanya dapat dilakukan setelah lewat batas waktu 2 x 24 jam setelah surat paksa diberitahukan, yang artinya bahwa penyitaan ini dapat dilakukan apabila surat paksa telah diterbitkan atau dengan kata lain bahwa penyitaan ini merupakan kelanjutan dari penerbitan surat paksa dalam proses penagihan pajak aktif.

Penyitaan dilaksanakan oleh Juru Sita pajak dengan disaksikan sekurang – kurangnya 2 (dua) orang yang telah dewasa, penduduk Indonesia, dikenal oleh Juru Sita pajak, dan dapat dipercaya. Setiap penyitaan Juru Sita membuat berita acara pelaksanaan sita, ditandatangani oleh Juru Sita pajak, dan saksi.


(22)

D. Ruang Lingkup Praktek Kerja Lapangan Mandiri

Dalam laporan Praktek Kerja Lapangan Mandiri ini, yang menjadi ruang lingkup penulisan adalah :

1. Teknik prosedur kerja kegiatan penagihan pajak yang dilaksanakan seksi penagihan pada Kantor Pelayanan Pajak Pratama Lubuk Pakam dalam meningkatkan kepatuhan wajib pajak.

2. Mekanisme dan prosedur pelaksanaan penagihan pajak dengan penyitaan yang dilakukan oleh Kantor Pelayanan Pajak Pratama Lubuk Pakam terhadap wajib pajak yang kurang patuh dalam melaksanakan kewajiban perpajakannya.

3. Kendala – kendala apa saja yang dihadapi dalam proses penagihan pajak dan upaya- upaya yang di tempuh dalam mengatasinya

E. Metode Praktik Kerja Lapangan Mandiri

Adapun metode dalam pelaksanaan Praktik Kerja Lapangan Mandiri sebagai berikut :

1. Tahap Persiapan

Pada tahap ini penulis melakukan persiapan yang dimulai dari penyusunan proposal, memohon surat pengantar Praktik Kerja Lapangan Mandiri dari pihak Fakultas / Program Diploma III Administrasi Perpajakan, mencari bahan untuk pembuatan laporan hingga konsultasi pada pihak dosen.


(23)

2. Studi Pustaka

Penulisan melakukan studi literature ke berbagai sumber bacaan yang berkaitan dengan judul dan proposal tersebut yang merupakan dasar teori yang mendukung pembuatan laporan seperti buku-buku, majalah, Koran, undang-undang maupun literature yang berkaitan dengan kegiatan yang akan dilakukan oleh penulis dalam melaksanakan Praktik Kerja Lapangan Mandiri.

3. Observasi Lapangan

Melakukan pengamatan secara langsung di Kantor Pelayanan Pajak Pratama Lubuk Pakam untuk mengatahui keadaan kinerja pada kantor tersebut dan untuk mendapatkan gambaran mengenai masalah yang diteliti.

4. Pengumpulan Data

Pengumpulan data juga penulis lakukan demi menunjang keberhasilan dari topik yang dibahas, dalam hal ini data-data bersumber dari Kantor Pelayanan Lubuk Pakam, dalam Praktik Kerja Lapangan Mandiri ada dua macam yang digunakan :

4.1.Data sekunder yaitu data yang bersumber dari buku-buku perpajakan, diktat perpajakan, modul ketentuan umum dan tata cara perpajakan

4.2.Data priemer yaitu data yang bersumber dari orang yang berkompeten dan menguasai sebagai pengambil kebijakan pada Kantor Pelayanan Pajak Pratama Lubuk Pakam.


(24)

5. Analisis Data Dan Evaluasis

Disini penulis akan menganalisa data dan mengevaluasi kembali secara deskriptif kwalitatif, sehingga memberikan gambaran secara umum maupun khusus dari obyek Praktik Kerja Lapangan Mandiri.

F. Tekhnik Pengumpulan Data PKLM

Hal ini berkaitan dengan pengumpulan data dan informasi serta keterangan dalam pelaksanaan Praktik Kerja Lapangan Mandiri. Penulis menggunakan beberapa metode yaitu

1. Wawancara (interview)

Dengan cara melakukan komunikasi dan Tanya jawab secara langsung dengan pihak Kantor Pelayanan Pajak Pratama Lubuk Pakam mengenai hal-hal yang menjadi objek pembahasan dalam kegiatan Praktik Kerja Lapangan Mandiri.

2. Pengamatan (Observation Guide)

Dengan melakukan pengamatan langsung dan melakukan pencatatan data yang diperlukan untuk pembahasa masalah.

3. Daftar Dokumentasi

Yaitu data atau informasi yang diperoleh melalui studi literature seperti: sumber-sumber pustaka, undang-undang perpajakan, dokumentasi maupun literature lain yang ada hubungannya dengan objek dalam kegiatan Praktik Kerja Lapangan Mandiri


(25)

G. Sitematika Penulisan PKLM

dalam pelaporan pelaksanaan Praktik Kerja Lapangan Mandiri ini penulis menguraikan penulisan tersusun secara sistematika. Adapun sistematika penulisan yang akan dilakukan dalam penulisan Laporan Praktik Kerja Lapangan Mandiri ini adalah sebagai berikut:

BAB I : PENDAHULUAN

Pada bab ini penulis menguraikan tentang latar belakang, tujuan dan mamfaat praktik kerja lapangan mandiri, uraian teoritis, ruang lingkup, metode PKLM, metode pengumpulan data dan sistematika penulisan.

BAB II : GAMBARAN UMUM LOKASI PKLM

Pada bab ini penulis menjelaskan tentang gambaran umum obyek pajak praktik kerja lapangan mandiri, sejarah singkat, visi dan misi, struktur organisasi serta uraian tugas pokok dan fungsi Kantor Pelayanan Pajak Pratama Lubuk Pakam.

BAB III : GAMBARAN DATA DAN TEORI PENAGIHAN PAJAK DENGAN SURAT PAKSA DAN PELAKSANAAN PENYITAAN

Pada bab ini penulis menjelaskan mengenai gambaran pajak secara umum beserta fungsi, jenis, subyek dan obyek pajak, serta membahas mengenai gambaran umum penagihan pajak, serta dasar hukum penagihan pajak, tujuan umum penagihan pajak, tata cara pelaksanaan penagihan dan penyitaan barang wajib pajak oleh Kantor Pelayanan Pajak Pratama Lubuk Pakam


(26)

BAB I V : ANALISA DAN EVALUASI

Pada bab ini berisi analisa penulis dan pembahasan-pembahasan mengenai pelaksanaan penagihan pajak dengan penyitaan dalam meningkatkan kepatuhan wajib pajak.

BAB V : KESIMPULAN DAN SARAN

Bab ini terdiri dari dua hal yaitu kesimpulan dan saran. Kesimpulan merupakan intisari yang mencakup seluruh obyek pembahasan yang dibahas dalam praktik kerja lapangan mandiri. Sedangkan saran merupakan hal-hal, ide-ide, atau gagasan yang harus dilakukan dalam melaksanakan solusi atas masalah yang di bahas dari obyek pembahasan yang terdapat dalam laporan pelaksanaan Praktik Kerja Lapangan Mandiri.

DAFTAR PUSTAKA LAMPIRAN


(27)

27 BAB II

GAMBARAN UMUM OBJEK DAN LOKASI PKLM A. Sejarah Umum Kantor Pelayanan Pajak Pratama Lubuk Pakam

Pada tahun 1987 Kantor Pelayanan Pajak masih disebut kantor inpeksi pajak. Pada saat itu ada 2 (dua) kantor inpeksi pajak yaitu kantor inpeksi pajak medan selatan dan kantor inpeksi pajak kisaran. Dengan adanya pertumbuhan ekonomi penduduk yang semakin cepat, maka pemerintah perlu adanya tambahan Kantor Inpeksi Pajak yang gunanya untuk menambah penerimaan negara dari sektor pajak. Dalam meningkatkan pelayanan kepada masyarakat didalam pelayanan pembayaran pajak, maka berdasarkan Keputusan Menteri Keuangan Republik Indonesia nomor 267/KMK.01/1989 diadakanlah perubahan secara menyeluruh pada Direktoriat Jendral Pajak yang mencakup reorganisasi kantor inpeksi pajak yang diganti nama menjadi kantor pelayanan pajak bumi dan bangunan kemudian pada tanggal 3 agustus 1993 dikeluarkan Keputusan Menteri Keuangan Republik Indonesia NO.785 /KMK.01/1993 kantor pelayanan pajak berubah menjadi 4(empat) wilayah kerja yaitu:

1. Kantor Pelayanan Pajak Medan 2. Kantor Pelayana Pajak Medan Barat 3. Kantor Pelayanan Pajak Medan Utara 4. Kantor Pelayanan Pajak Binjai


(28)

28

Untuk mengimplikasikan konsep administrasi modern yang berorientasi pada pelayanan dan pengawasan, maka struktur organisasi Direktoriat Jendral Pajak perlu diubah, baik di level kantor pusat sebagai pembuat kebijakn maupun level kantor operasional sebagai pelaksana implementasi kebijakan. Sebagai langkah pertama, untuk memudahkan wajib pajak, ketiga jenis kantor pajak yang ada yaitu, Kantor Pelayanan Pajak (KPP), Kantor Pelayanan Pajak Bumi Dan Bangunan (KPPBB), Kantor Pemeriksaan Dan Penyidikan Pajak (Karipka) dilebur menjadi kantor pelayanan pajak pratama (KPP pratama)

Berdasarkan Keputusan Menteri Keuangan NO.785/KMK.01/1993 kantor wilayah Direktoriat Jendral Pajak Sumatera Utara I (kanwil sumut I) akan mengoperasikan delapan unit kantor pelayanan modern yang dijuluki kantor pelayanan pajak pratama. Kedelapan KPP pratama dimaksud yakni enam unit KPP konvensional yang ada saat ini dimodernisasi dan ditambah dua KPP baru keenam KPP konvensional yang dijadikan KPP Pratama yakni :

1. KPP Pratama Medan Belawan 2. KPP Pratama Medan Barat 3. KPP Pratama Medan Polonia 4. KPP Pratama Medan Kota 5. KPP Pratama Medan Timur 6. KPP Pratama Binjai


(29)

29

1. KPP Pratama Medan Petisah 2. KPP Pratama Lubuk Pakam

KPP Pratama Lubuk Pakam sebelumnya adalah Kantor Pelayanan Pajak Bumi Dan Bangunan Lubuk Pakam yang berada di bawah organisasi kanwil sumut II. Sejak dileburnya ketiga jenis kantor pelayanan pajak menjadi satu. Maka kantor pelayanan pajak bumi dan bangunan Lubuk Pakam berubah menjadi Kantor Pelayanan Pajak Pratama Lubuk Pakam dan berada dibawah organisasi kanwil sumut I. Tugas DJP sekarang adalah melaksanakan eksekusinya dengan penuh komitmen, kesungguhan, dan tanggung jawab. Semoga transformasi visi ini akan menjadi resolusi awal tahun 2013 yang mampu membakar semangat kita selaku punggawa negeri untuk mewujudkan agar Direktorat Jenderal Pajak mampu menjadi instansi yang terbaik di kancah internasional, khususnya di kawasan Asia Tenggara.

Sejak tahun 2002, Direktorat Jenderal Pajak – Departemen Keuangan melakukan modernisasi perpajakan sebagai bagian dari reformasi perpajakan (tax-reform) dan reformasi birokrasi. Dilakukan perubahan paradigma perpajakan dengan mengedepankan aspek pelayanan kepada Wajib Pajak , yang diimbau dengan pengawasan dan konsultasi. Untuk implementasinya dibentuk Kantor Pelayanan Pajak (KPP) modern dengan tiga model, yakni KPP Wajib Pajak Besar, KPP Madya, dan KPP Pratma. Salah satunya adalah Kantor Pelayanan Pajak Pratama Lubuk Pakam yang terletak di Jalan Diponegoro no.


(30)

30

42-44 Lubuk Pakam sebelum akhirnya pindah ke Jalan P. Diponegoro No. 30 A Medan. Sesuai dengan Keputusan Direktur Jenderal Pajak Nomor Kep-95/PJ/2008 tanggal 27 Mei 2008 tentang Saat Mulai Operasi (SMO) KPP Pratama di lingkungan Kanwil DJP Sumatera Utara I, KPP Pratama Lubuk Pakam ditetapkan mulai beroperasi tanggal 27 Mei 2008. KPP Pratama Lubuk Pakam berada di bawah lingkungan Kanwil DJP Sumatera Utara I yang membawahi seluruh wilayah Kabupaten Deli Serdang.

Visi Dan Misi Kantor Pelayanan Pajak Pratama Lubuk Pakam

VISI : Menjadi institusi pemerintah yang menyelenggarakan sistem administrasi perpajakan yang modern yang efektif, efisien dan dipercaya masyarakat dengan integritas dan profesionalisme yang tinggi.

1. Misi Fiskal, yaitu menghimpun penerimaan dalam Negeri dai sektor pajak yang mampu menunjang kemandirian pembiayaan pemerintah berdasarkan Undang-Undang Perpajakan dengan tingkat efektifitas dan efisiensi yang tinggi.

2. Misi Ekonomi, yaitu mendukung kebijaksanaan pemerintah dalam mengatasi permasalahan ekonomi bangsa dengan kebijakan perpajakan yang meminimalkan disitorsi.


(31)

31

4. Misi Kelembagaan , yaitu senantiasa memperbaruhi diri, selaras dengan aspirasi masyarakat dan teknokrasi perpajakan serta administrasi perpajakan yang mutakhir.

Misi tersebut sebagai salah satu pernyataan tujuan keberadaan (eksistensi). Tugas, fungsi, peranan, dan tanggung jawab Direktorat Jendral Pajak maupun Kantor Pelayanan Pajak Pratama Lubuk Pakam sebagaimana diamanatkan dalam Undang-Undang dan Peraturan serta Kebijakan Pemerintah dengan dijiwai prinsip dan nilai-nilai strategis organisasi di berbagai bidang

B. Letak Geografis Kantor Pelayanan Pajak Pratama Lubuk Pakam

Penentuan lokasi kantor pelayanan pajak pratama (KPP pratam) mwerupakan salah satu faktor terpenting dalam memberikan kemudahan pelayanan kepada Wajib Pajak. Kantor Pelayanan Pajak Pratama Lubuk Pakam terletak di jalan Diponegoro Nomor 17 A Medan. Kantor pemerintahaan ini disesuaikan dengan rencana tata ruang wilayah, kedekatan dengan kantor pemerintah lainnya, seperti kantor polisi deli serdang dan kantor bank, ini juga memudahkan pengawasan dan memberikan pelayanan terhadap wajib pajak dalam membayar pajak.

Kantor Pelayanan Pajak Pratama Lubuk Pakam dipimpin oleh seorang Kepala Kantor yang terdiri atas sub bagian umum dan beberapa seksi yang dipimpin oleh masing-masing seorang kepala seksi. Agar dapat lebih jelas dan transparan tentang keadaan dari Kantor Pelayanan Pajak Pratama Lubuk Pakam, maka penulis akan


(32)

32

menggambarkan kedudukan, tugas, fungsi, dan struktur organisasi KPP Pratama Lubuk Pakam.

C. Wilayah Kerja Kantor Pelayanan Pajak Pratama Lubuk Pakam

Wilayah kerja kantor pelayanan pajak pratama lubuk pakam adalah wilayah kabupaten Deli Serdang yang memiliki kecamatan, adapun sektor dominan per kecamatan adalah Real Estat/Perumahan, Industri Pengolahan, Orang Pribadi dan Perdagangan, Jasa Kebandarudaraan, dan Perkebunan. Adapun wilayah kerja sebagai berikut, kecamatan:

1. Sunggal 2. Kutalimbaru 3. Labuhan Deli 4. Pancur Batu 5. Batang Kuis 6. Deli tua

7. Tanjung Morawa

8. Beringin 9. Pagar Merbau 10.Lubuk Pakam 11.Hamparan Perak

12.Gunung Meriah 13.Patumbak 14.Percut Sei Tuan 15. Sibolangit 16.STM Hulu 17.Biru-Biru 18.Galang 19.Pantai Labu 20.Bangun Purba 21.STM Hilir 22.Namo Rambe


(33)

24

Wilayah kerja Kantor Pelayanan Pajak Pratama Lubuk Pakam berdasarkan pembagian Waskon

WASKON KECAMATAN

Waskon I

Melayani Permohonan Perpajakan dan Konsultasi untuk seluruh Kecamatan

Waskon II

Batang Kuis Percut Sei Tuan Deli Tua

Pantai Labu Pagar Merbau Beringin Pancur Batu Sibolangit

Waskon III

Sunggal

S.Tanjungmuda Hulu Tanjung Morawa Biru-Biru

Labuhan Deli S.Tanjungmuda Hilir Gunung Meriah

Waskon IV

Hamparan Perak Lubuk Pakam Namo Rambe


(34)

25

Galang Bangun Purba Kotalimbaru Petumbak

Sumber : Data dari Kantor Pelayanan Pajak Pratama Lubuk Pakam

D. Struktur Organisasi Kantor Pelayanan Pajak Pratama Lubuk Pakam

Struktur organisasi adalah suatu susunan dan hubungan antara tiap bagian yang bekerja sama dalam menjalankan kegiatan operasional untuk mencapai tujuan yang telah ditentukan. Struktur organisasi menyediakan pengadaan personil yang memegang jabatan tertentu dimana masing – masing diberi tugas, wewenang dan tanggung jawab sesuai jabatannya. Hubungan kerja dalam organisasi dituangkan dalam struktur organisasi dimana merupakan gambaran sistematis tentang hubungan kerja dari orang – orang yang menggerakan organisasi dalam usaha mencapai tujuan yang telah ditentukan.

Struktur organisasi diharapkan akan dapat memberikan gambaran tentang pembagian tugas, wewenang dan tanggungjawab serta hubungan antar bagian berdasarkan susunan tingkat hirarki. Struktur organisasi juga diharapkan akan dapat menetapkan sistem hubungan dalam organisasi yang menghasilkan tercapainya komunikasi, koordinasi, dan integrasi secara efisien dan efektif dari segenap kegiatan organisasi baik vertikal maupun horizontal.


(35)

26

Setiap instansi atau perusahaan menggunakan struktur organisasi dalam fungsi dan tugas masing – masing. Sedangkan definisi struktur organisasi itu sendiri adalah kerangka yang menyeluruh menghubungkan suatu organisasi dan menerapkan hubungan yang ditetapkan. Kantor Pelayanan Pajak Pratama Lubuk Pakam sendiri menerapkan Struktur Organisasi Lini dan Staf.

Kantor Pelayanan Pajak Pratama Lubuk Pakam dipimpin oleh seseorang Kepala Kantor yang secara operasional bertanggung jawab kepada Kepala

Kantor wilayah Direktorat Jenderal Pajak Sumatera Utara I. Adapun organisasi yang ada di Kantor Pelayanan Pajak Pratama Lubuk Pakam, antara lain :

1. Kepala Kantor

2. Sub. Bagian Umum

3. Seksi Pengolahan Data dan Informasi (PDI) 4. Seksi Pelayanan

5. Seksi Penagihan 6. Seksi Pemeriksaan 7. Seksi Ekstensifikasi

8. Seksi Pengawasan dan konsultasi I 9. Seksi Pengawasan dan konsultasi II 10.Seksi Pengawasan dan konsultasi III


(36)

27

11.Seksi Pengawasan dan konsultasi IV 12.Kelompok jabatan fungsional

E. Tugas dan Fungsi Kantor Pelayanan Pajak Pratama Lubuk Pakam

Uraian tugas dan fungsi KPP pratama diatur didalam peraturan menteri keuangan republik indonesia nomor 62/PMK.01/2009 tentang organisasi dan tata kerja instansi vertikal direktorat jenderal pajak pada paragraf 2 (dua) pasal 58 sampai dengan 61. Dalam melaksanakan tugasnya kantor pelayanan pajak pratama lubuk pakam menyelenggarakan fungsi :

1. Pengumpulan, pencarian dan pengolahan data, pengamatan potensi perpajakan, penyajian informasi perpajakan, penetapan dan penerbitan produk hukum perpajakan.

2. Pengadministrasian dokumen dan berkas perpajakan, penerimaan/pengolahan Surat Pemberitahuan, dan penerimaan surat lainnya.

3. Penyuluhan perpajakan.

4. Penatausahaan piutang pajak dan pelaksanaan penagihan pajak. 5. Pelaksanaan pemeriksaan pajak.

6. Pengawasan kepatuhan kewajiban perpajakan Wajib Pajak. 7. Pelaksanaan konsultasi perpajakan.

8. Pelaksanaan intensifikasi dan ekstensifikasi. 9. Pelaksanaan administrasi KPP.


(37)

28

Dalam melaksanakan fungsinya kantor pelayanan pajak pratama lubuk pakam menyelenggarakan tugas-tugas pokok sebagai berikut :

1. Kepala KPP (Kepala Kantor)

Tugas dan fungsinya adalah sebagai berikut :

a. Mengkoordinasi penyusunan rencana kerja kantor sebagai bahan penyusunan rencana strategi kantor wilayah.

b. Mengkoordinasi penyusunan rencana pengamanan penerimaan pajak berdasarkan potensi pajak,perkembangan kegiatan ekonomi keuangan dan realisasi penerimaan tahun lalu.

c. Mengkoordinasi pelaksanaan tindak lanjut nota kesepahaman (MOU) sesuai arahan kepala kantor wilayah.

d. Mengkoordinasi rencana pencarian data strategis dan potensial dalam rangka intensifikasi/ekstensifikasi perpajakan.

e. Mengkoordinasi pelaksanaan rencana pencarian data strategis dan potensial dalam rangka intensifikasi/ekstensifikasi perpajakan.

f. Mengkoordinasi pengolahan data yang sumber datanya strategis dan potensial dalam rangka intensifikasi/ekstensifikasi perpajakan.

g. Mengkoordinasi pembuatan risalah perincian dasar pengenaan pemotongan atau pemungutan pajak atas permintaan wajib pajak berdasarkan hasil perhitungan ketetapan pajak.


(38)

29

h. Mengkoordinasi pengolahan data guna menyajikan informasi perpajakan.

i. Mengkoordinasi penyusunan monografi perpajakan.

j. Mengkoordinasi pemantauan pelaporan dan pembayaran masa dan tahunan PPh dan pembayaran masa PPN/PPnBM untuk mengetahui tingkat kepatuhan wajib pajak serta mengendalikan pelaksanaan pemeriksaan pajak.

2. Sub Bagian Umum

Tugas dan fungsinya adalah sebagai berikut :

a. Pelaksanaan Tata Usaha dan Kepegawaian Tugasnya adalah menyelenggarakan tugas pelayanan di bidang tata usaha dan kepegawaian dengan cara melakukan pengurusan surat-surat, pengetikan dan pengadaan, penataan berkas, penyusunan arsip, tata usaha kepegawaian dan pengiriman laporan agar dapat menunjang kelancaran tugas kantor itu sendiri.

b. Pelaksanaan Keuangan Tugasnya adalah menyusun anggaran dan administrasi keuangan untuk pembiayaan administrasi kantor dan penggajian para pegawai KPP Pratama Lubuk Pakam.

c. Pelaksanaan Bagian Rumah Tangga Tugasnya adalah mengurusi segala keperluan rumah tangga dan keperluan perlengkapan KPP


(39)

30

Pratama Lubuk Pakam agar dapat menunjang kelancaran tugas Kantor Pelayanan Pajak.

3. Seksi Pengolahan Data dan Informasi Tugas dan fungsinya adalah sebagai berikut :

a. Mengakoordinir urusan pengolahan data dan penyajian informasi. b. Pembuatan monografi pajak dan penggalian potensi perpajakan.

c. Melakukan pengumpulan, pencarian, pengolahan data, penyajian informasi perpajakan.

d. Perekaman dokumen perpajakan. e. Urusan tata usaha penerimaan pajak. f. Pelayanan dukungan teknis computer. g. Pemantauan penggunaan aplikasi elektronik. h. Penyajian laporan kinerja.

4. Seksi Pelayanan

Tugas dan fungsinya adalah sebagai berikut :

a. Melakukan penetapan dan penertiban produk hukum perpajakan. b. Pengadministrasian dokumen dan berkas perpajakan.

c. Penerimaan dan pengolahan Surat Pemberitahuan (SPT). d. Penerimaan surat lainnya.


(40)

31

f. Pelaksanaan registrasi WP.

g. Melakukan kerjasama perpajakan.

5. Seksi Penagihan

Tugas dan fungsinya adalah sebagai berikut :

a. Pelaksanaan pemrosesan dan penatausahaan piutang pajak.

b. Pelaksanaan penagihan aktif, yang bertugas membantu penyiapan surat tagihan, surat paksa, surat perintah, melaksanakan penyitaan, usulan lelang, dan penagihan lainnya.

c. Pelaksanaan penatausahaan Surat Ketetapan Pajak dan Surat Tagihan Pajak beserta bukti pembayarannya.

d. Pelaksanaan penatausahaan Surat Keputusan Pembetulan/ Keberatan/ Putusan Banding/ Pengurangan atau Pembatalan ketetapan Pajak dan surat keputusan pengurangan atau penghapusan Sanksi Administrasi pada seksi penagihan.

e. Usulan penghapusan piutang pajak. f. Penundaan dan angsuran tunggakan pajak g. Penyimpanan dokumen-dokumen penagihan.

6. Seksi Pemeriksaan

Tugas dan fungsinya adalah sebagai berikut :


(41)

32

b. Pengawasan pelaksanaan aturan pemeriksaan

c. Penerbitan dan penyaluran Surat Perintah Pemeriksaan Pajak serta administrasi pemeriksaan perpajakan lainnya.

7. Seksi Ekstensifikasi

Tugas dan fungsinya adalah sebagai berikut :

a. Pelaksanaan pemrosesan dan penatausahaan dokumen masuk di Seksi Ekstensifiikasi Perpajakan.

b. Melakukan pengamatan potensi perpajakan. c. Pendataan objek dan subjek pajak.

d. Penilaian objek-objek pajak dalam rangka ekstensifikasi.

8. Seksi Pengawasan dan Konsultasi Tugas dan fungsinya adalah sebagai berikut :

a. Melakukan pengawasan kepatuhan kewajiban perpajakan wajib pajak. b. Melakukan bimbingan/himbauan kepada Wajib Pajak dan konsultasi

teknis perpajakan.

c. Melakukan penyusunan profil Wajib Pajak. d. Menganalisa kinerja wajib pajak.

e. Memberikan konsultasi kepada wajib pajak tentang ketentuan peraturan perundang-undangan perpajakan.


(42)

33

f. Pelaksanaan penyelesaian permohonan keberatan, pembetulan, pengurangan atau penghapusan sanksi administrasi Pajak Penghasilan, Pajak Pertambahan Nilai dan Pajak Penjualan atas Barang Mewah di KPP.

g. Melakukan rekonsiliasi data Wajib Pajak dalam rangka melakukan intesifikasi.

h. Pengadministrasian dokumen dan berkas perpajakan, penerimaan dan pengolahan Surat Pemberitahuan, serta penerimaan surat lainnya. i. Penyuluhan perpajakan.

9. Kelompok Jabatan Fungsional

Kelompok Jabatan Fungsional mempunyai tugas melakukan pemeriksaan kepada Wajib Pajak yang telah ditetapkan ataupun diusulkan untuk dilakukan pemeriksaan. Pemeriksaan bertujuan untuk menguji kepatuhan pelaksanaan kewajiban pajak dari Wajib Pajak untuk selanjutnya diterbitkan Surat Ketetapan Pajak (SKP).

F. Gambaran Pegawai Kantor Pelayanan Pajak Pratama Lubuk Pakam

Kantor Pelayanan Pajak Pratama Lubuk Pakam ini dikepalai oleh seorang Kepala Kantor yang membawahi 8 seksi dan 1 kelompok jabatan fungsional. Berdasarkan data pada tahun 2015, jumlah pegawai KPP Lubuk Pakam adalah sebanyak 96 orang, dengan perincian sebagai berikut :


(43)

34

Tabel 2.1 Jumlah Pegawai Berdasarkan Unit/Seksi KPP Lubuk Pakam

Nama Unit /Seksi

Jumlah Pegawai

Kepala KPP Pratama 1

Seksi Ekstensifikasi dan Penyuluhan 5

Seksi Pelayanan 19

Seksi Pemeriksaan 3

Seksi Penagihan 4

Seksi Pengawasan dan Konsultasi I 7

Seksi Pengawasan dan Konsultasi II 12

Seksi Pengawasan dan Konsultasi III 10

Seksi Pengawasan dan Konsultasi IV 6

Seksi Pengolahan Data dan Informasi 11

Subbagian Umum dan Kepatuhan

Internal 9

Fungsional Pemeriksa 9

Jumlah 96


(44)

35 BAB III

GAMBARAN DATA DAN TEORI PENAGIHAN PAJAK DENGAN SURAT PAKSA DAN PELAKSANAAN PENYITAAN

A. PENGERTIAN PAJAK

Terdapat bermacam-macam batasan atau definisi tentang “pajak” yang dikemukakan oleh para ahli di bidang keuangan negara, ekonomi, maupun hukum mancannegara diantaranya adalah :

Menurut prof. Dr. P. J. A. Andriani merumuskan (Devano,2006:22), pajak adalah iuran kepada negara (yang dapat dipaksakan) yang tertuang oleh yang wajib membayarnya menurut peraturan-peraturan dengan tidak mendapat prestasi kembali, yang langsung dapat ditunjuk, dan yang digunakan adalah untuk membiayai pengeluaran-pengeluaran umum berhubungan dengan tugas negara untuk menyelenggarakan pemerintahan.

Menurut prof. Dr. Rochmat Soemitro, S.H (Devano,2006:22), pajak adalah iuran rakyat kepada kas negara (peralihan kekayaan dari sektor partikulir ke sektor pemerintahan) berdasarkan undangan-undangan (dapat dipaksakan) dengan tiada mendapat jasa imbal (tegen prestasi), yang langsung dapat ditunjukkan dan digunakan untuk membiayai pengeluaran umum. Definisi ini kemudian dikoreksi yang berbunyi sebagai berikut :


(45)

Pajak adalah peralihan kekayaan dari pihak rakyat kepada kas negara untuk membiyai pengeluaran rutin dan “surplus-nya” digunakan untuk public saving yang merupakan sumber utama untuk membiayai “public investment,”

Sedangkan menurut Ray M. Sommerfeld, Hershel M. Anderson, dan Horace R. Brock (Devano,2006;22), pajak adalah suatu pengalihan sumber dari sektor swasta ke sektor pemrintahan, bukan akibat pelanggaran hukum, namun wajib dilaksanakan, berdasarkan `ketentuan yang telah ditetapkan lebih dahulu, tanpa mendapat imbalan yang langsung dan proporsional, agar pemerintah dapat melaksanakan tugas-tugasnya untuk menjalankan pemerintahan.

Sementara menurut Dr. Soeparman Soemahamidjaja (Suandy,2008:9) “pajak adalah iuran wajib, berupa uang atau barang, yang dipungut oleh penguasa norma-norma hukum, guna menutupi biaya produksi barang-barang dan jasa-jasa kolektif dalam mencapai kesejahteraan umum”. Dengan mencantumkan iuran wajib pajak, ia mengharapakan terpenuhinya ciri, bahwa pajak dipungut dengan bantuan dari dan kerja sama dengan wajib pajak, sehingga perlu pula dihindari penggunaan istilah “paksaan”. Selanjutnya (menurut pendapatnya) sangat berlebihan jika, khusus mengenai pajak, sekali lagi ditekankan pentingnya paksaan itu, seakan-akan tidak ada kesadaran masyarakat untuk melakukan kewajibannya.

Menurut undang-undang Nomor 16 tahun 2009 tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan, pajak adalah kontribusi wajib kepada negara yang tentang oleh orang pribadi atau badan yang bersifat memaksa berdasarkan Undang-Undang dengan tidak mendapat imbalan secara langsung dan digunakan untuk keperluan


(46)

negara bagi sebesar-besarnya kemakmuran rakyat. Dengan demikian pengertian pajak sekarang tidak lagi menggunakan istilah “iuran pajak” namun sudah beralih dengan menggunakan istilah “kontribusi wajib” yang lebih menekankan pada unsur partisipasi aktif dan kesadaran masyarakat untuk memberikan sumbagan wajib kepada negara.

B. Penagihan Pajak

1. Pengertian Penagihan Pajak

Kepatuhan wajib pajak dalam membayar pajak merupakan salah satu kunci keberhasilan penerimaan pajak. Hanya saja, ketika wajib pajak tidak membayar ataupun belum melunasi pajaknya sesuai dengan ketentuan yang berlaku, akan diberikan tindakan tegas kepadanya yang diwujudkan dalam bentuk penagihan pajak

Menurut Undang-Undang Nomor 19 Tahun 1997 tentang penagihan pajak dengan surat paksa sebagaimana telah diubah terakhir dengan Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2000. Penagihan pajak adalah merupakan serangkaian tindakan agar penanggung pajak melunasi utang pajak dan biaya penagihan pajak dengan menegur atau memperingatkan, melaksanakan penagihan seketika dan sekaligus memberitahukan Surat paksa, mengusulkan pencegahan, melaksanakan penyitaan, melaksanakan penyenderaan, dan


(47)

mejual barang yang telah disita. Tujuan pelaksanaan Penagihan Pajak adalah Untuk melunasi Utang pajak oleh Wajib Pajak.

2. Penagihan Utang Pajak

Tindakan Penagihan Utang Pajak secara teoritis dapat dilakukan dengan 2 langkah yaitu ;

a. Penagihan Pasif

Penagihan Pajak Pasif dilakukan dengan menggunakan Surat Tagihan Pajak (STP), Surat Ketetapan Pajak kurang Bayar (SKPKB), Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar Tambahan (SKBKBT), Surat Pembetulan yang menyebabkan Pajak terutang manjadi lebih besar, Surat Keputusan Keberatan yang Menyebabkan pajak terutang menjadi lebih besar, Surat Keputusan Banding yang menyebabkan pajak terutang menjadi lebih besar. Jika dalam jangka waktu 30 (tiga puluh) hari belum dilunasi, maka 7 (tujuh) setelah jatuh tempo akan diikuti dengan penagihan penagihan pajak secara aktif yang dimulai dengan menerbitkan surat teguran.

b. Penagihan Aktif

Penagihan Pajak Aktif merupakan kelanjutan dari penagihan pajak pasif, dimana dalam upaya penagihan ini Fiskus berperan aktif dalam arti tidak hanya mengirim surat tagihan atau surat ketetapan pajak, tetapi akan diikuti dengan tindakan dan dilanjutkan dengan pelaksanaan lelang.


(48)

3. Surat Tagihan Pajak

Yang dimaksud dengan surat Tagihan Pajak menurut ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan pasal 1 angka 20 adalah surat untuk melakukan tagihan pajak dapat diterbitkan oleh Dirjen Pajak melalui pemeriksaan ataupun penelitian Surat Tagihan Pajak diterbitkan setelah lewat 1 (satu) bulan sejak Masa Pajak yang bersangkutan Surat Tagihan Pajak mempunyai Kekuatan hukum yang sama dengan Surat Ketetapan Pajak.

Surat Tagihan Pajak dikeluarkan apabila antara lain : a. Pajak dalam tahun berjalan tidak atau kurang bayar.

b. Dari hasil penelitian SPT terdapat kekurangan pembayaran pajak sebagai akibat.

c. Wajib pajak dikenakan sanksi administrasi berupa denda dan atau/ bunga. d. Pengusaha yang telah dikukuhkan sebagai Pengusaha Kena Pajak, tidak

membayar faktur pajak atau membuat faktur pajak tetapi tidak tepat waktu.

4. Surat Ketetapan Pajak

Yang dimaksud dengan surat Ketetapan Pajak menurut Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan Pasal 1 angka 15 adalah surat ketetapan yang meliputi surat


(49)

Ketetapan pajak Kurang Bayar, Surat kurang Bayar Tambahan, Surat Ketetapan Pajak Nihil, atau Surat Ketetapan Pajak lebih Bayar.

Surat Ketetapan Pajak dapat diterbitkan karena berdasarkan pemeriksaan atau penelitian atas data Wajib Pajak, bahwa pajak yang dihitung atau dilaporkan dalam SPT tidak benar, sehingga masih terdapat pajak yang tidak atau kurang dibayar dan pajak yang tidak atau kurang dipotong atau dipungut.

Menurut Ketentuan Umum dan Tata Cara perapajakan pasal 1 angka 15, Surat ketetapan Pajak terbagi atas ;

a. Surat Ketetapan Pajak kurang Bayar (SKPKB)

Surat ketetapan Pajak Kurang Bayar adalah Ketetapan pajak yang menentukan besarnya jumlah pokok pajak, jumlah kredit, jumlah kekurangan pebayaran pokok pajak, besarya sanksi adminstrasi, dan jumlah pajak yang masih harus dibayar.

b. Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar Tambahan (SKPBT)

Surat ketetapan Pajak Kurang bayar Tambahan adalah surat Ketetapan pajak yang menentukan tambahan atas jumlah pajak yang telah ditetapkan.


(50)

Surat Ketetapan Pajak Nihil adalah surat ketetapan pajak yang menentukan besarnya jumlah pokok pajak sama besarnya dengan jumlah kredit pajak atau terutang dan tidak ada kredir pajak.

d. Surat Ketetapan Pajak Lebih Bayar (SKPLB)

Surat Ketetapan Pajak Lebih Bayar adalah surat ketetapan pajak yang menentukan jumlah kelebihan pembayaran pajak karena jumlah kredit pajak lebih besar dari pada pajak yang terutang atau seharusnya tidak terutang. Surat Keputusan Pajak dapat Diterbitkan oleh Dirjen Pajak sampai dengan

jangka waktu 5 tahun sesudah saat terutangnya pajak, atau berakhirnya Massa Pajak Bagian Tahun Pajak atau Tahunan Pajak, yang disebabkan oleh :

a. Pemeriksaan atau Keterangan lain pajak yang terutang tidak atau kurang bayar.

b. SPT tidak disampaikan dalam jangka waktu yang telah ditentukan dan setelah ditegur secara tertulis tidak disampaikan pada waktunya.

c. Kewajiban pembukuan dan meminjam buku pada saat diperiksa tudak dipenuhi, sehingga tidak dapat diketahui besarnya pajak yang terutang.


(51)

Tindakan awal dari penagihan pajak yaitu dengan penerbitan surat teguran. Kemudian akan diterbitakan surat peringatan atau surat lain yang sejenis apabila penanggung pajak tidak melunasi utang pajak sampai dengan tanggal jatuh tempo. Penerbitan Surat Teguran dilakukan sebagai berikut :

a. Dalam hal wajib pajak tidak menyetujui sebagian atau seluruh jumlah pajak yang masih harus dibayar dalam pembahasan akhir hasil pemeriksaan dan Wajib Pajak tidak mengajukan keberatan atas Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar (SKPKB) atau Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar (SKPKBT), kepada Wajib Pajak disampaikan Surat Teguran, setelah 7 (tujuh) hari sejak saat jatuh tempo pengajuan keberatan

b. Dalam hal Wajib Pajak tidak menyetujui sebagian atau seluruh jumlah pajak yang masih harus dibayar dalam pembahasan akhir hasil pemeriksaan dan Wajib Pajak tidak mengajukan permohonan banding atas keputusan keberatan sehubungan dengan Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar (SKPKB) atau Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar Tambahan (SKPKBT), kepada Wajib Pajak disampaikan Surat Teguran, setelah 7 (tujuh) hari sejak saat jatuh tempo pengajuan banding.

c. Dalam hal wajib pajak tidak menyetujui sebagian atau seluruh jumlah pajak yang masih harus dibayar dalam pembahasan akhir hasil pemeriksaan dan Wajib Pajak tidak mengajukan permohonan banding atas keputusan keberatan sehubungan dengan Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar (SKPKB) atau Surat


(52)

Ketetapan Pajak Kurang Bayar Tambahan (SKPKBT), kepada Wajib Pajak disampaikan Surat Teguran,setelah 7 (tujuh) hari sejak saat jatuh tempo pelunasan pajak yang masih harus dibayar berdasarkan putusan banding. d. Dalam hal Wajib Pajak menyetujui jumlah pajak yang masih harus dibayar

dalam pembahasan akhir hasil pemeriksaan, kepada Wajib Pajak disampaikan Surat Teguran, setelah 7 (tujuh) hari sejak saat jatuh tempo pelunasan.

e. Dalam hal Wajib Pajak mencabut pengajuan keberatan atas Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar (SKPKB) atau Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar Tambahan (SKPKBT) setelah tanggal jatuh tempo pelunasan tetapi sebelum tanggal diterima Surat Pemberitahuan untuk hadir oleh Wajib Pajak, kepada Wajib Pajak disampaikan Surat Teguran, setelah 7(tujuh) hari sejak tanggal pencabutan pengajuan keberatan tersebut.

f. Surat Teguran dalam rangka Penagihan Pajak atas Utang Pajak Bumi dan Bangunan dan/atau Bea Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan sebagaimana tercantum dalam Surat Tagihan Pajak Pajak Bumi dan Bangunan (STPPBB), SKPKB, SKPKBT, Surat Keputusan Pembetulan, Surat Keputusan Keberatan, atau Putusan Banding, yang menyebabkan jumlah pajak yang harus dibayar bertambah, disampaikan kepada Wajib Pajak, setelah 7 (tujuh) hari sejak tanggal jatuh tempo pelunasan.

C. Penagihan Pajak dengan Surat Paksa (PPSP) 1. Dasar Hukum


(53)

a. Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 19 Tahun 1997 Surat Paksa adalah surat perintah membayar utang pajak dan biaya penagihan pajak.

b. Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 135 Tahun 2000 tentang Tata Cara Penyitaan Dalam Rangka Penagihan Pajak Dengan Surat Paksa

c. Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 136 Tahun 2000 tentang Tata Cara Penjualan Barang Sitaan Yang Dikecualikan Dari Penjualan Secara Lelang Dalam Rangka Penagihan Pajak Dengan Surat Paksa.

d. Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 137 Tahun 2000 tentang Tata Cara Penyanderaan, Rehabilitasi Nama Baik Penanggung Pajak, dan Pemberian Ganti Rugi Dalam Rangka Penagihan Pajak Dengan Surat Paksa.

e. Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 74 Tahun 2011 Tentang Tata Cara Hak dan Pemenuhan kewajiban Perpajakan.

f. Keputusan Menteri Keuangan Republik Indonesia Nomor

563/KMK.04/2000 tentang Pemblokiran dan Penyitaan Harta Kekayaan Penanggung Pajak Yang Tersimpan Pada Bank Dalam Rangka Penagihan Pajak Dengan Surat Paksa.


(54)

g. Keputusan Menteri Keuangan Republik Indonesia Nomor 562/KMK.04/2000 tentang Syarat-Syarat, Tata Cara Pengangkatan Dan Pemberhentian Juru Sita Pajak.

2. Pengertian Surat Paksa

Menurut Undang-Undang Nomor 19 Tahun 1997 tentang Penagihan Pajak dengan Surat Paksa sebagaimana telah diubah terakhir dengan Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2000, Surat Paksa adalah surat perintah membayar utang pajak dan biaya penagihan pajak.

3. Isi Dan karakteristik Surat Paksa

Surat Paksa dapat ditinjau dari 2 (dua) segi, yaitu segi isinya dan segi karakteristiknya.

a. Dari Segi Isinya

1) Berkepala kata-kata “ Atas Nama Keadilan ” yang dengan Undang

Undang Nomor 14 Tahun 1970 Pasal 4 disesuaikan bunyinya menjadi “ Demi Keadilan Berdasarkan Ketuhanan Yang MahaEsa”.

2). Nama Wajib Pajak / Penanggung Pajak, keterangan yang cukup beralasan yang menjadi dasar penagihan, serta perintah membayar.

3). Dikeluarkan / ditandatangani oleh pejabat yang berwenang yang ditunjuk oleh Menteri Keuangan / Kepala Daerah.


(55)

b. Dari Segi Karakteristik

1) Mempumyai kekuatan hukum yang sama dengan groose dari putusan Hakim dalam perkara perdata yang tidak dapat diminta banding lagi pada Hakim atasan.

2) Mempunyai kekuatan hukum yang pasti

3) Mempunyai fungsi ganda yaitu menagih pajak dan menagih bukan pajak (biaya-biaya penagihan).

4) Dapat dilanjutkan dengan tindakan penyitaan dan penyenderaan / pencegahan.

Surat Paksa dalam bahasa hukum disebut sebagai parate Eksekusi (eksekusi langsung), yang berarti bahwa penagihan pajak secara paksa dapat dilakukan tanpa melalui proses Pengadilan Negeri. Hal ini bisa dimengerti karena surat paksa itu mempunyai kekuatan hukum yang pasti, dimana fiskus dalam melaksanakan kewajiban mempunyai hak “Parate Eksekusi ”.

3. Penerbitan Surat Paksa

Pada Pasal 8 Undang-Undang Nomor 19 Tahun 1997 tentang Penagihan Pajak Dengan Surat Paksa sebagaimana telah diubah terakhir dengan Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2000, Surat Paksa diterbitkan apabila :


(56)

a. Penanggung Pajak tidak melunasi utang pajak dan kepadanya telah diterbitkan Surat Teguran atau Surat Peringatan atau Surat lain yang sejenis.

b. Terhadap Penanggung Pajak tidak memenuhi ketentuan sebagaimana tercantum dalam keputusan persetujuan angsuran atau penundaan pembayaran pajak.

c. Penanggung Pajak tidak memenuhi ketentuan sebagaimana tercantum dalam keputusan persetujuan angsuran atau penundaan pembayaran pajak. Surat Paksa sekurang-kurangnya harus memuat :

1. Nama Wajib Pajak, atau Nama Wajib Pajak dan Penanggung Pajak. 2. Dasar Penagihan.

3. Besarnya utang pajak 4. Perintah untuk membayar

4. Fungsi Surat Paksa

Adapun fungsi surat paksa adalah sebagai sarana atau alat pembayaran kepada penanggung pajak untuk melunasi utang pajaknya dalam jangka waktu 2 x 24jam. Sebagai tindak lanjut untuk mencarikan tunggakan pajak atas tidak dihiraukan penerbitan Surat Paksa maka aparatur pajak akan melaksanakan penyitaan.

5. Mekanisme Penagihan Pajak


(57)

7 (tujuh) hari setelah jatuh tempo, bila utang pajaknya tidak dilunasi, maka kepada Wajib Pajak diterbitkan Surat Teguran.

a. 21 (dua puluh satu) hari setelah diterbitkan surat teguran ternyata masih belum lunas, Kepada Wajib Pajak diterbitkan Surat paksa.

b. Kewajiban pajak sebagaimana terutang dalam Surat paksa adalah 2 x 24jam. c. Dalam hal masih belum terlunasi utang pajaknya, dapat diterbitkan Surat

Perintah untuk mengumumkan tentang pelelangan surat umum.

d. 14 (empat belas) hari setelah dilakukan tagihan dengan surat paksa, bila masih belum melunasinya diterbitkan Surat Perintah untuk mengumumkan tentang pelelangan surat umum.

e. 14 (empat belas) hari setelah pengumumannya ternyata masih belum melunasi utang pajaknya, dikenakan sanksi berupa tindakan pelelangan di muka umum.

D. Dasar Hukum Penagihan Pajak dengan Surat Paksa

Adapun yang menjadi dasar hukum dalam penagihan Pajak dengan Surat Paksa (PPSP), yaitu :

1. Undang-Undang Nomor 19 Tahun 1997 sebagaimana telah diubah terakhir dengan Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2000 Tentang Penagihan Pajak dengan Surat Paksa.

2. Peraturan Menteri Keuangan Republik Indonesia Nomor 85/PMK.03/2010 tentang perubahan atas Peraturan Menteri Keuangan Nomor 24/PMK.03/2008


(58)

tentang Tata Cara Pelaksanaan Penagihan pajak dengan Surat Paksa dan Pelaksanaan Penagihan Seketika dan Sekaligus.

3. Surat Edaran Direktur jendral Pajak Pajak Nomor SE-08/PJ.75/2002 tentang pemeriksaan untuk Tujuan Penagihan Pajak.

4. Surat Edaran Direktur Jendral Pajak Nomor SE-50/PJ/2010 Tentang Kebijakan Penagihan Pajak.

E. Tata Cara Penagihan Pajak dengan Surat Paksa

Peraturan Menteri Keuangan Republik Indonesia Nomor 24/PMK.03/2008 tentang Tata cara pelaksanaan Penagihan dengan Surat Paksa dan Pelaksanaan Penagihan Seketika dan Sekaligus.

1. Surat Paksa diberithukan oleh Jurusita Pajak dengan pernyataan dan penyerahan salinan Surat paksa kepada penangung pajak.

2. Pemberitahuan Surat Paksa Kepada Penanggung Pajak sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilaksanakan dengan membacakan isi Surat Paksa oleh Jurusita Pajak dan dituangkan dalam Berita Acara sebagai pernyataan bahwa Surat Paksa telah diberitahukan.

3. Berita Acara sebagaimana dimaksud pada ayat (2) sekurang-kurangnya berisi hari dan tanggal pemberitahuan Surat Paksa, nama Jurusita Pajak, nama yang menerima, dan tempat pemberitahuan Surat Paksa serta ditandatangani oleh


(59)

Jurusita Pajak, nama yang menerima, dan tempat pemberitaan Surat Paksa serta ditandatangani oleh Jurusita Pajak dan Penanggung Pajak.

Surat Paksa terhadap Orang Pribadi diberitahukan oleh Jurusita Pajak kepada: 1. Penanggung Pajak di tempat tinggal, tempat usaha atau ditempat lain

yang memungkinkan.

2. Orang dewasa yang bertempat tinggal bersama ataupun yang bekerja ditempat usaha Penaggung Pajak, apabila Penanggung Pajak yang bersangkutan tidak dapat dijumpai.

3. Salah seorang ahli atau pelaksanaan wasiat atau yang mengurus harta peninggalannya, apabila Wajib Pajak telah meninggal dunia dan harta warisan belum dibagi, atau

4. Ahli waris, apabila Wajib Pajak telah meninggal dunia dan harta warisan telah dibagi.

Surat paksa terhadap Badan diberitahukan oleh Jurusita pajak :

1. Pengurus meliputi Direksi, Komisaris, pemegang saham pengendali atau mayoritas untuk perseroan terbuka, pemegang saham untuk perseroan tertutup, dan orang yang nyata-nyata mempunyai keputusan dalam menjalankan perseroan, untuk perseroan terbatas.

2. Kepala perwakilan, kepala cabang, atau penanggung jawab, untuk bentuk Usaha Tetap.

3. Direktur, pemilik modal, atau orang yang ditunjuk untuk melaksanakan dan mengendalikan serta bertanggung jawab atas perusahaan, untuk badan


(60)

usaha lainnya seperti kontrak investasi kolektif, persekutuan, firma, dan perseroan komanditer.

4. Ketua atau yang melaksanakan dan mengendalikan serta bertanggung jawab atas yayasan, untuk yayasan;

5. Pegawai tetap ditempat kedudukan atau tempat usaha badan yang bersangkutan apabila Jurusita Pajak tidak dapat menjumpai salah seorang sebagaimana dimaksud pada angka 1, angka 2, angka 3, dan angka 4

Dalam hal Wajib Pajak dinyatakan pailit, surat paksa diberitahukan kepada kurator, Hakim Pengawasan, atau Balai Harta Peninggalan.

Dalam hal Wajib Pajak dinyatakan bubar atau dalam likuidasi, Surat paksa diberitahukan kepada orang atau badan yang dibebani untuk melakukan pemberesan likuidator.

Dalam hal Wajib Pajak menunjuk seorang kuasa dengan surat kuasa khusus untuk menjalankan hak dan kewajiban perpajakan, surat paksa dapat diberitahukan kepada penerima kuasa.

F. Penagihan Seketika Sekaligus

Yang dimaksud dengan Penagihan Seketika dan sekaligus berdasarkan Peraturan Menteri Keuangan Republik Indonesia Nomor 24/PMK/.03/2008 tentang Tata Cara Pelaksanaan Penagihan dengan Surat Paksa dan Pelaksanaan Seketika dan sekaligus yaitu tindakan Penagihan Pajak yang dilaksanakan oleh Jurusita Pajak kepada penanggung Pajak tanpa menunggu


(61)

tanggal jatuh tempo pembayaran yang meliputi seluruh utang pajak dari semua jenis pajak, dan Tahun pajak.

Jurusita pajak melaksanakan Penagihan Seketika dan Sekaligus tanpa menunggu jatuh tempo pembayaran berdasarkan Surat Perintah Penagihan Seketika dan Sekaligus yang diterbitkan oleh Pejabat apabila :

1. Penanggung Pajak akan meninggalkan Indonesia untuk selama-lamanya atau berniat untuk itu.

2. Penanggung Pajak memindah tangankan barang yang dimiliki atau yang dikuasai dalam rangka menghentikan atau mengecilkan kegiatan perusahaan, atau pekerjaan yang dilakukannya di Indonesia.

3. Terdapat tanda-tanda bahwa Penanggung Pajak akan membubarkan badan usaha, atau menggabungkan usaha, atau memekarkan usaha, atau memindahtangankan perusahaan yang dimiliki atau yang dikuasai, atau melakukan perubahan bentuk lainnya.

4. Badan Usaha yang dibubarkan oleh Negara; atau

5. Terjadi penyitaan atas barang Penggung Pajak oleh pihak Ketiga atau terdapat tanda-tanda kepailitan.

Penagihan seketika dan sekaligus dilakukan terhadap seluruh utang pajak dan semua jenis pajak, masa pajak, dan tahun pajak. Penyampaian Surat Perintah Penagihan Seketika dilaksanakan secara langsung oleh Jurusita pajak kepada Penanggung Pajak. Surat Perintah Seketika dan sekaligus sekurang-kurangnya memuat :


(62)

1. Nama Wajib Pajak, atau nama Wajib Pajak dan Penanggung Pajak 2. Besarnya Utang Pajak

3. Perintah untuk membayar, dan 4. Saat pelunasan pajak

G. Pelaksanaan Penyitaan Menurut Undang-Undang Nomor 19 tahun 2000 Tentang Penagihan Pajak dengan Surat Paksa

Menurut Udang-Undang 19 Tahun 1997 sebagaimana telah dirubah terakhir dengan Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2000, pada pasal 1 angka (14), Penyitaan adalah tindakan Jurusita Pajak untuk menguasai barang Pajak, guna dijadikan jaminan untuk melunasi Utang Pajak menurut peraturan Perundang-undangan Penyitaan dilaksanakan apabila utang pajak tidak dilunasi dalam jangka waktu 2x 24 jam terhitung sejak tanggal Surat Paksa diberitahukan kepada penanggung pajak. Undang-Undang Nomor 16 Tahun 2009 Tentang Penetapan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang Nomor 5 Tahun 2008 Tentang Perubahan Keempat atas Undang-Undang Nomor 6 Tahun 1983 Tentang Ketentuan dan Tata Cara Perpajakan

Tujuan penyitaan itu sendiri adalah memperleh jaminan pelunasan utang pajak dari Penanggung Pajak, baik yang berada di tempat tinggal, tempat


(63)

usaha tempat kedudukan Penanggung Pajak, atau ditempat lain sekalipun pengasaannya berada di tangan pihak lain.

1. Barang-Barang Penanggung Pajak yang Dapat Disita

Penyitaan diatur dalam Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2000 Pasal 14 ayat 1, 2, 3 sebagai berikut :

1.1Penyitaan dilaksanakan terhadap barang milik Penanggung Pajak yang berada ditempat tinggal, tempat usaha, tempat kedudukan, atau ditempat lain termasuk yang penguasaannya berada di tangan lain atau yang dijaminkan sebagai pelunasan utang tertentu yang dapat berupa :

a) Barang bergerak termasuk mobil, perhiasan, uang tunai, dan deposito berjangka, tabungan, saldo rekening koran, giro, atau surat berharga lainnya, piutang, dan penyertaan modal pada perusahaan

b) Barang tidak bergerak termasuk tanah, bangunan, dan kapal dengan isi kotor tertentu.

1.2 Penyitaan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) dilaksanakan sampai dengan nilai barang yang disita diperkirakan cukup oleh Jurusita Pajak untuk melunasi utang pajak dan biaya Penagihan Pajak.

1.3 Hak lainnya yang dapat disita selain sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) diatur dengan Peraturan Pemerintah.


(64)

Perincian mengenai barang bergerak yang dapat disita adalah sebagai berikut :

2.1 Semua barang bergerak yang ada dirumah Penanggung Pajak seperti : a) Perhiasan (Emas, Berlian, Batu Permata dan sebagainya).

b) Barang Mewah (Televisi, Lemari Es, AC, dan sebagainya). c) Kendaraan (Mobil, Sepeda Motor dan sebagainya).

d) Uang tunai (termasuk surat-surat berharga).

e) Perkakas Rumah Tangga (Sofa,Lemari Hias, dan sebagainya). f) Barang-barang lainnya yang bergerak.

2.2 Semua barang bergerak yang ada di tempat kegiatan usaha Penanggung Pajak, seperti :

a) Barang-barang dagangan (baik yang berada di dalam toko maupun yang berada di dalam gudang).

b) Barang-barang inventaris usaha (Lemari, Meja, Kursi, dan Alat-alat yang berhubungan dengan kegiatan usaha).

2.3 Semua barang bergerak yang ada dikantor Penanggung Pajak, seperti : a) Inventaris kantor (mesin tik, komputer, lemari, kursi, dan alat kantor

lainnya).

b) Kendaraan bermotor (Mobil, Sepeda motor, dan sebagainya). 3. Barang Tidak Bergerak Yang Dapat Disita

Dalam golongan barang tidak bergerak yang dapat disita, dapat dimasukkan sebagai berikut :


(65)

3.1 Rumah tinggal, bangunan kantor, bangunan perusahaan, gudang dan

sebagainya, baik yang ditempati sendiri maupun yang

disewakan/dikontrakkan kepada orang lain.

3.2 Kebun, sawah, dan sebagainya baik yang ditempati/dikerjakan sendiri maupun yang disewakan/dikerjakan orang lain.

4. Barang Yang Dikecualikan Dari Penyitaan

Barang yang tidak boleh disita menurut ketentuan pasal 15 ayat (i) Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2000 adalah sebagai berikut :

Barang bergerak milik Penanggung Pajak yang dikecualikan dari penyitaan adalah :

4.1 Pakaian dan tempat tidur beserta perlengkapannya yang digunakan oleh Penanggung Pajak dan keluarga yang menjadi tanggungannya.

4.2 Persediaan makanan dan minuman untuk keperluan satu bulan beserta peralatan masak yang berada dirumah.

4.3 Perlengkapan Penanggung Pajak yang bersifat dinas yang diperoleh dari Negara.

4.4 Buku-buku yang berkaitan dengan jabatan atau pekerjaan dari

Penanggung Pajak dan alat-alat yang dipergunakan untuk

pendidikan,kebudayaan dan keilmuan.

4.5 Peralatan dalam keadaan jalan yang masih digunakan untuk melaksanakan pekerjaan atau usaha sehari-hari dengan jumlah seluruhnya tidak lebih dari Rp. 20.000.000,- ( dua puluh juta rupiah ).


(66)

4.6 Peralatan penyandang cacat yang digunakan oleh penanggung pajak dan keluarga yang menjadi tanggungannya.

5. Surat Perintah Melaksanakan Penyitaan

Surat perintah melaksanakan Penyitaan (SPMP) adalah surat perintah yang diterbitkan oleh Pejabat untuk melaksanakan penyitaan. Apabila utang pajak tidak dilunasi oleh Penanggung Pajak dalam jangka waktu 2 (dua) kali 24 (dua puluh empat) jam setelah Surat Paksa diberitahukan, pejabat menerbitkan Surat Perintah Melaksanakan Penyitaan.

Penyitaan terhadap barang milik Penanggung Pajak dilaksanakan oleh Jurusita Pajak berdasarkan Surat Perintah Melaksanakan Penyitaan yang diterbitkan oleh Pejabat. Pejabat yang dimkasud di sini adalah pejabat yang berwenang mengangkat dan memberhentikan Jurusita Pajak, menerbitkan Surat Perintah Penagihan Seketika dan Sekaligus, Surat Paksa, Surat Perintah Melaksanakan Penyitaan, Surat Pencabutan Sita, Pengumuman Lelang, Penentuan Harga Limit, Pembatalan Lelang, Surat Perintah Penyanderaan dan surat lain yang digunakan untuk Penagihan Pajak sehubungan dengan Penanggung Pajak tidak melunasi sebagian atau utang pajak menurut Undang-Undang Peraturan Daerah.

6. Tahap-Tahap Pelaksanaan Penyitaan

Penyitaan dilaksanakan sampai dengan nilai barang yang bisa disita diperkirakan cukup oleh Jurusita Pajak untuk melunasi Utang Pajak dan biaya


(67)

Penagihan Pajak. Untuk tahap-tahap pelaksanaan penyitaan tersebut terbagi menjadi 6 bagian yaitu :

a. Penyitaan terhadap perhiasan emas, permata dan sejenisnya, dilaksanakan sebagai berikut;

1) Membuat rincian tentang jenis, jumlah, dan harga perhiasan yang disita dalam suatu daftar yang merupakan lampiran Berita Acara Pelaksanaan Sita.

2) Membuat Berita Acara Pelaksanaan Sita.

b. Penyitaan terhadap uang tunai termasuk mata uang asing, dilaksanakan sebagai berikut :

1) Menghitung terlebih dahulu uang tunai yang disita dan membuat rinciannya dalam suatu daftar yang merupakan lampiran Berita Acara Pelaksanaan Sita.

2) Membuat Berita Acara Pelaksanaan Sita.

3) Menyimpan uang tunai yang telah disita dalam tempat penyimpanan yang selanjutnya ditempeli dengan segel sita dan kemudian menitipkannya pada Penanggung Pajak atau menitipkannya pada bank.

c. Penyitaan terhadap kekayaan Penanggung Pajak yang disimpan di bank berupa deposito, tabungan, saldo rekening Koran, giro atau bentuk lainnya yang dipersamakan, dilaksanakan sebagai berikut :


(68)

1) Pejabat megajukan permintaan pemblokiran kepada bank disertai dengan penyampaian Salinan Surat Paksa dan Surat Perintah Melakukan Penyitaan.

2) Bank wajib memblokir seketika setelah menerima permintaan pemblokiran dari Pejabat dan membuat Berita Acara Pemblokiran serta menyampaikan salinannya Kepada Pejabat dan Penanggung pajak.

3) Jurusita Pajak setelah menerima berita acara pemblokiran dari bank memerintahkan Penanggung Pajak untuk member kuasa kepada bank agar memberitahukan saldo kekayaan yang tersimpan pada bank tersebut kepada Jurusita Pajak.

4) Dalam hal Penanggung Pajak tidak memberikan kuasa kepada bank, Pejabat meminta Bank Indonesia melalui Menteri Keuangan untuk memerintahkan bank untuk memberitahukan saldo kekayaan Penanggung Pajak yang tersimpan pada bank yang dimaksud.

5) Setalah saldo kekayaan yang tersimpan pada bank diketahui, Jurusita Pajak melaksanakan Penyitaan dan membuat Berita Acara Pelaksanaan Sita, menyampaikan salinan Berita Acara Pelaksanaan Sita kepada Penanggung Pajak dan bank yang bersangkutan.

6) Pejabat mengajukan permintaan pencabutan pemblokiran kepada bank setalah Penanggung Pajak melunasi Utang Pajak dan Biaya Penagihan Pajak.


(69)

7) Pejabat mengajukan permintaan pencabutan pemblokiran terhadap kekayaan Penanggung Pajak setelah dikurangi dengan jumlah yang disita apabila Utang Pajak dn Biaya Penagihan Pajak tidak dilunasi oleh Penanggung pajak sekalipun telah dilakukan pemblokiran.

d. Penyitaan terhadap surat berharga berupa Obligasi, saham, dan sejenisnya yang tidak diperdagangkan di Bursa Efek, dilaksanakan sebagai berikut : 1) Melakukan inventaris dan membuat rincian tentang jenis, jumlah dan

nilai nominal atau perkiraan nilai lainnya dari surat berharga yang disita dalam suatu daftar yag merupakan lampiran Berita Acara Pelaksanaan Sita.

2) Membuat Berita Acara Pelaksanaan Cerita

3) Membuat berita Acara pengalihan hak surat berharga atas nama dari Penanggung Pajak

e. Penyitaan terhadap piutang, dilaksanakan sebagai berikut :

1) Melakukan inventaris dan membuat tentang jenis dan jumlah piutang 2) Membuat Berita Acara Pelaksanaan Sita

3) Membuat Berita Acara Persetujuan Pengalihan Hak Menagih Piutang dari Penaggung Pajak kepada Pejabat, dan salinannya disampaikan kepada Penanggung Pajak dan pihak yang berkewajiban membayar utang.


(70)

BAB IV

ANALISIS DAN EVALUASI

A. Tata cara pelaksanaan Penagihan Utang pajak Dengan Surat Paksa

Dengan menganut Self Assesment system yang memberikan kepercayaan kepada Wajib Pajak untuk menghitung sendiri jumlah pajak terutangnya, pihak Direktorat Jendral Pajak mengharapkan agar penerimaan negara dari sektor pajak tersebut dapat meningkat. Sehingga dalam hal ini peranan Wajib Pajak sangat besar pengaruhnya terhadap keberhasilan sistem perpajakan.

Pelaksanaan penyitaan yang dilakukan oleh Jurusita Pajak pada Kantor Pelayanan Pajak (KPP) Pratama Lubuk Pakam sudah cukup baik, yaitu pelaksanaan tindakan penyitaan sudah memenuhi ketentuan Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2000 yang tertera dalam buku Undang-Undang di bidang penagihan.

Berdasarkan yang terjadi di lapangan masih banyak Wajib Pajak yang tidak memenuhi kewajiban perpajakannya yaitu dalam pelunasan utang pajaknya. Maka diterbitkannya Surat Ketetapan Pajak dan selanjutnya pihak aparatur perpajakan harus menerbitkan Surat Teguran, kemudian pihak aparatur pajak masih harus menerbitkan Surat Paksa yang merupakan salah


(1)

mengakibatkan surat teguran yang dikirimkan KPP Pratama Lubuk Pakam tidak sampai kepada Wajib Pajak

3. Masih terdapat Wajib Pajak yang kurang kesadaran Wajib Pajak sehingga tidak melunasi SKP yang diterbitkannya

4. Wajib Pajak masih belum memahami kewajiban perpajakannya sehingga belum mampu secara optimal dalam pelunasan kewajiban perpajakannya

5. Beberapa Wajib Pajak sengaja menghindar dari upaya penagihan pajak yang menjadi kewajiban perpajakannya

6. Kemampuan likuiditas Wajib Pajak atau penanggung pajak yang rendah/ kesulitan keuangan untuk melunasi tunggakan pajaknya,

C. Cara Penyelesaian Masalah Dalam Pelaksanaan Penagihan Utang pajak Dengan Surat Paksa.

Pemacahan masalah dalam hal Penagihan Utang pajak dengan Surat Paksa, yaitu ;

1. Untuk meningkatkan kesadaran Wajib Pajak dalam memenuhi kewajibannya serta peraturan dibidang Perpajakan, walaupun sistem perpajakan kita sering ini menganut Self Assesment System namun tingkat kesadaran Wajib Pajak untuk melaksanakan kewajibannya dengan baik dan benar serta membayar utang pajak tepat waktu masih rendah sekali, hal ini juga bisa dikarenakan


(2)

kurangnya pengetahuan tentang perpajakan, untuk itu perlu ditingkatkan pembinaan terhadap Wajib Pajak dengan penyuluhan yang intensif.

2. Menjelaskan kepada Wajib Pajak bahwa selama Wajib Pajak membayar utang pajak yang dimiliki tepat pada waktunya atau sebelum jatuh tempo, maka kepadanya tidak akan dilakukan tindakan penagihan. Sehingga sedikit memotivasi Wajib pajak untuk tepat waktu dalam pembayaran utang-utang pajaknya.

3. Menjalin kerjasama yang baik antara fiskus dengan instansi terkait, sehingga pelaksanaan penagihan dan pengawasan dapat dilaksanakan dengan sebaik-baiknya. Hal ini bertujuan untuk meminimalisir kesempatan Wajib pajak dalam menghindari penunggakan pajak.

4. Kantor Pelayanan Pajak Prtama Lubuk pakam membuka konsultanan gratis terkait masalah perpajakn yang sering dialami wajib pajak atau penanggung pajak yang dilaksanakan TPP (Tempat Pelayanan Pajak)


(3)

BAB V

KESIMPULAN DAN SARAN

A. KESIMPULAN

Dalam pembahasan yang telah diuraikan, maka dapat diambil beberapa kesimpulan yakni :

1. Dalam melaksanakan Penagihan Utang Wajib Pajak melalui Surat Paksa dan Surat Perintah melaksanakan penyitaan di Kantor Pelayanan Pajak Pratama Lubuk Pakam dilaksanakan sesuai dengan Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2000

2. Tingkat kepatuhan Wajib Pajak dalam memenuhi kewajiban perpajakan adalah merupakan tujuan utama dari pelaksanaan penagihan pajak sehingga Wajib Pajak yang tingkat kepatuhannya tergolong masih rendah dilakukan Penagihan seperti yang dilaksanakan oleh seksi penagihan pada kantor Pelayanan Pajak Pratama Lubuk Pakam dalam meningkatkan kepatuhan Wajib Pajak dari Tahun 2012 sampai 2014, adapun Penagihan Aktif yang dilaksanakan adalah sebagai berikut :

3. Masih banyaknya terjadi perbedaan persepsi antara Wajib Pajak / Penanggung Pajak dengan pihak aparatur pajak yang dapat mengakibatkan


(4)

pajak yang terutang semakin banyak yang dikarenakan adanya penundaan-penundaan karena berbagai faktor.

4. Masih kurangnya kesadaran Wajib Pajak / Penanggung Pajak dalam melaksanakan kewajibannya di bidang perpajakan sesuai dengan Peraturan Perundang-Undangan yang berlaku.

B. SARAN

1. Untuk meningkatkan kesadaran Wajib Pajak dalam memenuhi kewajiban perpajakannya serta memahami peraturan dan sanksi di bidang perpajakan, perlu ditingkatkan pembinaan terhadap Wajib pajak seperti penyuluhan maupun forum diskusi yang dibuat rutin agar pemahaman dan pengetahuan Wajib Pajak bertambah sehingga Wajib Pajak sadar dan tidak mau menunda pelunasan utang pajaknya, karena dapat menimbulkan sanksi.

2. Para Aparatur pajak pada Pelaksanaan Penagihan sudah melakukannya secara optimal, tetapi mungkin dengan cara persuasif atau mengajak melalui pendekatan-pendekatan terhadap Wajib Pajak, akan membuat Wajib Pajak/ Penanggung Pajak menjadi jauh lebih sadar akan kewajibannya sehingga dapat mencapai target dalam pencairan tunggakan-tunggakan pajaknya, sehingga dapat memperkecil kesempatan Wajib Pajak / Penanggung Pajak untuk menghindari pelunasan utang pajak yang dimilikinya.

3. Perlunya peningkatan fungsi Pengawasan terhadap Penagihan Pajak dan koordinasi serta kerjasama dalam pelaksanaan tugas pada Kantor Pelayanan Pajak (KPP) Prtama Lubuk Pakam


(5)

4. Diharapkan kepada fiskus melakukan pengawasan rutin kepada Wajib Pajak. Hal ini dilakukan untuk meminimalkan kemungkinan Wajib Pajak untuk memalsukan identitas tempat usaha atau tempat tinggal Wajib Pajak.


(6)

DAFTAR PUSTAKA

Resmi, Siti, 2008, perpajakan : teori dan kasus (Edisi keempat), salemba Empat, Jakarta.

Suandi, Erly. 2011, perpajakan : Hukum pajak (revisi 2011), salemba Empat, jakarta

Undang-Undang Nomor 16 Tahun 2009 Tentang Ketentuan Umum Dan Tata Cara Perpajakan (KUP).

Undang- Undang Nomor 28 Tahun 2007 Tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan.

Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2000 Tentang Penagihan Pajak Dengan Surat Paksa.

Undang-Undang Pemerintah 135 Tahun 2000 Tentang Tata Cara Penyitaan Dalam Rangka Penagihan Pajak Dengan Surat Paksa.