Perumusan Permasalahan Keaslian Penuliasan.

manusia seutuhnya, bertaqwa dan bertanggung jawab kepada diri sendiri, keluarga, dan masyarakat. Sedangkan pembinaan kemandirian diarahkan pada pembinaan bakat dan keterampilan agar narapidana dapat kembali berperan sebagai anggota masyarakat yang bebas dan bertanggung jawab. Perlu untuk selalu disadari bahwa, pada hakikatnya masalah kebijakan hukum pidana bukanlah semata-mata pekerjaan teknik perundang-undangan yang dapat dilakukan secara yuridis-normatif dan sistematik-dogmatik. Disamping pendekatan yuridis normatif, kebijakan hukum pidana juga memerlukan pendekatan yuridis faktual yang dapat berupa pendekatan sosiologis, historis, dan komparatif; bahkan memerlukan pendekatan komprehensif dari berbagai disiplin sosial lainnya dan pendekatan integral dengan kebijakan sosial dan pembangunan nasional pada umumnya. 8

B. Perumusan Permasalahan

Permasalahan dalam skripsi ini adalah: 1 Bagaimana penanganan khusus terhadap narapidana yang menderita HIVAIDS? 2 Apa saja kendala-kendala dalam proses penanganan khusus terhadap narapidana yang terjangkit HIVAIDS?

C. Keaslian Penuliasan.

Sebelum tulisan ini dimulai, penulis telah terlebih dahulu melakukan penelusuran terhadap tulisan- tulisan terdahulu, dan sepanjang penelusuran tersebut, diketahui di Lingkungan Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara, penulisan tentang “PENANGANAN KHUSUS TERHADAP NARAPIDANA PENDERITA HIVAIDS DI LEMBAGA PEMASYARAKATAN DAN RUMAH TAHANAN DI NEGARA INDONESIA”. belum pernah ada. Kemudian, permasalahan yang dimunculkan dalam penulisan ini merupakan hasil olah pikir dari penulis sendiri. Kendatipun terdapat tulisan atau skripsi yang menyerupai tulisan ini, penulis yakin bahwa substansi pembahasannya berbeda dengan skripsi ini. Penulisan ini mengacu kepada Undang-undang No. 12 Tahun 1995 tentang Pemasyarakatan Peraturan Pemerintah No. 31 Tahun 1999 tentang pembinaan dan pembimbingan warga binaan pemasyarakatan, Peraturan Pemerintaha No. 32 Tahun 1999 tentang syarat dan tata cara pelaksaan hak warga binaan pemasyarakatan dan Peraturan Pemerintah No. 28 Tahun 2006 tentang perubahan atas Peraturan Pemerintah nomor 32 tahuin 1999 tentang syarat dan tata cara pelaksaan hak warga binaan pemasyarakatan, Oleh sebab itu, keaslian dari tulisan ini dapat dijamin oleh penulis. 8 Barda Nawawi, op. cit., hal. 22. Penulisan ini ditujukan untuk mengetahui bagaimana sebenarnya pengawasan serta penanganan narapidana yang terjangkit HIVAIDS. Seperti kita tahu bahwa perlakuan yang manusia dan memenuhi asas keadilan adalah salah satu hendak dicapai dalam proses pembinaan. Oleh karena itu narapidana, khususnya narapidana yang memiliki HIVAIDS harusnya mendapatkan penangganan dan terapi khusus yang sesuai yang dengan kebutuhannya. Telah diketahui bahwa HIVAIDS dapat dengan mudah melalui hubungan seksual, jarum suntik dan kontak pendarahan. Untuk mencegah terjadinya penularan virus HIVAIDS di dalam Lapas, maka narapidana yang menderita HIVAIDS harus dijaga dengan baik. Hal ini menarik bagi penulis. Dan untuk itulah maka kita perlu melakukan penelitian lebih lanjut agar kita lebih mengetahui, memahami, dan memperluas khazanah pengetahuan mengenai pembinaan narapidana. Terutama dalam penulisan ini terkait dengan hak-hak khusus narapidana. Terlebih lagi untuk mengetahui apakah ada perbedaan mendasar terhadap perlakuan narapidana. Apakah narapidana penderita HIVAIDS diperlakukan secara berbeda atau sama saja dengan kebanyakan narapidana. Serta untuk mengetahui bagaimana layanan kesehatan narapidana HIVAIDS, apakah telah memandai atau belum. Hasil penelitian ini bisa menjadi masukan kepada pihak-pihak berkepentingan agar proses pembimbingan dan pembinaan narapidana di masa mendatang menjadi lebih baik. Pihak yang berwenang terhadap pelaksanaan pengawasan dan pembinaan di lembaga pemasyarakatan antara lain ialah menteri dan balai pertimbangan pemasyarakatan. Selain memiliki kewenangan dan tanggung jawab untuk menyelenggarakan pembinaan dan pembimbingan pemasyarakatan, menteri juga memiliki wewenang, tugas, dan tanggung jawab perawatan terhadap tahanan. 9 Tugas Balai Pertimbangan pemasyarakatan adalah bertugas memberi saran dan atau pertimbangan kepada Menteri. Balai Pertimbangan pemasyarakatan bertanggung jawab pada menteri. Ada pun pertimbangan tersebut meliputi: 10 a Pembinaan sumber daya manusia yang melaksanakan pembinaan, pengamanan dan pembimbingan warga binaan pemasyarakatan; b Penggunaan metode, cara dan materi pembinaan warga binaan pemasyarakatan; c Perencanaan dan penyusunan program pembinaan serta peran serta masyarakat untuk meningkatkan kualitas kesadaran warga binaan pemasyarakatan agar dapat hidup secara wajar dan bertanggungjawab; d Sarana dan prasarana serta hal-hal lain yang mungkin dapat digunakan dalam pembinaan dan pembimbingan secara terpadu. 9 Indonesia, Undang-Undang Tentang Pemasyarakatan, UU No.12 tahun 1995, ps. 51. 10 Indonesia, Keputusan Menteri Hukum dan Perundang-undangan RI No: M.02.PR.08.03 tahun 1999, tentang Pembentukan Balai Pertimbangan Pemasyarakatan, ps. 4. merupakan wakil instansi pemerintah terkait, badan non pemerintah dan perorangan dan merupakan suatu badan penasehat Menteri yang bersifat non struktural. Saran atau pertimbangan yang diberikan balai Pertimbangan pemasyarakatan kepada Menteri antara lain berdasarkan keluhan atau pengaduan warga binaan pemasyarakatan.

D. Mamfaat Penulisan.