EVALUASI KELEMBAGAAN PENGELOLAAN DAERAH ALIRAN SUNGAI WILAYAH PERBATASAN NEGARA

4. EVALUASI KELEMBAGAAN PENGELOLAAN DAERAH ALIRAN SUNGAI WILAYAH PERBATASAN NEGARA

Pendahuluan Latar Belakang Pembangunan wilayah perbatasan negara bertujuan meningkatkan pilihan- pilihan kepada masyarakat agar tidak terisolir dan terbelakang. Pembangunan di wilayah perbatasan membutuhkan lahan sehingga terjadi perubahan penggunaan lahan di DAS Tono sebagai salah satu DAS di perbatasan negara. Dampaknya terjadi banjir pada musim hujan dan kekeringan pada musim kemarau. Akibatnya terjadi penurunan produksi dan efisiensi usahatani. Salah satu penyebabnya adalah lemahnya koordinasi antara kelembagaan masyarakat, kelembagaan unilatreal dan kelembagaan bilateral. Koordinasi yang lemah juga terjadi pada kelembagaan unilateral yakni pengelolaan DAS wilayah perbatasan negara dengan pembangungan wilayah perbatasan. Kelembagaan pengelolaan dimaksud terdiri atas kelembagaan masyarakat dan kelembagaan negara. Kelembagaan masyarakat dalam pengelolaan DAS merupakan kelembagaan adat yang melakukan perlindungan terhadap DAS secara parsial yakni perlindungan khusus terhadap sumberdaya air dan hutan. Kelembagaan negara meliputi: regulasi, lembaga-lembaga dan dokumen-dokumen pengelolaan DAS dan pembangunan wilayah perbatasan negara Indonesia dan Timor Leste. Kelembagaan masyarakat dan negara kurang terkoordinasi dengan baik. Demikian pula koordinasi yang masih lemah antar kelembagaan negara dalam melakukan pengelolaan DAS dan pembangunan wilayah perbatasan negara. Aerts et al 2004 menyatakan pengelolaan DAS di perbatasan negara dilakukan dengan menentukan catchment area beserta aktivitas di hulu DAS dan hubungannya dengan bagian hilir DAS, sehingga dibentuk kelembagaan untuk meningkatkan manfaat DAS. Pengelolaan DAS wilayah perbatasan negara saat ini lebih perspektif wilayah administratif, dan kurang menjangkau aspek fungsional. DAS merupakan wilayah fungsional ekologi yang memiliki keterkaitan hulu, tengah dan hilir. Keberadaan DAS Tono di wilayah perbatasan Indonesia dan Timor-Leste membutuhkan pengelolaan yang memperhatikan keterpaduan antar negara, antar stakeholder, antar sektor. Kajian terhadap aspek kelembagaan pengelolaan DAS wilayah perbatasan negara diperlukan untuk menjadi dasar pengambilan kebijakan pembangunan berkelanjutan. Dunn 1999 menyatakan sebagai proses penelitian, analisis kebijakan menggunakan prosedur analisis umum yang biasa dipakai untuk memecahkan masalah-masalah kemanusiaan, yaitu: deskripsi, evaluasi, prediksi, dan rekomendasi. Kajian ini dilakukan terhadap aspek-aspek kelembagaan yakni: i ketentuan-ketentuan mengenai pembangunan wilayah perbatasan negara dan pengelolaan DAS, ii lembaga-lembaga yang berwenang terhadap pembangunan wilayah perbatasan negara dan pengelolaan DAS, iii hubungan antar ketentuan- ketentuan dan lembaga-lembaga terkait. Permasalahan Berdasarkan latar belakang masalah sebagaimana dipaparkan, muncul pertanyaan-pertanyaan penelitian berikut: 1. Bagaimana performance kelembagaan pengelolaan DAS wilayah perbatasan negara dalam kerangka pembangunan berkelanjutan ? 2. Bagaimana strategi pengembangan kelembagaan pengelolaan DAS wilayah perbatasan negara? Tujuan Tujuan dari kajian ini adalah: 1. Melakukan evaluasi kelembagaan pengelolaan DAS wilayah perbatasan negara dalam kerangka pembangunan berkelanjutan 2. Menganalisis dan merekomendasikan strategi pengembangan kelembagaan pengelolaan DAS wilayah perbatasan negara Metode Penelitian Kerangka Analisis Dunn 1999 menyatakan analisis kebijakan adalah jenis analisis yang menghasilkan dan menyajikan informasi sebagai dasar pengambilan kebijakan. Analisis kebijakan pengelolaan DAS dalam kerangka pembangunan wilayah perbatasan negara, dirinci menjadi: i evaluasi hubungan kelembagaan masyarakat, unilateral, dan bilateral ii evaluasi secara rinci kelembagaan masyarakat, unilateral, dan bilateral, iii disain model kelembagaan pengelolaan DAS wilayah perbatasan negara dalam kerangka pembangunan berkelanjutan. Kajian kelembagaan diawali dengan mengevaluasi koordinasi antar kelembagaan masyarakat RI-RDTL, kelembagaan unilateral RI-RDTL dan kelembagaan bilateral RI-RDTL dalam pembangunan wilayah perbatasan negara dan pengelolaan Daerah Aliran Sungai. Kajian dilanjutkan dengan analisis kewenangan lembaga-lembaga pengelola pembangunan wilayah perbatasan dan pengelolaan DAS. Evaluasi dilakukan terhadap aturan-aturan dan kewenangan serta koordinasi antar lembaga dalam pembangunan wilayah perbatasan negara dan pengelolaan DAS. Disain model kelembagaan dianalisis terpisah pada bagian lain bab tersendiri dari penelitian ini. Siklus analisis dan pembuatan kebijakan, secara skematis ditampilkan Gambar 24. Gambar 24. Siklus Kebijakan sumber: Dunn, 1999 Metode Pelaksanaan Kajian Pelaksanaan kajian menggunakan data sekunder dan data primer. Data sekunder berupa studi kepustakaan untuk identifikasi landasan yuridis, lembaga pengelola pembangunan wilayah perbatasan dan pengelola daerah aliran sungai, dan dokumen-dokumen lain yang terkait. Data primer dikumpulkan dengan cara Policy Formation Policy Evaluation Policy Recomendation Policy Prediction dengan cara melakukan wawancara terhadap pemangku kepentingan menggunakan daftar pertanyaan yang telah disiapkan. Responden sebanyak 30 orang, dengan rincian 15 responden berasal dari Indonesia dan 15 responden berasal dari Timor Leste. Teknik pengambilan sampel secara purposive sampling dengan kriteria mewakili pemerintah, masyarakat lokal, dan pemerhati DAS yang memahami pengelolaan DAS di lokasi penelitian. Metode Analisis Data Evaluasi kelembagaan menggunakan analisis deskriptif untuk mengetahui hubungan antar kelembagaan. Analisis dilanjutkan dengan Content analysis untuk analisis landasan yuridis dan analisis deskriptif untuk analisis kewenangan lembaga pengelola daerah aliran sungai dan pembangunan wilayah perbatasan negara. Adapun strategi pengembangan kelembagaan pengelolaan DAS dilakukan dengan pembobotan faktor lingkungan internal strengths, weaknesses dan lingkungan eksternal opportunities, threats. Hasil dan Pembahasan Evaluasi Hubungan Kelembagaan Pengelolaan DAS Wilayah Perbatasan Negara Evaluasi kelembagaan pengelolaan DAS wilayah perbatasan negara dilakukan terhadap kelembagaan masyarakat, unilateral Indonesia dan Timor Leste, bilateral JBC Indonesia dan Timor Leste. Pengelompokkan ini didasarkan pada North 1990, Kasper et al 1998. North 1990 mengelompokkan kelembagaan menjadi kelembagaan formal dan informal. Kelembagaan formal merupakan kelembagaan yang dibentuk oleh pemerintah, sedangkan kelembagaan informal merupakan kelembagaan yang berkembang di masyarakat adat-istiadat, pemali, kesepakatan tidak tertulis. Adapun Kasper et al 1998 mengelompokkan kelembagaan menjadi kelembagaan internal dan kelembagaan eksternal. Kelembagaan internal merupakan kelembagaan yang tumbuh dan berkembang pada suatu komunitas, sedangkan kelembagaan eksternal merupakan kelembagaan yang dibentuk dari luar kelembagaan nasional, internasional. Pengelolaan DAS wilayah perbatasan Indonesia dan Timor Leste dilakukan secara parsial oleh masing-masing negara dan tidak dalam perspektif adanya keterkaitan ekologi hulu, tengah, hilir DAS. Kelembagaan bertujuan untuk mengarahkan perilaku individu menuju arah yang diinginkan oleh masyarakat, mengurangi perilaku oportunis, dan meningkatkan kepastian dan keteraturan dalam masyarakat Ostrom, 1990. Keteraturan dalam masyarakat merupakan wujud dari modal social trust, norm, networking. Bærenholdt et al 2002 menyatakan ketergantungan socio-spatial yang diantaranya disebabkan oleh ketergantungan sumberdaya alam membentuk modal sosial. Trust antar masyarakat di wilayah perbatasan membentuk norm yang berkembang dalam kelembagaan lokal masyarakat dan selanjutnya dapat diformalkan oleh pemerintah melalui network yang baik. Evaluasi kelembagaan diperlukan karena perilaku masyarakat yang cenderung eksploitatif dalam melakukan aktivitas usahatani. Demikian pula pembangunan wilayah perbatasan negara oleh pemerintah Indonesia dan Timor Leste yang kurang perspektif ekologi. Akibatnya terjadi perubahan lahan konservasi semak belukar dan hutan menjadi lahan budidaya pertanian lahan kering dan pertanian lahan kering campur. Kondisi ini menyebabkan ketidakpastian dalam pencapaian produksi usahatani karena rentan terhadap banjir dan kekeringan. Lebih dari itu, kondisi ini terjadi karena kelembagaan pengelolaan DAS yang belum koordinatif. Perubahan kelembagaan dibutuhkan agar lebih terjalin koordinasi antar kelembagaan masyarakat, kelembagaan unilateral dan kelembagaan bilateral. Ostrom 1990 menyatakan perubahan kelembagaan diklasifikasikan atas 3 yakni: level operasional rule, level collective choice rule dan level constitutional choice rule. Perubahan kelembagaan pengelolaan DAS wilayah perbatasan negara Indonesia dan Timor-Leste dilakukan pada tiap level kelembagaan sesuai pandangan Ostrom 1990. Perubahan kelembagaan pada level operasional dalam kaitannya dengan pemanfataan sumberdaya lahan secara berkelanjutan. Lahan di DAS yang selama ini dimanfaatkan untuk pertanian lahan kering campur dengan sistem tebas-bakar diubah menjadi pertanian dengan sistem agroforestry, dan lahan semak belukar direhabilitasi menjadi hutan. Perubahan pada level ini terjadi pada kelembagaan masyarakat, dan kelembagaan unilateral menetapkan reward dan punishment. Williamson 2000 menyatakan perubahan kelembagaan terjadi pada kelembagaan formal dan informal. Perubahan pada level collective choice rule, dengan cara mengubah ketentuan-ketentuan yang berhubungan dengan kewenangan dan koordinasi antar lembaga-lembaga pengelola DAS dan pembangunan wilayah perbatasan negara. Perubahan pada level collective choice rule terjadi pada kelembagaan masyarakat, kelembagaan unilateral dan bilateral. Perubahan kelembagaan dengan cara pemerintah melembagakan lembaga adat, memuat kawasan-kawasan perlindungan sumberdaya air dan sumberdaya hutan oleh masyarakat lokal menjadi kawasan lindung dengan pertimbangan kelestarian budaya dan lingkungan. Rekonstruksi kelembagaan JBC dengan memasukkan pengelolaan DAS wilayah perbatasan negara merupakan perubahan kelembagaan bilateral pada level collective choice rule. Perubahan kelembagaan pada level constitutional choice rule dengan cara mengubah landasan yuridis di Indonesia agar pembangunan tidak hanya perspektif administratif, tetapi lebih perspektif ekologi. Pemerintah Timor-Leste juga perlu menyiapkan regulasi mengenai pengelolaan sumberdaya alam dan penataan ruang di Timor-Leste. Perubahan regulasi pada masing-masing negara menjadi syarat bagi terlaksananya kerjasama yang lebih berkelanjutan. Perubahan kelembagaan yang disesuaikan dengan perubahan lingkungan adaptasi perubahan iklim bersifat kontinyu, sesuai dengan teori perubahan kelembagaan Williamson 2000. Perubahan kelembagaan pada level operasional rule, collective choice rule, constitutional choice rule diharapkan mengurangi aktivitas masyarakat yang cenderung eksploitatif dan mengurangi eksternalitas pembangunan wilayah perbatasan negara. Dampaknya efisiensi ekonomi mengalami peningkatan, sebagaimana dikemukakan Hayek 1968; Williamson 2000. Evaluasi ini menjadi dasar untuk melakukan disain kelembagaan pengelolaan DAS wilayah perbatasan negara Indonesia dan Timor-Leste yang adaptif terhadap perubahan iklim dalam mewujudkan pembangunan berkelanjutan. Gambar 25. Kerangka Hubungan Kelembagaan dalam Pengelolaan DAS dan Pembangunan Wilayah Perbatasan Negara Landasan Yuridis Indonesia Pengelola DAS Pengelola wily. perbatasan RPP DAS Grand Design Pengelolaan Wilyh.Perbatasan Wilyh Perbatasan DAS Wilyh. Perbatasan Upacara adat SD air, hutan dan lahan di DAS Masyarakat di wilyh.perbatasan Joint Border Commette JBC Kesepakatan ekonomi, PLB, pengelolaan SDA Pasar batas, PLB Kesepakatan Internasional dan Masyarakat Landasan Yuridis TL Pembangunan Rencana strategis nasional Pengelolaan SDA Pelarangan penebangan hutan Kelembagaan pengelolaan DAS wilayah perbatasan negara yang adaptif terhadap perubahan iklim dan koordinatif antar lembaga Pengelolaan parsial hulu, tengah, hilir dan terbatas pada wilayah administrasi tertentu Indonesia dan Timor- Leste Dasar Hukum Lembaga Rencana Aksi ObjekLokasi Nasional dan Daerah Hutan dan Air Output Impact Solusi Kelembagaan 73 Evaluasi Kelembagaan Masyarakat dalam Pengelolaan DAS Wilayah Perbatasan Negara Penduduk di Pulau Timor Timor Barat dan Timor Leste memiliki kesamaan budaya. Ditunjukkan dengan penggunaan bahasa komunikasi yang sama yakni: Bahasa DawanBaiqueno di Kabupaten TTU dan District Oecusi. Penduduk di perbatasan negara Indonesia dan Timor Leste juga memiliki ikatan kekerabatan yang kuat karena memiliki kelembagaan adat yang sama. Penghormatan terhadap simbol-simbol adat meningkatkan fungsi lembaga adat dalam mengatur tata kehidupan masyarakat di wilayah perbatasan negara. Interaksi penduduk yang berasal dari suku yang sama sulit dipisahkan oleh batas administrasi dan teritori negara. Suku-suku yang penduduknya bermukim di wilayah perbatasan negara adalah: Bikomi, Tunbaba, Naibenu, dan Musi. Penduduk suku Bikomi umumnya secara administrasi berada di Indonesia Kecamatan Bikomi Utara, Bikomi Tengah, Bikomi Nilulat dan Timor Leste Oesilo dan Passabe. Adapun penduduk suku Tunbaba umumnya menyebar di Kecamatan Miomafo Timur Indonesia dan Pante Makasar Timor Leste. Penyebaran penduduk suku Naibenu meliputi: Kecamatan Naibenu Indonesia, dan Oesilo dan Pante Makasar Timor Leste. Penduduk Suku Musi umumnya menyebar di Indonesia Musi, Bikomi Nilulat dan Timor-Leste Passabe, Nitibe. Acara-acara adat yang dilakukan setiap tahun oleh masing-masing suku melibatkan penduduk di District Oecussi dan Kabupaten TTU. Acara-acara adat biasanya dipimpin oleh usif raja, yang didampingi oleh amaf-amaf. Wilayah kewenangan seorang raja biasanya meliputi 1 kecamatan atau beberapa kecamatan. Suku Bikomi, Tunbaba, Naibenu, Musi dibentuk oleh beberapa amaf, dan turunannya biasanya menggunakan marga dari amaf atau usif raja sehingga meskipun berada pada wilayah administrasi atau teritori lain, tetap dilibatkan dalam acara-acara adat pada tiap suku. Kelembagaan adat berperan mengatur tata kehidupan masyarakat, kepemilikan lahan, dan tata cara menjaga kelestarian lingkungan hidup. Kepemilikan lahan adat didistribusikan kepada: individu, komunal, dan bahkan negara lahan adat yang diserahkan kepada negara. Pendistribusian kepemilikan lahan kepada amaf-amaf biasanya dilakukan oleh usif raja dan didampingi oleh salah satu amaf tobe. Setiap amaf diberikan kewenangan otonom untuk mengelola lahan dan sumberdaya alam yang telah didistribusikan oleh usif. Luas wilayah kewenangan seorang amaf biasanya meliputi 1 desa atau beberapa desa. Lahan yang dimiliki secara individu biasanya untuk lahan pertanian dan pemukiman, sedangkan lahan yang dimiliki secara komunal adalah lahan yang diperuntukan bagi kawasan peternakan, hutan dan sumberdaya air. Lahan yang diserahkan kepada pemerintah, biasanya diperuntukan bagi pemukiman kantor dan sekolah, kebun desa dan hutan. Kelembagaan adat mengelola peruntukan sumberdaya lahan dan aktivitas pada masing-masing peruntukan lahan. peruntukan lahan oleh masyarakat adat di perbatasan negara dikategorikan menjadi pertanian dan peternakan, pemukiman, dan kawasan lindung hutan dan sumberdaya air. Kawasan peternakan merupakan savana dan semak belukar yang kepemilikannya komunal. Peternakan yang berkembang dan memiliki nilai sosial tinggi adalah peternakan sapi, yang umumnya dikembangkan secara tradisional dengan cara menggembalakan ternak di savana. Kawasan pertanian umumnya merupakan lahan yang kepemilikannya merupakan milik individu dan sebagian merupakan milik komunal. Budaya pertanian yang berkembang di masyarakat adalah pertanian lahan kering campur dengan sistem tebas-bakar. Pengelolaannya dilakukan oleh kepala suku dengan cara menentukan lokasi pertanian lahan kering campur yang umumnya berpindah- pindah setiap 2-3 tahun sekali. Upacara adat juga dilakukan pada setiap tahapan kegiatan usahatani lahan kering dimaksudkan untuk memperoleh produksi yang tinggi. Pengelolaan sumberdaya lahan seperti ini merupakan pengelolaan yang berorientasi terhadap peningkatan produksi jangka pendek dan pertumbuhan ekonomi semata dan kurang memperhatikan keberlanjutannya. Meskipun demikian, di lain sisi kelembagaan masyarakat sesungguhnya telah mengenal perlindungan terhadap sumberdaya air dan sumberdaya hutan. Adanya ketentuan yang mewajibkan masyarakat agar tidak melakukan penebangan pohon dekat sumber mata air dan hutan. Larangan dilakukan dalam upacara adat yang disebut dengan “banut” atau “tarabandu”. Setiap tahun selalu ada upacara-upacara adat pada sinbol-simbol adat rumah adat dan oekanaf yang dihadiri oleh anggota suku, tanpa mempedulikan batas administrasi. Lembaga adat ini juga memberikan sanksi terhadap masyarakat yang melanggar, dalam bentuk denda dan hukuman adat lainnya. Evaluasi Kelembagaan Bilateral dalam Pengelolaan DAS Wilayah Perbatasan Kelembagaan bilateral pengelolaan DAS wilayah perbatasan negara adalah joint border committe JBC Indonesia dan Timor Leste. Kelembagaan JBC didukung oleh kesepakatan-kesepatakan internasional yang berhubungan pembangunan, dan dampak pembangunan terhadap pengelolaan sumberdaya alam lintas negara. JBC RI-RDTL merupakan forum kerjasama Pemerintah Indonesia dengan Timor Leste. JBC menangani kerjasama yang meliputi: i penentuan batas darat dan laut, ii kebijakan pelintas batas, iii pengelolaan sumberdaya alam lintas negara. JBC telah melakukan pertemuan-pertemuan untuk kerjasama penentuan batas negara, pemberlakuan pas lintas batas PLB, pembangunan pasar perbatasan; sedangkan pengelolaan DAS lintas negara belum dilakukan. Analisis kelembagaan JBC RI-RDTL disajikan pada Tabel 31. Tabel 31. Analisis Aspek-Aspek Kelembagaan JBC RI-RDTL Aspek Kelembagaan Hasil Analisis Struktur JBC dipimpin oleh Dirjen PUM Depdagri, dan membawahi 7 tujuh sub komisi teknis. Visi, Misi dan Tujuan Membahas isu dan permasalahan perbatasan RI dan RDTL, merumuskan program-program pada masing- masing bidang yang dilaksanakan oleh instansi- instansi terkait di tingkat pusat dan daerah Sumberdaya Tidak memiliki anggaran, aparatur dan prasarana mandiri, berfungsi sebagai forum ad hoc dan bukan institusi yang bersifat struktural Tugas, Fungsi dan Kewenangan Koordinatif Kelembagaan JBC Indonesia dan Timor Leste didasarkan pada Konvensi Wina. Konvensi Wina merupakan peraturan internasional mengenai perjanjian internasional dalam rangka pengelolaan sumberdaya alam lintas negara sebagaimana tertuang dalam konvensi internasional di Wina tahun 1969. Konvensi tersebut menjamin azas perjanjian internasional, multilateral dan bilateral. Kelembagaan bilateral pada beberapa negara di dunia dalam perkembangannya dibentuk karena adanya kesepakatan untuk mengurangi gas emisi rumah kaca dengan melaksanakan pembangunan yang ramah lingkungan. Negara-negara maju sebagai penyumbang terbesar terhadap terbentuknya gas rumah kaca dan perubahan iklim diwajibkan membayar kompensasi bagi negara- negara berkembang untuk menjaga kelestarian hutan tropis sebagai paru-paru dunia. Kesepakatan internasional dalam mengatasi eksternalitas negatif pengelolaan sumberdaya alam antar negara dilakukan dalam KTT Rio+20 tahun 2012. KTT Rio+20 menghasilkan dokumen the future we want yang merekomendasikan pengelolaan sumberdaya alam lintas negara dengan cara: i green economic, ii institutional framework for sustainable development, iii instrumen dan rencana aksi. Kesepakatan ini sesuai dengan salah satu tujuan Sustainable Development Goal’s adalah menjaga kelestarian lingkungan hidup dan membina kerjasama global bagi pembangunan. Pelaksanaannya melalui integrasi prinsip-prinsip pembangunan berkelanjutan ke dalam kebijakan dan program negara, dan mengurangi kerusakan sumberdaya alam. Sejak tahun 2016 dilaksanakan sustainable development goal’s, yang salah satu tujuannya adalah meningkatkan recilience terhadap resiko perubahan iklim terhadap komponen sosial, ekonomi dan ekologi. Kesepakatan-kesepakatan internasional dimaksud melandasi pembentukan JBC Indonesia dan Timor Leste. Kerjasama bilateral yang telah dilakukan oleh Indonesia dan Timor Leste adalah: - Penentuan batas laut dan batas darat Indonesia dan Timor Leste, meskipun pada beberapa titik lokasi belum ada kesepakatan technical sub committee on border demarcation and regulation. - Pemberlakukan pas lintas batas bagi penduduk di desa-desa yang berbatasan langsung, dan dibukanya pasar perbatasan negara technical sub committe on cross border movement of persons and goods crossing. - Kerjasama dalam menjaga keamanan perbatasan negara technical sub committe on border security Kerjasama bilateral river water management belum dilakukan karena beberapa lokasi merupakan lahan sengketa. Sumberdaya lahan yang disengketakan oleh masyarakat pada kedua negara memiliki sumberdaya air berlimpah. Solusinya dibutuhkan kelembagaan yang melakukan pengelolaan terhadap daerah aliran sungai lintas negara sebagai satu-kesatuan wilayah fungsional ekologi. Kerjasama pengelolaan untuk wilayah yang lebih luas akan memberikan beberapa opsi kerjasama bilateral Indonesia dan Timor Leste dalam mengelola sumberdaya alam lintas wilayah administratif kenegaraan. Kerjasama bilateral pengelolaan sumberdaya alam lintas negara akan mewujudkan pembangunan berkelanjutan. Evaluasi Kelembagaan Unilateral Pengelolaan Daerah Aliran Sungai Wilayah Perbatasan Negara Evaluasi kelembagaan pengelolaan DAS wilayah perbatasan negara dianalisis terhadap komponen-komponen berikut: i landasan yuridis pengelolaan DAS wilayah perbatasan negara yang terdiri atas peraturan internasional, perundang-undangan di Indonesia dan Timor-Leste, ii lembaga-lembaga pengelola DAS dan pembangunan wilayah perbatasan negara Indonesia dan Timor Leste, iii dokumen-dokumen pengelolaan DAS dan pembangunan wilayah perbatasan negara yang dijadikan rujukan dalam pengelolaan DAS wilayah perbatasan negara. Landasan Yuridis Pembangunan Wilayah Perbatasan Negara dan Pengelolaan Daerah Aliran Sungai Landasan yuridis sebagai landasan pengelolaan yang umumnya mengarahkan lembaga negara yang berwenang melakukan pengelolaan. Lembaga negara yang melakukan pengelolaan DAS dan pembangunan wilayah perbatasan negara menerbitkan dokumen yang digunakan sebagai rujukan dalam melakukan pengelolaan. Landasan Yuridis Pemerintah Indonesia Tabel 32. Landasan Yuridis Pembangunan Wilayah Perbatasan dan Pengelolaan Daerah Aliran Sungai No Perundang-Undangan Tentang Pembangunan Wilayah Perbatasan 1 UU No. 26 tahun 2007 Penataan Ruang 2 UU No. 43 tahun 2008 Wilayah negara 3 UU No. 17 tahun 2007 Rencana Pembangunan Jangka Panjang Nasional Tahun 2005-2025 4 PP No. 26 tahun 2008 Rencana Tata Ruang Wilayah Nasional Tahun 2008-2028 5 Perpres No. 5 tahun 2010 Badan Nasional Pengelola Perbatasan 6 Perpres No. 179 tahun 2014 Rencana Tata Ruang Kawasan Perbatasan Negara di Provinsi Nusa Tenggara Timur 7 Perda Provinsi NTT No. 5 tahun 2010 Rencana Tata Ruang Wilayah Provinsi NTT tahun 2010-2030 8 Perda Provinsi NTT No.1 tahun 2008 Rencana Pembangunan Jangka Panjang Daerah Provinsi NTT tahun 2005-2025 9 Perda Kabupaten TTU No. 8 tahun 2008 Rencana Tata Ruang Wilayah Kabupaten TTU tahun 2008-2028 Pengelolaan Daerah Aliran Sungai 1 UU No.37 tahun 2014 Konservasi Tanah dan Air 2 PP No. 42 tahun 2008 Pengaturan Sumberdaya Air 3 PP No. 37 tahun 2012 Pengelolaan Daerah Aliran Sungai 4 Peraturan Menteri PU Nomor: 11 APRTM2006 Penetapan Wilayah Sungai 5 Peraturan Menteri Kehutanan RI No.P.39Menhut-II2009 Pedoman Penyusunan Rencana Pengelolaan Daerah Aliran Sungai Secara Terpadu 6 Peraturan daerah Provinsi NTT No. 5 tahun 2008 Pengelolaan Daerah Aliran Sungai Secara Terpadu Landasan yuridis pembangunan wilayah perbatasan negara sebagaimana diamanatkan UUD 1945 pasal 25A tentang wilayah negara. Pengelolaan daerah aliran sungai termaktub dalam UUD 1945 pasal 33 tentang pengelolaan sumberdaya alam yang dimanfaatkan untuk sebesar-besarnya kemakmuran rakyat. Penjabaran pasal-pasal UUD 1945 tersebut menjadi Undang-Undang UU, Peraturan Pemerintah PP dan peraturan terkait menjadi dasar pembangunan wilayah perbatasan negara dan pengelolaan daerah aliran sungai. Rincian landasan yuiridis ditampilkan Tabel 28. Demsetz 1967; Allen 2002 menyatakan property rights yang tidak sempurna pada sumberdaya alam membutuhkan regulasi yang dijadikan sebagai landasan untuk mengelola sumberdaya alam dimaksud. DAS Tono merupakan contoh property rights yang tidak sempurna karena secara administrasi berada di dua negara Indonesia dan Timor-Leste. Sumberdaya lahan yang berada pada DAS Tono juga berbeda-beda dalam property rights. Rinciannya lahan hutan merupakan state property dan common property, lahan semak belukar common property dan lahan pertanian umumnya merupakan individual property. Regulasi yang telah diterapkan di Indonesia untuk mengelola DAS di wilayah perbatasan sebagaimana ditampilkan bagian berikut. Kebijakan Pembangunan Wilayah Perbatasan UU No. 26 tahun 2007 tentang penataan ruang menyatakan wilayah dikategorikan menjadi: wilayah perencanaan, wilayah homogen dan wilayah nodal. Wilayah perencanaan yang umum adalah negara, provinsi, kabupaten, kecamatan, dan desa. Wilayah homogen dan wilayah nodal dapat pula ditetapkan sebagai wilayah perencanaan dengan pertimbangan tertentu. UU No. 26 tahun 2007 menyatakan pemerintah, pemerintah provinsi dan pemerintah kabupaten berwenang melakukan penataan ruang sesuai kewenangannya masing-masing. Salah satu kewenangan dalam penataan ruang adalah menetapkan kawasan strategis nasional, provinsi, dan kabupaten dengan pertimbangan tertentu, termasuk mempertimbangkan aspek homogenitas dan nodalitas wilayah. Kawasan strategis nasional merupakan wilayah yang penataan ruangnya diprioritaskan karena mempunyai pengaruh sangat penting secara nasional terhadap kedaulatan negara, pertahanan dan keamanan negara, ekonomi, sosial, budaya, danatau lingkungan hidup, termasuk wilayah yang telah ditetapkan sebagai warisan nasional. Tujuan penataan ruang sesuai UU No. 26 tahun 2007 adalah: i terwujudnya keharmonisan antara lingkungan alam dan lingkungan buatan, ii terwujudnya keterpaduan antara sumberdaya alam dan sumberdaya buatan dengan memperhatikan sumberdaya manusia, ii terwujudnya perlindungan fungsi ruang dan pencegahan dampak negatif terhadap lingkungan akibat pemanfaatan ruang. Meskipun demikian, dampak negatif dapat terjadi karena pembangunan yang kurang perspektif ekologi, terutama di wilayah perbatasan negara. Pemerintahan RI mendefinisikan kawasan perbatasan sebagai wilayah administrasi kecamatan-kecamatan yang berbatasan langsung dengan negara lain UU No. 43 tahun 2008 tentang Wilayah Negara. Pembangunan yang mengedepankan wilayah administrasi, dapat menimbulkan dampak negatif terhadap lingkungan yang berkaitan secara ekologi. Koordinasi antar lembaga dapat mengurangi eksternalitas negatif pembangunan. Pemerintah Indonesia membentuk Badan Nasional Pengelola Perbatasan BNPP sebagai lembaga yang berwenang melakukan koordinasi pembangunan wilayah perbatasan negara sesuai Peraturan Presiden Indonesia No. 12 tahun 2010. BNPP telah menetapkan grand design pengelolaan batas wilayah negara dan kawasan perbatasan negara 2011-2025 yang diantaranya memuat keterkaitan pertahanan keamanan, ekonomi, sosial, budaya, sumberdaya alam dan lingkungan. Kebijakan Pengelolaan Daerah Aliran Sungai dalam Kerangka Pembangunan Wilayah Perbatasan UU No. 37 tahun 2014 tentang Konservasi Tanah dan Air menyatakan daerah aliran sungai adalah suatu wilayah daratan yang merupakan satu kesatuan dengan sungai dan anak-anak sungainya, yang berfungsi menampung, menyimpan, dan mengalirkan air yang berasal dari curah hujan ke danau atau ke laut secara alami, yang batas di darat merupakan pemisah topografis dan batas di laut sampai dengan daerah perairan yang masih terpengaruh aktivitas daratan. Dibutuhkan pengelolaan DAS PP RI No. 37 tahun 2012 sebagai upaya manusia mengatur hubungan timbal balik antara sumberdaya alam dengan manusia di dalam DAS dan segala aktivitasnya, agar terwujud kelestarian dan keserasian ekosistem serta meningkatnya kemanfaatan sumberdaya alam bagi manusia secara berkelanjutan. Pengelolaan DAS lintas negara danatau lintas provinsi dilakukan oleh menteri, sedangkan DAS dalam provinsi dan lintas kabupaten oleh gubernur. Adapun DAS dalam kabupatenkota merupakan kewenangan bupatiwalikota. Pemerintah melalui Permen PU Nomor: 11 APRTM2006 menetapkan wilayah sungai yang berada di perbatasan negara. Terdapat 10 sepuluh DAS yang berada di perbatasan Indonesia dan Timor Leste. DAS Tono merupakan salah satu DAS yang berada di wilayah perbatasan Indonesia dan Timor-Leste. Kenyataannya, selama ini Indonesia meperlakukan Sub DAS Banain dan Sub DAS Ekat sebagai DAS yang berada dalam Kabupaten. Perpres No. 179 tahun 2014 menyatakan DAS Banain dan DAS Ekat merupakan DAS wilayah perbatasan negara, yang sesungguhnya merupakan bagian dari DAS Tono. Keterkaitan Perundang-Undangan Pembangunan Wilayah Perbatasan Negara dan Pengelolaan Daerah Aliran Sungai UU No. 26 tahun 2007 menyatakan tipologi wilayah meliputi: i wilayah perencanaan, ii wilayah homogen, iii wilayah nodal. UU No. 43 tahun 2008 menyatakan kawasan perbatasan merupakan wilayah kecamatan yang berbatasan dengan negara lain. UU No. 37 tahun 2014 menyatakan DAS merupakan wilayah yang berfungsi menampung, menyimpan dan mengalirkan air. DAS Tono yang berada di perbatasan negara Indonesia dan Timor Leste merupakan wilayah fungsional yang terdiri atas bagian hulu, tengah, dan hilir. Pengelolaannya dibatasi oleh wilayah teritori masing-masing negara, dan dalam tataran spatial terjadi benturan antara definisi kawasan perbatasan yang berbasis wilayah administrasi kecamatan, dengan DAS yang memiliki keterkaitan ekologi. Rencana tata ruang kawasan perbatasan di Provinsi NTT disusun terbatas pada kecamatan-kecamatan yang berada di kawasan perbatasan, dan implementasi pembangunan melalui lokasi-lokasi prioritas yang bias administrasi. Dampaknya perencanaan dan implementasi pembangunan tidak terpadu karena terdapat kecamatan yang tidak termasuk dalam kawasan perbatasan, namun secara ekologi merupakan bagian dari DAS Tono sebagai DAS wilayah perbatasan negara. Perubahan kelembagaan pengelolaan DAS wilayah perbatasan negara, dibutuhkan untuk menjamin pembangunan berkelanjutan di wilayah perbatasan negara. Perundang-Undangan Timor-Leste Konstitusi Negara Republik Demokratic Timor Leste pasal 5 menetapkan District Oecussi sebagai wilayah yang diberikan kewenangan otonomi khusus. Kewenangan untuk mengelola wilayah sendiri karena District Oecussi merupakan wilayah yang enclave di wilayah NKRI. Konsekuensinya Pemerintah Timor Leste menetapkan menteri muda secretario estado sebagai perwakilan pemerintah pusat di District Oecussi. Pemerintah district dipimpin oleh seorang Bupati yang berwenang melakukan perencanaan pembangunan jangka menengah, sedangkan perencanaan pembangunan jangka panjang ditetapkan oleh pemerintah pusat melalui kementerian perencanaan pembangunan nasional. Pemerintah Timor Leste menetapkan kebijakan guna membatasi penebangan pohon di hutan, dan tidak memperbolehkan ekspor kayu dari Timor Leste. Pemerintah juga memfasilitasi suco-suco baca: desa-desa untuk menghidupkan kembali pemeliharaan terhadap kawasan hutan dan sumberdaya air yang dikenal dengan tarabandu. Tugas dan Fungsi Lembaga-Lembaga Unilateral Pengelola Daerah Aliran Sungai Wilayah Perbatasan Negara Lembaga-lembaga pengelola DAS dan pembangunan wilayah perbatasan negara terdiri atas: i lembaga-lembaga pengelola di tingkat pusat Indonesia dan Timor Leste, ii lembaga-lembaga di tingkat daerah, meliputi: Provinsi NTT, Kabupaten TTU dan District Oecussi. Analisis lembaga pengelola daerah aliran sungai wilayah perbatasan meliputi: i struktur dan fungsi masing-masing lembaga pengelola tingkat pusat dan daerah, ii koordinasi antar lembaga- lembaga tersebut. Lembaga-Lembaga RI Pengelola DAS Wilayah Perbatasan Negara Lembaga-lembaga di Indonesia yang berwenang melakukan pengelolaan DAS wilayah perbatasan negara dan pembangunan wilayah perbatasan negara, dikategorikan menjadi: i Badan Nasional Pengelola Perbatasan, ii Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan, iii Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat. Masing-masing kementerian dan badan membentuk lembaga di tingkat provinsi, dan kabupaten bila dibutuhkan. Kementerian lingkungan hidup dan kehutanan RI membentuk badan pengelola DAS BP-DAS di tingkat pusat dan BP-DAS di tingkat provinsi atau beberapa kabupaten. BP-DAS dapat membentuk forum DAS yang berfungsi koordinatif antar pemangku kepentingan dan sektor. Kementerian pekerjaan umum dan perumahan rakyat PUPR membentuk lembaga teknis di tingkat provinsi berupa balai wilayah sungai. BNPP membentuk badan daerah pengelola perbatasan di tingkat provinsi dan kabupaten. Badan Nasional Pengelolaan Perbatasan BNPP RI BNPP merupakan badan yang dibentuk berdasarkan UU No. 43 tahun 2008 yang dijabarkan dalam Peraturan Presiden No.12 tahun 2010. Badan ini selanjutnya membentuk instansi teknis di provinsi dan kabupaten yang berbatasan dengan negara lain. Pemerintah Provinsi NTT membentuk BDPP Provinsi NTT, sedangkan Pemerintah Kabupaten TTU membentuk BDPP Kabupaten TTU. Analisis aspek-aspek kelembagaan BNPP, BDPP Provinsi, dan BDPP Kabupaten ditampilkan pada Tabel 33, 34 dan 35. Badan pengelola perbatasan yang dibentuk pemerintah, pemerintah provinsi, pemerintah kabupaten menjalankan tugas dan berkoordinasi dengan lembaga-lembaga terkait lainnya. Tabel 33. Analisis Aspek-Aspek Kelembagaan BNPP Aspek Kelembagaan Hasil Analisis Struktur BNPP dipimpin oleh Menteri Dalam Negeri. BNPP terdiri atas 3 Deputi yang menangani bidang infrastruktur kawasan perbatasan, potensi kawasan perbatasan, batas wilayah negara Visi, Misi dan Tujuan Mempercepat penyelesaian batas antar negara; pengembangan pusat pertumbuhan baru di kawasan perbatasan; mewujudkan kawasan perbatasan yang kondusif bagi aktifitas ekonomi, sosial, budaya; meningkatkan pembangunan prasarana dan sarana perbatasan; meningkatkan pengelolaan SDA; mengembangkan sistem kerjasama pembangunan Sumberdaya Tidak memiliki anggaran karena berfungsi sebagai forum ad hoc. Memiliki aparatur dan prasarana mandiri. Tugas, Fungsi dan Kewenangan Menetapkan kebijakan program pembangunan perbatasan, menetapkan rencana kebutuhan anggaran, mengkoordinasikan pelaksanaan, dan melaksanakan evaluasi dan pengawasan terhadap batas wilayah negara dan kawasan perbatasan Tabel 34. Analisis Aspek-Aspek Kelembagaan BDPP Provinsi NTT Aspek Kelembagaan Hasil Analisis Struktur BNPP Provinsi NTT dipimpin oleh pejabat eselon II, yang terdiri atas 3 kepala bidang yang menangani bidang infrastruktur kawasan perbatasan, potensi kawasan perbatasan, batas wilayah negara Visi, Misi dan Tujuan Mempercepat penyelesaian batas antar negara; mempercepat pengembangan pusat pertumbuhan baru di kawasan perbatasan; mewujudkan kawasan perbatasan yang kondusif bagi aktifitas ekonomi, sosial, budaya; meningkatkan pembangunan prasarana dan sarana perbatasan; meningkatkan pengelolaan sumberdaya alam; mengembangkan sistem kerjasama pembangunan Sumberdaya Memiliki anggaran, aparatur dan prasarana mandiri. Tugas, Fungsi dan Kewenangan Melaksanakan kebijakan pemerintah dan menetapkan kebijakan dalam kerangka otonomi daerah dan tugas perbantuan, melakukan koordinasi pembangunan kawasan perbatasan, melakukan pengawasan pembangunan kawasan perbatasan tingkat kabupaten, menetapkan kebutuhan anggaran Tabel 35. Analisis Aspek-Aspek Kelembagaan BDPP Kabupaten TTU Aspek Kelembagaan Hasil Analisis Struktur BNPP dipimpin oleh pejabat eselon II, yang membawahi 3 kepala bidang yang menangani bidang infrastruktur kawasan perbatasan, potensi kawasan perbatasan, batas wilayah negara. Visi, Misi dan Tujuan Mempercepat penyelesaian batas antar negara; mempercepat pengembangan pusat pertumbuhan baru di kawasan perbatasan; mewujudkan kawasan perbatasan yang kondusif bagi aktifitas ekonomi, sosial, budaya; meningkatkan pembangunan prasarana dan sarana perbatasan; meningkatkan pengelolaan sumberdaya alam; mengembangkan sistem kerjasama pembangunan Sumberdaya Memiliki anggaran, aparatur dan prasarana mandiri. Tugas, Fungsi dan Kewenangan Melaksanakan kebijakan pemerintah, pemerintah provinsi; dan menetapkan kebijakan lainnya dalam kerangka otonomi daerah, menjaga dan memelihara tanda batas; melakukan koordinasi pelaksanaan tugas pembangunan kawasan perbatasan di wilayahnya; menetapkan rencana kebutuhan anggaran Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan RI Kementerian ini dibentuk sesuai dengan Peraturan Presiden No. 16 tahun 2015 tentang Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan. Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan membentuk Badan Pengelolaan Daerah Aliran Sungai BP-DAS di tingkat pusat. BP-DAS membentuk BP-DAS Benain- Noelmina yang melakukan pengelolaan terhadap DAS Benenain dan DAS Noelmina. Sub DAS Banain dan Sub DAS Ekat yang merupakan bagian DAS Tono merupakan DAS yang berada dalam wilayah pengelolaan BP-DAS Benain. BP-DAS Benain juga telah membentuk forum DAS Benain yang berfungsi melakukan kajian, koordinasi antar stakeholder dan sektor dalam pengelolaan DAS Benain. Forum DAS Benain berperan melakukan koordinasi terhadap pengelolaan DAS Benain. Kajian dan koordinasi pengelolaan DAS Benain saat ini lebih menitikberatkan pada DAS Benain, bukan seluruh wilayah pengelolaan BP- DAS Benain. Tabel 36. Analisis Aspek-Aspek Kelembagaan Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan RI Aspek Kelembagaan Hasil Analisis Struktur Dipimpin oleh Menteri yang membawahi beberapa direktorat termasuk direktorat pengendalian daerah aliran sungai dan hutan lindung. Visi, Misi dan Tujuan Mengendalikan konversi lahan DAS, hutan lindung. Sumberdaya Memiliki anggaran, aparatur dan prasarana mandiri. Tugas, Fungsi dan Kewenangan Perumusan dan pelaksanaan kebijakan; penyusunan standar, kriteria dan prosedur; koordinasi, bimbingan teknis, evaluasi dan pelaporan Tabel 37. Analisis Aspek-Aspek Kelembagaan BP-DAS Aspek Kelembagaan Hasil Analisis Struktur Dipimpin oleh seorang dirjen yang membawahi beberapa direktur termasuk direktur perencanaan dan evaluasi pengelolaan DAS. Visi, Misi dan Tujuan Peningkatan fungsi dan daya dukung DAS berbasis pemberdayaan masyarakat Sumberdaya Memiliki anggaran, aparatur dan prasarana mandiri. Tugas, Fungsi dan Kewenangan Perumusan dan pelaksanaan kebijakan pengelolaan DAS, penyusunan standar, kriteria dan prosedur di bidang pengelolaan DAS Tabel 38. Analisis Aspek-Aspek Kelembagaan BP-DAS Benain Aspek Kelembagaan Hasil Analisis Struktur Badan yang berada dibawah pimpinan dirjen pengendalian daerah aliran sungai dan hutan lindung. Dipimpin oleh seorang pejabat eselon II dan membawahi beberapa bidang. Visi, Misi dan Tujuan Melaksanakan pembangunan yang berkelanjutan pada DAS, bila diperlukan membentuk forum DAS Sumberdaya Memiliki anggaran, aparatur dan prasarana mandiri. Tugas, Fungsi dan Kewenangan Merumuskan dan menetapkan kebijakan program pengelolaan daerah aliran sungai yang berada di NTT. Dilanjutkan dengan pelaksanaan, evaluasi dan pengawasan pengelolaan DAS tersebut Tabel 39. Analisis Aspek-Aspek Kelembagaan Forum DAS Benain Aspek Kelembagaan Hasil Analisis Struktur Dipimpin oleh ketua forum yang dipilih dari pemangku kepentingan. Visi, Misi dan Tujuan Memfasilitasi komunikasi dan koordinasi antar stakeholder di kabupaten-kabupaten yang berada di DAS Benain Sumberdaya Tidak memiliki anggaran, aparatur dan prasarana mandiri. Tugas, Fungsi dan Kewenangan Merumuskan kebijakan dan program pembangunan pada DAS Benain yang dapat dilaksanakan oleh instansi terkait. Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat PUPR RI Kementerian PUPR merupakan kementerian yang bertugas membangun infrastruktur di seluruh Indonesia, termasuk wilayah perbatasan negara dan wilayah DAS. Pembangunan infrastruktur wilayah perbatasan yang telah dilaksanakan adalah perluasan jalan dan pembangunan jalan baru. Pembangunan infrastruktur pada sempadan sungai dan wilayah sungai merupakan kewenangan Kementerian PUPR. Kementerian PUPR membentuk balai wilayah sungai di Provinsi NTT yang berkedudukan di Kupang. Berikut ditampilkan analisis kelembagaan kementerian PUPR dan balai wilayah sungai NTT I. Tabel 40. Analisis Aspek-Aspek Kelembagaan Kementerian PUPR RI Aspek Kelembagaan Hasil Analisis Struktur Dipimpin oleh Menteri yang membawahi beberapa direktorat termasuk direktorat sumber daya air. Visi, Misi dan Tujuan Menyelenggarakan pengelolaan sumberdaya air secara efektif dan optimal untuk meningkatkan kelestarian fungsi, keberlanjutan pemanfaatan sumberdaya air, mengurangi resiko daya rusak air. Sumberdaya Memiliki anggaran, aparatur dan prasarana mandiri. Tugas, Fungsi dan Kewenangan Perumusan dan pelaksanaan kebijakan; penyusunan standar, kriteria dan prosedur; bimbingan teknis dan pelaksanaannya Tabel 41. Analisis Aspek-Aspek Kelembagaan Balai Wilayah Sungai NTT I Aspek Kelembagaan Hasil Analisis Struktur Balai yang berada di bawah pimpinan dirjen sumberdaya air. Berada di Provinsi NTT dan dipimpin oleh pejabat eselon II. Visi, Misi dan Tujuan Mewujudkan pembangunan pada wilayah sungai secara terpadu. Sumberdaya Memiliki anggaran, aparatur dan prasarana mandiri. Tugas, Fungsi dan Kewenangan Merumuskan dan menetapkan kebijakan program pembangunan pada wilayah sungai. Dilanjutkan dengan pelaksanaan dan evaluasi terhadap program pembangunan tersebut Sumber: Olahan Data, 2014 Lembaga Pengelola DAS Wilayah Perbatasan Negara di RDTL Sistem pemerintahan Timor Leste merupakan republik demokratik. Presiden adalah kepala negara, sedangkan perdana menteri sebagai kepala pemerintahan. Lembaga-lembaga negara yang berwenang melakukan pengelolaan terhadap daerah aliran sungai adalah kementerian pekerjaan umum, dan kementerian kehutanan, pertanian dan perikanan. Adapun kementerian yang berwenang melakukan perencanaan pembangunan nasional adalah kementerian pembangunan nasional dan kementerian dalam negeri. Kementerian dalam negeri berwenang menditribusikan wewenang kepada pemerintah daerah district untuk melakukan pembangunan di wilayahnya. Pembangunan didasarkan pada perencanaan pembangunan jangka menengah daerah yang merujuk pada rencana pembangunan strategik nasional, yang merupakan kewenangan kementerian perencanaan pembangunan nasional. Pemerintah District Oecusi telah menyusun dokumen perencanaan jangka menengah 2014-2018. Adapun kementerian kehutanan, pertanian dan perikanan berwenang melakukan pengelolaan terhadap kawasan hutan, pertanian dan perikanan. Koordinasinya dengan kementerian pekerjaan umum untuk pembangunan irigasi dan prasarana penunjang lainnya. Rincian analisis kelembagaan kementerian-kementerian yang terkait dengan lembaga pengelola DAS wilayah perbatasan negara di Timor-Leste ditampilkan pada Tabel 42, 43, 44, 45. Tabel 42. Analisis Aspek-Aspek Kelembagaan Kementerian PU Republik Demokratik Timor Leste Aspek Kelembagaan Hasil Analisis Struktur Dipimpin oleh Menteri yang membawahi beberapa direktorat. Visi, Misi dan Tujuan Menyelenggarakan pembangunan dan pemeliharaan terhadap infrastruktur wilayah termasuk perpipaan, bendungan dan jaringan primer irigasi guna meningkatkan fungsi sumberdaya air. Sumberdaya Memiliki anggaran, aparatur dan prasarana mandiri. Tugas, Fungsi dan Kewenangan Perumusan dan pelaksanaan kebijakan; penyusunan standar, kriteria dan prosedur; bimbingan teknis dan pelaksanaannya Tabel 43. Analisis Aspek-Aspek Kelembagaan Kementerian Kehutanan, Pertanian dan Perikanan Republik Demokratik Timor Leste Aspek Kelembagaan Hasil Analisis Struktur Dipimpin oleh Menteri yang membawahi beberapa direktorat yakni: direktorat kehutanan, pertanian, dan perikanan. Visi, Misi dan Tujuan Menyelenggarakan pengelolaan terhadap sumberdaya kehutanan guna menjaga kelestarian sumberdaya air. Menyelenggarakan pemberdayaan masyarakat yang berada di DAS. Sumberdaya Memiliki anggaran, aparatur dan prasarana mandiri. Tugas, Fungsi dan Kewenangan Perumusan dan pelaksanaan kebijakan; penyusunan standar, kriteria dan prosedur; bimbingan teknis dan pelaksanaannya Tabel 44. Analisis Aspek-Aspek Kelembagaan Kementerian dalam Negeri Republik Demokratik Timor Leste Aspek Kelembagaan Hasil Analisis Struktur Dipimpin oleh Menteri yang membawahi beberapa direktorat. Visi, Misi dan Tujuan Menyelenggarakan pengembangan kelembagaan, dan menyelenggarakan pembangunan dalam rangka meningkatkan ketahanan nasional dan menjaga keutuhan wilayah RDTL. Sumberdaya Memiliki anggaran, aparatur dan prasarana mandiri. Tugas, Fungsi dan Kewenangan Perumusan dan pelaksanaan kebijakan; penyusunan standar, kriteria dan prosedur; bimbingan teknis dan pelaksanaannya Tabel 45. Analisis Aspek-Aspek Kelembagaan Kementerian Pembangunan Nasional Republik Demokratik Timor Leste Aspek Kelembagaan Hasil Analisis Struktur Dipimpin oleh Menteri yang membawahi beberapa direktorat Visi, Misi dan Tujuan Merencanakan dan menyelenggarakan pembangunan nasional dan wilayah. Sumberdaya Memiliki anggaran, aparatur dan prasarana mandiri. Tugas, Fungsi dan Kewenangan Perumusan dan pelaksanaan kebijakan; penyusunan standar, kriteria dan prosedur; bimbingan teknis dan pelaksanaannya Hubungan Lembaga-Lembaga Pengelola DAS Wilayah Perbatasan Negara Kerjasama bilateral Indonesia dengan Timor Leste dilakukan dengan membentuk Joint Border Comitte JBC RI-RDTL. Fungsinya melakukan koordinasi penentuan batas negara, kerjasama keamanan dan pelintas batas, serta pengelolaan sumberdaya alam lintas negara. Terdapat beberapa titik perbatasan negara yang dipermasalahkan karena konflik sumberdaya alam. Penyelesaian konflik tersebut dilakukan melalui pertemuan-pertemuan dalam JBC juga dengan menghadirkan tokoh-tokoh adat di wilayah perbatasan negara. JBC RI-RDTL juga telah mengaktifkan pasar perbatasan dan pemberikan PLB pas lintas batas bagi penduduk di desa-desa yang berbatasan langsung, sebagai solusi bagi pelintas batas ilegal yang selama ini melakukan aktivitas sosial, ekonomi dan budaya. Implikasinya berkurangnya black market dan mengurangi transaction cost. Adapun koordinasi pembangunan yang belum dilaksanakan oleh Joint Border Comitte RI-RDTL adalah pengelolaan sumberdaya alam di perbatasan negara. Terdapat sumberdaya alam yang memiliki keterkaitan ekologis yang letaknya berada di perbatasan negara Indonesia dan Timor Leste. DAS merupakan sumberdaya pembangunan yang memiliki keterkaitan antara hulu, tengah dan hilir. Terdapat beberapa DAS yang berada di perbatasan negara Indonesia dan Timor Leste. Kendalanya pemerintah menetapkan pembangunan berbasis wilayah administratif. Pembangunan wilayah perbatasan negara sesuai dengan lokasi prioritas I, II, dan III yang telah ditetapkan dalam grand design pembangunan kawasan perbatasan oleh Badan Nasional Pengelola Perbatasan BNPP. Lokasi prioritas meliputi: kecamatan-kecamatan yang berbatasan dengan negara tetangga dan ibukota kabupaten dari kabupaten-kabupaten yang berbatasan dengan negara tetangga. Sedangkan DAS merupakan wilayah fungsional yang berbeda secara spatial dengan wilayah admnistrasi kecamatan. Pengelolaan DAS Tono dilakukan oleh masing-masing negara dengan perspektif parsial karena meliputi wilayah teritori masing-masing negara. Pengelolaan daerah aliran sungai wilayah perbatasan negara seyogyanya melibatkan kementerian-kementerian terkait dan seluruh stakeholder. Kerjasama pengelolaan DAS wilayah perbatasan negara akan meningkatkan pencapaian tujuan pembangunan berkelanjutan, karena menjadi landasan pelaksanaan program-program pembangunan berkelanjutan. Dokumen-Dokumen Perencanaan Pembangunan Wilayah Perbatasan dan Pengelolaan Daerah Aliran Sungai Peraturan-peraturan dan institusi-institusi pemerintah pengelola pembangunan wilayah perbatasan dan pengelola daerah aliran sungai melaksanakan tugas dan fungsinya berdasarkan dokumen-dokumen operasional yang dituangkan dalam perencanaan pembangunan. Dokumen-dokumen perencanaan dikelompokkan menjadi dokumen perencanaan spatial dan perencanaan pembangunan. Dokumen perencanaan spatial meliputi: Rencana Tata Ruang Wilayah Nasional, rencana tata ruang kawasan perbatasan negara, rencana tata ruang Provinsi NTT, rencana tata ruang Kabupaten TTU. Adapun pemerintah Timor Leste belum memiliki dokumen perencanaan spatial penataan ruang. Dokumen perencanaan pembangunan meliputi: Rencana Pembangunan Jangka Panjang RPJP RI, RPJP Daerah Provinsi NTT, RPJP Daerah Kabupaten TTU. Dokumen perencanaan strategis nasional pemerintah Timor Leste dan perencanaan pembangunan District Oecussi tahun 2014-2018. UU No. 26 tahun 2007 dioperasionalkan secara nasional melalui PP No. 26 tahun 2008 tentang Rencana Tata Ruang Wilayah Nasional RTRWN. RTRWN menyatakan pemerintah menetapkan pembangunan wilayah perbatasan negara dengan prioritas keamanan. Pendekatan ekonomi juga dilakukan dengan menetapkan Kupang ibukota Provinsi NTT ditetapkan sebagai Pusat Kegiatan Strategis Nasional PKSN, Atambua ibukota Kabupaten Belu ditetapkan sebagai Pusat Kegiatan Nasional PKN, dan Kefamenanu ibukota Kabupaten TTU ditetapkan sebagai Pusat Kegiatan Wilayah PKW. Kota Atambua dan Kefamenanu dalam perkembangannya, statusnya mengalami peningkatan menjadi Pusat Kegiatan Strategis Nasional PKSN, yang ditetapkan melalui Peraturan Presiden No. 179 tahun 2014 tentang Rencana Tata Ruang Kawasan Perbatasan Negara di Provinsi Nusa Tenggara Timur. Prioritas pembangunan kawasan perbatasan negara di NTT meliputi: i keamanan untuk menetapkan batas-batas darat dan laut yang bebas konflik, ii kesejahteraan melalui penetapan kawasan agropolitan dan kawasan perdagangan, iii perpaduan keamanan dan kesejahteraan melalui penetapan kawasan industri, iv lingkungan hidup melalui penetapan buffer zone sebagai kawasan lindung. Pemerintah Provinsi NTT menetapkan RTRW Provinsi NTT 2010-2030 merujuk pada RTRWN dan UU No. 26 tahun 2007. Pemerintah Kabupaten TTU juga telah menetapkan kawasan perbatasan sebagai kawasan strategis daerah sesuai RTRW Kabupaten TTU 2008-2028. Pemerintah Provinsi NTT dan Kabupaten TTU selanjutnya melaksanakan pembangunan pada kawasan perbatasan negara dengan maksud meningkatkan kesejahteraan masyarakat melalui pengelolaan sumberdaya alam di wilayah perbatasan negara. Pelaksanaan pembangunan pada kawasan perbatasan negara sebagaimana ditetapkan BNPP dalam dokumen grand design. Lokasi prioritas pengembangan perbatasan negara dalam grand design yang dirinci dalam lokasi prioritas I, II, III. Lokasi prioritas I di perbatasan sektor timur adalah Kecamatan Insana Utara, Kecamatan Bikomi Utara, Kecamatan Amfoang Utara. Lokasi prioritas II di perbatasan sektor timur meliputi: Kecamatan Bikomi Nilulat, Bikomi Tengah, Naibenu, Musi, Miomafo Barat, Mutis. Adapun lokasi prioritas III adalah Kefamenanu sebagai ibukota Kabupaten TTU. Pembangunan yang dilaksanakan pemerintah Timor Leste mendasarkan pada Rencana Strategis Pembangunan di Timor Leste tahun 2011-2030. Pemerintah Enclave District Oecussi menjabarkannya dalam rencana jangka menengah daerah District Oecussi 2014-2018. Pembangunan infrastruktur dikoordinir oleh kementerian pekerjaan umum. Infrastruktur yang telah dibangun adalah: infrastruktur listrik, pembangunan puskesmas, irigasi, pembangunan tembok penahan di sempadan sungai. Adapun pembangunan pertanian dalam arti luas pertanian, perikanan, dan kehutanan. Kegiatan pemberdayaan yang telah dilaksanakan berkaitan dengan pengelolaan kawasan hutan adalah: pembentukan kelompok tani kebun menetap. Strategi Pengembangan Kelembagaan Pengelolaan DAS Wilayah Perbatasan Negara Indonesia dan Timor-Leste Strategi pengembangan kelembagaan dilakukan dalam 2 tahap yakni: i identifikasi dan pembobotan faktor internal dan eksternal, ii pengembangan strategi kelembagaan pengelolaan DAS wilayah perbatasan negara. Faktor internal dikategorikan menjadi kekuatan strengths dan kelemahan weaknesses, sedangkan faktor eksternal dikategorikan menjadi peluang opportunities dan ancaman threarts. Analisis dilanjutkan dengan membuat matriks berbobot. Identifikasi dan Pembobotan Faktor Internal Kekuatan S: 1. Memiliki perundang-undangan yang mengatur mengenai pembangunan wilayah perbatasan, dan pengelolaan daerah aliran sungai 2. Pemerintah telah menunjuk lembaga yang berwenang dalam melakukan pengelolaan DAS lintas negara 3. Pemangku kepentingan memiliki komitmen untuk bekerjasama dalam pengelolaan daerah aliran sungai 4. Penduduk di wilayah perbatasan RI dan RDTL memiliki hubungan kekerabatan yang erat dan memiliki budaya perlindungan terhadap sumberdaya air dan sumberdaya hutan 5. Sebagian penduduk telah menjadi anggota kelompok tani dan memiliki kebun menetap Kelemahan W: 1. Definisi antara kawasan perbatasan dengan DAS dalam beberapa kasus tidak sinkron secara spatial. 2. Belum ada pengelolaan daerah aliran sungai wilayah perbatasan negara 3. Perspektif pembangunan belum sepenuhnya mengakomodir pembangunan berkelanjutan 4. Belum ada kajian fisik wilayah DAS lintas negara, karena penelitian- penelitian yang telah dilakukan umumnya dibatasi oleh teritori negara 5. Pemangku kepentingan umumnya berpandangan bahwa pengelolaan DAS dibatasi oleh wilayah administrasi 6. Pengelolaan bersifat parsial yakni hanya berkaitan dengan sumberdaya air, irigasi, dan pembangunan bronjongtembok penahan di sempadan sungai. 7. Perubahan penggunaan lahan konservasi menjadi lahan budidaya mengakibatkan banjir pada musim hujan dan kekeringan pada musim kemarau di DAS Tono 8. Rendahnya produksi dan efisiensi ekonomi usahatani di DAS Tono terutama pada usahatani lahan kering karena aktivitas usahatani lahan kering dengan sistem tebas bakar Faktor internal yang telah diidentifikasi, diberi bobot untuk mengetahui prioritas persepsi pemangku kepentingan terhadap masing-masing faktor. Pembobotan faktor eksternal ditampilkan pada Tabel 46. Tabel 46. Matriks Faktor Analisis Lingkungan Internal Faktor-Faktor Internal Bobot Skor Total Strengths Penduduk di wilayah perbatasan RI dan RDTL memiliki hubungan kekerabatan dan memiliki budaya perlindungan terhadap sumberdaya air dan hutan 0,15 3,03 0,45 Memiliki perundang-undangan yang mengatur mengenai pembangunan wilayah perbatasan 0,06 2,50 0,16 Memiliki perundang-undangan yang mengatur mengenai pengelolaan daerah aliran sungai 0,08 2,53 0,20 Pembentukan kelompok tani kebun menetap disertai penyuluhan dan pendampingan 0,06 2,23 0,12 Pemangku kepentingan memiliki komitmen untuk bekerjsama dalam pengelolaan daerah aliran sungai 0,13 3,13 0,40 Weaknesses Definisi antara kawasan perbatasan dan DAS dalam beberapa kasus tidak sinkron berbenturan secara spatial 0,12 3,53 0,43 Belum ada pengelolaan DAS yang berada di perbatasan negara dalam kerangka pembangunan wilayah perbatasan 0,08 1,90 0,15 Belum ada kesepakatan antar negara mengenai pengelolaan daerah aliran sungai yang berada di perbatasan negara dalam kerangka pembangunan berkelanjutan 0,14 3,63 0,49 Belum ada kajian fisik DAS lintas negara 0,04 1,87 0,07 Pemangku kepentingan umumnya berpandangan bahwa pengelolaan DAS dibatasi oleh wilayah administrasi 0,12 2,43 0,28 Pengelolaan DAS selama ini bersifat parsial yakni hanya berkaitan dengan sumberdaya air dan irigasi, serta pengelolaannya umumnya perspektif jangka pendek 0,03 1,83 0,06 Perubahan penggunaan lahan konservasi menjadi lahan budidaya mengakibatkan banjir dan kekeringan 0,06 2,53 0,16 Rendahnya produksi dan efisiensi ekonomi usahatani 0,06 2,70 0,16 Kekuatan terbesar yang menjadi pendorong adalah pemerintah RI dan RDTL telah membentuk joint border committe dan komitmen stakeholder untuk melakukan kerjasama pengelolaan DAS. Komitmen pengelolaan DAS secara bersama telah dilakukan negara-negara di Afrika sejak tahun 1972, untuk mengatasi persoalan distribusi air di Afrika Lautze dan Guardano 2005. Kelemahan yang menjadi penghambat utama adalah definisi kawasan perbatasan negara yang berbeda secara spatial dengan definisi DAS, dan belum adanya kerjasama pengelolaan DAS lintas negara dalam kerangka pembangunan berkelanjutan. Identifikasi dan Pembobotan Faktor Eksternal Peluang O: 1. Konvensi internasional memungkinkan adanya kerjasama antar negara dalam pengelolaan sumberdaya alam lintas negara 2. Pengalaman beberapa negara di dunia dalam mengelola DAS lintas negara dapat dijadikan sebagai rujukan 3. Agenda lingkungan internasional 4. Telah memiliki joint border committe JBC RI-RDTL 5. Prioritas pembangunan di wilayah perbatasan negara Ancaman T: 1. Fenomena alam la nina dan el nino 2. Peningkatan suhu global 3. Perubahan iklim yang terjadi lebih sering dan semakin sulit diprediksi secara tradisional 4. Mekanisme penganggaran kelembagaan pengelola DAS wilayah perbatasan negara dalam kerangka pembangunan berkelanjutan yang rumit. Faktor eksternal yang telah diidentifikasi, diberi bobot untuk mengetahui prioritas persepsi stakeholder terhadap masing-masing faktor. Pembobotan faktor eksternal ditampilkan pada Tabel 47. Tabel 47. Matriks Faktor Analisis Lingkungan Eksternal Faktor-Faktor Eksternal Bobot Skor Total Opportunities Konvensi internasional memungkinkan adanya kerjasama antar negara dalam pengelolaan sumberdaya alam lintas negara 0,14 2,77 0,39 Pengalaman beberapa negara di dunia dalam melakukan pengelolaan DAS dapat dijadikan sebagai rujukan 0,15 3,37 0,52 Agenda lingkungan internasional 0,16 3,10 0,48 Telah membentuk joint border comitte RI-RDTL 0,14 2,97 0,41 Prioritas pembangunan di wilayah perbatasan negara 0,14 2,67 0,36 Threats Fenomena alam el nino dan la nina 0,09 1,83 0,17 Pemanasan global 0,10 3,50 0,35 Perubahan iklim yang terjadi lebih sering dan semakin sulit diprediksi secara tradisional 0,04 1,47 0,05 Mekanisme penganggaran pengelolaan DAS lintas negara 0,05 1,97 0,10 Peluang kerjasama pengelolaan DAS lintas negara untuk mewujudkan pembangunan berkelanjutan, sebagaimana dinyatakan Lautze et al 2005 mengenai agenda lingkungan internasional. Hubungan kekerabatan yang kuat, sehingga interaksi sosial, budaya dan ekonomi di wilayah perbatasan tidak terbatas pada batas administrasi negara Taena et al. 2013. Ancaman berasal dari budaya usahatani lahan kering dengan sistem tebas-bakar, sehingga terjadi banjir dan kekeringan. Analisis data pada tabel pembobotan faktor internal dan eksternal menunjukkan faktor-faktor strengths memperoleh nilai 1,34 dan weaknesses memperoleh nilai 1,49. Nilai total skor faktor-faktor opportunities adalah 2,16 dan nilai total faktor-faktor threats adalah 0,67. Matriks SWOT ditampilkan pada Gambar 26. Opportunities +2,16 III. Ubah Strategi OW I. Progresif SO -1,49 +1,34 Weaknesses Strenghts IV. Defence WT II. Diversifikasi ST Threats -0,67 Gambar 26. Diagram Cartesius Analisis SWOT Kelembagaan Pengelolaan DAS Wilayah Perbatasan Negara dalam Pembangunan Berkelanjutan Matriks SWOT sesuai diagram Cartesius menunjukkan posisi dari nilai- nilai tersebut. Rangkuty 2006 menyatakan diagram Cartesius memiliki 4 empat kuadran, setiap kuadran mewakili masing-masing strategi. Kuadran I merupakan kuadran faktor internal dan eksternal positif sehingga strategi yang digunakan adalah progresif menggunakan kekuatan internal untuk memanfaatkan peluang. Kuadran II memiliki ciri faktor internal positif dan faktor eksternal negatif, sehingga strategi yang diterapkan adalah diversifikasi strategi memanfaatkan kekuatan untuk mengatasi ancaman. Kuadaran III dicirikan oleh faktor internal negatif dan faktor eksternal positif, sehingga strategi yang diterapkan adalah mengubah strategi memanfaatkan peluang untuk memperbaiki kelemahan. Kuadran IV dicirikan oleh faktor internal dan eksternal negatif, sehingga strategi yang diterapkan adalah strategi bertahan defence. Kelembagaan pengelolaan DAS wilayah perbatasan negara RI dan RDTL berada pada kuadran III. Selisih nilai antara strengths dan weaknesses adalah sebesar -0,15. Selisih nilai antara opportunities dan threats adalah 1,49. Rekomendasi Strategi Kelembagaan Pengelolaan DAS Wilayah Perbatasan Negara Strategi-strategi pengembangan kelembagaan dikategorikan menjadi progresif SO, diversifikasi ST, ubah strategi OW, dan defence WT dirinci dalam alternatif-alternatif strategi. Analisis diagram cartesius menunjukkan strategi yang digunakan dalam pengembangan kelembagaan adalah memanfaatkan peluang untuk mengatasi kelemahan OW. Strategi-strategi pembangunan yang telah diterapkan menjadi dasar perubahan strategi guna mewujudkan pembangunan berkelanjutan. Perubahan strategi pembangunan wilayah perbatasan dilakukan dengan cara pebaikan kelembagaan, meliputi: i Pembangunan di Indonesia tidak hanya perspektif -0,15 1,49 administrasi, tetapi juga perspektif ekologi hulu, tengah, hilir, ii pemerintah Timor-Leste menyusun regulasi mengenai pengelolaan DAS dan penataan ruang, iii rekonstruksi kelembagaan pengelolaan DAS wilayah perbatasan negara menjadi lebih adaptif terhadap perubahan iklim guna mewujudkan pembangunan berkelanjutan, dan iv meningkatkan produktifitas usahatani melalui penerapan tekhnologi yang tepat. Salah satu strategi pada kuadran III yang mengakomodir strategi yang lain adalah rekonstruksi kelembagaan pengelolaan DAS wilayah perbatasan negara menjadi lebih adaptif terhadap perubahan iklim guna mewujudkan pembangunan berkelanjutan. Adanya keterkaitan antar dimensi sosial, ekonomi dan lingkungan sebagai tiga dimensi pembangunan berkelanjutan dalam pengelolaan DAS wilayah perbatasan negara. Selanjutnya adanya keterpaduan program antar pemangku kepentingan Indonesia dan Timor Leste. Struktur kelembagaan pengelolaan DAS wilayah perbatasan negara dalam JBC RI-RDTL sebelum dan setelah mengalami rekonstruksi ditampilkan pada Gambar 27. Gambar 27. Rekonstruksi Kelembagaan Pengelolaan DAS Lintas Negara dalam JBC RI-RDTL Rekonstruksi Joint Border Committe JBC RI-RDTL Technical Sub Committe on Border Demarcatio n and Regulation BIG Technical Sub Committe on Cross Border Movement of Persons and Goods Crossing Kementerian Perdagangan Technical Sub Committe River Water Managemen Kementeria n PUPR Technical Sub Committe on Border Security Mabes TNI Special Working Grup Unresolved and unsurveyed Direktur Batas Negara, Kemendagri Border Liaison Committe Pemprov NTT Joint Border Committe JBC RI-RDTL Technical Sub Committe on Border Demarcatio n and Regulation BIG Technical Sub Committe on Cross Border Movement of Persons and Goods Crossing Kementerian Perdagangan Technical Sub Committe River Water Managemen Watershed Kementeria n PUPR dan Kementerian LH Kehutanan Technical Sub Committe on Border Security Mabes TNI Special Working Grup Unresolved and Unsurveyed Direktur Batas Negara, Kemendagri Border Liaison Committe Pemprov NTT Rekonstruksi kelembagaan pengelolaan DAS wilayah perbatasan negara dilakukan dengan memasukkan pengelolaan DAS dalam struktur kelembagaan JBC RI-RDTL. Pengelolaan DAS menjadi bagian dari komite sub teknis pengelolaan sungai dan DAS. Kementerian PUPR, dan lingkungan hidup dan kehutanan menjadi kementerian yang berwenang melakukan pengelolaan secara bersama. Pengelolaan bersama ini bertujuan untuk menata penggunaan lahan di DAS Tono menjadi lebih adaptif terhadap perubahan iklim guna mewujudkan pembangunan berkelanjutan di wilayah perbatasan negara. Pengelolaan DAS lintas negara pada negara lain di dunia dapat dijadikan rujukan, Wondwosen 2008 menyatakan kerjasama pengelolaan antar negara- negara yang dilintasi DAS Nil bertujuan untuk: i pembangunan di DAS Nil lebih adil, berkelanjutan, sejahtera, aman dan menciptakan kedamaian, ii pengelolaan air secara efektif dan penggunaan air secara optimum, iii meningkatkan collective actions antar negara-negara anggota, iv mengurangi kemiskinan dan meningkatkan integrasi ekonomi. Kelembagaan pengelolaan DAS wilayah perbatasan negara RI-RDTL diharapkan mengurangi dampak banjir dan kekeringan. Kelembagaan bilateral sebagai salah bentuk adaptasi terhadap perubahan penggunaan lahan dan perubahan iklim. Kelembagaan bilateral ini tidak meniadakan kelembagaan masyarakat dan kelembagaan unilateral, namun sebagai pengikat antar lembaga-lembaga ini. Kelembagaan masyarakat tetap melakukan upaya-upaya perlindungan terhadap sumberdaya hutan dan air. Pemerintah Indonesia dan Timor Leste menyiapkan regulasi dan program-program pembangunan yang mendukung. Adapun kelembagaan bilateral mengkoordinir pelaksanaan dan pengawasannya. Kelembagaan bilateral sebagai solusi dalam mengelola property right DAS Tono yang tidak sempurna, sebagaimana dikemukakan Demsetz 1967; Allen 2002.. Simpulan Berdasarkan analisis dan pembasahan mengenai aspek kelembagaan pengelolaan daerah aliran sungai perbatasan negara guna mewujudkan pembangunan berkelanjutan, disimpulkan: 1. Koordinasi yang lemah antar kelembagaan masyarakat, kelembagaan unilateral, kelembagaan bilateral Indonesia dan Timor Leste dalam pengelolaan DAS wilayah perbatasan negara. Ditunjukkan pembangunan yang lebih perspektif wilayah administrasi dibanding wilayah ekologi sehingga pembangunan berkelanjutan sulit dicapai. 2. Posisi kelembagaan pengelolaan DAS dalam kerangka pembangunan wilayah perbatasan negara berada pada kuadran III yang berarti mengubah strategi karena adanya peluang yang dapat dimanfaatkan untuk mengatasi kelemahan. Peluang yang dimaksud adalah agenda lingkungan internasional, adanya JBC Indonesia dan Timor Leste untuk mengatasi pengelolaan DAS yang parsial. Strategi yang dimaksud adalah diperlukan rekonstruksi kelembagaan pengelolaan DAS wilayah perbatasan negara dalam JBC Indonesia dan Timor Leste, sehingga pengelolaan DAS lebih terpadu sebagai bentuk adaptasi terhadap perubahan iklim guna mewujudkan pembangunan berkelanjutan.

5. DISAIN KELEMBAGAAN PENGELOLAAN DAS WILAYAH PERBATASAN NEGARA YANG ADAPTIF TERHADAP