Pelaksaan Prosedur Penyitaan Barang Wajib Pajak Akibat Utang Pajak Pada Kantor Pelayanan Pajak Lubuk Pakam

(1)

LAPORAN TUGAS AKHIR TENTANG

PELAKSANAAN PROSEDUR PENYITAAN BARANG WAJIB PAJAK AKIBAT DARI UTANG PAJAK DI KANTOR PELAYANAN PAJAK

PRATAMA LUBUK PAKAM O

L E H

NAMA : ICO PUTRA MELIALA NIM : 122600134

Untuk Memenuhi Salah Satu Syarat

Menyelesaikan Studi Pada Program Studi Diploma III Administrasi Perpajakan

FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

MEDAN 2015


(2)

KATA PENGANTAR

Puji dan syukur saya panjatkan kehadirat Allah SWT atas rahmat dapn karunia-Nya dapat menyelesaikan Proposal Laporan Praktik Kerja Lapangan Mandiri yang berjudul “ Pelaksaan Prosedur Penyitaan Barang Wajib Pajak Akibat Utang Pajak Pada Kantor Pelayanan Pajak Lubuk Pakam” dalam waktu yang telah ditentukan.

Dalam menyelesaikan Laporan Tugas Akhir ini banyak bantuan yang diterima baik berupa moral maupun material serta bimbingan yang banyak membantu penulis dalam penyelesaian Laporan Tugas Akhir ini. Pada kesempatan ini penulis mengucapkan terimakasih yang sebesar-besarnya kepada :

1. Bapak Prof. Dr. Badaruddin M.Si, selaku Dekan Fisip USU

2. Bapak Drs. Alwi Hashim Batubara, M.Si, selaku Ketua Program Studi Diploma III Administrasi Perpajakan FISIP USU.

3. Ibu Arlina, SH, M.Hum, selaku Sekretaris Jurusan Diploma III Administrasi Perpajakan FISIP USU.

4. Seluruh Bapak/Ibu Staf Pegawai Diploma III Administrasi Perpajakan Fisip USU yang telah banyak membantu dan memberikan masukan selama masa perkuliahan sampai dengan selesainya Laporan Tugas Akhir ini.


(3)

5. Seluruh Bapak/Ibu Dosen Diploma III Administrasi Perpajakan FISIP USU yang telah memberikan ilmunya selama penulis menjalani perkuliahan.

6. Ibu Arlina, SH, M.Hum, selaku Dosen Pembimbing yang telah memberikan bimbingan dan saran kepada penulis dalam penyelesaian Laporan Tugas Akhir ini.

7. Bapak Bapak Marihot P Siahaan selaku supervisor lapangan yang telah meluangkan waktunya dan membantu saya mendapatkan data yang diperlukan dalam penyelesaian Laporan Tugas Akhir ini.

8. Kedua Orang Tua saya tercinta, Budiman Sembiring dan Ibu saya Hj Ida Rosanti, yang telah memberikan semangat, doa dan dukungan berupa moral dan material kepada penulis selama menimba ilmu di Universitas Sumatera Utara.

Dalam penyusunan Laporan Tugas Akhir ini, saya menyadari adanya kelemahan dan kekurangan dari segi isi, bahasa, maupun penyajiannya. Akan tetapi, penulis telah berusaha secara maksimal dalam penyusunan Laporan Tugas Akhir ini. Penulis juga memohon maaf apabila terjadi kesalahan kata - kata dalam penulisan Laporan Tugas Akhir ini.


(4)

Demikianlah yang dapat penulis sampaikan, semoga Laporan Tugas Akhir ini dapat bermanfaat bagi pembaca nantinya.

Medan, Juni 2015 Penulis


(5)

DAFTAR ISI

Halaman

KATA PENGANTAR ... i

DAFTAR ISI ... iv

DAFTAR TABEL DAN BAGAN ... viii

BAB I PENDAHULUAN ... 1

A. Latar Belakang Praktik Kerja Lapangan Mandiri ... 1

B. Tujuan Dan Manfaat Praktik Kerja Lapangan Mandiri ... 3

1. Tujuan Praktik Kerja Lapangan Mandiri ... 3

2. Manfaat Praktik Kerja Lapangan ... 3

C. Uraian Teoritis ... 5

1. Definisi Umum ... 5

2. Jenis Pajak ... 9

3. Fungsi Pajak ... 10

4. Dasar Hukum Penyitaan ... 11

D. Ruang Lingkup Praktik Kerja Lapangan Mandiri ... 12

E. Metode Praktik Kerja Lapangan Mandiri ... 13

1. Tahap Persiapan ... 13

2. Studi Literatur ... 14

3. Observasi Lapangan ... 14


(6)

F. Metode Pengumpulan Data Praktik Kerja Lapangan Mandiri ... 15

1. Data Interview ... 15

2. Wawancara ... 15

3. Data Observasi (Observasi Guide) ... 15

G. Sistematika Penulisan Laporan Praktik Kerja Lapangan Mandiri ... 16

BAB II GAMBARAN UMUM LOKASI PKLM ... 18

A. Sejarah Singkat Kantor Pelayanan Pajak Pratama Lubuk Pakam ... 18

B. Visi Dan Misi Kantor Pelayanan Pajak Pratama Lubuk Pakam ... 20

1. Visi Kantor Pelayanan Pajak Pratama Lubuk Pakam ... 20

2. Misi Kantor Pelayanan Pajak Pratama Lubuk Pakam... 21

3. Penjelasan Visi Kantor Pelayanan Pajak Pratama Lubuk Pakam ... 21

4. Penjelasam Misi Kantor Pelayanan Pajak Pratama Lubuk Pakam .... 21

C. Peta Wilayah Dan Alamat Kantor Pelayanan Pajak Pratama Lubuk Pakam ... 23

D. Struktur Organisasi, Uraian Tugas dan Fungsi Dari Seksi Di Kantor Pelayanan Pajak (KPP) Pratama Lubuk Pakam ... 25

1. Kepala KPP (Kepala Kantor) ... 26

2. Sub Bagian Umum ... 27

3. Seksi Pengolahan Data dan Informasi... 27

4. Seksi Pelayanan ... 28

5. Seksi Penagihan ... 28

6. Seksi Ekstensifikasi Perpajakan ... 29


(7)

8. Seksi Pemeriksaan dan Kepatuhan Internal ... 29

9. Seksi Pengawasan dan Konsultasi ... 30

BAB III GAMBARAN DATA DAN TEORI PKLM ... 31

A. Ketentuan Umum Perpajakan Menurut UU KUP No. 16 Tahun 2009 ... 31

B. Hak Dan Kewajiban Wajib Pajak ... 34

C. Self Assessment System Dalam Sistem Pemungutan Pajak Di Indonesia ... 41

D. Penagihan Pajak ... 43

1. Pengertian Penagihan ... 43

2. Dasar Hukum Penagihan Pajak ... 45

3. Tindakan Penagihan ... 45

4. Surat Teguran ... 47

4.1Penerbitan Surat Teguran ... 47

4.2Penagihan Pajak Dengan Surat Paksa (PPSP) ... 48

E. Pelaksanaan Penyitaan Menurut Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2000 ... 53

F. Surat Perintah Melaksanakan Penyitaan ... 57

G. Juru Sita Pajak ... 58

H. Prosedur Penyitaan Terhadap Barang Wajib Pajak ... 59

I. Penyitaan Tambahan ... 66


(8)

BAB IV ANALISIS DAN EVALUASI DATA ... 69

A. Pelaksanaan Prosedur Penyitaan Pada Kantor Pelayanan Pajak Pratama Lubuk Pakam ... 69

B. Faktor Penghambat Dalam Pelaksanaan Prosedur Pada Kantor Pelayanan Pajak Pratama Lubuk Pakam ... 74

C. Cara Penyelesaian Masalah Dalam Pelaksanaan Prosedur Penyitaan Pada Kantor Pelayanan Pajak Pratama Lubuk Pakam ... 75

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN ... 77

A. Kesimpulan ... 77

B. Saran ... 78

DAFTAR PUSTAKA LAMPIRAN


(9)

DAFTAR TABEL DAN BAGAN

Halaman Tabel 4.2 Tabel Jumlah Wajib Pajak yang Dilakukan


(10)

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Praktik Kerja Lapangan Mandiri

Pemungutan pajak merupakan perwujudan dari pengabdian dan peran serta wajib pajak secara langsung dan bersama-sama dalam melaksanakan kewajiban perpajakakan yang diperlukan untuk pembiayaan negara dan pembangunan nasional. Tanggung jawab atas pelaksanaan pajak sebagai pencerminan kewajiban dibidang perpajakan berada pada anggota masyarakat wajib pajak itu sendiri.

Pemerintah dalam hal ini sebagai aparat perpajakan, sesuai dengan fungsinya berkewajiban melakukan pembinaan, penelitian, dan pengawasan terhadap pelaksanaan kewajiban perpajakan dari wajib pajak berdasarkan ketentuan yang digariskan dalam peraturan perundang-undangan perpajakan.

Dalam sistem sekarang ini masyarakat sebagai wajib pajak diberi kepercayaan untuk dapat melaksanakan gotong-royong nasional melalui self assessment dimana wajib pajak menghitung sendiri besar pajaknya, membayar serta melaporkan pada Kantor Pelayanan Pajak ( KPP ) surat pemberitahuan masa atau surat pemberitahuan tahunan yang telah ditetapkan fiskus sebelumnya.

Membayar pajak kini adalah syarat mutlak apabila pemerintah ingin memelihara kesinambungan gerak pembangunan nasional, untuk menutupi penurunan sumbangan dari sektor migas. Namun tidak jarang wajib pajak lalai dalam


(11)

2

melaksanakan tugas dan fungsinya untuk menjadi wajib pajak yang taat dan patuh, sehingga aparat pemerintah dalam hal ini fiskus mau tidak mau harus mengeluarkan konfirmasi penegasan melalui Surat Ketetapan Pajak. Apabila wajib pajak tidak mengindahkan maka akan dikeluarkan kembali Surat Tagihan Pajak, namun apabila wajib pajak tidak menanggapinya maka fiskus akan melakukan penyitaan terhadap barang bergerak dan barang tidak bergerak meliputi mobil, perhiasan, uang tunai, dan lain-lain, sedangkan barang tidak bergerak meliputi tanah, bangunan, dan lain-lain.

Sesuai Pasal 4 ayat (2) PP Nomor 135 Tahun 2000 diatur bahwa dalam melaksanakan penyitaan, juru sita pajak harus memperlihatkan kartu tanda pengenal juru sita pajak, memperlihatkan Surat Perintah Melaksanakan Penyitaan dan memberitahukan tentang maksud dan tujuan penyitaan. Ketentuan ini dimaksudkan agar memberikan kepastian pada penanggung pajak bahwa juru sita memang benar-benar menjalankan penugasan yang berasal dari pejabat, dan penanggung pajak dapat diyakinkan bahwa maksud dan tujuan penyitaan adalah untuk pelunasan utang pajak penanggung pajak.

Penyitaan yang dilakukan oleh juru sita yang sebelumnya telah ditunjuk dan diambil sumpahnya dan didampingi oleh dua saksi ( dewasa, penduduk Indonesia, dikenal dan dapat dipercaya ). Penyitaan ini dilakukan sebagai rangkaian tindak penyidik untuk mengambil alih atau menyimpan dibawah, berupa benda bergerak,berwujud atau tidak berwujud untuk kepentingan pembuktian dalam penyidik dan penuntuan dalam pengadilan disebabkan wajib pajak telah melalaikan


(12)

kewajiban yang harus dipenuhinya. Setiap melaksanakan penyitaan, juru sita pajak, penanggung pajak, dan saksi saksi.

Dari penjelasan diatas maka penulis tertarik untuk memahami, dan mendalami dengan melakukan penelitian yang berjudul “Pelaksanaan Prosedur Penyitaan Barang Wajib Pajak Akibat Utang Pajak di Kantor Pelayanan Pajak Pratama Lubuk Pakam“

B. Tujuan dan Manfaat Praktik Kerja Lapangan Mandiri ( PKLM)

1. Tujuan Praktik Kerja Lapangan Mandiri (PKLM)

Adapun tujuan yang ingin dicapai dalam pelaksanaan Praktik Kerja Lapangan Mandiri (PKLM) ini adalah :

1.1 Untuk mengatahui faktor-faktor yang menyebabkan wajib pajak tidak menaati ketentuan perundang-undangan perpajakan yang berlaku. 1.2 Untuk mengatahui pelaksanaan prosedur penyitaan terhadap barang

yang bergerak atau tidak bergerak yang dilakukan oleh juru sita

2. Manfaat Praktik Kerja Lapangan Mandiri ( PKLM ) ini adalah :

2.1 Bagi Mahasiswa

a. Guna merangsang mahasiswa untuk beraktifitas dalam melakukan pekerjaan secara efisiensi dan efektif melalui Praktik Kerja Lapangan Mandiri ( PKLM ) .


(13)

4

b. Guna mendorong mahasiswa untuk belajar mengatahui bagaimana dunia kerja yang sebenarnya dan menjadikan mahasiswa sebagai tenaga ahli yang siap pakai.

c. Untuk menciptakan dan menumbuh kembangkan rasa tanggung jawab, profesionalisme serta kedisiplinan yang nantinya hal-hal tersebut sangat dibutuhkan ketika memasuki dunia kerja yang sebenarnya.

d. Secara akademis penelitian ini diharapkan dapat menambah pengatahuan dan wawasan mahasiswa tentang ilmu pajak pada umumnya dan pelaksanaan prosedur penyitaan pajak pada khususnya.

2.2 Bagi Kantor Pelayanan Pajak Pratama Lubuk Pakam

a. Sebagai sarana untuk mempererat hubungan yang positif antara Kantor Pelayanan Pajak Lubuk Pakam dengan lembaga pendidikan khususnya Universitas Sumatera Utara.

b. Guna memenuhi kebutuhan akan tenaga-tenaga terampil yang sesuai dengan keahlian dan nantinya merupakan tenaga ahli yang siap pakai sesuai dengan bidang ilmu yang ditekuni.

c. Dapat dijadikan masukan dalam pembenahan kebijaksanaan yang telah dilaksanakan oleh Kantor Pelayanan Pajak Lubuk Pakam.


(14)

2.3 Bagi Program Studi Diploma III Administrasi Perpajakan Universitas Sumatra Utara

a. Dengan adanya Praktik Kerja Lapangan Mandiri ( PKLM ) ini, dapat digunakan oleh dosen sebagai tambahan materi dalam mata kuliah yang berhubungan dengan apa yang disampaikan oleh penulis.

b. Membuka interaksi antara dosen dengan instansi yang bersangkutan dalam memberikan uji nyata mengenai ilmu pengatahuan yang diterima mahasiswa melalui Praktik Kerja Lapangan Mandiri ( PKLM ).

c. Guna meningkatkan profesionalisme, memperluas wawasan serta memantapkan pengatahuan dan keterampilan mahasiswa dalam menerapkan ilmunya khususnya di bidang perpajakan.

C. Uraian Teoritis

1. Definisi Umum

1.1 Pengertian Pajak

Beberapa definisi pajak menurut para ahli :

Prof.Dr.P.J.A Adriani menyatakan bahwa pajak adalah iuran kepada negara (yang dapat dipaksakan) yang terutang oleh mereka yang wajib membayarnya menurut peraturan tanpa mendapat prestasi kembali yang langsung dapat ditunjuk dan yang kegunaannya untuki membiayai pengeluaran umum terkait dengan tugas negara dalam menyelenggarakan pemerintahan.Leroy Beaulieu, seorang sarjana dari


(15)

6

Perancis dalam bukunya mengemukakan ”Pajak adalah bantuan,baik secara langsung maupun tidak yang dipaksakan oleh kekuasaan publik dari penduduk atau dari barang,untuk menutup belanja pemerintah” (Traite de la science des finances,1906).

Rochmat Sumitro dalam Resmi (2008 : 1) menyatakan bahwa pajak adalah iuran rakyat kepada kas negara berdasarkan undang-undang (yang dapat dipaksakan) dengan tidak mendapat jasa timbal balik (kontraprestasi yang langsung dapat ditunjukan, dan yang digunakan untuk membayar pengeluaran umum. Pengertian tersebut kemudian disempurnakan menjadi, pajak adalah peralihan kekayaan dari pihak rakyat kepada kas Negara untuk membiayai pengeluaan rutin dan ‘surplus’-nya digunakan untuk simpanan publik (public saving) yang merupakan sumber utama untuk membiayai investasi public (public investment).

Menurut N.J.Feldman Pajak adalah prestasi yang di paksakan oleh sepihak dam terutang kepada pengusaha oleh pihak yang terutang kepaada pengusaha (menurut norma-norma yang ditetapkan secara umum),tanpa adanya kontraprestasi dan semata-mata digunakan untuk menutup pengeluaran-pengeluaran umum (Resmi,2008;2).

Dalam Wikipedia ensiklopedia bebas pajak adalah iuran rakyat kepada kas negara berdasarkan undang-undang sehingga dapat dipaksakan dengan tiada mendapat balas jasa secara langsung. Pajak dipungut penguasa berdasarkan norma-norma hukum untuk menutup biaya produksi barang-barang dan jasa kolektif untuk mencapai kesejahteraan umum.


(16)

Sedangkan menurut Undang-Undang No. 28 tahun 2007 disebutkan, “pajak adalah kontribusi wajib kepada negara yang terutang oleh orang pribadi atau badan yang bersifat memaksa berdasarkan Undang-Undang, dengan tidak mendapatkan imbalan secara langsung dan digunakan untuk keperluan negara untuk sebesar-besarnya kemakmuran rakyat”

Dari definisi pajak tersebut, dapat disimpulkan bahwa ciri-ciri yang melekat dengan pengertian pajak yaitu :

a. Pajak dipungut berdasarkan atau dengan kekuatan Undang-Undang serta aturan pelaksanaan.

b. Tanpa jasa timbal balik dari negara yang secara langsung dapat ditunjuk. Dalam pembayaran pajak tidak dapat ditunjukan adanya kontraprestasi individual oleh pemerintah.

c. Pajak dipungut oleh negara baik pemerintah pusat maupun pemerintah daerah.

d. Pajak diperuntukkan bagi pengeluaran-pengeluaran pemerintah, yang bila dari pemasukannya masih terdapat surplus, digunakan untuk membiayai public investment yaitu pengeluaran yang bermanfaat bagi masyarakat luas. Dengan kata lain pajak dapat juga dikatakan sebagai balas jasa yang dapat diberikan masyarakat kepada pemerintah atas fasilitas-fasilitas yang dapat dinikmati untuk dapat hidup dalam suatu negara secara layak.


(17)

8

1.2Pengertian Penagihan Pajak

Menurut Undang-Undang No.19 Tahun 2000 Pasal 1 Tentang Penagihan Pajak Dengan Surat Paksa yang dimaksud dengan Penagihan Pajak adalah serangkaian tindakan agar penanggung pajak melunasi utang pajak dan biaya penagihan pajak dengan menegur atau memperingatkan, melaksanakan penagihan seketika dan sekaligus, memberitahukan surat paksa, mengusulkan pencegahan, melaksanakan penyitaan, melaksanakan penyanderaan, menjual barang yang telah disita.

1.3Pengertian Penyitaan

Menurut Undang-Undang No. 19 Tahun 2000 Pasal 1 tentang Penagihan Pajak Dengan Surat Paksa yang dimaksud dengan Penyitaan Pajak adalah tindakan Jurusita pajak untuk menguasai barang penanggung pajak, guna dijadikan jaminan untuk melunasi utang pajak menurut peraturan perundang-undangan.

Dalam pelaksanaan pemungutan pajak, walaupun fiskus telah melakukan tindakan penagihan sampai menerbitkan dan menyampaikan Surat Paksa terhadap Wajib Pajak/Penanggung Pajak, tetapi masih banyak Wajib Pajak/Penanggung Pajak yang tidak melunasi utang pajaknya. Oleh karena itu, fiskus melaksanakan tindakan penyitaan terhadap Wajib Pajak/Penanggung Pajak yang tidak membayar utang pajaknya.


(18)

Adapun tujuan dari penyitaan adalah memperoleh jaminan pelunasan utang pajak Wajib Pajak/Penanggung Pajak. Tindakan penyitaan tersebut sangat diperlukan sebagai alat paksa yang dapat dilakukan oleh fiskus untuk memaksa Wajib Pajak/Penanggung Pajak agar melunasi utang pajaknya.

2. Jenis Pajak

Terdapat berbagai jenis pajak yang dapat dikelompokkan menjadi tiga, yaitu pengelompokkan menurut golongan, menurut sifat, dan menurut lembaga pemungutnya.

2.1 Menurut golongan pajak dikelompokkam menjadi dua, yaitu :

a. Pajak langsung adalah pajak yang harus dipikul atau ditanggung sendiri oleh Wajib Pajak dan tidak dapat dilimpahkan atau dibebankan kepada orang lain atau pihak lain.

b. Pajak tidak langsung adalah pajak yang pada akhirnya dapat dibebankan atau dilimpahkan kepada orang lain atau pihak ketiga. Pajak tidak langsung terjadi jika terdapat suatu kegiatan, peristiwa, atau perbuatan yang menyebabkan terutangnya pajak, misalnya terjadi penyerahan barang atau jasa.

2.2 Menurut sifat pajak dikelompokkan menjadi dua, yaitu :

a. Pajak subjektif adalah pajak yang pengenaannya memerhatikan keadaan pribadi Wajib Pajak atau pengenaan pajak yang memerhatikan keadaan subjeknya.


(19)

10

b. Pajak objektif adalah pajak yang pengenaannya memerhatikan objeknya baik berupa benda, keadaan, perbuatan, atau peristiwa yang mengakibatkan timbulnya kewajiban membayar pajak, tanpa memerhatikan keadaan pribadi Subjek Pajak.

2.3 Menurut lembaga pemungut pajak dikelompokkan menjadi dua, yaitu : a. Pajak negara (pajak pusat) adalah pajak yang dipungut oleh pemerintah pusat dan digunakan untuk membiayai rumah tangga negara pada umumnya.

b. Pajak daerah adalah pajak yang dipungut oleh pemerintah daerah tingkat I (pajak provinsi) maupun daerah tingkat II (pajak kabupaten/kota) dan digunakan untuk membiayai rumah tangga daerah masing-masing.

3. Fungsi Pajak

Pajak yang telah dipungut dari masyarakat ke kas Negara memiliki fungsi yaitu fungsi budgetair dan fungsi regularend.

3.1 Fungsi Budgetair (Sumber Keuangan Negara)

Artinya pajak merupakan salah satu sumber penerimaan pemerintah untuk membiayai pengeluaran untuk membiayai pengeluaran baik rutin maupun pembangunan. Sebagai sumber keuangan negara, pemerintah berupaya memasukkan uang sebanyak-banyaknya untuk kas negara. Upaya tersebut ditempuh dengan cara ekstensifikasi


(20)

maupun intensifikasi pemotongan pajak melalui penyempurnaan peraturan perpajakan.

3.2 Fungsi Regular (Pengatur)

Artinya pajak sebagai alat untuk mengatur atau melaksanakan kebijakan pemerintah dalam bidang social dan ekonomi, serta mencapai tujuan-tujuan tertentu di luar bidang keuangan.

4. Dasar Hukum Penyitaan

Dasar hukum pelaksanaan penyitaan/penyenderaan terhadap barang wajib pajak sebagai berikut :

1. Undang-Undang Nomor 16 Tahun 2009 Tentang Penetapan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang Nomor 5 Tahun 2008 Tentang Perubahan Keempat atas Undang-Undang Nomor 6 Tahun 1983 Tentang Ketentuan dan Tata Cara Perpajakan

2. Undang Nomor 19 Tahun 2000 Tentang Perubahan Undang-Undang Nomor 19 Tahun 1997 Tentang Penagihan Pajak dengan Surat Paksa :

3. Peraturan Pemerintah ( PP ) Nomor 135 Tahun 2000 Tentang Tata Cara Penyitaan Dalam Rangka Penagiihan Pajak dengan Surat Paksa.


(21)

12

4. Peraturan Pemerintah ( PP ) Nomor 137 Tahun 2000 Tentang Tempat dan Tata Cara Penyanderaan, Rehabilitasi Nama Baik Penanggung Pajak dan Pemberian Ganti Rugi dalam Rangka Penagihan dengan Surat Paksa..

5. Keputusan Menteri Keuangan Nomor 563/KMK 04/2000 Tentang Pemblokiran dan Penyitaan Harta Kekayaan Penanggung Pajak yang tersimpan pada Bank dalam rangka penagihan pajak dengan surat paksa. 6. Keputusan Menteri Keuangan Nomor 562/KMK.04/2000 Tentang

Penagihan Pajak dengan Surat Paksa sebagaimana telah di ubah dengan Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2000, perlu menetapkan Keputusan Kementerian Keuangan Tentang Syarat-Syarat, Tata Cara Pengangkatan dan Pemberitahuan Jurusita Pajak.

D. Ruang Lingkup Praktik Kerja Lapangan Mandiri ( PKLM )

Adapun yang menjadi ruang lingkup dari PKLM ini antara lain :

1. Pelaksanaan prosedur penyitaan pada Kantor Pelayanan Pajak Pratama Lubuk Pakam

2. Faktor penghambat pelaksanaan prosedur penyitaan pada Kantor Pelayanan Pajak Pratama Lubuk Pakam

3. Cara penyelesaian masalah dalam pelaksanaan prosedur penyitaan pada Kantor Pelayanan Pajak Pratama Lubuk Pakam.


(22)

Kegiatan yang dilaksanakan dalam PKLM adalah disini penulis akan berusaha semaksimal mungkin untuk mengetahui hal yang berkaitan dengan Pelaksanaan Prosedur Penyitaan Barang Wajib Pajak Akibat dari Utang Pajak dan akan mencari informasi yang berasal dari Kantor Pelayanan Pajak Pratama Lubuk Pakam. Sebagai bahan referensi untuk mengetahui Pelaksanaan Prosedur Penyitaan Barang Wajib Pajak Akibat Utang Pajak di Kantor Pelayanan Pajak ( KPP ) Pratama Lubuk Pakam

E. Metode Praktik Kerja Lapangan Mandiri ( PKLM )

Tahap-tahap yang digunakan untuk mengumpulkan data dan informasi dalam Praktik Kerja Mandiri ( PKLM ) adalah :

1. Tahap Persiapan

Dalam tahap ini penulis melakukan tahapan berikut :

1.1 Memilih jenis pajak yang akan dijadikan judul yang akan dibahas

1.2 Mengajukan judul kepada ketua Program Studi Diploma III Administrasi Perpajakan Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik

1.3 Persetujuan penentuan judul tempat Praktik Kerja Lapangan Mandiri oleh Ketua Program Studi Diploma III Administrasi Perpajakan

1.4 Penyusunan Proposal Praktek Kerja Lapangan Mandiri

1.5 Memohon surat pengantar Praktik Kerja Lapangan Mandiri dari pihak fakultas / Program Studi Diploma III Administrasi Perpajakan


(23)

14

2. Studi Literatur

Merupakan dasar teori yang mendukung laporan ini menyangkut masalah yang dibahas yang berasal dari buku-buku, peraturan perundang-undangan perpajakan, artikel ilmiah,catatan-catatan maupun bahasa tertulis yang berhubungan dengan Laporan Praktik Kerja Lapangan Mandiri.

3. Observasi Lapangan

Pengamatan yang dilakukan sesuai dengan data-data yang ada pada instansi yang bersangkutan mengenai objek studi khususnya Pelaksanaan Prosedur Penyitaan Barang-barang Wajib Pajak Akibat Dari Utang Pajak di Kantor Pelayanan Pajak Pratama Lubuk Pakam.

4. Pengumpulan Data.

Mengumpulkan data-data yang berhubungan dengan Pelaksanaan Prosedur Penyitaan Barang-barang Wajib Pajak Akibat Utang Pajak di Kantor Pelayanan Pajak Pratama Lubuk Pakam melalui penelitian keputusan dan penelitian lapangan.

5. Analisis Data dan Evaluasi

Kegiatan-kegiatan yang dilakukan dalam menganalisis dan mengevaluasi data yang meliputi :


(24)

a. Penggunaan teknik-teknik analisis yang sesuai dengan bentuk dan macam yang diperoleh sesuai tuntuan permasalahan Praktik Kerja Lapangan Mandiri ( PKLM )

b. Pengelolahan data dengan melakukan coding, editing, dan tabulating.

F. Metode Pengumpulan Data

Untuk mengumpulkan data dan informasi yang diperlukan dalam Praktik Kerja Lapangan Mandiri ( PKLM ) ini, maka penulis menggunakan Metode Pengumpulan Data sebagai berikut :

1. Obeservasi (Observation)

Pengumpulan data dengan melakukan pengamatan langsung tentang objek Praktik Kerja Lapangan Mandiri ( PKLM ).

2. Wawancara (Interview)

Pengumpulan data dengan melakukan wawancara langsung yang melibatkan pegawai ( key person ) pada instansi yang bersangkutan baik secara lisan maupun tulisan yang berhubungan dengan objek studi.

3. Daftar Dokumentasi (Optional)

Mengumpulkan berbagai dokumen administrasi, peraturan atau dasar hukum yang berhubungan dengan objek Praktik Kerja Lapangan Mandiri (PKLM)


(25)

16

G. Sistematika Penulisan Laporan Praktik Kerja Lapangan Mandiri (PKLM)

Adapun yang menjadi tujuan pembuatan sistematika penulisan laporan akhir ini agar penulisan lebih terarah, dan membatasi permasalahan yang akan dibahas atas beberapa bab sesuai dengan penelitian serta mempermudah pemahaman dalam penulisan laporan ini. Sistematis penulisan PKLM dibuat dalam 5 (lima) bab dan dilengkapi dengan su bab dan diberi penjelasan yang terperinci, yaitu :

BAB I PENDAHULUAN

Dalam bab I penulis mengemukakan Latar Belakang Praktik Kerja Lapangan Mandiri, Tujuan dan Manfaat Praktik Kerja Lapangan Mandiri, Uraian Teoritis, Ruang Lingkup Praktik Kerja Lapangan Mandiri, Metode Praktik Kerja Lapangan Mandiri, Metode Pengumpulan Data, dan Sistematika Penulisan Laporan Praktik Kerja Lapangan Mandiri.

BAB II GAMBARAN UMUM KANTOR PELAYANAN PAJAK PRATAMA LUBUK PAKAM

Pada bab ini dibahas mengenai sejarah singkat tentang berdirinya kantor Pelayanan Pajak Pratama Lubuk Pakam, Visi dan Misi Kantor Pelayanan Pajak Pratama Lubuk Pakam, Peta Wilayah dan Letak Geografis Kantor Pelayanan Pajak Pratama Lubuk pakam, Struktur Organisasi, Uraian Tugas dan Fungsi Dari Setiap Seksi Di Kantor Pelayanan Pajak Pratama Lubuk Pakam.


(26)

BAB III GAMBARAN DATA MAUPUN TEORI PENDUKUNG PENYITAAN BARANG WAJIB PAJAK AKIBAT UTANG PAJAK

Pada bab ini penulis akan menguraikan tentang hal-hal maupun teori yang berhubungan dengan penyitaan pajak, antara lain penjelasan tentang kewajiban perpajakan, tata cara pelaksanaan penagihan dan penyitaan barang wajib pajak oleh Kantor Pelayanan Pajak Pratama Lubuk Pakam.

BAB IV ANALISA DAN EVALUASI

Pada Bab IV penulis akan menganalisa data dan informasi yang telah dikumpulkan, yaitu bagaimana Pelaksanaan Prosedur Penyitaan Barang Bergerak dan Tidak Bergerak, serta Mengapa Timbul Hutang Pajak tersebut.

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN

Penulis menarik kesimpulan dari uraian yang ada dan memberikan saran yang dapat dijadikan masukan bagi Kantor Pelayanan Pajak Pratama Lubuk Pakam dalam menghadapi permasalahan yang menyangkut pelaksanaan penyitaan barang-barang wajib pajak akibat dari utang pajak.

LAMPIRAN


(27)

BAB II

GAMBARAN UMUM OBJEK/LOKASI PRAKTIK KERJA LAPANGAN MANDIRI

A. Sejarah Singkat Kantor Pelayanan Pajak Pratama Lubuk Pakam

Untuk mengimplementasikan konsep administrasi perpajakan modern yang berorientasi pada pelayanan dan pengawasan, maka struktur organisasi Direktorat Jendral Pajak perlu diubah, baik di level kantor pusat sebagai pembuat kebijakan maupun di level kantor operasional sebagai pelaksana implementasi kebijakan. Sebagai langkah pertama, untuk memudahkan wajib pajak. Kantor Pajak dibagi atas 3 jenis, yaitu Kantor Pelayanan Pajaka (KPP), Kantor Pelayanan Pajak Bumi dan Bangunan (KPPBB), Kantor Pemeriksaan dan Penyidikan (Karipka), dilebur menjadi Kantor Pelayanan Pajak (KPP). Struktur yang berbasis fungsi yang diterapkan kepada KPP dengan sistem administrasi yang modern untuk dapat merealisasikan debirokratisasi pelayanan sekaligus melakasanakan pengawasan terhadap wajib pajak secara lebih sistematis berdasarkan analisis resiko unit vertikal Direktorat Jendral Pajak didbedakan berdasarkan segmentasi Wajib Pajak, yaitu KPP Wajib Pajak Besar, KPP Madya, KPP Pratama. Dengan pembagian seperti ini, diharapkan strategi dan pendekatan terhadap wajib pajak pun dapat disesuaikan dengan karakteristik wajib pajak yang ditanganin, sehingga hasil yang diperoleh dapat lebih optimal. Pada tahap pertama, dibentuk kantor wilayah (Kanwil) dan 2 Kantor Pelayanan Pajak


(28)

Wajib Pajak Besar pada bulan Juli Tahun 2002 untuk mengadministrasikan 300 Wajib Badan terbesar di seluruh Indonesia sebagai Pilot Project. Karena program modernisasi yang diterapkan pada Kantor Pelayanan Pajak Wajib Pajak (KPPWP) besar dianggap cukup berhasil, maka konsep yang kurang lebih sama dicoba untuk diterapkan pada KPP lain secara bertahap, dimana sampai akhir Tahun 2007, 22 Kanwil dan 202 KPP (3 KPP WP besar, 28 KPP Madya, dan 171 KPP Pratama) telah berhasil dimodernisasi. Pada akhir Tahun 2006, struktur organisasi KPP Direktorat Jendral Pajak disempurnakan bersamaan dengan penerapan administrasi modern. Pada Tahun 2008, seluruh kantor diluar Jawa dan Bali akan dimodernsasi dengan dibentuknya 128 KPP Pratama untuk menggantikan seluruh Kantor Pajak yang ada di daerah tersebut. Perbedaan utama antara KPP Pratama dengan KPP Wajib Pajak Besar maupun Madya antara lain dengan adanya seksi Ekstesnsifikasi pada KPP Pratama, sehingga dapat dikatan pula KPP Pratama merupakan ujung tombak bagi Direktorat Jendral Pajak untuk menambah rasio perpajakan di Indonesia.

Kantor Pelayanan Pajak adalah Instansi Vertikal Direktorat Jendral Pajak yang berada di bawah ini dan bertanggung jawab langsung kepada kepala kantor. KPP Pratama akan melayani Pajak Penghasilan (PPh), Pajak Pertambahan Nilai PPN). Selain itu KPP Pratama juga melakukan pemeriksaan untuk menguji kepatuhan pemenuhan kewajiban perpajakan tetapi bukan sebagai lembaga yang memutuskan keberatan, struktur organisi KPP Pratama berdasarkan Fungsi Pajak bukan jenis pajak.


(29)

20

Pada KPP Pratama terdapat Account Representative (AR) yang memiliki tugas antara lain memantau keadaan Wajib Pajak dan penghubung wajib pajak untuk berkonsultasi. Keberadaan AR di setiap KPP Pratama merupakan bentuk peningkatan pelayanan wajib pajak. Dengan perubahan struktur organisasi baru, maka wajib pajak akan dilayanin oleh AR yang telah ditunjuk sehingga akan terjalin saling keterbukaan. Pembentukan KPP Pratama merupakan bagian program reformasi birokrasi perpajakan yang sifatnya komprehensif dan telah berjalan sejak tahun 2002 ditandai dengan terbentuknya Kantor Wilayah (Kanwil) dengan Kantor Pelayanan Pajak Wajib Pajak Besar. Terbentuknya KPP Pratama ini secara otomatis Kantor Pelayanan Pajak Bumi dan Bangunan (KPPBB) dan Kantor Pemeriksaan dan Penyidikan (Karipka) tidak ada lagi. Langkah ini diambil sebagai bagian dari usaha meningkatkan pelayanan kepada Wajib Pajak untuk memberikan pelayanan yang lebih baik dan personal dalam pelaksaan good governance.

B. Visi Dan Misi Kantor Pelayanan Pajak (KPP) Pratama Lubuk Pakam 1. Visi Kantor Pelayanan Pajak (KPP) Pratama Lubuk Pakam

Menjadi institusi pemerintah yang menyelenggarakan sistem administrasi perpajakan yang modern yang efektif, efisien dan dipercaya masyarakat dengan integritas dan profesionalisme yang tinggi.


(30)

2. Misi Kantor Pelayanan Pajak (KPP) Pratama Lubuk Pakam

Menghimpun penerimaan pajak Negara berdasarkan Undang-Undang Perpajakan yang mampu mewujudkan kemandirian pembiayaan Anggaran Pendapatan Belanja Negara (APBN) melalui sistem Administrasi perpajakan yang efisien dan efektif.

3. Penjelasan Visi Kantor Pelayanan Pajak (KPP) Pratama Lubuk Pakam

Sebagaimana kebijakan yang telah dicanangkan oleh Kantor Pusat Direktorat Jendral Pajak, visi Kantor Pelayanan Pajak Lubuk Pakam adalah “Menjadi Model Pelayanan Masyarakat yang Dipercaya dan Dibanggakan Masyarakat”.

Visi tersebut merefleksikan cita-cita Kantor Pelayanan Pajak Pratama Lubuk Pakam untuk menjadi Public Service yang berstandar tinggi baik dari sisi kualitas aparat maupun manajemennya sehingga eksistensi dan kinerjanya mampu memenuhi harapan masyarakat sebagai institusi yang memiliki citra baik dan bersih.

4. Penjelasan Misi Kantor Pelayanan Pajak (KPP) Pratama Lubuk Pakam

Misi Direktorat Jendral Pajak menjadi 4 aspek, yaitu :

1. Misi Fiskal, yaitu menghimpun penerimaan dalam Negeri dai sektor pajak yang mampu menunjang kemandirian pembiayaan pemerintah berdasarkan Undang-Undang Perpajakan dengan tingkat efektifitas dan efisiensi yang tinggi.


(31)

22

2. Misi Ekonomi, yaitu mendukung kebijaksanaan pemerintah dalam mengatasi permasalahan ekonomi bangsa dengan kebijakan perpajakan yang meminimalkan disitorsi.

3. Misi Politik, yaitu mendukung proses demokratis bangsa.

4. Misi Kelembagaan , yaitu senantiasa memperbaruhi diri, selaras dengan aspirasi masyarakat dan teknokrasi perpajakan serta administrasi perpajakan yang mutakhir.

Misi tersebut sebagai salah satu pernyataan tujuan keberadaan (eksistensi). Tugas, fungsi, peranan, dan tanggung jawab Direktorat Jendral Pajak maupun Kantor Pelayanan Pajak Pratama Lubuk Pakam sebagaimana diamanatkan dalam Undang-Undang dan Peraturan serta Kebijakan Pemerintah dengan dijiwai prinsip dan nilai-nilai strategis organisasi di berbagai bidang


(32)

C.Peta Wilayah Dan Alamat Kantor Pelayanan Pajak (KPP) Pratama Lubuk Pakam

Gambar 1.1

Dari gambar 1.1 diatas tentang peta wilayah Kantor Pelayanan Pajak (KPP) Pratama Lubuk Pakam, Kantor Pelayanan Pajak (KPP) Pratama Lubuk Pakam mencakup 18 kecamatan yang terdiri dari :

1. Kecamatan Labuhan Deli 10. Kecamatan Namorambe 2. Kecamatan Hamparan Perak 11. Kecamatan Kutalimbaru 3. Kecamatan Percut Sei Tuan 12. Kecamatan Biru-Biru 4. Kecamatan Sunggal 13. Kecamatan STM Hilir 5. Kecamatan Batang Kuis 14. Kecamatan STM Hulu 6. Kecamatan Tanjung Morawa 15. Kecamatan Galang 7. Kecamatan Lubuk Pakam 16. Kecamatan Sibolangit


(33)

24

8. Kecamatan Delitua 17. Kecamatan Bangun Purba 9. Kecamatan Pancur Batu 18. Kecamatan Gunung Meriah

Penentuan lokasi Kantor Pelayanan Pajak (KPP) Pratama Lubuk Pakam merupakan salah satu faktor terpenting dalam memberikan kemudahan pelayanan kepada Wajib Pajak. Kantor Pelayanan Pajak (KPP) Pratama Lubuk Pakam terletak di Jl. P.Diponegoro Gedung Keuangan Negara Republik Indonesia Lantai 2 dan 4, Medan Sumatera Utara. Kantor Pemerintah ini disesuaikan dengan Rencana Tata Ruang Wilayah, kedekatan dengan lokasi wajib pajak, kedekatan dengan kantor pemerintahan, kedekatan dengan perbankan. Karena Kantor Pemerintah ini juga memudahkan pengawasan dan memberikan pelayanan terhadap wajib pajak dalam membayar pajak.

Kantor Pelayanan Pajak (KPP) Pratama Lubuk Pakam dikepalai oleh Kepala Kantor yang terdiri atas sub bagian Tata Usaha dan beberapa seksi yang dipimpin oleh Kepala Seksi. Agar lebih jelas dan transparan tentang keadaan dari Kantor Pelayanan Pajak (KPP) Pratama Lubuk Pakam, maka penulis akan menggambar kedudukan, tugas, fungsi, dan struktur organisasi Kantor Pelayanan Pajak (KPP) Pratama Lubuk Pakam.


(34)

D. Struktur Organisasi, Uraian Tugas Dan Fungsi Dari Seksi Di Kantor Pelayanan Pajak (KPP) Pratama Lubuk Pakam

Struktur organisasi adalah bagan yang menggambarkan secara sistematis mengenai penetapan tugas, fungsi dan wewenang serta tanggung jawab masing-masing dengan tujuan yang telah ditentukan sebelumnya. Tujuan struktur tersebut juga untuk membina keharmonisan kerja agar pekerjaan dapat dilaksanakan dengan efektif untuk mencapai yujuan secara maksimal.

Kantor Pelayanan Pajak (KPP) Pratama Lubuk Pakam dipimpin oleh seorang kepala kantor dan terdiri dari sebelas seksi yaitu :

1. Sub Bagian Umum

2. Seksi Pengolahan Data dan Informasi 3. Seksi Pelayanan

4. Seksi Penagihan

5. Seksi Ekstensifikasi Perpajakan 6. Kelompok Jabatan Fungsional

7. Seksi Pemeriksaan dan Kepatuhan Internal

8. Seksi Pengawasan dan Konsultasi I (WASKON I) 9. Seksi Pengawasan dan Konsultasi II (WASKON II) 10.Seksi Pengawasan dan Konsultasi III (WASKON III) 11.Seksi Pengawasan dan Konsultasi IV (WASKON IV )


(35)

26

1. Kepala KPP ( Kepala Kantor )

Kepala kantor mempunyai tugas dan fungsi sebagai berikut :

a. Mengkoordinasi penyusunan rencana kerja kantor sebagai bahan penyusunan rencana strategi kantor wilayah

b. Menkoordinasi penyusunan rencana pengamanan penerimaan pajak berdasarkan potensi pajak, perkembangan kegiatan ekonomi, keuangan, dan realsisasi penerimaan tahun lalu.

c. Mengkoordinasi pelaksanaan tindak lanjut nota kesepahaman (MOU) sesuai arahan kepala kantor wilayah

d. Mengkoordinasi rencana pencarian data strategis dan potensial dalam rangka intensifikasi/ekstensifikasi perpajakan.

e. Mengkoordinasi pengolahan data yang sumber datanya strategis dan potensial dalam rangka intensifikasi/ekstensifikasi perpajakan. f. Mengkoordinasi pembuatan risalah perincian dasar pengenaan

pemotongan atau pemungutan pajak atas permintaan wajib pajak berdasarkan hasil penghitungan ketetapan pajak.

g. Mengkoordinasi penyusunan monografi perpajakan.

h. Mengkoordinasi pemantauan pelaporan dan pembayaran masa dan tahunan Pph, pembayaran masa PPN/PPnBM dan PBB sektor Perkebunan, Perhutanan, dan Perikanan (P3) untuk mengetahui tingkat kepatuhan wajib pajak serta mengndalikan pelaksanaan pemeriksaan pajak.


(36)

2. Sub Bagian Umum

Tugas dan fungsi:

a. Melakukan urusan tata usaha b. Melakukan uruasan kepegawaian c. Melakukan urusan keuangan

d. Melakukan urusan dan perlengkapan rumah tangga

3. Seksi Pengolahan Data dan Informasi

Tugas dan fungsi:

a. Pengumpulan, pencarian, dan pengolahan data, penyajian informasi perpajakan

b. Perekaman dokumen perpajakan

c. Merekam SPT Masa PPN 1111, 1111A, dan 1111B d. Merekam SSP lembar 3

e. Merekam PPh Pasal 21 f. Merekam PPh Pasal 23/26 g. Merekam PPh Final Pasal 4 ayat

h. Melakukan urusan tata usaha penerimaan perpajakan i. Memberikan pelayanan dukungan teknis komputer j. Pemantauan aplikasi e-SPT dan e-Filing

k. Pelaksanaan i-SISMIOP dan SIG, l. Penyiapan laporan kinerja.


(37)

28

4. Seksi Pelayanan

Tugas dan fungsi:

a. Melakukan penetapan dan penerbitan produk hukum perpajakan b. Pengadministrasian dokumen dan berkas perpajakan

c. Menerima, meneliti, dan merekam surat permohonan dari Wajib Pajak dan surat-surat lainnya

d. Melakukan penerimaan dan pengolahan Surat Pemberitahuan Wajib Pajak dan surat lainnya

e. Melakukan Penyuluhan Perpajakan

f. Melakukan penatausahaan pendaftaran, pemindahan data, dan pencabutan identitas Wajib Pajak

g. Melakukan urusan kearsipan Wajib Pajak h. Melakukan Kerjasama Perpajakan.

5. Seksi Penagihan

Tugas dan Fungsi :

a. Bimbingan teknis pemeriksaan dan penagihan pajak b. Bimbingan administrasi pemeriksaan dan penagihan pajak

c. Pemantauan pelaksanaan teknis pemeriksaan dan penagihan pajak d. Bantuan pelaksanaan penagihan.

6. Seksi Ekstensifikasi Perpajakan


(38)

a. Melakukan pengamatan potensi perpajakan b. Pendataan objek dan subjek pajak

c. Pembentukan dan pemutakhiran basis data nilai objek pajak dalam menunjang ekstensifikasi

7. Kelompok Jabatan Fungsional

Kelompok jabatan fungsional terbagi atas : a. Pejabat fungsional pemeriksaan

b. Pejabat fungsional penilai yang bertanggung jawab secara langsung kepada kepala Kantor Pelayanan Pajak (KPP)

Dalam melaksanakan pekerjaannya, pejabat fungsional pemeriksa berkoordinasi dengan seksi pemeriksaan sedangkan pejabat fungsional penilai berkoordinasi dengan seksi ekstensifikasi.

8. Seksi Pemeriksaan dan Kepatuhan Internal

Seksi Pemeriksaan dan Kepatuhan Internal mempunyai tugas melakukan bimbingan teknis dan administrasi pemeriksaan, pemantauan pelaksanaan kebijakan teknis pemeriksaan, dan penelaahan hasil pelaksanaan pekerjaan pejabat fungsional pemeriksa pajak, pemantauan pengendalian internal, pengelolaan resiko, kepatuhan terhadap kode etik dan disiplin, dan tindak lanjut hasil pengawasan, serta penyiapan bahan rekomendasi perbaikan proses bisnis.


(39)

30

Tugas dan Fungsi :

a. Melakukan pengawasan kepatuhan kewajiban perpajakan wajib pajak

b. Membimbing/menghimbau kepada wajib pajak dan konsultasi teknis perpajakan

c. Melakukan penyusunan profil wajib pajak d. Menganalisis kinerja wajib pajak

e. Memberikan konsultasi kepada wajib pajak tentang ketenuan peraturan perundang-undangan perpajakan

f. Memberikan usulan pembentukan ketetapan pajak g. Melakukan evaluasi hasil banding

h. Melakukan rekonsiliasi data wajib pajak dalam rangka melakukan intensifikasi.


(40)

BAB III

GAMBARAN DATA DAN TEORI TENTANG PRAKTIK KERJA LAPANGAN

A.Ketentuan Umum Perpajakan Menurut UU KUP No. 16 Tahun 2009

1. Pajak adalah kontribusi wajib kepada Negara yang terutang oleh Orang Pribadi (OP) atau badan yang bersifat memaksa berdasarkan Undang-Undang, dengan tidak mendapatkan imbalan secara langsung dan digunakan untuk keperluan Negara bagi sebesar-besarnya kemakmuran rakyat.

2. Wajib Pajak adalah orang pribadi atau badan, meliputi pembayar pajak, pemotong pajak dan pemungut pajak, yang mempunyai hak dan kewajiban perpajakan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan perpajakan.

3. Masa Pajak adalah jangka waktu yang menjadi dasar bagi wajib pajak untuk menghitung, menyetor, melaporkan pajak yang terutang dalam jangka waktu tertentu sebagaimana ditentukan dalam Undang-Undang ini.

4. Tahun Pajak adalah jangka waktu 1 (satu) tahun kalender kecuali bila wajib pajak menggunakan tahun buku yang tidak sama dengan tahun kalender. 5. Pajak Terutang adalah pajak yang harus dibayar pada suatu saat, dalam Masa

Pajak, dalam Tahun Pajak, atau dalam Bagian Tahun Pajak sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan perpajakan.


(41)

32

6. Surat Setoran Pajak adalah bukti pembayaran atau penyetoran pajak yang telah dilakukan dengan menggunakan formulir atau telah dilakukan dengan cara lain ke kas Negara melalui tempat pembayaran yang ditunjuk oleh Menteri Keuangan.

7. Surat Ketetapan Pajak adalah surat ketetapan yang meliputi Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar, Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar Tambahan, Surat Ketetapan Pajak Nihil, atau Surat Ketetapan Pajak Lebih Bayar.

8. Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar adalah surat ketetapan pajak yang menentukan besarnya jumlah pokok pajak, jumlah kredit pajak, jumlah kekurangan pembayaran pokok pajak, besarnya sanksi administrasi, dan jumlah pajak yang masih harus dibayar.

9. Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar Tambahan adalah surat ketetapan pajak yang mnentukan tambahan atas jumlah pajak yang telah ditetapkan.

10.Surat Ketetapan Pajak Nihil adalah surat ketetapan pajak yang menentukan jumlah pokok pajak sama besarnya dengan jumlah kredit pajak atau pajak tidak terutang dan tidak ada kredit pajak.

11.Surat Ketetapan Pajak Lebih Bayar adalah surat ketetapan pajak yang menentukan jumlah kelebihan pembayaran pajak karena jumlah kredit pajak lebih besar daripada pajak yang terutang atau seharusnya tidak terutang.

12.Surat Tagihan Pajak adalah surat untuk melakukan tagihan pajak dan atau sanksi administrasi berupa bunga dan atau denda.


(42)

13.Surat Paksa adalah surat perintah membayar utang pajak dan biaya penagihan pajak

14.Surat Keputusan Pembetulan adalah surat keputusan yang membetulkan kesalahan tulis, kesalahan hitung, dan atau kekeliruan penerapan ketentuan tertentu dalam peraturan perundang-undangan perpajakan yang terdapat dalam suatu ketetapan pajak, Surat Tagihan Pajak, Surat Keputusan Pembetulan, Surat Keputusan Keberatan, Surat Keputusan Pengurangan Sanksi Administrasi, Surat Keputusan Penghapusan Sanksi Administrasi, Surat Keputusan Pengurangan Ketetapan Pajak, Surat Keputusan Pembatalan Ketetapan Pajak, Surat Keputusan Pengembalian Pendahuluan Kelebihan Pajak, atau Surat Keputusan Pemberian Imbalan Bunga.

15.Surat Keputusan Keberatan adalah surat keputusan atas keberatan terhadap surat ketetapan pajak atau terhadap pemotongan atau pemungutan oleh pihak ketiga yang diajukan oleh Wajib pajak.

16.Putusan Banding adalah putusan badan peradilan pajak atas banding terhadap Surat Keputusan Keberatan yang diajukan oleh Wajib Pajak.

17.Putusan Gugatan adalah putusan badan peradilan pajak atas gugatan terhadap hal-hal yang berdasarkan ketentuan peraturan perundang-undangan perpajakan dapat diajukan gugatan.

18.Putusan Peninjauan Kembali adalah putusan Mahkamah Agung atas permohonan peninjauan kembali yang diajukan oleh Wajib Pajak atau oleh


(43)

34

Direktur Jenderal Pajak terhadap Putusan Banding atau Putusan Gugatan dari badan peradilan pajak.

19.Surat Keputusan Pengembalian Pendahuluan Kelebihan Pajak adalah surat keputusan yang menentukan jumlah pengembalian pendahuluan kelebihan pajak untuk Wajib Pajak tertentu.

20.Surat Keputusan Pemberian Imbalan Bunga adalah surat keputusan yang menentukan jumlah imbalan bunga yang diberikan kepada Wajib pajak.

B.Hak Dan Kewajiban Wajib Pajak

Dalam rangka untuk lebih memberikan keadilan di bidang perpajakan yaitu antara keseimbangan hak negara dan hak warga Negara pembayar pajak, maka Undang-Undang Perpajakan yaitu Undang-Undang tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan mengakomodir mengenai hak dan kewajiban WajibPajak. Dalam melaksanakan kewajiban pajak akan terasa mudah jika Wajib Pajak (WP) memahami hak dan kewajiban Wajib Pajak.

Adapun kewajiban Wajib Pajak adalah sebagai berikut :

1. Kewajiban Mendaftarkan Diri. Sesuai dengan sistem self assessment maka Wajib Pajak mempunyai kewajiban untuk mendaftarkan diri ke KPPatau KP2KP yang wilayahnya meliputi tempat tinggal atau kedudukan Wajib Pajak untuk diberikan Nomor Pokok Wajib Pajak (NPWP) dan Pengukuhan Pengusaha Kena Pajak (PKP).


(44)

2. Kewajiban pembayaran pajak. Dalam hal kewajiban pembayaran, ada 4 hal yang mesti diperhatikan: a) WP wajib membayar sendiri pajak terutang, meliputi: pembayaran angsuran Pajak Penghasilan (PPh) setiap bulan (PPh Pasal 25) dan pembayaran kekurangan PPh selama setahun (PPh Pasal 29); b) WP wajib membayar PPh melalui pemotongan dan pemungutan oleh pihak lain, meliputi PPh Pasal 21, PPh Pasal 22, PPh Pasal 23, PPh Pasal 4 ayat (2), PPh Pasal 15 serta PPh Pasal 26 untuk Wajib Pajak Luar Negeri; c) WP wajib membayar PPN kepada pihak penjual atau pemberi jasa ataupun kepada pihak yang ditunjuk pemerintah; d) WP wajib membayar Pajak Bumi dan Bangunan (PBB) melalui Anjungan Tunai Mandiri (ATM) atau melalui perangkat desa. Dalam kewajiban pembayaran pajak, juga meliputi kewajiban untuk membayar atau melunasi utang pajak yang timbul karena pemeriksaan pajak. Utang pajak akibat hasil pemeriksaan bisa tercantum dalam: a) Surat Tagihan Pajak (STP); b) Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar (SKPKB); c) Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar Tambahan (SKPKBT); d) Surat Keputusan Pembetulan, e) Surat Keputusan Keberatan, f) Surat Putusan Banding yang menyebabkan jumlah pajak yang harus dibayar bertambah.

3. Kewajiban pemungutan/pemotongan pajak. Selain pembayaran yang dilakukan sendiri, terdapat mekanisme pembayaran lainnya, yaitu dengan mekanisme pemotongan/pemungutan yang dilakukan oleh pihak pemberi penghasilan. Pihak pemberi penghasilan adalah pihak yang ditunjuk berdasarkan ketentuan perpajakan untuk memotong/memungut, antara lain yang ditunjuk tersebut adalah bendahara pemerintah, subjek pajak badan dalam negeri, penyelenggara kegiatan, bentuk


(45)

36

usaha tetap atau perwakilan perusahaan luar negeri lainnya. Apabila WP tergolong sebagai subjek pajak badan dalam negeri, maka diwajibkan juga sebagai pemotong/pemungut pajak. Adapun jenis pemotongan/pemungutan adalah PPh Pasal 21, PPh Pasal 22, PPh Pasal 23, PPh Pasal 26, PPh Pasal 4 ayat 2, PPh Pasal 15 dan PPN dan PPn BM.

4. Kewajiban pelaporan pajak. Pajak yang telah dibayar tersebut wajib dilaporkan. Pelaporan pajak dapat disampaikan di tempat-tempat berikut: a) Kantor Pelayanan Pajak (KPP) tempat WP terdaftar atau Kantor Pelayanan, Penyuluhan dan Konsultasi Perpajakan (KP2KP) di lingkungannya; b) Drop Box; c) e-Filing; dan/atau d) Mobil Pajak atau Pojok Pajak. WP menggunakan Surat Pemberitahuan (SPT) sebagai sarana pelaporan dan pertanggungjawaban penghitungan jumlah pajak yang sebenarnya terutang. Selain itu, SPT juga digunakan untuk melaporkan pembayaran atau pelunasan pajak baik yang dilakukan WP sendiri maupun melalui mekanisme pemotongan dan pemungutan yang dilakukan oleh pihak pemotong/pemungut, melaporkan harta dan kewajiban, dan pembayaran dari pemotong atau pemungut tentang pemotongan dan pemungutan pajak yang telah dilakukan. SPT terdiri dari 2 (dua) macam, yaitu SPT Tahunan dan SPT Masa. 5. Kewajiban pembukuan/pencatatan. Pembukuan diwajibkan bagi WP Badan

dan WP Orang Pribadi yang melakukan kegiatan usaha atau pekerjaan bebas, dengan pengecualian apabila omsetnya dalam satu tahun di bawah Rp4,8 milyar. Sedangkan bagi WP Orang Pribadi yang melakukan kegiatan usaha atau pekerjaan bebas dengan omset di bawah Rp4,8 milyar setahun atau tidak melakukan kegiatan


(46)

usaha atau pekerjaan bebas, diwajibkan untuk melakukan pencatatan. Pembukuan dilaksanakan untuk mengumpulkan data dan informasi keuangan yang meliputi harta, kewajiban, modal, penghasilan dan biaya, serta jumlah harga perolehan dan penyerahan barang atau jasa, yang ditutup dengan menyusun laporan keuangan berupa neraca, dan laporan laba rugi untuk periode Tahun Pajak tersebut. Sedangkan pencatatan dilaksanakan untuk mengumpulkan data tentang peredaran atau penerimaan bruto dan/atau penghasilan bruto sebagai dasar untuk menghitung jumlah pajak yang terutang, termasuk penghasilan yang bukan objek pajak dan/atau yang dikenai pajak yang bersifat final.

6. Kewajiban dalam hal diperiksa. Jika WP diperiksa, maka WP wajib: a) Memenuhi panggilan untuk datang menghadiri Pemeriksaan sesuai dengan waktu yang ditentukan khususnya untuk jenis Pemeriksaan Kantor; b) Memperlihatkan dan/atau meminjamkan buku atau catatan, dokumen yang menjadi dasarnya, dan dokumen lain termasuk data yang dikelola secara elektronik, yang berhubungan dengan penghasilan yang diperoleh, kegiatan usaha, pekerjaan bebas WP, atau objek yang terutang pajak. Khusus untuk Pemeriksaan Lapangan, WP wajib memberikan kesempatan kepada pemeriksa untuk mengakses dan/atau mengunduh data yang dikelolah secara elektronik; c) Memberikan kesempatan untuk memasuki tempat atau ruang yang dipandang perlu dan memberi bantuan lainnya guna kelancaran pemeriksaan; d) Menyampaikan tanggapan secara tertulis atas Surat Pemberitahuan Hasil Pemeriksaan; e) Meminjamkan kertas kerja


(47)

38

pemeriksaan yang dibuat oleh Akuntan Publik khususnya untuk jenis Pemeriksaan Kantor; f) Memberikan keterangan lain baik lisan maupun tulisan yang diperlukan. 7. Kewajiban memberi data. Kewajiban terakhir dari WP adalah kewajiban untuk

memberi data dan informasi. Setiap instansi pemerintah, lembaga, asosiasi, dan pihak lain, wajib memberikan data dan informasi yang berkaitan dengan perpajakan kepada Direktorat Jenderal Pajak (DJP) yang ketentuannya diatur pada Pasal 35A UU Nomor 6 Tahun 1983 tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan Sebagaimana Telah Diubah Dengan UU Nomor 16 Tahun 2009. Data dan informasi dimaksud adalah data dan informasi orang pribadi atau badan yang dapat menggambarkan kegiatan atau usaha, peredaran usaha, penghasilan dan/atau kekayaan yang bersangkutan, termasuk informasi mengenai nasabah debitur, data transaksi keuangan dan lalu lintas devisa, kartu kredit, serta laporan keuangan dan/atau laporan kegiatan usaha yang disampaikan kepada instansi lain di luar DJP.

Adapun hak dari Wajib Pajak diantaranya :

1.

Hak atas kelebihan pembayaran pajak. Di mana jika pajak yang terutang untuk suatu tahun pajak ternyata lebih kecil dari jumlah kredit pajak, atau dengan kata lain pembayaran pajak yang dibayar atau dipotong atau dipungut lebih besar dari yang seharusnya terutang, maka WP mempunyai hak untuk mendapatkan kembali kelebihan tersebut. Pengembalian kelebihan pembayaran pajak dapat diberikan dalam waktu 12 (dua belas) bulan sejak surat permohonan diterima secara lengkap.


(48)

Khusus untuk WP yang masuk kriteria WP Patuh, pengembalian kelebihan pembayaran pajak dapat dilakukan paling lambat 3 bulan untuk PPh dan 1 bulan untuk PPN sejak permohonan diterima. Pengembalian ini dilakukan tanpa pemeriksaan. WP dapat melakukan permohonan pengembalian kelebihan pembayaran pajak melalui dua cara: a) Melalui Surat Pemberitahuan (SPT); atau b) dengan mengirimkan surat permohonan yang ditujukan kepada Kepala KPP. Apabila DJP terlambat mengembalikan kelebihan pembayaran yang semestinya dilakukan, maka WP berhak menerima bunga 2% per bulan maksimum 24 bulan. 2. Hak dalam hal dilakukan pemeriksaan. Hak yang kedua adalah hak dalam hal

dilakukan pemeriksaan, maka WP berhak: a) Meminta Surat Perintah Pemeriksaan; b) Melihat tanda pengenal pemeriksa; c) Mendapat penjelasan mengenai maksud dan tujuan pemeriksaan; d) Meminta rincian perbedaan antara hasil pemeriksaan dan SPT; e) Hadir dalam pembahasan akhir hasil pemeriksaan dalam batas waktu yang ditentukan; dan f) Meminta review kepada Kantor Wilayah DJP terkait hasil pemeriksaan.

3. Hak untuk mengajukan keberatan, banding atau gugatan, serta peninjauan kembali. Di mana berdasarkan hasil pemeriksaan yang dilakukan oleh DJP, maka akan diterbitkan suatu surat ketetapan pajak, yang dapat mengakibatkan pajak terutang menjadi kurang bayar, lebih bayar, atau nihil. Jika WP tidak sependapat maka dapat mengajukan keberatan atas surat ketetapan tersebut. Selanjutya jika belum puas dengan keputusan keberatan tersebut maka WP dapat mengajukan


(49)

40

banding atau gugatan. Langkah terakhir yang dapat dilakukan oleh WP dalam sengketa pajak adalah peninjauan kembali ke Mahkamah Agung (MA).

4. Hak kerahasiaan WP. Wajib Pajak mempunyai hak untuk mendapat perlindungan kerahasiaan atas segala sesuatu informasi yang telah disampaikannya kepada Direktorat Jenderal Pajak dalam rangka menjalankan ketentuan perpajakan. Disamping itu pihak lain yang melakukan tugas di bidang perpajakan juga dilarang mengungkapkan kerahasiaan Wajib Pajak, termasuk tenaga ahli, sepert ahli bahasa, akuntan, pengacara yang ditunjuk oleh Direktur Jenderal Pajak untuk membantu pelaksanaan undang-undang perpajakan. Kerahasiaan Wajib Pajak antara lain : a) Surat Pemberitahuan, laporan keuangan, dan dokumen lainnya yang dilaporkan oleh Wajib Pajak; b) Data dari pihak ketiga yang bersifat rahasia; c) Dokumen atau rahasia Wajib Pajak lainnya sesuai ketentuan perpajakan yang berlaku. Namun demikian dalam rangka penyidikan, penuntutan atau dalam rangka kerjasama dengan instansi pemerintah lainnya, keterangan atau bukti tertuils dari atau tentang Wajib Pajak dapat diberikan atau diperlihatkan kepada pihak tertentu yang ditetapkan oleh Menteri Keuangan.

5. Hak untuk pengangsuran atau penundaan pembayaran pajak. Dalam hal-hal atau kondisi tertentu, Wajib Pajak dapat mengajukan permohonan menunda pembayaran pajak.

6. Hak untuk penundaan pelaporan SPT Tahunan. Dengan alasan-alasan tertentu, Wajib Pajak dapat menyampaikan perpanjangan penyampaian SPT Tahunan baik PPh Badan maupun PPh Orang Pribadi.


(50)

C.Self Assessment System Dalam Sistem Pemungutan Pajak Di Indonesia

B Ilyas dalam bukunya Perpajakan Indonesia adalah sebagai berikut: “Self Assessment System adalah pemungutan pajak yang memberi wewenang, kepercayaan, tanggung jawab kepada wajib pajak untuk menghitung, memperhitungkan, membayar dan melaporkan sendiri besarnya pajak yang harus dibayar ” (2003:18).

Pengertian Self Assessment System adalah metode yang diterapkan untuk memberi tanggung jawab penuh kepada wajib pajak yang mana untuk memenuhi kewajiban membayar pajak semua prosedur dan tahapannya dilakukan sendiri oleh pihak yang wajib membayar pajak tersebut.

Dalam metode ini, pihak yang wajib membayar pajak diberikan wewenang untuk menghitung dan melaporkan seberapa besar beban pajak yang harus dibayar untuk setiap tahunnya, hal ini sudah ditentukan dalam Undang-Undang Perpajakan yang berlaku dan setiap wajib pajak harus mematuhi Undang-Undang tersebut. Ciri dan corak tersendiri dari sistem pemungutan pajak Self Assessment System adalah : 1. Bahwa pemungutan pajak merupakan perwujudan dari pengabdian dan peran serta

Wajib Pajak untuk secara langsung dan bersama-sama melaksanakan kewajiban perpajakan yang diperlukan untuk pembiayaan negara dan pembangunan nasional.

2. Tanggung jawab atas kewajiban pelaksanaan pemungutan pajak, sebagai pencerminan kewajiban di bidang perpajakan berada pada anggota masyarakat Wajib Pajak sendiri. Pemerintah, dalam hal ini aparat perpajakan sesuai dengan


(51)

42

fungsinya berkewajiban melakukan pembinaan, pelayanan dan pengawasan terhadap pemenuhan kewajiban perpajakan berdasarkan ketentuan yang digariskan dalam peraturan perundang-undangan perpajakan.

3. Anggota masyarakat Wajib Pajak diberi kepercayaan untuk dapat melaksanakan kegotongroyongan nasional melalui sistem menghitung, memperhitungkan, membayar dan melaporkan sendiri pajak yang terutang (self assessment), sehingga melalui sistem ini administrasi perpajakan diharapkan dapat dilaksanakan dengan lebih rapi, terkendali, sederhana dan mudah untuk dipahami oleh anggota masyarakat Wajib Pajak.

Sistem pemungutan pajak tersebut mempunyai arti bahwa penentuan penetapan besarnya pajak yang terutang dipercayakan kepada Wajib Pajak sendiri dan melaporkannya secara teratur jumlah pajak yang terutang dan yang telah dibayar sebagaimana ditentukan dalam peraturan perundang-undangan perpajakan. Dengan sistem ini diharapkan pula pelaksanaan administrasi perpajakan yang berbelit-belit dan birokratis akan dapat dihindari. Sejalan dengan harapan tersebut, wewenang Direktur Jenderal Pajak yang bersifat teknis administratif dapat dilimpahkan kepada aparat bawahannya.

Menurut ketentuan Undang-undang ini, administrasi perpajakan aktif dalam melaksanakan pengendalian administrasi pemungutan pajak yang meliputi tugas-tugas pembinaan, pelayanan, pengawasan, dan penerapan sanksi perpajakan. Pembinaan masyarakat Wajib Pajak dapat melakukan melalui berbagai upaya, antara


(52)

lain pemberian penyuluhan pengetahuan perpajakan baik melalui media massa maupun penerangan langsung kepada masyarakat.

D.Penagihan Pajak 1. Pengertian Penagihan

Pajak merupakan salah satu sumber utama penerimaan Negara yang harus ditingkatkan, sehingga pembangunan nasioanl dapat dilaksanakan dengan kemampuan sendiri berdasarkan prinsip kemandirian. Peningkatan kesadaran masyarakat di bidang perpajakan harus ditunjang dengan iklim yang mendukung peningkatan peran aktif masyarakat serta pemahaman akan hak dan kewajibannya dalam melaksanakan peraturan perundang-undangan perpajakan.

Peran serta masyarakat wajib pajak dalam memenuhi kewajiban pembayaran pajak berdasarkan ketentuan perpajakan sangat diharapkan. Namun dalam kenyataannya masih ditemukan adanya tunggakan pajak sebagai akibat tidak dilunasinya utang pajak sebagaimana semestinya. Perkembangan jumlah tunggakan pajak dari waktu ke waktu menunjukkan jumlah yang semakin besar. Peningkatan jumlah tunggakan pajak ini masih belum dapat diimbangi dengan kegiatan pelunasannya, namun demikian secara umum penerimaan pajak mengalami fluktuasi. Terhadap tunggakan pajak atau utang pajak perlu dilaksanakan tindakan penagihan pajak yang mempunyai kekuatan hukum yang memaksa.

Wajib Pajak yang tidak melaksanakan kewajiban membayar pajaknya, Direktorat Jenderal Pajak akan melakukan penagihan pajak. Tindakan ini dilakukan Apabila Wajib Pajak tidak membayar pajak terutang sesuai dengan jangka waktu


(53)

44

yang telah ditentukan dalam Surat Tagihan Pajak(STP), atau Surat Ketetapan Pajak (SKP), Surat Keputusan Pembetulan, Surat Keputusan Keberatan, Putusan Banding, maka Direktorat Jenderal Pajak (DJP) dapat melakukan tindakan penagihan. Proses penagihan dimulai dengan Surat Teguran dan dilanjutkan dengan Surat Paksa. Dalam hal WP tetap tidak membayar tagihan pajaknya maka dapat dilakukan penyitaan dan pelelangan atas harta WP yang disita tersebut untuk melunasi pajak yang tidak/belum dibayar.

Menurut UU No. 19 Tahun 2000, Penagihan Pajak adalah serangkaian tindakan agar Penanggung Pajak melunasi utang pajak dan biaya penagihan pajak dengan menegur atau memperingatkan, melaksanakan penagihan seketika dan sekaligus, memberitahukan Surat Paksa, mengusulkan pencegahan, melaksanakan penyitaan, melaksanakan penyanderaan, dan menjual barang yang telah disita atau melelangnya (Rusdji ; 2008).

Tujuan pelaksanaan Penagihan Pajak adalah guna melunasi utang pajak oleh Wajib Pajak/Penanggung Pajak. Dalam ketentuan peraturan perundang-undangan perpajakan, bagi setiap Wajib Pajak yang telah memenuhi ketentuan perpajakannya diwajibkan untuk membayar pajak terutangnya. Dalam hal ini dibutuhkan kesadaran masyarakat akan ketentuan perpajakan tersebut.


(54)

2. Dasar Hukum Penagihan Pajak

a. Undang-Undang Nomor 19 Tahun 1997 sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2000 tentang Penagihan Pajak dengan Surat Paksa.

b. Undang-Undang Nomor 16 Tahun 1983 Tentang Penetapan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang Nomor 5 Tahun 2008 Tentang Perubahan Keempat atas Undang-Undang Nomor 6 Tahun 1983 Tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan

Dengan adanya peraturan dan perundang-undangan yang menjadi landasan hukum penagihan pajak di Indonesia, maka pajak yang dipungut oleh pemerintah sudah mempunyai suatu pondasi yang kuat dan tegas sehingga tidak perlu lagi adanya keragu-raguan ataupun alasan lain bagi Wajib Pajak untuk tidak membayar pajaknya.

3. Tindakan Penagihan

Tindakan penagihan utang pajak secara teoritis dapat dilakukan dengan dua langkah yaitu :

a. Penagihan Pasif

Penagihan Pajak Pasif dilakukan dengan menggunakan Surat tagihan Pajak (STP), Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar (SKPKB), Surat Keputusan Pembetulan yang menyebabkan pajak terutang menjadi lebih besar, Surat Keputusan Banding yang menyebabkan pajak terutang menjadi lebih besar, Surat Keputusan Keberatan yang menyebabkan pajak terutang menjadi lebih besar. Jika dalam jangka waktu 30 (tiga puluh) hari Wajib Pajak belum melunasi, maka 7 (tujuh) hari setelah tanggal


(55)

46

jatuh tempo akan diikuti dengan penagihan pajak secara aktif yang dimulai dengan menerbitkan Surat Teguran.

b. Penagihan Aktif

Penagihan Aktif merupakan kelanjutan dari penagihan pasif, dimana dalam upaya ini fiskus berperan aktif dalam arti tidak hanya mengirim Surat Tagihan dan Surat Ketetapan Pajak, tetapi akan diikuti dengan tindakan sita dan dilanjutkan dengan pelaksanaan lelang.

Apabila utang pajak yang disampaikan melalui Surat Ketetapan Pajak sampai dengan tanggal jatuh tempo belum dilunasi, akan dilakukan tindakan penagihan pajak sebagai berikut :

4. Surat Teguran

4.1. Penerbitan Surat Teguran

Penyampaian Surat Teguran merupakan awal pelaksanaan tindakan penagihan oleh fiskus untuk memperingatkan Wajib Pajak yang tidak melunasi utang pajaknya sesuai dengan keputusan penetapan (STP, SKPKB, SKPKBT) sampai dengan saat jatuh tempo. Surat teguran adalah surat yang diterbitkan oleh pejabat untuk menegur atau memperingatkan Wajib Pajak untuk melunasi utang pajaknya. Surat teguran dikeluarkan apabila utang pajak yang tercantum dalam STP, SKPKB atau SKPKBT tidak dilunasi sampai melewati waktu 7 hari dari batas waktu jatuh tempo 1 bulan sejak tanggal diterbitkannya.


(56)

a. Dalam hal Wajib Pajak tidak menyetujui sebagian atau seluruhnya jumlah pajak yang masih harus dibayar dalam pembahasan akhir hasil pemeriksaan dan Wajib Pajak tidak mengajukan keberatan atas Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar (SKPKB) atau Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar Tambahan (SKPKBT), kepada Wajib Pajak disampaikan Surat Teguran setelah lewat 7 (tujuh) hari sejak saat jatuh tempo pengajuan keberatan.

b. Dalam hal Wajib Pajak tidak menyetujui sebagian atau seluruh jumlah pajak yang masih harus dibayar dalam pembahasan akhir hasil pemeriksaan, dan Wajib Pajak mengajukan banding atas keputusan keberatan sehubungan dengan Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar (SKPKB) atau Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar Tambahan (SKPKBT), kepada Wajib Pajak disampaikan Surat teguran setelah 7 (tujuh) hari sejak saat jatuh tempo pengajuan banding.

c. Dalam hal WP tidak menyetujui sebagian atau seluruh jumlah pajak yang masih dibayar dalam pembahasan akhir hasil pemeriksaan, dan mengajukan permohonan banding atas keputusan keberatan sehubungan dengan SKPKB atau SKPKBT, kepada WP disampaikan Surat teguran setelah 7 (tujuh) hari sejak saat jatuh tempo pelunasan pajak yang masih harus dibayar berdasarkan Putusan Banding


(57)

48

d. Dalam hal WP menyetujui seluruh jumlah pajak yang masih harus dibayar dalam pembahasan akhir hasil pemeriksaan, kepada WP disampaikan Surat Teguran setelah 7 (tujuh) hari sejak saat jatuh tempo pelunasan e. Dalam hal WP mencabut pengajuan keberatan atas SKPKB atau SKPKBT

setelah tanggal jatuh tempo pelunasan tetapi sebelum tanggal diterima Surat Pemberitahuan Untuk Hadir oleh WP, kepada WP disampaikan Surat Teguran setelah 7 (tujuh) hari sejak tanggal pencabutan pengajuan keberatan tersebut

f. Dalam rangka Penagihan Pajak atas utang Bumi dan Bangunan dan/atau Bea Perolehan Hak Atas Tanah dan Bangunan yang tercantum dalam STPPBB, SKBKB, SKBKBT, STB atau Surat Keputusan Pembetulan, Surat Keputusan Keberatan, atau Putusan Banding, yang menyebabkan jumlah pajak yang harus dibayar bertambah, kepada WP disampaikan Surat teguran setelah 7 (tujuh) hari sejak tanggal jatuh tempo pelunasan. Penyampaian Surat Teguran dapat dilakukan secara langsung, melalui pos atau melalui jasa ekspedisi atau jasa kurir dengan bukti pengiriman surat.

4.2Penagihan Pajak Dengan Surat Paksa (PPSP) a. Dasar Hukum

1. Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 19 Tahun 2000 Tentang Perubahan Atas Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 19 Tahun 2000 Tentang Penagihan Pajak dengan Surat Paksa


(58)

2. Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 135 Tahun 2000 tentang Tata Cara Penyitaan Dalam Rangka Penagihan Pajak Dengan Surat Paksa

3. Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 136 Tahun 2000 tentang Tata Cara Penjualan Barang Sitaan Yang Dikecualikan Dari Penjualan Secara Lelang Dalam Rangka Penagihan Pajak Dengan Surat Paksa.

4. Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 137 Tahun 2000 tentang Tata Cara Penyanderaan, Rehabilitasi Nama Baik Penanggung Pajak, dan Pemberian Ganti Rugi Dalam Rangka Penagihan Pajak Dengan Surat Paksa.

5. Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 74 Tahun 2011 Tentang Tata Cara Hak dan Pemenuhan kewajiban Perpajakan.

6. Keputusan Menteri Keuangan Republik Indonesia Nomor 563/KMK.04/2000 tentang Pemblokiran dan Penyitaan Harta Kekayaan Penanggung Pajak Yang Tersimpan Pada Bank Dalam Rangka Penagihan Pajak Dengan Surat Paksa.

7. Keputusan Menteri Keuangan Republik Indonesia Nomor 562/KMK.04/2000 tentang Syarat-Syarat, Tata Cara Pengangkatan Dan Pemberhentian Juru Sita Pajak.


(59)

50

Surat Paksa adalah Surat Perintah membayar utang pajak dan biaya penagihan pajak (UU No. 19 Tahun 2000 Pasal 1 angka 12).

c. Isi Dan Karakteristik Dari Surat Paksa

Surat Paksa dapat ditinjau dari 2 (dua) segi, yaitu segi isinya dan segi karakteristiknya

1. Dari segi sisinya :

a) Nama Wajib Pajak/Penanggung Pajak, keterangan yang cukup beralasan yang menjadi dasar penagihan, serta perintah membayar.

b) Berkepala kata-kata “atas nama keadilan” yang dengan Undang-Undang Nomor 14 Tahun 1970 Pasal 4 disesuaikan bunyinya menjadi “Demi Keadilan Berdasarkan Ketuhanan Yang Maha Esa”.

c) Dikeluarkan/ditandatangani oleh pejabat yang berwenang yang ditunjuk oleh Menteri Keuangan/Kepala Daerah.

2. Dari segi karakteristiknya :

a) Mempunyai kekuatan hukum yang pasti

b) Mempunyai kekuatan hukum yang sama dengan grosse dari putusan Hakim dalam perkara yang tidak dapat diminta banding lagi pada Hakim atasan.

c) Mempunyai fungsi ganda yaitu menagih pajak dan menagih bukan pajak (biaya-biaya panggilan).


(60)

d) Dapat dilanjutkan dengan tindakan dan penyanderaan/pencegahan.

d. Penerbitan Surat Paksa

Menurut Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2000 Tentang Penagihan Pajak dengan Surat Paksa, diterbitkan apabila :

a) Penanggung Pajak tidak melunasi Utang Pajak dan kepadanya telah diterbitkan Surat Teguran atau Surat Peringatan atau Surat lain yang sejenis.

b) Terhadap Penanggung Pajak telah dilaksanakan Penagihan Seketika dan Sekaligus.

c) Penanggung Pajak tidak memenuhi ketentuan sebagaimana tercantum dalam keputusan persetujuan angsuran atau penundaan pembayaran pajak.

Surat paksa berkepala “DEMI KEADILAN BERDASARKAN KETUHANAN YANG MAHA ESA”. Surat paksa mempunyai kekuatan eksekutorial dan kedudukan hukum yang sama dengan grosse akte yaitu putusan pengadilan perdata yang telah mempunyai kekuatan hukum tetap. Surat Paksa sekurang-kurangnya harus memuat :

a) Nama Wajib Pajak dan Nama Penanggung Pajak. b) Dasar Penagihan

c) Besarnya Utang Pajak


(61)

52

Adapun Fungsi Surat Paksa adalah sebagai sarana atau alat pembayaran kepada penanggung pajak untuk melunasi utang pajaknya dalam jangka waktu 2 x 24 jam. Sebagai tindak lanjut untuk mencairkan tunggakan pajak atas tidak dihiraukannya penerbitan Surat Paksa maka aparatur pajak akan melaksanakan penyitaan.

f. Tata Cara Penagihan Dengan Surat Paksa

Keputusan Menteri Keuangan Republik Indonesia Nomor 561/KMK.04/2000 tentang Tata Cara Pelaksanaan Penagihan Seketika dan Sekaligus dan Pelaksanaan Surat Paksa.

a) Surat Paksa diberitahukan oleh Juru Sita pajak dengan penyerahan Salinan Surat Paksa kepada Penanggung Pajak.

b) Pemberitahuan Surat Paksa sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) dituangkan dalam Berita Acara yang sekurang-kurangnya memuat hari dan tanggal pemberitahuan Surat Paksa, nama Juru Sita Pajak, nama yang menerima, dan tempat pemberitahuan Surat Paksa.

Surat Paksa terhadap Orang Pribadi diberitahukan oleh Juru Sita Pajak kepada :

a) Penanggung Pajak ditempat tinggal, tempat usaha, atau tempat lain yang memungkinkan

b) Orang dewasa yang bertempat tinggal bersama ataupun yang bekerja ditempat usaha Penanggung Pajak, apabila Penanggung Pajak yang bersangkutan tidak dapat dijumpai.


(62)

c) Salah seorang ahli waris atau pelaksana wasiat atau yang mengurus harta peninggalannya, apabila Wajib Pajak telah meninggal dunia dan harta warisan belum dibagi; atau

d) Para ahli waris, apabila Wajib Pajak telah meninggal dunia dan harta warisan telah dibagi.

Surat Paksa terhadap baadan diberitahukan oleh Juru Sita Pajak kepada : a) Pengurus, Kepala Perwakilan, Kepala Cabang, Penanggung Jawab,

Pemilik Modal baik ditempat kedudukan badan yang bersangkutan, ditempat tinggal mereka maupun di tempat lain; atau

b)Pegawai tetap di tempat kedudukan atau tempat usaha badan yang bersangkutan apabila Juru Sita Pajak tidak dapat menjumpai salah seorang sebagaimana dimaksud dalam huruf a.

E.Pelaksanaan Penyitaan Menurut Undang-Undang Nomor 19 tahun 2000 Tentang Penagihan Pajak dengan Surat Paksa

Dalam pelaksanaan pemungutan pajak, walaupun fiskus telah melakukan tindakan penagihan sampai menerbitkan dan menyampaikan Surat Paksa terhadap Wajib Pajak/Penanggung pajak, tetapi masih banyak Wajib Pajak/Penanggung Pajak yang tidak melunasi utang pajaknya. Oleh karena itu, fiskus melaksanakan tindakan penyitaan terhadap Wajib Pajak/Penanggung Pajak yang tidak membayar utang pajaknya. Mulai dari Wajib Pajak tidak taat dan patuh, lalu fiskus mencatat Surat


(63)

54

Teguran dan Surat Paksa tapi Wajib Pajak tetap tidak melaksanakan ada kewenangannya fiskus untuk melalukan penyitaan.

Penyitaan dilaksanakan apabila utang pajak tidak dilunasi dalam waktu 2 x 24 jam sejak Surat Paksa disampaikan kepada Wajib Pajak/Penanggung Pajak. Apabila Wajib Pajak/Penanggung Pajak tetap tidak melunasi utang pajaknya, maka fiskus akan menjual barang yang telah disita tersebut dengan cara dilelang, dengan maksud hasil dari pelelangan tersebut akan digunakan untuk melunasi utang pajak dan biaya penagihan pajak Wajib Pajak/Penanggung Pajak. Tindakan Penyitaan tidak mengakibatkan penundaan kewajiban dalam pembayaran/pelunasan utang pajak Wajib Pajak/Penanggung Pajak.

Adapun tujuan dari penyitaan adalah memperoleh jaminan pelunasan utang pajak Wajib Pajak/Penanggung Pajak. Tindakan penyitaan tersebut sangat diperlukan Sebagai alat paksa yang dapat dilakukan oleh fiskus untuk memaksa Wajib Pajak/Penanggung Pajak agar melunasi utang pajaknya.

1. Barang-Barang Penanggung Pajak yang Dapat Disita

Penyitaan diatur dalam Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2000 Pasal 14 ayat 1, 2, 3 sebagai berikut :

1.1Penyitaan dilaksanakan terhadap barang milik Penanggung Pajak yang berada ditempat tinggal, tempat usaha, tempat kedudukan, atau ditempat lain termasuk yang penguasaannya berada di tangan lain atau yang dijaminkan sebagai pelunasan utang tertentu yang dapat berupa :


(64)

a) Barang bergerak termasuk mobil, perhiasan, uang tunai, dan deposito berjangka, tabungan, saldo rekening koran, giro, atau surat berharga lainnya, piutang, dan penyertaan modal pada perusahaan

b) Barang tidak bergerak termasuk tanah, bangunan, dan kapal dengan isi kotor tertentu.

1.2 Penyitaan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) dilaksanakan sampai dengan nilai barang yang disita diperkirakan cukup oleh Jurusita Pajak untuk melunasi utang pajak dan biaya Penagihan Pajak.

1.3 Hak lainnya yang dapat disita selain sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) diatur dengan Peraturan Pemerintah.

2. Barang Bergerak yang Dapat Disita

Perincian mengenai barang bergerak yang dapat disita adalah sebagai berikut : 2.1 Semua barang bergerak yang ada dirumah Penanggung Pajak seperti :

a) Perhiasan (Emas, Berlian, Batu Permata dan sebagainya). b) Barang Mewah (Televisi, Lemari Es, AC, dan sebagainya). c) Kendaraan (Mobil, Sepeda Motor dan sebagainya).

d) Uang tunai (termasuk surat-surat berharga).

e) Perkakas Rumah Tangga (Sofa,Lemari Hias, dan sebagainya). f) Barang-barang lainnya yang bergerak.

2.2 Semua barang bergerak yang ada di tempat kegiatan usaha Penanggung Pajak, seperti :


(65)

56

a) Barang-barang dagangan (baik yang berada di dalam toko maupun yang berada di dalam gudang).

b) Barang-barang inventaris usaha (Lemari, Meja, Kursi, dan Alat-alat yang berhubungan dengan kegiatan usaha).

2.3 Semua barang bergerak yang ada dikantor Penanggung Pajak, seperti : a) Inventaris kantor (mesin tik, komputer, lemari, kursi, dan alat kantor

lainnya).

b) Kendaraan bermotor (Mobil, Sepeda motor, dan sebagainya).

3. Barang Tidak Bergerak Yang Dapat Disita

Dalam golongan barang tidak bergerak yang dapat disita, dapat dimasukkan sebagai berikut :

3.1 Rumah tinggal, bangunan kantor, bangunan perusahaan, gudang dan sebagainya, baik yang ditempati sendiri maupun yang disewakan/dikontrakkan kepada orang lain.

3.2 Kebun, sawah, dan sebagainya baik yang ditempati/dikerjakan sendiri maupun yang disewakan/dikerjakan orang lain.

4. Barang Yang Dikecualikan Dari Penyitaan

Barang yang tidak boleh disita menurut ketentuan pasal 15 ayat (i) Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2000 adalah sebagai berikut :

Barang bergerak milik Penanggung Pajak yang dikecualikan dari penyitaan adalah :


(66)

4.1 Pakaian dan tempat tidur beserta perlengkapannya yang digunakan oleh Penanggung Pajak dan keluarga yang menjadi tanggungannya.

4.2 Persediaan makanan dan minuman untuk keperluan satu bulan beserta peralatan masak yang berada dirumah.

4.3 Perlengkapan Penanggung Pajak yang bersifat dinas yang diperoleh dari Negara.

4.4 Buku-buku yang berkaitan dengan jabatan atau pekerjaan dari Penanggung Pajak dan alat-alat yang dipergunakan untuk pendidikan,kebudayaan dan keilmuan.

4.5 Peralatan dalam keadaan jalan yang masih digunakan untuk melaksanakan pekerjaan atau usaha sehari-hari dengan jumlah seluruhnya tidak lebih dari Rp. 20.000.000,- ( dua puluh juta rupiah ).

4.6 Peralatan penyandang cacat yang digunakan oleh penanggung pajak dan keluarga yang menjadi tanggungannya.

F.Surat Perintah Melaksanakan Penyitaan

Apabila setelah lewat 2 x 24 (dua kali dua puluh empat) jam setelah tanggal pemberitahuan Surat Paksa, Wajib Pajak/Penanggung Pajak masih belum juga melunasi utang pajaknya, maka dapat dilakukan penyitaan terhadap kekayaan Wajib Pajak/Penanggung Pajak oleh Kepala Kantor Pelayanan Pajak (KPP) Pratama dengan mengeluarkan Surat Perintah Melakukan Penyitaan (SPMP).

Sebelum melaksanakan penyitaan terhadap kekayaan Wajib Pajak atau aktiva milik orang pribadi atau badan, maka Jurusita hendaknya mengumpulkan dan


(67)

58

mempelajari data mengenai harta kekayaan/aktiva yang akan disita tersebut. Data ini dapat diperoleh antara lain :

1. Surat Pemberitahuan

2. Laporan Keuangan Wajib Pajak (Neraca dan daftar L/R) 3. Laporan Pemeriksaan Pajak

4. Laporan Pelaksanaan Surat Paksa

G. Jurusita Pajak

Jurusita Pajak adalah pelaksana tindakan penagihan pajak yang meliputi penagihan seketika dan sekaligus, pemberhentian Surat Paksa, penyitaan dan penyanderaan. Jurusita Pajak diangkat dan diberhentikan oleh pejabat yang ditunjuk oleh Menteri Keuangan Republik Indonesia untuk penagihan pajak pusat, Gubernur atau Bupati/Walikota untuk penagihan pajak daerah.

1. Syarat-syarat Jurusita Pajak

Syarat-syarat yang harus dipenuhi seseorang untuk menjadi Jurusita Pajak adalah :

a) Berijazah serendah-rendahnya Sekolah Menengah Umum atau yang setingkat.

b) Berpangkat serendah-rendahnya Pengatur Muda/Golongan I c) Berbadan sehat

d) Lulus pendidikan dan pelatihan Jurusita Pajak e) Jujur, bertanggung jawab dan penuh pengabdian.


(68)

Jurusita Pajak dapat diberhentikan apabila : a) Meninggal dunia

b) Pensiun

c) Karena tidak cakap dalam menjalankan tugas melakukan perbuatan tercela, melanggar sumpah atau janji Jurusita Pajak

d) Sakit jasmani atau rohani terus menerus

3. Tugas Jurusita Pajak

a) Melaksanakan Surat Perintah Penagihan Seketika dan Sekaligus b) Memberitahukan Surat Paksa

c) Melaksanakan penyitaan atas barang Penanggung Pajak berdasarkan Surat Perintah Melaksanakan Penyitaan

d) Melaksanakan penyanderaan berdasarkan Surat Perintah Penyanderaan Dalam melaksanakan tugasnya Jurusita Pajak harus dilengkapi dengan kartu tanda pengenal dan surat tugas yang harus diperlihatkan kepada Penanggung Pajak.

H.Prosedur Penyitaan Terhadap Barang Wajib Pajak

Pada prinsipnya penyitaan dalam hukum pajak tidak mengubah status kepemilikan atas suatu barang, bahkan barang yang telah disita atau dititipkan kepada Wajib Pajak/Penanggung Pajak tersebut masih dapat dipergunakan oleh Wajib Pajak/Penanggung Pajak. Adapun tahapan prosedur penyitaan terhadap barang-barang milik Wajib Pajak/Penanggung Pajak adalah sebagai berikut :


(69)

60

1. Penyitaan dilaksanakan oleh Juru Sita Pajak apabila dalam waktu 2 x 24 jam sejak surat paksa diberitahukan, namun Wajib Pajak/Penanggung Pajak tidak melunasi utang pajak dan biaya penagihannya.

2. Penyitaan dilaksanakan oleh Juru Sita berdasarkan Surat Perintah Melaksanakan Penyitaan yang diterbitkan oleh pejabat yang berwenang di Kantor Pelayanan Pajak (KPP) Pratama.

3. Penyitaan dilaksanakan oleh Juru Sita Pajak dengan disaksikan oleh sekurang-kurangnya 2 (dua) orang saksi dengan syarat warga Negara Indonesia, sudah mencapai usia 21 (dua puluh satu) tahun, dikenal, dan dipercayai oleh Jurusita Pajak.

4. Dalam melaksanakan penyitaan, Juru Sita Pajak harus : a. Memperlihatkan kartu tanda pengenal Juru Sita Pajak. b. Memperlihatkan surat perintah pelaksanaan penyitaan. c. Memberitahukan tentang maksud dan tujuan penyitaan.

5. Setiap melaksanakan penyitaan, Juru Sita Pajak harus membuat Berita Acara Pelaksanaan Sita dan ditandatangani oleh Juru Sita pajak, Wajib Pajak/Penanggung Pajak, serta para saksi.

6. Dalam hal Wajib Pajak/Penaggung Pajak menolak untuk menandatangani Berita Acara Pelaksanaan Sita, Juru Sita Pajak harus mencantumkan penolakan tersebut dalam Berita Acara Pelaksanaan Sita, dan ditandatangani oleh Juru Sita Pajak dan sanksi-sanksi. Berita Acara Pelaksanaan Sita tersebut tetap sah dan mempunyai kekuatan mengikat.


(70)

7. Penyitaan tetap dapat dilaksanakan walaupun Wajib Pajak/Penanggung Pajak tidak hadir, sepanjang salah seorang saksi berasal dari pemerintah Daerah setempat, sekurang-kurangnya setingkat dengan Sekretaris Kelurahan atau Sekretaris Desa.

8. Dalam hal pelaksanaan penyitaan tidak dihadiri oleh Wajib Pajak/Penanggung Pajak, Berita Acara Pelaksanaan Sita ditandatangani oleh Juru Sita Pajak dan saksi-saksi, dan Berita Acara Pelaksanaan Sita tersebut tetap sah dan mempunyai kekuatan mengikat.

9. Salinan Berita Acara Pelaksanaan Sita dapat ditempelkan pada barang bergerak atau barang tidak bergerak yang disita, atau di tempat barang bergerak dan atau barang tidak bergerak yang disita berada atau ditempat-tempat umum

10.Salinan Berita Acara Pelaksanaan Sita disampaikan kepada : a. Wajib Pajak/Penanggung Pajak.

b. Kepolisian Negara Republik Indonesia untuk barang bergerak yang kepemilikannya terdaftar.

c. Badan Pertanahan Nasional, untuk tanah yang kepemilikannya sudah terdaftar.

d. Pemerintah Daerah dan Pengadilam Negeri setempat, untuk tanah yang kepemilikannya belum terdaftar.


(1)

B. Faktor Penghambat Dalam Pelaksanaan Prosedur Pada Kantor Pelayanan Pajak Pratama Lubuk Pakam

Dalam melaksanakan penyitaan seringkali Jurusita Pajak mendapat hambatan dalam melaksanakan tugasnya. Adapun fakor penghambat yang dihadapi Jurusita Pajak dalam melaksanakan penyitaan dalam Teori adalah sebagai berikut :

a. Wajib Pajak tidak jujur dalam menunjukkan identitasnya, sehingga Jurusita Pajak kesulitan dalam mendata untuk melakukan tindakan penyitaan terhadap barang-barang milik Wajib Pajak.

b. Adanya CV, PT, Firma ataupun badan milik Wajib Pajak yang fiktif seperti alamat yang dipalsukan sehingga Jurusita Pajak kesulitan untuk menyampaikan Surat Teguran, Surat Paksa, dan Surat Perintah Melaksanakan Penyitaan.

c. Jurusita Pajak tidak diperbolehkan masuk rumah. Pada waktu pelaksanaan penyitaan sering terjadi pada Jurusita Pajak tidak diperbolehkan masuk ke dalam rumah atau tempat usaha Wajib Pajak/Penanggung Pajak.

d. Wajib Pajak/Penanggung Pajak tidak mau menandatangani Berita Acara Pelaksanaan Sita.

e. Kurangnya pengetahuan dan kesadaran Wajib Pajak mengenai kewajiban perpajakannya.


(2)

Dilihat dari kendala-kendala yang sering ditemui berkaitan dengan Pelaksanaan Prosedur Penyitaan Barang Wajib Pajak pada Kantor Pelayanan Pajak Pratama Lubuk Pakam, tidak ada Kendala atau faktor pengambat dalam melaksanakan Proses Penyitaan sepanjang Dalam Proses Penyitaan dilakukan sesuai dengan Undang-Undang yng berlaku, dan juga sesuai dengan Prosedur.

C. Cara Penyelesaian Masalah Dalam Pelaksanaan Prosedur Penyitaan Pada Kantor Pelayanan Pajak Pratama Lubuk Pakam

Untuk mengatasi kendala-kendala dalam pelaksanaan penyitaan tersebut, maka cara atau upaya yang dapat dilakukan adalah sebagai berikut :

a. Meningkatkan kesadaran Wajib Pajak dalam memenuhi kewajibannya serta peraturan di bidang perpajakan. Walaupun sistem perpajakan di Indonesia menganut sistem Self Assessment System namun tingkat kesadaran Wajib Pajak untuk melaksanakan kewajiban perpajakannya masih rendah, hal ini juga dikarenakan kurangnya pengetahuan di bidang perpajakan. Untuk itu perlu ditingkatkan Pembina terhadap Wajib Pajak yang insentif.


(3)

sanksi-sanksi yang diterima Wajib Pajak apabila tidak melakukan kewajiban perpajakannya dengan baik.

c. Menjelaskan kepada Wajib Pajak selama Wajib Pajak membayar pajak dan utang pajaknya tepat waktu atau sebelum jatuh tempo tidak akan dilakukan tindakan-tindakan penagihan dan penyitaan.

d. Diharapkan kepada Fiskus agar dapat bekerja sama yang baik dengan instansi terkait, sehingga pelaksanaan pengawasan, penagihan, atau bahkan penyitaan dapat dilaksanakan dengan efektif.

e. Kepada Wajib Pajak yang memalsukan identitasnya, Fiskus harus lebih intens dalam melakukan pengawasan lebih rutin agar Wajib Pajak yang seketika dapat berpindah tempat dapat diketahui keberadaannya.

f. Apabila Jurusita Pajak tidak diperbolehkan masuk rumah untuk melaksanakan tugasnya dengan memberikan berupa ancaman maka Jurusita Pajak dapat melaporkan kepada pihak kepolisian untuk melaksanakan penyitaan tersebut.

g. Apabila Wajib Pajak/Penanggung Pajak tidak mau menandatangani Berita Acara, Jurusita Pajak dapat meminta bantuan pihak kepolisan karena telah melanggar Peraturan Perundang-Undangan.


(4)

BAB V

KESIMPULAN DAN SARAN

A. Kesimpulan

Dari uraian dan penjelasan pada bab-bab sebelumnya maka penulis membuat beberapa kesimpulan sebagai berikut :

1. Pelaksanaan Prosedur Penyitaan Barang Wajib Pajak Akibat Utang Pajak yang dilakukan pada Kantor Pelayanan Pajak Pratama Lubuk Pakam dilaksanakan sesuai dengan Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2000.

2. Kurangnya Etikat Baik Wajib Pajak dalam melaksanakan kewajiban perpajakannya menjadi faktor penghambat dalam melunasi utang pajaknya sehingga timbul penagihan dan bahkan bisa sampai dengan tindakan penyitaan.

3. Penyelesaian masalah dalam hal penyitaan barang Wajib Pajak akibat utang Pajak masih belum maksimal dikarenakan pengetahuan Wajib Pajak mengenai peraturan dan sanksi perpajakan masih rendah. Untuk itu perlu


(5)

79

B. Saran

Adapun saran yang bisa penulis sampaikan kepada Kantor Pelayanan Pajak Pratama Lubuk Pakam khususnya Seksi Penagihan dalam hal penyitaan barang Wajib Pajak adalah sebagai berikut :

1. Untuk meningkatkan kesadaran Wajib Pajak dalam memenuhi kewajiban perpajakannya serta memahami peraturan dan sanksi di bidang perpajakan, perlu ditingkatkan pembinaan terhadap Wajib pajak seperti penyuluhan maupun forum diskusi yang dibuat rutin agar pemahaman dan pengetahuan Wajib Pajak bertambah sehingga Wajib Pajak sadar dan tidak mau menunda pelunasan utang pajaknya, karena dapat menimbulkan sanksi.

2. Diharapkan kepada fiskus melakukan pengawasan rutin kepada Wajib Pajak. Hal ini dilakukan untuk meminimalkan kemungkinan Wajib Pajak untuk memalsukan identitas tempat usaha atau tempat tinggal Wajib Pajak.

3. Perlunya menambah pegawai dalam seksi penagihan khususnya petugas Jurusita Pajak sehingga bisa memaksimalkan tugas dari Seksi Penagihan.


(6)

DAFTAR PUSTAKA

A. BUKU

Waluyo, 2011. Perpajakan Indonesia. Salemba Empat. Jakarta Resmi, Siti. Perpajakan : Teori Dan Kasus. Salemba Empat. Jakarta

Bastari, Drs, MM, BKP, 2009. Hand Out Kuliah Penagihan Pajak dan Lelang. Medan

Mardiasmo, 2013. Perpajakan Edisi Revisi. Andi. Yogyakarta

Hadi, Moeljo, SH, 2001. Dasar-Dasar Penagihan Pajak Dan Surat Paksa Oleh Jurusita Pajak Pusat Dan Daerah. Raja Grafindo Persada. Jakarta B. Peraturan Perundang-undangan

Undang-Undang Nomor 16 Tahun 2009 Tentang Ketentuan Umum Dan Tata Cara Perpajakan (KUP).

Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2000 Tentang Penagihan Pajak Dengan Surat Paksa.

Undang-Undang Pemerintah 135 Tahun 2000 Tentang Tata Cara Penyitaan Dalam Rangka Penagihan Pajak Dengan Surat Paksa.