HUBUNGAN PEMBANGUNAN WILAYAH PERBATASAN NEGARA DENGAN PENGGUNAAN LAHAN DAS TONO

2. HUBUNGAN PEMBANGUNAN WILAYAH PERBATASAN NEGARA DENGAN PENGGUNAAN LAHAN DAS TONO

Pendahuluan Latar Belakang Pemerintah Indonesia menetapkan wilayah perbatasan sebagai salah satu kawasan strategis nasional. Sesuai amanat UU No. 26 tahun 2007 kawasan strategis nasional memiliki perencanaan tata ruang sebagai dasar pembangunan. Pemerintah Indonesia menjabarkannya dalam Perpres No. 179 tahun 2014, tentang Rencana Tata Ruang Kawasan Perbatasan Negara di Nusa Tenggara Timur. Diantaranya mengatur mengenai perbatasan darat yang terdapat di sektor barat dan sektor timur. Perbatasan sektor timur dengan District Oecussi Timor Leste, yang dalam konstitusi Timor Leste ditetapkan sebagai wilayah khusus karena letaknya yang enclave di wilayah Indonesia. Pembangunan di wilayah perbatasan Indonesia dan Timor Leste meningkatkan interaksi antar wilayah. Interaksi penduduk di perbatasan Indonesia dan Timor Leste didasarkan karena alasan ekonomi, sosial dan budaya Taena et al. 2013; dan interaksi ini tidak dibatasi oleh batas teritori negara. Secara ekonomi, perdagangan antar penduduk di wilayah perbatasan semakin mengalami peningkatan. Sebelumnya interaksi perdagangan terbatas karena dilakukan melalui black market, namun mengalami peningkatan setelah dibukanya pasar perbatasan. Produk-produk yang diperdagangkan termasuk komoditas pertanian seperti: padi, jagung, kacang tanah, pinang. Interaksi antar penduduk di wilayah perbatasan makin meningkat, karena adanya pembangunan infrastruktur jalan, pasar perbatasan, listrik, telekomunikasi dan pemberlakuan pas lintas batas. Kebijakan ini berdampak terhadap peningkatan interaksi sosial dan akumulasinya dengan peningkatan jumlah penduduk menyebabkan peningkatan permintaan kebutuhan pangan lintas wilayah. Pemenuhan kebutuhan pangan ini diperoleh dari usaha pertanian lahan kering dan usaha pertanian lahan basah. Akibatnya terjadi perubahan penggunaan lahan yang berfungsi konservasi hutan, semak belukar dan savana menjadi lahan budidaya pertanian lahan kering campur, sawah dan pemukiman di wilayah perbatasan negara. Konversi penggunaan lahan ini dipengaruhi oleh faktor sosial sebagaimana dikemukakan Syarif et al 2015. Interaksi sosial yang semakin tinggi menyebabkan perubahan penggunaan lahan tidak hanya pada wilayah tempat menetapnya suatu entitas, tetapi juga menyebabkan terjadinya perubahan penggunaan lahan pada wilayah lain yang bertetangga. Tulisan ini juga menggunakan pendekatan spatial karena memasukkan jarak antar wilayah sebagai pembobot spatial. Perbedaan lokasi dan potensi wilayah yang meningkatkan interkasi sosial diantara penduduk pada beberapa wilayah dinamakan spatial. Selain pendekatan spatial berbasis jarak juga dibutuhkan pendekatan socio-spatial karena interaksi di wilayah perbatasan juga bergantung pada kedekatan adat-istiadat masyarakat. Hidalgo et al 2015 menyatakan socio-spatial juga menunjukkan keberagaman ekologi dan ekonomi. Perubahan penggunaan lahan ini umumnya lebih sering terjadi pada lahan yang hak kepemilikannya individu atau common dibanding lahan yang kepemilikannya oleh negara. Kepemilikan lahan secara komunal umumnya memiliki akses yang lebih terbuka dibanding individu dan negara Fauzi 2010. Namun state property juga rentan terhadap penggunaan yang keliru, karena minimnya pengawasan. Sumberdaya lahan di wilayah perbatasan yang relatif tidak berubah dalam 12 tahun adalah hutan state property, yang luasannya terbatas 1,26 dari total DAS Tono. Adapun lahan pemukiman dan sawah merupakan individual property yang perubahannya relatif terbatas karena aksesnya terbatas. Pembukaan lahan baru untuk persawahan tergantung pada ekologi dan kebijakan pemerintah dalam melakukan pembangunan bendungan, embung-embung dan saluran air. Perubahan penggunaan lahan bila dikelompokkan secara administrasi berada di wilayah perbatasan negara, dan secara fungsional ekologi berada pada DAS wilayah perbatasan negara. Akibatnya perubahan penggunaan lahan menyebabkan penurunan fungsi DAS karena terjadinya perubahan tata air. Dampaknya terjadi penurunan pendapatan petani di DAS karena menggunakan sumberdaya air yang sama. Satriawan et al 2014 menyatakan pola distribusi kegiatan pertanian dibatasi oleh iklim, hidrologi, jenis tanah, dan kemiringan. Penduduk yang berada pada DAS wilayah perbatasan dengan karakteristik lahan berada pada lahan terjalkemiringan umumnya melakukan usahatani lahan kering, sedangkan penduduk yang berada pada dataran rendah umumnya melakukan usahatani lahan basah. Penggunaan lahan untuk pertanian pada bagian hulu DAS mengurangi penggunaan air untuk pertanian pada bagian tengah dan hilir DAS. Kondisi ini menunjukkan adanya socio-spatial ekologi karena heteregenitas spatial dan ketergantungan spatial antar wilayah sebagaimana dikemukanan Schmidtner et al 2012. Penggunaan sumberdaya air pada DAS wilayah perbatasan negara juga bersifat common karena tidak adanya kelembagaan yang mengatur mengenai distribusi air pada masing-masing wilayah. Dampaknya terjadi penurunan pendapatan petani pada lahan usaha pertaniannya yang mengalami kekurangan air. Implikasinya dibutuhkan penataan ruang pada wilayah perbatasan negara yang memasukkan interaksi socio-spatial dan ketergantungan spatial-ecology sebagaimana dikemukakan Scellato et al 2011. Pembangunan wilayah perbatasan negara yang perspektif socio-spatial dan spatial-ecology akan mewujudkan pembangunan berkelanjutan, sehingga diperlukan kajian yang dijadikan landasan pembangunan. Permasalahan Berdasarkan permasalahan sebagaimana dikemukakan dalam latar belakang, muncul pertanyaan-pertanyaan penelitian berikut: 1. Bagaimana hirarki pembangunan wilayah perbatasan negara Indonesia dan Timor-Leste di DAS Tono ? 2. Bagaimana hubungan pembangunan wilayah perbatasan negara terhadap penggunaan lahan di DAS Tono? 3. Bagaimana pengaruh ketergantungan spatial-ekologi terhadap pendapatan petani di DAS Tono ? Tujuan Tujuan penelitian ini adalah untuk melakukan: 1. Analisis hirarki pembangunan wilayah perbatasan negara Indonesia dan Timor Leste di DAS Tono 2. Analisis hubungan pembangunan wilayah perbatasan negara dengan penggunaan lahan di DAS Tono 3. Analisis pengaruh ketergantungan spatial-ekologi terhadap pendapatan petani di DAS Tono Metode Penelitian Hipotesis Penelitian ini didasarkan pada hipotesis berikut: a. Sumberdaya pembangunan menentukan hirarki wilayah perbatasan negara di DAS Tono b. Pembangunan wilayah perbatasan berhubungan dengan penggunaan lahan di DAS Tono c. Terdapat ketergantungan spatial-ekologi pendapatan petani di DAS Tono Metode Pelaksanaan Kajian Data yang digunakan adalah data primer dan data sekunder. Data sekunder berbasis kecamatan tahun 2010 dan tahun 2014. Terdapat 6 kecamatan di wilayah Indonesia dan 4 di wilayah Timor Leste yang berada di DAS Tono. Data sekunder meliputi: pembangunan infrastruktur, jumlah penduduk, jarak dan akses terhadap ibu kota kabupaten atau district, waktu tempuh suatu kecamatan ke ibu kota kabupatendistrict, jarak antar desa, kebijakan penentuan wilayah pusat dan hinterland. Data diperoleh dari Badan Pusat Statistik BPS Kabupaten TTU, Badan Perencana Pembangunan Daerah Bappeda Kabupaten TTU, dan Ministerio Administratrasaun Estatal Republica Democratica De Timor Leste. Data penggunaan lahan diperoleh dari Landsat tahun 2010 dan 2014, dengan cara overlay citra landsat dengan peta DAS Tono yang sebelumnya telah di-overlay dengan peta administrasi kecamatan. Luas penggunaan lahan meliputi: hutan lahan kering sekunder, lahan terbuka, pemukiman, pertanian lahan kering PLK, pertanian lahan kering campur, savana, sawah, semak belukar, semak belukar rawa, dan tubuh air. Data primer menggunakan data pendapatan petani pada 16 Desa yang berada di DAS Tono. Penentuan sample dilakukan secara bertahap. Tahap I, sampel desa dilakukan dengan cara cluster sampling yakni: desa-desa yang berada tepat di sempadan sungai pada Sub DAS Ekat. Tahap II, sampel petani dilakukan secara purposive sampling dengan pertimbangan petani-petani ini melakukan usahatani di sempadan sungai di DAS Tono. Jumlah responden yang terpilih sebanyak 5 orang per desa sehingga total responden sebanyak 80 orang. Metode Analisis Data Analisis hirarki perkembangan wilayah menggunakan analisis skalogram sederhana sesuai Gutman 1950 dalam Rustiadi et al 2011. Analisis dilanjutkan dengan analisis regresi multivariat untuk mengetahui hubungan pembangunan wilayah dengan penggunaan lahan DAS Tono. Formula matematik sebagai berikut: Y in = a + b 1 X1 + b 2 X2 + b 3 X3 + i ............................................ 1 Keterangan: Y in : luas penggunaan lahan pemukiman, PLK campur, sawah, semak belukar ha X 1 : banyaknya jenis infrastruktur skala rasio X 2 : jumlah penduduk jiwa X 3 : waktu tempuh ke pusat kota menit Data banyaknya infrastruktur diperoleh dari hasil analisis skalogram. Analisis multivariat didahului dengan pengujian peubah bebas terhadap asumsi dasar ekonometrik. Peubah bebas yang berkorelasi akan dikeluarkan dari model, dan dipilih salah satu peubah untuk dianalisis bersamaan dengan variabel lainnya. Adapun analisis ketergantungan spatial-ekologi pendapatan petani di DAS Tono menggunakan Spatial Durbin Model. Prinsip dasar Spatial Durbin Model adalah memasukkan faktor lokasi sebagai pembobot. Kedekatan dan keterkaitan antar lokasi menyebabkan munculnya fenomena autokorelasi spatial. Representasi faktor lokasi pada Spatial Durbin Model adalah jarak antar desa mengikuti aliran sungai. Formula matematik Spatial Durbin Model sebagai berikut: LnY ij = a + ∑ b j lnX j + ∑ C k . W k lnY k + ∑ ∑ W k lnX j + i .......................... 2 Keterangan: Y ij : Pendapatan petani ke-j di desa ke –i ∑X j : Jumlah tenaga kerja, pupuk, benih petani ke-j di desa ke-i ∑ b j lnX j : Multiple regression model W k : Jarak antar desa meter ∑ C k . W k lnY k : Spatial auto-regression spatial model ∑ ∑ W k lnX j : Spatial durbin model Hasil dan Pembahasan Pembangunan merupakan upaya untuk melakukan perubahan ke arah yang lebih baik Riyadi dan Baratakusumah, 2003. Badan perencanaan pembangunan nasional 1999 menyatakan pembangunan sebagai suatu rangkaian kegiatan untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat dalam berbagai aspek kehidupan yang dilakukan secara terencana dan berkelanjutan dengan memanfaatkan dan memperhitungkan kemampuan sumberdaya, informasi, dan kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi, serta memperhatikan perkembangan global. Ukuran keberhasilan pembangunan diukur menggunakan berbagai pendekatan. Pendekatan yang umum dilakukan adalah mengukur indeks pembangunan manusia meliputi: pendapatan, pendidikan, kesehatan. Indeks pembangunan suatu wilayah tinggi, bila infrastruktur mendukung. Guttman 1950 dalam Rustiadi et al 2011 memperkenalkan analisis skalogram untuk mengukur hirarki wilayah berdasarkan keberagaman infrastruktur di suatu wilayah. Hirarki Wilayah Perbatasan Negara Indonesia dan Timor-Leste di DAS Tono Pembangunan wilayah perbatasan negara memberikan pilihan sosial dan ekonomi terhadap masyarakat, yang dilakukan dengan pembangunan infrastruktur, pemberdayaan masyarakat, pengelolaan sumberdaya alam BNPP 2011. Infrastruktur yang telah dibangun di wilayah perbatasan negara adalah: jalan, pendidikan SD, SLTP, SLTA, PT, Fasilitas sosial dan pelayanan publik kantor pemerintahan, Jaringan air bersih, listrik, telekomunikasi, pintu perbatasan, pelabuhan, bandara, prasarana kesehatan Rumah sakit, puskesmas, puskesmas pembantu, polindes, prasarana ekonomi industri kecil, bankkoperasi, pasar, hotel, jasa konstruksi, daerah tujuan wisata. Pembangunan infrastruktur meningkatkan aktivitas pendidikan, kesehatan, pemerintahan, dan ekonomi. Pembangunan infrastruktur meningkatkan aktivitas pendidikan, kesehatan, pemerintahan, dan ekonomi. Sebagaimana dikatakan Todaro et al 2011, mengenai tujuan pembangunan meliputi: i peningkatan ketersediaan dan perluasan distribusi barang kebutuhan pokok, ii peningkatan standar hidup, iii perluasan pilihan sosial dan ekonomi. Pencapaian tujuan pembangunan di wilayah perbatasan negara dilakukan dengan pembangunan infrastruktur dan pemberdayaan masyarakat. Semakin lengkap infrastruktur pada suatu wilayah mengindikasikan wilayah tersebut lebih maju atau lebih tinggi hirarkinya dibanding wilayah lain Gutman 1950 dalam Rustiadi et al 2011. Pembangunan infrastruktur pada masing-masing sub district di wilayah perbatasan negara menentukan hirarki suatu wilayah. Pembangunan Infrastruktur Pendidikan Salah satu tujuan pembangunan sesuai sustainable development goals ditujukan untuk mencapai pendidikan dasar universal. Pendidikan meningkatkan pengetahuan dan ketrampilan agar lebih kreatif menemukan solusi bagi peningkatan kebutuhan hidup. Pembangunan infrastruktur sekolah dasar SD telah ada di seluruh kecamatan di perbatasan negara. Pembangunan SD dilakukan hingga setiap desa telah memiliki SD. Pembangunan infrastruktur SMP digalakkan pada tahun 2006 setelah pemerintah RI mencanangkan wajib belajar 9 tahun. Adapun infrastruktur SMP di District Oecussi masih menggunakan sebagian infrastruktur yang telah dibangun semasa bergabung dengan Indonesia. Pembangunan infrastruktur pendidikan pada jenjang SLTA dan PT pada kecamatansub district tertentu. Pembangunan infrastruktur pendidikan SLTA di Kecamatan Miomafo Timur sebagai kecamatan yang berfungsi melayani wilayah hinterland meliputi: Bikomi Nilulat, Bikomi Tengah. Kecamatan Naibenu dan Kecamatan Bikomi Utara pun telah dibangun infrastruktur pendidikan SLTA pada tahun 2012 untuk mendekatkan pelayanan pendidikan. Pembangunan Infrastruktur pendidikan SLTA di Timor Leste sebanyak 3 unit yang berada di Sub District Pante Makasar sebagai ibu kota District Oecussi. Tingginya kesadaran penduduk terhadap pentingnya pendidikan mendorong pemerintah Timor Leste mendirikan Universitas di Pante Makasar. Data menunjukkan terdapat 3 perguruan tinggi yang didirikan di Pante Makasar. Adapun perguruan tinggi di Kabupaten TTU didirikan di Kota Kefamenanu sebagai Pusat Kegiatan Strategis Nasional PKSN. Sebanyak 2 perguruan tinggi didirikan di Kefamenanu terdiri atas: 1 universitas, 1 sekolah tinggi. Pendidikan penduduk mempengaruhi kesadaran mengenai pentingnya kesehatan lingkungan dan kesehatan masyarakat. Pemerintah juga menyediakan fasilitas kesehatan pada masing-masing kecamatan dan sub district di DAS Tono. Tabel 4. Jumlah Sekolah Menurut Kecamatan dan Sub District di DAS Tono Tahun 2010 Sub District SD SLTP SLTA PT Oecussi-RDTL Pante Makasar 30 3 3 3 Nitibe 22 1 - - Oesilo 14 1 - - Pasabe 7 1 - - TTU-RI Miomafo Timur 13 4 1 - Bikomi Utara 8 3 1 - Bikomi Tengah 9 1 - - Bikomi Nilulat 7 2 - - Naibenu 6 2 1 - Musi 6 1 - - Sumber: Planu Estratejiku Dezenvolvimentu Districtu Oecussi, 2014 dan TTU dalam Angka Tahun 2012 Pembangunan Infrastruktur Kesehatan United Nation Development Planning UNDP menyatakan salah satu indikator keberhasilan pembangunan yang dirumuskan dalam indeks pembangunan manusia adalah tingkat kesehatan penduduk. Salah satu faktor penentu tingkat kesehatan adalah tersedianya fasilitas kesehatan yang memadai. Pemerintah RI telah mendirikan fasilitas kesehatan pada kecamatan- kecamatan di perbatasan negara. Pembangunan infrastruktur kesehatan di wilayah perbatasan meliputi: puskesmas, puskesmas pembantu dan polindes. Adapun pemerintah Timor Leste membangun RSUD dan puskesmas. Setiap sub district memiliki puskesmas, sedangkan RSUD berada di Sub District Pante Makasar sebagai ibu kota District Oecusi. Tabel 5. Jumlah Fasilitas Kesehatan Menurut Kecamatan dan Sub District di DAS Tono Tahun 2010 Sub District RSUD Puskesmas Pustu Polindes Oecussi-TL Pante Makasar 1 8 - - Nitibe - 4 - - Oesilo - 3 - - Pasabe - 2 - - TTU-RI Miomafo Timur - 2 3 27 Bikomi Utara - 1 3 16 Bikomi Tengah - 1 - 16 Bikomi Nilulat - 1 2 10 Naibenu - 1 1 13 Musi - 1 2 8 Sumber: Planu Estratejiku Dezenvolvimentu Districtu Oecussi, 2014 dan TTU dalam Angka Tahun 2012 Pembangunan Infrastruktur Ekonomi Pendidikan dan kesehatan masyarakat yang baik meningkatkan kualitas sumberdaya manusia. Sumberdaya manusia yang berkualitas meningkatkan kreatifitas dalam aktivitas ekonomi, yang berarti membutuhkan prasarana ekonomi lebih beragam dan berkualitas. Pembangunan fasilitas ekonomi turut menggerakkan pembangunan ekonomi di wilayah perbatasan. Pembangunan pasar meningkatkan transkasi ekonomi karena tersedia fasilitas yang mempertemukan penjual dan pembeli. Dampaknya penduduk melakukan upaya-upaya pengelolaan sumberdaya ekonomi lain untuk berpartisipasi dalam transaksi ekonomi. Sebagian penduduk meningkatkan usaha di bidang pertanian, sebagian pada sektor ekonomi lain. Usaha-usaha ini memiliki keterkaitan linkage dengan usaha produktif lain, terutama usaha yang telah dibangun infrastrukturnya di wilayah perbatasan negara. Pembangunan fasilitas ekonomi lain di wilayah perbatasan adalah: industri kecil, bank dan koperasi, usaha perdagangan besar, menengah, pasar, hotel, jasa konstruksi dan daerah tujuan wisata DTW. Tabel 6. Jumlah Fasilitas Ekonomi Menurut Kecamatan dan Sub District di DAS Tono Tahun 2010 Sub District Industri Kecil DTW Bank Koperasi Usaha dagang Pasar Jasa Konstruksi Hotel Oecussi-TL Pante Makasar 20 8 2 20 2 10 1 Nitibe 2 3 1 1 1 2 - Oesilo 2 3 1 1 1 1 - Pasabe 2 1 1 1 1 1 - TTU-RI Miomafo Timur 52 1 3 1 1 3 - Bikomi Utara 34 1 - 1 1 - - Bikomi Tengah 26 1 - - - - - Bikomi Nilulat 50 1 - 1 - - - Naibenu 20 1 - - - 1 - Musi 16 - - - - - - Sumber: Planu Estratejiku Dezenvolvimentu Districtu Oecussi, 2014 dan TTU dalam Angka 2012 Pembangunan Infrastruktur Sosial dan Pelayanan Publik Infrastruktur sosial terdiri atas infrastruktur sosial yang dibangun oleh masyarakat adat, infrastruktur sosial masyarakat yang dibangun oleh pemerintah masing-masing negara, dan infrastruktur sosial yang dibangun oleh kedua negara sebagai bentuk kerjasama bilateral. Infrastruktur sosial bilateral yang telah dilakukan adalah pemasangan tanda batas negara secara bersama, dialog bersama dalam JBC joint border committe Indonesia dan Timor Leste, perayaan acara keagamaan bersama seperti: Natal dan Paskah. Aktivitas sosial lain yang difasilitasi oleh pemerintah daerah adalah olahraga dan seni. Infrastruktur sosial yang dibangun oleh masyarakat adat, menjadi wadah bagi penduduk di wilayah perbatasan negara dalam melakukan interaksi sosial. Kelembagaan adat yang saling berhubungan di wilayah penelitian dalam bentuk suku, yakni: Bikomi, Tunbaba, Naibenu, Musi. Penduduk Suku Bikomi umumnya tersebar di Kecamatan Bikomi Utara, Bikomi Nilulat, Bikomi Utara, Bikomi Selatan Indonesia dan Sub District Nitibe, Passabe, Oesilo Timor Leste. Penduduk Suku Tunbaba umumnya tersebar di Kecamatan Miomafo Timur Indonesia dan Sub District Pante Makasar Timor Leste. Penduduk Suku Naibenu umumnya tersebar di Kecamatan Naibenu Indonesia, Sub District Pante Makasar dan Oesilo Timor Leste. Penduduk di wilayah perbatasan negara yang melakukan interaksi karena alasan sosial-budaya umumnya melakukan interaksi sosial dengan penduduk satu suku karena memiliki hubungan adat-istiadat yang kuat. Interaksi sosial antar penduduk dengan kelompok adat tertentu dilakukan dalam rangka memenuhi kebutuhan hidup, meningkatkan ikatan kekerabatan dan menjaga infrastruktur fisik adat. Infrastruktur fisik adat yang dimaksud adalah: rumah adat termasuk lopo adat, mata air pemali termasuk hutan adat. Upacara adat sebagai aktivitas sosial budaya penduduk di wilayah perbatasan dilakukan secara periodik, yakni umumnya dilakukan sekali setahun. Interaksi sosial masyarakat di wilayah perbatasan negara tidak dibatasi oleh batas administrasi negara. Pemerintah Indonesia dan Timor Leste melalui JBC mempermudah interaksi sosial ini dengan pemberlakuan PLB pas lintas batas dan pemberlakuan pasar perbatasan negara. Adapun infrastruktur sosial yang dibangun oleh masing-masing negara unilateral untuk mendukung aktivitas sosial penduduk di bidang pendidikan dan kesehatan, serta aktivitas ekonomi penduduk membutuhkan fasilitas pendukung. Pembangunan infrastruktur pendukung untuk pelayanan publik, seperti: air, listrik, jaringan telkom, kantor pelayanan publik pusat, kabupatendistrict, kecamatansub district, kantor pelayanan di pintu perbatasan, pelabuhan dan bandara. Pembangunan pelayanan publik dasar seperti: listrik dan telekomunikasi telah dilakukan hampir di seluruh kecamatansub district. Seluruh sub district di District Oecussi telah dibangun jaringan listrik dan telekomunikasi. Sebagian kecamatan Bikomi Utara, Bikomi Tengah, Bikomi Nilulat belum dibangun jaringan listrik dan telekomunikasi. Jaringan telekomunikasi Timor Leste pun lebih kuat dibanding Indonesia, sehingga terjadi roaming di wilayah perbatasan negara. Akibatnya kedaulatan bangsa dalam jasa komunikasi terganggu sehingga berdampak terhadap kebocoran wilayah. Air bersih sebagai kebutuhan dasar penduduk umumnya diperoleh dari sumber mata air dan sungai. Pemerintah RI membangun jaringan perpipaan di Kecamatan Miomafo Timur, sedangkan kecamatan lain di DAS Tono belum. Pembangunan jaringan perpipaan air bersih di Oecussi terdapat di Sub District Pante Makasar, sedangkan sub district lain belum ada pembangunan jaringan air bersih. Pembangunan pelabuhan dan bandara oleh pemerintah Timor Leste di District Oecussi sebagai district yang enclave sehingga memudahkan interaksi dengan pemerintah pusat dan wilayah lain di Timor Leste. Lokasi pelabuhan dan bandara berada di Sub District Pante Makasar. Pembangunan fasilitas pelabuhan dan bandara mengurangi ketergantungan ekonomi penduduk Oecussi terhadap Kabupaten TTU, sebab ada alternatif pemenuhan kebutuhan yang didatangkan melalui transportasi laut dari Dili oleh pedagang-pedagang besar. Pembangunan fasilitas pelayanan publik yang lengkap pemerintah pusat, district, sub district tersedia di Sub District Pante Makasar, sedangkan di kecamatansub district lainnya memiliki fasilitas pelayanan publik tingkat kecamatansub district. Fasilitas pelayanan publik tingkat pusat yang berada di Sub District Pante Makasar seperti kantor konsulat RI dan kantor perwakilan pemerintah Timor Leste. Data infrastruktur sosial ditampilkan pada Tabel 7. Tabel 7. Jumlah Fasilitas Sosial dan Pelayanan Publik Menurut Kecamatan dan Sub District di DAS Tono Tahun 2010 Sub District Pelabuhan Bandara PDAM Listrik Jaringan Telkom Kantor Pelayanan Publik Pintu Perbatasan Oecussi-TL Pante Makasar 1 1 2 1 3 3 1 Nitibe - - - 1 3 1 1 Oesilo - - - 1 3 1 1 Pasabe - - - 1 3 1 - TTU-RI Miomafo Timur - - 1 1 2 1 - Bikomi Utara - - - 1 1 1 1 Bikomi Tengah - - - - 1 1 - Bikomi Nilulat - - - - 1 1 - Naibenu - - - - 1 1 - Musi - - - - 1 1 - Sumber: Planu Estratejiku Dezenvolvimentu Districtu Oecussi, 2014 dan TTU Dalam Angka 2012 Pemerintah Timor Leste menetapkan menteri muda urusan Oecussi sebagai wakil pemerintah pusat. Pemerintah tingkat kabupaten dipimpim oleh seorang bupati, dan sub district oleh kepala sub district. Dampaknya meningkatkan daya tarik penduduk untuk menetap dan beraktivitas di Sub District Pante Makasar. Sebagian penduduk lebih memilih untuk menetap di perbatasan negara yang memiliki akses mudah lintas negara melalui pintu darat. Fasilitas pintu perbatasan terdapat di Kecamatan Bikomi Utara-Sub District Oesilo, Pante Makasar-Wini Insana Utara, dan Nitibe-Oepoli Amfoang Utara. Analisis Skalogram Pembangunan infrastruktur pada masing-masing kecamatansub district menentukan hirarki suatu wilayah. Wilayah kecamatan menurut Rustiadi dan Pranoto 2007 merupakan wilayah dengan hirarki terkecil untuk menentukan perkembangan suatu wilayah. Selanjutnya dikatakan perkembangan centre- hinterland umumnya terjadi pada jumlah penduduk minimal 5.000-10.000 jiwa yang merupakan jumlah penduduk 1 kecamatan. Infrastruktur sosial di wilayah perbatasan pun meliputi 1 atau beberapa kecamatan, sehingga memungkinkan terjadinya sinergi antara kelembagaan masyarakat dengan pembangunan oleh negara. Pembangunan pada masing-masing sub district akan meningkatkan interaksi antar kecamatan interaksi horizontal. Pembangunan pada sub district juga memudahkan interaksi antara kecamatan dengan ibu kota kabupaten dan desa inteaksi vertikal. Interaksi horizontal mengurangi ketimpangan wilayah, sedangkan interaksi vertikal memudahkan distribusi pembangunan antar hirarki wilayah. Hasil analisis skalogram ditampilkan Tabel 8. Tabel 8. Hasil Analisis Skalogram Kecamatan dan Sub District di DAS Tono Sub District Jenis Infrastruktur Pendidikan Kesehatan Ekonomi Fasilitas Sosial Total Pante Makasar 4 3 7 9 23 Nitibe 2 1 6 4 13 Oesilo 2 1 6 4 13 Passabe 2 1 6 3 12 Miomafo Timur 3 3 6 4 16 Bikomi Utara 3 3 4 4 14 Bikomi Tengah 2 2 2 2 8 Bikomi Nilulat 2 3 3 2 10 Naibenu 3 3 3 2 11 Musi 2 3 1 2 8 Hasil analisis menunjukkan sub district yang memiliki hirarki paling tinggi adalah Pante Makasar Timor Leste, dan hirarki berikutnya Kecamatan Miomafo Timur Indonesia. Ini menunjukkan masing-masing wilayah adalah centre, sedangkan wilayah lainnya adalah hinterland. Perbedaannya Pante Makasar adalah ibu kota District Oecussi, sedangkan Kecamatan Miomafo Timur merupakan salah satu kecamatan yang sesuai rencana tata ruang wilayah RTRW Kabupaten TTU ditetapkan sebagai sub pengembangan wilayah, yang hirarkinya berada di bawah Kefamenanu sebagai ibu kota Kabupaten TTU. Infrastruktur yang dibangun di wilayah perbatasan umumnya berada pada jalan utama untuk memudahkan akses dan integrasi dengan aktivitas lainnya, sebagaimana dinyatakan oleh Shin et al 2007. Sebaran infrastruktur secara spatial ditampilkan pada Gambar 5. Pante Makasar sebagai kecamatan di hilir DAS Tono menempati hirarki I, merupakan wilayah dengan pembangunan yang lebih intensif dibanding kecamatan lain. Adapun kecamatan lain Miomafo Timur, Bikomi Utara, Bikomi Nilulat, Naibenu, Nitibe, Oesilo, Passabe merupakan kecamatan dengan pembangunan menengah. Kecamatan-kecamatan ini berada pada bagian hulu dan tengah DAS Tono. Adapun kecamatan Musi dan Bikomi Tengah yang berada di bagian hulu dan tengah DAS merupakan kecamatan dengan pembangunan yang kurang intensif. Guttman 1950 dalam Rustiadi et al 2011 menyatakan konsentrasi infrastruktur menjadi daya tarik bagi penduduk untuk menetap dan melakukan aktivitas ekonomi. Jumlah penduduk di Sub District Pante Makasar mencapai 35.226 jiwa pada tahun 2010. Jumlah penduduk di Kecamatan Miomafo Timur hiraki kedua 10.560 jiwa, jumlah ini lebih sedikit dari Kecamatan Nitibe hirarki IV. Namun Kecamatan Miomafo Timur memiliki kepadatan yang lebih tinggi 104 jiwakm 2 :38 jiwakm 2 . Data penduduk masing-masing district ditampilkan pada Tabel 9. Gambar 5. Peta Skalogram Kecamatan Wilayah Perbatasan di DAS Tono 26 Tabel 9. Jumlah Penduduk di DAS Tono Tahun 2010 dan 2014 Menurut Kecamatan dan Sub District Kecamatan Luas km 2 Jumlah Orang Jiwa 2010 2014 Miomafo Timur 101,45 10.560 11.014 Bikomi Nilulat 82 4.298 4.482 Bikomi Tengah 61,5 6.749 7.063 Bikomi Utara 70,7 5.564 5.843 Naibenu 88 4.958 5.362 Musi 82,17 4.070 4.304 Sub Total 485,82 36.199 38.068 Pante Makasar 357.3 35.226 39.593 Nitibe 301.72 11.366 12.775 Oesilo 97.37 9.861 11.084 Passabe 60.84 7.572 8.511 Sub Total 817.23 64.025 71.963 Total 1303,05 100.224 110.091 Sumber: TTU dalam Angka 2014 dan Planu Estratejiku Dezenvolvimentu Districtu Oecussi, 2014 Penggunaan Lahan di DAS Tono Penduduk di DAS Tono memiliki ketergantungan terhadap lahan dan air di DAS Tono, sehingga DAS Tono memiliki manfaat yang besar terhadap kehidupan ekonomi, sosial dan budaya masyarakat di DAS Tono. Sebagian besar 72,57 persen wilayah DAS Tono berada di District Oecussi dan merupakan 47,47 persen dari wilayah District Oecussi Timor Leste. Adapun 27,43 persen wilayah DAS Tono berada di Kabupaten TTU Indonesia. Pembangunan wilayah perbatasan negara dan peningkatan jumlah penduduk meningkatkan permintaan terhadap lahan. Lahan di DAS Tono difungsikan untuk pemukiman, pertanian lahan kering, pertanian lahan kering campur, semak belukar, hutan, savana, lahan terbuka, tubuh air, dan semak belukar rawa. Konversi lahan konservasi menjadi lahan budidaya terjadi untuk memenuhi kebutuhan pemukiman dan pemenuhan kebutuhan pangan. Penggunaan lahan DAS Tono umumnya didominasi oleh pertanian lahan kering campur, kecuali pada bagian hilir DAS Tono. Bagian hulu DAS Tono paling luas yakni mencapai 72 dari luas DAS Tono. Bagian tengah 17 dan bagian hilir DAS Tono 11 dari total luas DAS Tono. Penggunaan lahan antar kecamatan juga didominasi oleh pertanian lahan kering campur dan menyebar di seluruh kecamatan. Penggunaan Lahan Berdasarkan Bagian DAS Wilayah fungsional ekologi DAS terdiri atas bagian: hulu, tengah, dan hilir DAS Tono. Perbedaannya terdapat pada topografi, penggunaan lahan dan fungsi DAS. Bagian Hulu DAS Tono Secara administrasi bagian hulu DAS Tono berada di seluruh kecamatan dan sub district DAS Tono. Pembangunan pada bagian hulu DAS Tono meningkatkan konversi lahan dan berdampak terhadap peningkatan run off. Bagian hulu DAS dicirikan oleh pegunungan dan kemiringan lereng yang curam. Hulu DAS berfungsi menjaga keseimbangan ekologi DAS Tono. Terdapat hutan lahan kering sekunder seluas 703 ha pada tahun 2000 tetapi mengalami penurunan luas hingga tahun 2010 memiliki luas 675 ha. Hutan lahan kering sekunder tersebut merupakan state property sehingga tidak lagi rentan terhadap kerusakan lingkungan, setelah adanya penegakan hukum. Semak belukar merupakan common property dan individual property sehingga rentan terhadap konversi. Semak belukar memiliki tutupan lahan yang lebih bersifat konservasi dikonversi menjadi pertanian lahan kering dan pertanian lahan kering campur yang memiliki tutupan lahan lebih terbuka. Sejak tahun 2000 samapi tahun 2010 terjadi penurunan luas semak belukar di hulu seluas 7.109 ha, sedangkan pertanian lahan kering dan pertanian lahan kering campur mengalami peningkatan seluas 7.391 ha. Aktivitas pertanian dilakukan dengan sistem tebas- bakar sehingga meningkatkan peluang terjadinya banjir dan kekeringan. Peningkatan luas lahan pertanian sebagai dampak dari peningkatan jumlah penduduk, yang ditunjukkan dengan luas pemukiman di bagian hulu yang mengalami peningkatan seluas 228,64 ha. Tabel 10. Penggunaan Lahan DAS Tono Tahun 2000 dan 2014 Berdasarkan Zona DAS Penggunaan Lahan 2000 2014 Hulu Tengah Hilir Hulu Tengah Hilir Hutan Lahan Kering Sekunder 703 - - 675 - - Lahan Terbuka 598 118 329 714 89 329 Pemukiman 150 0,00 113 378 2 148 Pertanian Lahan KeringPLK 1.700 337 806 3.978 394 891 PLK Campur 10.698 5.844 561 15.810 6.294 674 Savana 5.549 1.024 662 4.904 868 530 Sawah 32 33 872 78 61 1.014 Semak Belukar 19.100 1.328 1.143 11.991 977 905 Semak Belukar Rawa 0,00 0,00 48 0,00 0,00 48 Tubuh Air 165 402 1.152 165 402 1.146 Total 38.693 9.085 5.685 38.693 9.085 5.685 Sumber: Diolah dari data citra landsat, 2010 dan 2014 Bagian Tengah DAS Tono Bagian tengah DAS dicirikan oleh daerah yang bergelombang hingga berbukit-bukit, dan kemiringan lereng yang landai. Penggunaan lahan pada bagian tengah DAS seperti pada bagian hulu DAS Tono. Secara administrasi bagian tengah DAS Tono berada di Kecamatan Bikomi Nilulat, Bikomi Tengah, Bikomi Utara Indonesia, dan 4 empat sub district di Oecussi. Bagian tengah DAS tidak terdapat hutan dan pemukiman pada tahun 2000, tetapi pada tahun 2010 sebagian lahan pertanian telah dikonversi menjadi pemukiman seluas 1,61 ha. penggunaan lahan pada bagian tengah DAS juga didominasi oleh pertanian lahan kering campur, dan merupakan konversi dari semak belukar. Luas pertanian lahan kering campur mengalami peningkatan seluas 450 ha, yang sebagian besar merupakan konversi lahan semak belukar ditunjukkan oleh penurunan lahan semak belukar seluas 351 ha. Akibatnya terjadi akumulasi dampak sehingga pada bagian tengah DAS Tono juga terjadi banjir pada musim hujan, banjir tersebut merusak lahan pertanian masyarakat yang berada di dekat sempadan sungai. Beberapa desa pada bagian tengah DAS yang biasanya dilanda banjir adalah: Sunkaen, Nainaban, Inbate, Buk, Napan Indonesia, dan Bobometo, Cunha Timor Leste. Bagian Hilir DAS Tono Bagian hilir DAS Tono dicirikan oleh topografi dataran rendah hingga landai, dan berada di dataran rendah yang cenderung datar. Secara administrasi bagian hilir DAS Tono berada di Sub District Pante Makasar. Penggunaan lahan pada bagian hilir didominasi oleh sawah sebab sumberdaya air pada bagian hilir cukup tersedia, yang berasal dari beberapa sub DAS. Penggunaan Lahan Berdasarkan Kecamatan di DAS Tono Pembangunan pada bagian hilir DAS Tono intensif dilakukan karena merupakan ibu kota District Oecussi. Dampaknya konversi lahan terjadi lebih cepat. Penggunaan lahan pada bagian-bagian DAS dipengaruhi oleh pembangunan wilayah perbatasan, peningkatan jumlah penduduk dan kemudahan akses terhadap ibu kota Kabupaten TTU danatau District Oecussi. Pembangunan yang berbeda antar kecamatan dan sub district menentukan penggunaan lahan DAS Tono. Penggunaan lahan yang tersebar di seluruh kecamatan adalah pemukiman, pertanian lahan kering, pertanian lahan kering campur, dan semak belukar. Penggunaan lahan lain tidak tersebar di seluruh kecamatan karena terdapat perbedaan sumberdaya. Hutan lahan kering sekunder berada di Kecamatan Miomafo Timur, Naibenu, dan Pante Makasar. Sawah tersebar pada kecamatan yang memiliki sumberdaya air cukup, yakni: Bikomi Nilulat, Bikomi Utara, Bikomi Tengah Indonesia dan Pante Makasar, Oesilo Timor Leste. Penggunaan lahan berdasarkan kecamatan dan sub district ditampilkan pada Tabel 11. Tabel 11. Penggunaan Lahan DAS Tono Tahun 2010 Menurut Kecamatan dan Sub District Kecamatan HLKS LT P PLK PLKC Savana Sawah SB SBR TAir Bikomi Nilulat 34 77 391 1.095 340 48 854 1 Bikomi Tengah 38 126 280 3 18 1.402 Bikomi Utara 99 305 902 3 46 3.069 3 Miomafo Timur 109 98 1.936 791 0,5 11 2 Musi 1 2 3 21 0,5 1.446 Naibenu 479 5 10 62 90 0,5 560 Nitibe 235 2 926 6.142 8 0,5 914 42 Oesilo 344 15 200 6.745 291 33 760 417 Pante Makasar 86 514 150 1.019 4.302 4.912 1.008 4.086 48 1.205 Passabe 1 37 293 2.410 745 0,5 770 43 Sumber: Diolah dari data citra landsat, 2010 Gambar 6. Peta DAS Tono Menurut KecamatanSub District 30 Hubungan Pembangunan Wilayah Perbatasan dengan Penggunaan Lahan DAS Tono Pembangunan wilayah perbatasan direpresentasikan oleh pembangunan infrastruktur, kebijakan centre-hinterland, peningkatan jumlah penduduk. Pembangunan wilayah perbatasan bertujuan antara lain: kemudahaan akses terhadap pelayanan pendidikan, kesehatan, sosial dan ekonomi. Perspektif pembangunan wilayah perbatasan yang mengedepankan pembangunan ekonomi dan sosial berdampak terhadap lingkungan. Pembangunan ekonomi dan sosial membutuhkan ruang sehingga terjadi konversi lahan yang berfungsi konservasi menjadi lahan budidaya, akibatnya terjadi penurunan kualitas lingkungan hidup. Peningkatan interaksi sosial terjadi sebagai proses pembangunan, yang diartikan sebagai proses untuk meningkatkan kualitas kehidupan dan kemampuan masyarakat dengan cara menaikkan standar kehidupan, harga diri, dan kebebasan individu Todaro et al. 2011. Pembangunan wilayah perbatasan bertujuan antara lain: meningkatkan kemudahaan akses penduduk terhadap pelayanan pendidikan, kesehatan, sosial dan ekonomi. Pembangunan infrastruktur disesuaikan dengan jumlah penduduk pada masing-masing wilayah kecamatan. Jumlah penduduk di wilayah perbatasan negara sebanyak 100.224 jiwa pada tahun 2010 dan mengalami peningkatan menjadi 110.091 jiwa atau meningkat 10.000 jiwa penduduk dalam kurun waktu 5 tahun. Data jumlah penduduk per kecamatan ditampilkan Tabel 9. Jumlah penduduk paling banyak berada di Sub District Pante Makasar yang merupakan bagian hilir DAS Tono. Dampaknya terjadi konversi lahan paling tinggi terjadi pada Sub District Pante Makasar. Konversi ini juga terjadi pada wilayah lain yang bertetangga karena adanya interaksi sosial. Peningkatan jumlah penduduk meningkatkan permintaan kebutuhan terhadap pangan dan semakin mudahnya akses ke pusat kota meningkatkan interaksi sosial penduduk. Hasil analisis menunjukkan secara bersama-sama variabel jumlah penduduk dan kemudahan akses ke kota direpresentasikan oleh waktu tempuh yang semakin singkat ke kota berhubungan positif terhadap penggunaan lahan di DAS Tono yang nyata pada α=0,05. Ringkasan hasil analisis ditampilkan Tabel 12. Tabel 12. Ringkasan Hasil Analisis Hubungan Pembangunan Wilayah Perbatasan Dengan Penggunaan Lahan di DAS Tono Variabel Pemukiman PLK Campur Sawah Konstanta 67,7326 -1224,13 -86,4092 Jumlah penduduk 0,0019 0,1789 0,0295 Waktu tempuh ke pusat kota -0,6052 38,1548 -1,2701 Uji F 9,27 8,57 27,80 R 2 52,17 50,20 76,58 Keterangan:: nyata α=0,01, =nyata α=0,05, =nyata α=0,10 Tabel 2 juga menunjukkan secara parsial, jumlah penduduk berhubungan positif dengan penggunaan lahan pemukiman α=0,05. Peningkatan jumlah penduduk kecamatan sebanyak 1.000 orang akan menyebabkan perbedaan luas pemukiman sebesar 1,9 ha. Peningkatan jumlah penduduk meningkatkan kebutuhan pangan yang diperoleh dari pertanian lahan kering campur dan sawah. Peningkatan jumlah penduduk 1.000 orang akan meningkatkan luas pertanian lahan kering campur seluas 170 ha dan sawah meningkat seluas 29,5 ha. Kemudahan akses ke kota yang diindikasikan oleh waktu tempuh menunjukkan waktu tempuh ke pusat kota berhubungan negatif dengan penggunaan lahan untuk pemukiman α=0,05. εaknanya akses semakin mudah ke pusat kota meningkatkan interaksi sosial sehingga terjadi peningkatan luas pemukiman. Suatu wilayah makin singkat waktu tempuh ke pusat kota makin singkat 10 menit akan meningkatkan luas pemukiman sebesar 6,05 ha. Jumlah penduduk dan waktu tempuh mengindikasikan wilayah centre- hinterland, karena wilayah centre merupakan pusat aktivitas ekonomi dan pelayanan sosial sehingga jumlah penduduknya lebih banyak dibanding hinterland. Wilayah centre juga memiliki kelengkapan infrastruktur yang lebih baik dibanding hinterland. Wilayah centre di District Oecussi Timor Leste adalah Sub District Pante Makasar, dengan wilayah hinterland adalah Nitibe, Oesilo, dan Pasabe. Adapun wilayah centre di Kabupaten TTU adalah Kota Kefamenanu sebagai pusat kegiatan wilayah, dan kecamatan lain di Kabupaten TTU sebagai wilayah hinterland. Kustianingrum 2010 menyatakan permukiman tak terencana tumbuh secara alamiah, tanpa perencanaan awal sehingga menjadi tidak teratur. Jumlah Penduduk yang bermukim pada wilayah centre memenuhi kebutuhan pangan dari wilayah lain. Diindikasikan dengan wilayah yang waktu tempuh ke kota makin lama memiliki luas pertanian lahan kering campur yang lebih luas α=0,05, yang merupakan konversi dari lahan semak belukar. Luas sawah semakin meningkat, bila semakin dekat ke kota karena Kota Pante Makasar sebagai ibu kota District Oecusi berada di hilir DAS Tono. Kota-kota yang baru berkembang umumnya ditopang oleh berkembangnya sektor pertanian. Waktu tempuh ke kota juga mengindikasikan centre-hinterland, karena wilayah yang waktu tempuhnya lebih lama ke kota adalah wilayah hinterland, yang berarti pertanian lahan kering campur lebih luas di wilayah hinterland dibanding kota. Kondisi ini menunjukkan pembangunan di wilayah centre, seharusnya diikuti dengan perbaikan pembangunan di wilayah hinterland Ikramullah et al. 2011. Hubungan interaksi sosial penduduk di wilayah perbatasan negara dengan penggunaan lahan, secara skematis ditampilkan pada Gambar 7. Hasil penelitian mendukung teori Von Thunen dalam Rustiadi et al 2011 yang menyatakan wilayah centre dan hinterland berbeda karena adanya perbedaan sumberdaya dan pasar. Sumberdaya yang tersedia di wilayah hinterland umumnya berupa sumberdaya alam, seperti pangan yang dipasarkan ke wilayah centre, sebaliknya centre menjadikan hinterland sebagai pasar produk-produk olahan dan jasa. Wilayah hinterland yang paling dekat ke kota akan menyediakan produk- produk pertanian yang mudah rusak misalnya: sayuran, semakin jauh lama waktu tempuh ke kota produk pertanian yang diusahakan adalah produk yang tidak mudah rusak. Pembangunan infrastruktur meningkatkan akses terhadap pelayanan sosial dan ekonomi sehingga terjadi pertumbuhan penduduk. Peningkatan jumlah penduduk turut berdampak terhadap perubahan penggunaan lahan. Khususnya peningkatan permintaan lahan untuk pemukiman dan permintaan lahan pertanian untuk memenuhi kebutuhan pangan. Penduduk di DAS Tono umumnya bermatapencaharian sebagai petani, sehingga ketergantungan terhadap lahan dan air begitu tinggi. Gambar 7. Peta Interaksi Sosial di Wilayah Perbatasan Indonesia dan Timor Leste 33 Interaksi spatial ini terjadi karena: i peningkatan jumlah penduduk pada suatu wilayah meningkatkan permintaan kebutuhan pokok yang tidak hanya dipenuhi dari suatu wilayah, namun juga dari wilayah lain yang bertetangga sehingga meningkatkan perubahan penggunaan lahan; ii jarak ke pusat kota yang jauh memunculkan interaksi baru antar wilayah yang bertetangga, meskipun berbeda wilayah administrasi. Implikasinya diperlukan model sustainable land use dalam management pengelolaan DAS wilayah perbatasan negara yang juga mengakomodir interaksi sosial budaya, ekonomi dan ekologi Yu et al. 2003. Peningkatan luas pertanian lahan kering campur pada wilayah lain menyebabkan penurunan luas pertanian lahan kering campur suatu wilayah. Kondisi ini menunjukkan adanya interaksi sosial penduduk suatu wilayah dengan wilayah lain di perbatasan negara dalam memenuhi kebutuhan pangan. Pemenuhan kebutuhan pangan semakin mudah bila jarak suatu wilayah dengan wilayah lain semakin semakin dekat dan sebaliknya untuk wilayah yang makin jauh. Kondisi ini mengindikasikan perbedaan wilayah centre-hinterland, karena wilayah yang jaraknya makin jauh dari kota adalah wilayah hinterland. Penelitian Kopczewska 2013 menyatakan difusi alami terjadi sebagai proses dari kota inti ke pinggiran mencakup sekitar 25-30 km, dan pembangunan infrastruktur jalan memperluas jangkauan 20 km menjadi 55-60 km. Pembangunan wilayah berimplikasi terhadap penggunaan lahan di DAS Tono karena penggunaan lahan di DAS Tono didominasi oleh areal penggunaan lain APL, yang berarti dapat dikonversi menjadi penggunaan lain. Lahan-lahan yang berfungsi konservasi seperti: semak belukar dapat dikonversi menjadi lahan budidaya seperti: pemukiman, pertanian lahan kering campur dan sawah. Implikasinya dibutuhkan tata guna lahan secara berkelanjutan. Pembangunan wilayah perbatasan negara, diarahkan tidak hanya pada pembangunan fisik, namun pada pembangunan ekonomi penduduk secara berkelanjutan. Pembangunan wilayah perbatasan berbasis administrasi, namun perlu analisis perubahan penggunaan lahan yang berbasis DAS. Pembangunan wilayah perbatasan negara yang menyebabkan perubahan penggunaan lahan berdampak terhadap tata air DAS Tono. Peningkatan luas pertanian lahan kering campur berdampak terhadap lingkungan, sebab merupakan konversi dari lahan semak belukar yang memiliki tutupan lahan yang lebih berfungsi konservasi. Dampaknya terjadi penurunan kualitas lingkungan hidup dan penurunan pendapatan petani di DAS Tono. Penelitian ini mendukung teori externalitas dan social cost dari Coase 1960. Hubungan Ketergantungan Spatial-Ekologi dengan Pendapatan Petani Perubahan penggunaan lahan pada DAS Tono menyebabkan terjadinya perubahan tata air. Perubahan penggunaan lahan pada bagian hulu menyebabkan perubahan tata air pada bagian hulu, tengah dan hilir DAS Tono karena memiliki keterkaitan ekologis sebagaimana ditampilkan pada Gambar 8. Demikian pula aktivitas usahatani yang cenderung eksploitatif pada bagian hulu akan menyebabkan tingginya aliran permukaan dan menyebabkan banjir pada musim hujan terutama pada bagian tengah dan hilir DAS. Usahatani sangat dipengaruhi oleh sumberdaya air, sehingga penduduk pedesaan yang bekerja pada sektor pertanian cenderung untuk memilih akses yang lebih mudah terhadap sumberdaya air demi peningkatan produksi sebagaimana dikemukakan Shin et al 2007. Gambar 8. Peta Elevasi DAS Tono 35 Hasil analisis hubungan ketergantungan spatial-ecology dengan pendapatan petani di DAS Tono sebagai berikut: Y = 20,112 - 3,947wY - 7,781wBtk ...................3 Secara bersama-sama variabel dalam model yakni pendapatan penduduk wilayah tetangga wY, jumlah tenaga kerja wilayah tetangga wBtk nyata berpengaruh terhadap peningkatan pendapatan pada suatu wilayah Y pada taraf nyata 5. Hasil analisis menunjukkan, adanya fenomena spatial-ecology dan interaksi socio- spatial sebagaimana dikemukakan Calvacanti et al 2009. Secara parsial peningkatan pendapatan petani desa tetangga wY sebesar 1 persen akan mengurangi pendapatan Y suatu wilayah sebesar 3,94 pada taraf nyata pada α=0,10. Fenomena ini menunjukkan adanya ketergantungan spatial- ecology dari aktivitas usahatani penduduk pada DAS wilayah perbatasan negara. Aktivitas usahatani lahan keringan pada bagian hulu dan tengah DAS yang cenderung eksploitatif dengan sistem tebas-bakar menyebabkan terjadinya banjir dan kekeringan, yang dampaknya lebih dirasakan oleh petani pada bagian hilir DAS. Demikian pula penggunaan air yang berlebihan pada bagian hulu dan tengah akan mengurangi debit air ke hilir sehingga mengurangi produksi dan pendapatan petani di hilir DAS. Implikasinya diperlukan tata ruang air yang meliputi wilayah hulu, tengah, hilir DAS termasuk cekungan air Kodoatie et al. 2010. Pemanfaatan lahan untuk pertanian dengan sistem agroforestry akan mengurangi banjir dan kekeringan sehingga peningkatan pendapatan akan terjadi pada bagian hulu, tengah dan hilir DAS secara bersamaan. Penduduk yang bekerja pada wilayah hulu dengan sistem tebas-bakar cenderung eksploitatif sehingga mengurangi pendapatan pada wilayah hilir DAS. Hasil kajian nyata pada α=0,10, sehingga dibutuhkan penataan ruang dengan melakukan integrasi ketergantungan spatial-ecology, sebagaimana dilakukan Filatova et al 2013 dalam mengintegrasikan socio-demography, ekologi dan biofisik. Implikasinya diperlukan desain interaksi yang mengakomodir budaya penduduk di wilayah perbatasan negara Huang Ko-Hsun et al. 2008. Simpulan Berdasarkan analisis dan pembahasan disumpulkan beberapa hal sebagai berikut: 1. Pembangunan wilayah perbatasan negara menentukan hirarki wilayah perbatasan dan pengaruhnya terhadap perubahan penggunaan lahan DAS Tono. Sub District Pante Makasar sebagai hirarki tertinggi berada di hilir DAS Tono, sedangkan Kecamatan Miomafo Timur menempati yang hirarki kedua berada di bagian hulu DAS Tono. 2. Pembangunan wilayah perbatasan negara, direpresentasikan oleh peningkatan jumlah penduduk dan kemudahan akses ke pusat kota berhubungan positif dengan penggunaan lahan untuk pemukiman, pertanian lahan kering campur dan sawah. Peningkatan jumlah penduduk meningkatkan kebutuhan pangan dan kemudahan akses meningkatkan interaksi sosial, ekonomi dan budaya. 3. Pendapatan petani di DAS Tono memiliki ketergantungan spatial-ekologi yakni pendapatan petani pada hulu DAS akan mengurangi pendapatan petani pada bagian tengah dan hilir DAS karena usahatani di hulu yang cenderung eksploitatif.

3. DAMPAK PERUBAHAN PENGGUNAAN LAHAN DAN PERUBAHAN IKLIM TERHADAP PRODUKSI DAN EFISIENSI USAHATANI