X-band Radar XDR Pertumbuhan Awan

12 resolusi temporal 1 menit. Kisaran ketinggian BLR sekitar 1-5 km. BLR menggunakan tiga buah antena parabola dengan diameter masing- masing 2 m. Antena-antena diarahkan ke tiga titik berbeda yaitu satu beam tepat kearah vertikal, dua beam lainnya kearah timur dan utara dengan sudut zenith maksimum 30º. Untuk mendapatkan tiga komponen angin, BLR harus beroperasi dengan menggunakan frekuensi tinggi. Sebagai konsekuensi penggunaan frekuensi tinggi ini, pemantulan volume radar dari turbulensi atmosfer akan lebih kecil bila dibandingkan butir hujan. Akibatnya BLR tidak dapat mengukur pergerakan atmosfer secara langsung pada saat awan hujan atau mendung.

2.5 X-band Radar XDR

X-band merupakan radar doppler yang dapat mendeteksi awan sampai pada jarak 83 km. X-band beroperasi pada 9.445 GHz dan kekuatan transmisi puncaknya 40 kW dengan resolusi waktu 4 menit dan resolusi spasial 250 m. Pada tanggal 10 April-9 Mei 2004, X-band dipasang pada sebuah volume pengamatan dengan 17 sudut zenith dari 0.7º-40.0º. Untuk melihat aktivitas awan di Kototabng, X-band dipasang dengan jarak 20 km dari arah tenggara EAR dan dapat mengamati awan pada ketinggian lebih dari 14 km. Spesifikasi X- band dapat dilihat pada Tabel 3. Tabel 3. spesifikasi X-band Radar Item Spesifikasi Operating frequency 9445 MHz Peak power 40 kW Pulse width 0.5µs PRF 1800 Hz Beam width 1.1º Maximum range 83 km Sample spacing 250 m Antenna rotation speed 30ºs -1 Nyquist velocity 16 m -1 Sumber: Renggono 2006 Sumber: Renggono 2006 Gambar 2. Lokasi Radar di Kototabang, dimana + adalah EAR 100.32 o E, 0.20 o S, 865 m MSL dan × adalah X-band Weather Radar 100.407 o E, 0.36 o S, 1164 m MSL.

2.6 Spektrum Doppler

Spektrum Doppler yang diperoleh dari radar terdiri dari 3 parameter yaitu pantulan radar, kecepatan Doppler dan lebar spektrum. Dalam pengamatan hujan, parameter tersebut mempunyai karakteristik masing-masing. Pantulan radar dapat memperkirakan benda- benda yang berhamburan di atmosfer dan dapat juga digunakan untuk memperkirakan rata-rata hujan dengan menggunakan hubungan perbandingan pantulan-hujan Z-R.

2.6.1 Echo Power Pantulan Radar

Apabila gelombang radio yang pancarkan radar mengenai target, maka gelombang tersebut akan dipantulkan atau dihamburkan. Echo yang ditimbulkan karena hamburan atau pantulan oleh target akan memberikan informasi mengenai target tersebut. Kekuatan pemancar dan penerima sinyal radar biasanya digambarkan dengan desibel dB. Reflektivitas radar Z sering didefinisikan dalam unit dBZ yang dinyatakan sebagai berikut Collier 1989 dalam Nurmayani 2003: ⎟⎟ ⎠ ⎞ ⎜⎜ ⎝ ⎛ = − − 3 6 3 6 10 1 log 101 m mm m mm Z dBZ

2.6.2 Kecepatan Doppler

Kecepatan Doppler diperoleh dari beam vertikal yang merupakan pengurangan spektrum kecepatan jatuh yang dihubungkan dengan distribusi hidrometeor dan spektrum pergerakan udara. Perhitungan kecepatan Doppler dapat dinyatakan dengan persamaan William et al: Vd = w – Vt 13 Gambar 3. Diagram alir algoritma klasifikasi awan William et al, 1995 Yes Yes Yes No No No Dimana Vd adalah perhitungan untuk kecepatan Doppler nilai positif mengidentifikasikan kecepatan ke arah atas, w untuk kecepatan vertikal udara positif ke atas dan Vt adalah kecepatan jatuh hidrometeor positif ke bawah. Kecepatan Doppler vertikal adalah cara yang kuat untuk membedakan antara udara cerah dengan echo hujan dalam wind profiler UHF.

2.6.3 Lebar spektrum

Lebar spektrum secara langsung berhubungan dengan turbulensi dan distribusi ukuran hidrometeor pada volume resolusi radar.

2.7 Pertumbuhan Awan

Awan merupakan hasil kondensasi dari uap air yang bergerak naik bersama kantong udara. Karena sifatnya yang memantulkan dan menyerap radiasi bumi maka awan juga ikut menentukan pemanasan dan pendinginan bumi. Konvektif merupakan salah satu faktor yang penting dalam pertumbuhan awan yang terjadi karena kenaikan udara di atas permukaan yang relatif panas. Jika kita mengamati atmosfer daerah tropis, maka akan terlihat bahwa keadaan awan tidak sama dari hari ke hari. Ketinggian, ketebalan dan jenis awan kumulus berubah setiap hari bergantung pada kondisi meteorologi. Awan konvektif dan awan kumulus terbentuk karena adanya pemanasan radiasi dari permukaan tanah. Pertumbuhan selanjutnya disebabkan adanya pelepasan panas laten kondensasi yang merupakan sumber enegi yang cukup besar untuk menggiatkan awan kumulus. Karena pemanasannya di permukaan, maka udara di atasnya menjadi tidak stabil sehingga parsel udara naik ke atas hingga mencapai level kondensasi. Menurut Tjasyono 1981 karena penyerapan energi matahari oleh permukaan tanah tidak uniform daerah berbukit, daerah tumbuh-tumbuhan dan macam-macam jenis tanah, maka pertumbuhan awan konvektif cenderung pada daerah dengan pemanasan paling kuat. Faktor yang mempengaruhi pertumbuhan awan kumulus di daerah tropis adalah konvergensi horizontal, tebal lapisan lembab, stabilitas vertikal dan orografik. Selanjutnya Tjasyono 1981 mengatakan lapisan inversi merupakan hambatan bagi pertumbuhan awan konvektif karena lapisan ini adalah stabil. Hanya dengan updraft yang kuat lapisan ini dapat tembus oleh awan. Karena adanya lapisan inversi ini, maka bentuk awan konvektif menjadi berubah, pada saat tertentu seperti cerobong atau balok. Apabila terdapat lapisan inversi, maka kemungkinan untuk turun hujan hampir tidak ada.

2.8 Klasifikasi Awan Hujan