Interpretive Structural Modelling ISM

Jika di dalam hirarki keputusan terdapat dua faktor yang tidak berhubungan, maka nilai prioritas sama dengan nol. Vektor prioritas untuk tingkat ke-i CV didefinisikan sebagai berikut : ij i CV CV = , untuk j = 1, 2, 3, ………. s ….…………… 15 Menurut Saaty 1980, teknik komparasi berpasangan yang digunakan dalam AHP dilakukan dengan wawancara langsung terhadap responden. Responden bisa seorang ahli atau bukan, tetapi terlibat dan mengenal baik permasalahan tersebut. Jika responden merupakan kelompok, maka seluruh anggota diusahakan memberikan pendapat judgement.

3.5 Interpretive Structural Modelling ISM

Tujuan dari analisa struktural adalah untuk memberi penjelasan mengenai struktur dari hubungan -hubungan yang terdapat antara beberapa variabel kualitatif yang merupakan karakter dari sistem yang sedang dipelajari. Analisa struktural memungkinkan seseorang untuk menjelaskan suatu sistem dengan menggunakan matriks yang menghubungkan semua komponen dari sistem tersebut Godet 1994. Menurut Saxena et al. 1992 salah satu model yang telah dikembangkan untuk analisa ini adalah Interpretive Structural Modelling ISM. Teknik ISM merupakan suatu proses pengkajian kelompok, dimana model-model struktural dihasilkan guna memotret perihal yang kompleks dari suatu sistem melalui pola yang dirancang secara seksama dengan menggunakan grafis atau kalimat. Teknik ISM terutama ditujukan untuk pengkajian suatu tim, namun bisa juga dipakai oleh seo rang peneliti Eriyatno 1999. Prinsip dasarnya adalah identifikasi dari struktur di dalam suatu sistem akan memberikan nilai manfaat yang tinggi guna meramu sistem secara efektif dan untuk pengambilan keputusan yang lebih baik. Struktur dari suatu sistem yang berjenjang diperlukan untuk lebih menjelaskan pemahaman tentang perihal yang dikaji. Program yang sedang ditelaah penjenjangan strukturnya dibagi menjadi elemen-elemen, dimana setiap elemen selanjutnya diuraikan menjadi sejumlah subelemen sampai dipandang memadai untuk perihal yang akan dikaji. Setelah dilakukan identifikasi semua elemen dan subelemen, maka ditetapkan hubungan kontekstual antar subelemen. Hubungan kontekstual ini selalu dinyatakan dalam terminology subordinat yang menuju pada perbandingan berpasangan antar sub elemen, dimana terkandung suatu arahan direction pada hubungan tersebut. Keterkaiatan antar elemen pada perbandingan berpasangan ditunjukkan oleh pendapat dari para pakar paneleis. Apabila Paneleis lebih dari satu, maka dilakukan perataan secara geometris atau diambil suara terbanyak. Penyusunan nilai hubungan kontekstual pada matrik perbandingan berpasangan menggunakan simbol V, A, X dan O, dimana : V adalah jika e ij = 1 dan e ij = 0 A adalah jika e ij = 0 dan e ij = 1 X adalah jika e ij = 1 dan e ij = 1 O adalah jika e ij = 0 dan e ij = 0 Simbol 1 menunjukkan adanya hubungan kontekstual, sedangkan simbol 0 menunjukkan tidak ada hubungan kontekstual antara elemen i dan j begitu juga sebaliknya. Hasil penilaian ini disusun dalam Structural Self Interaction Matrik SSIM. Setelah SSIM terbentuk dibuat tabel R eachability Matrix RM dengan menggantikan V, A, X, O dengan bilangan 1 dan 0. Lebih lanjut RM dikoreksi hingga membentuk matrik tertutup yang memenuhi aturan transivitas yaitu aturan kelengkapan sebab akibat. Misalnya A mempengaruhi B, B mempengaruhi C, maka A seharusnya mempengaruhi C. Pengolahan lebih lanjut RM ini adalah penetapan pilihan jenjang level partition. Berdasarkan pilihan jenjang, maka skema elemen menurut jenjang vertikal maupun horizontal dapat digambarkan. Berdasarkan pertimbangan hubungan kontekstual, maka disusunlah Structural Self Interaction Matrix SSIM. SSIM disusun berdasarkan perbandingan berpasangan pairwise comparison dari subelemen. Setelah SSIM terbentuk, kemudian dibuat table Reachbility Matrix. Kemudian dilakukan pengkajian menurut aturan Transitivity, dimana dilakukan koreksi terhadap SSIM sampai terjadi matriks yang tertutup. Hasil koreksi SSIM dan matrix yang memenuhi syarat transitivity diproses lebih lanjut. Pengolahan lebih lanjut dari Reachbility Matrix RM yang telah memenuhi aturan Transitivity adalah penetapan pilihan jenjang level partition. Pengolahan bersifat tabulatif dengan pengisian format. Berdasarkan pilihan jenjang maka dapat digambarkan skema setiap elemen menurut jenjang vertik al maupun horizontal. Untuk beragam subelemen dalam satu elemen berdasarkan RM disusunlah Driver Power-Dependence. Klasifikasi subelemen dipaparkan dalam 4 sektor, yaitu : a Weak driver – weak dependent variables AUTONOMOUS. Peubah disektor ini umumnya tidak berkaitan dengan sistem, dan mungkin mempunyai hubungan kecil, meskipun hubungan tersebut bisa saja kuat. Subelemen yang masuk pada sektor 1 jika: Nilai DP ≤ 0.5 X dan nilai D ≤ 0.5 X X adalah jumlah subelemen. b Weak driver–strongly dependent variables DEPENDENT. Umumnya peubah disini adalah peubah tidak bebas. Subelemen yang masuk pada sektor 2 jika: Nilai DP ≤ 0.5 X dan nilai D 0.5 X X adalah jumlah subelemen. c Strong driver–strongly dependent variables LINKAGE. Peubah pada sektor ini harus dikaji secara hati-hati, sebab hubungan antar peubah adalah tidak stabil. Setiap tindakan pada peubah tersebut akan memberikan dampak terhadap lainnya dan umpan balik pengaruhnya bisa memperbesar dampak. Subelemen yang masuk pada sektor 3 jika: Nilai DP 0.5 X dan nilai D 0.5 X X adalah jumlah subelemen. d Strong driver – weak dependent variables INDEPENDENT. Peubah pada sektor ini merupakan bagian sisa dari sistem dan disebut peubah bebas. Subelemen yang masuk pada sektor 4 jika: Nilai DP 0.5 X dan nilai D ≤ 0.5 X X adalah jumlah subelemen. Saxena 1992 di dalam Eriyatno 1996, membagi program dalam sembilan elemen, yaitu: 1 Sektor masyarakat yang terpengaruh, 2 Kebutuhan dari program, 3 Kendala utama, 4 Perubahan yang dimungkinkan, 5 Tujuan dari program, 6 Tolak ukur untuk menilai setiap tujuan, 7 Aktivitas yang dibutuhkan guna perencanaan tindakan, 8 Ukuran aktivitas guna mengevaluasi hasil yang dicap ai oleh setiap aktivitas, 9 Lembaga yang terlibat dalam pelaksanaan program.

3.6 Teknik Perbandingan Indeks Kinerja