kemudian diinkubasi dalam inkubator pada suhu 35 ± 2
o
C selama 18–24 jam, setelah itu diukur diameter daerah hambatan zona jernih pertumbuhan di
sekitar pencadang dengan menggunakan jangka sorong.
3.16 Pembuatan Sediaan Krim
3.16.1 Formulasi dasar krim
Sediaan krim yang digunakan adalah krim dengan tipe ma. a. Formula dasar krim Young, 1972
R Asam stearat
12 g Setil alkohol
0,5 g Sorbitol sirup
5 g Propilen glikol
3g Trietanolamin
1g Nipagin
secukupnya Air suling
ad 100 ml b. Formula yang telah di modifikasi
R Asam stearat
12 g Setil alkohol
0,5 g Gliserin
2 g Trietanolamin
1 g Nipagin 0,1
Na Metabisulfit 2
Air suling ad 100 ml
Universitas Sumatera Utara
Cara pembuatan dasar krim: Asam stearat dan setil alkohol dimasukkan ke dalam cawan penguap
dan dilebur di atas penangas air massa I. Nipagin dan Na metabisulfit dilarutkan dalam air panas, lalu ditambahkan trietanolamin dan diaduk sampai
larut massa II. Lalu ditambahkan massa II ke dalam massa I di dalam lumpang panas sambil digerus secara terus menerus hingga terbentuk dasar
krim.
3.16.2 Formulasi sediaan krim
Rancangan formula sediaan krim yang mengandung ekstrak etanol daun Afrika, yang akan digunakan dalam penelitian ini dapat dilihat pada Tabel 3.1
berikut ini.
Tabel 3.1 Formula Sediaan Krim Ekstrak Etanol Daun Afrika
Komposisi Formula
F 1 F 2
F 3 F 4
F 5 F 6
Ekstrak g
- 6 7 8 9 10
Dasar krim g 100
94 93
92 91
90
Keterangan: F 1:
dasar krim tanpa ekstrak etanol daun Afrika blanko F 2:
sediaan krim dengan ekstrak etanol daun Afrika 6 F 3:
sediaan krim dengan ekstrak etanol daun Afrika 7 F 4:
sediaan krim dengan ekstrak etanol daun Afrika 8 F 5:
sediaan krim dengan ekstrak etanol daun Afrika 9 F 6:
sediaan krim dengan ekstrak etanol daun Afrika 10
Universitas Sumatera Utara
Cara pembuatan: Ekstrak etanol daun Afrika digerus di dalam lumpang, lalu ditambahkan sedikit
demi sedikit dasar krim dan digerus hingga homogen. Sebagai pembanding digunakan ERYMED
R
Erythromycin 2.
3.17 Evaluasi Terhadap Sediaan
3.17.1 Pemeriksaan homogenitas
Sejumlah tertentu sediaan jika dioleskan pada sekeping kaca atau bahan transparan lain yang cocok, sediaan harus menunjukkan susunan yang
homogen dan tidak terlihat adanya butiran kasar Ditjen POM, 1979.
3.17.2 Penentuan tipe emulsi sediaan
Penentuan tipe emulsi sediaan dilakukan dengan dua cara, yaitu pengenceran dengan air dan pengecatan atau pewarnaan. Pengenceran dengan
air dilakukan dengan cara mengencerkan 100 mg sediaan krim dengan 10 ml air, bila emulsi mudah diencerkan dengan air, maka emulsi tersebut adalah tipe
ma Ditjen POM, 1985. Pengecatan atau pewarnaan dilakukan dengan menambahkan larutan
metilen biru sebanyak 1 tetes pada 500 mg sediaan di atas objek gelas. Tutup dengan kaca penutup dan diamati dibawah mikroskop. Bila metil biru tersebar
merata berarti sediaan tersebut tipe emulsi ma, tetapi bila hanya bintik-bintik biru berarti sediaan tersebut tipe emulsi am Syamsuni, 2006.
Universitas Sumatera Utara
3.17.3 Pengukuran pH sediaan
Pengukuran pH sediaan dilakukan dengan menggunakan pH meter. Alat terlebih dahulu dikalibrasi dengan menggunakan larutan dapar standar netral
pH 7,0 dan larutan dapar pH asam pH 4,0 hingga alat menunjukkan harga pH tersebut. Kemudiaan elektroda dicuci dengan air suling, lalu dikeringkan
dengan tissue. Sampel dibuat dalam konsentrasi 1 yaitu ditimbang 1 gram sediaan dan dilarutkan dalam 100 ml air suling. Kemudiaan elektroda
dicelupkan dalam larutan tersebut. Dibiarkan alat menunjukkan harga pH sampai konstan. Angka yang ditunjukkan pH meter merupakan pH sediaan
Rawlins, 2003.
3.17.4 Pengukuran viskositas sediaan
Penentuan viskositas sediaan menggunakan viskometer Brookfield. Cara: Spindel 64 dipasang pada tempatnya dan dimasukkan ke dalam sediaan
hingga dalam tanda batas. Motor dinyalakan dengan speed 6 dan spindel dibiarkan berputar. Setelah jarum menunjukkan angka yang tetap maka
pengukuran dianggap selesai. Pengukuran dilakukan dilakukan sebanyak tiga kali untuk masing masing–masing formula krim. Viskositas diperoleh dengan
mengalikan angka yang terbaca dengan nilai faktor yaitu 1000. Pengujian dilakukan pada suhu kamar pada minggu ke 0, 4, 8 dan minggu ke 12.
3.17.5 Pemeriksaan stabilitas sediaan
Pemeriksaan stabilitas sediaan meliputi bentuk, warna dan bau selama penyimpanan pada suhu kamar yang diamati secara visual Ditjen POM, 1995.
Universitas Sumatera Utara
Sediaan dinyatakan stabil apabila warna, bau, dan penampilan tidak berubah secara visual selama penyimpanan, dan juga secara visual tidak
ditumbuhi jamur. Pengamatan dilakukan pada suhu kamar pada minggu ke 0, 4, 8 dan minggu ke 12.
3.17.6 Uji iritasi terhadap sukarelawan
Uji iritasi dilakukan dengan cara mengoleskan sediaan uji pada kulit normal panel manusia untuk mengetahui apakah sediaan tersebut dapat
menimbulkan iritasi pada kulit atau tidak. Teknik yang digunakan pada uji iritasi adalah uji tempel terbuka open
test pada lengan bawah bagian dalam terhadap 10 orang panelis. Uji tempel
terbuka dilakukan dengan mengoleskan sediaan yang dibuat pada lokasi lekatan dengan luas tertentu 2,5 x 2,5 cm, dibiarkan terbuka dan diamati apa
yang terjadi. Uji ini dilakukan sebanyak 3 kali sehari selama 2 hari berturut- turut Tranggono dan Latifah, 2007. Reaksi yang diamati adalah terjadinya
eritema dan edema. Menurut Barel, Marc dan Howard 2001, indeks iritasi primer dengan
skor Federal Hazardous Substance Act: Eritema
Edema Tidak eritema
Tidak edema Sangat sedikit eritema 1
Sangat sedikit edema 1
Sedikit eritema 2
Sedikit edema 2
Eritema sedang 3
Edema sedang 3
Eritema sangat parah 4
Edema sangat parah 4
Universitas Sumatera Utara
Kriteria panelis uji iritasi Ditjen POM, 1985: 1.
Wanita 2.
Usia antara 20-30 tahun 3.
Berbadan sehat jasmani dan rohani 4.
Tidak memiliki riwayat penyakit alergi 5.
Menyatakan kesediaannya dijadikan panelis uji iritasi
3.17.7 Uji mikrobiologi sediaan
Uji mikrobiologi untuk mengetahui aktivitas antibakteri sediaan krim etanol daun Afrika yang dilakukan dengan metode disc diffusion, dengan cara
mengukur diameter hambatan pertumbuhan bakteri terhadap bakteri Propionibacterium acne
dan bakteri Staphylococcus epidermidis di sekitar pencadang kertas.
3.17.7.1 Pembuatan larutan uji krim
Ditimbang sebanyak 1 g krim dari setiap formula, dimasukkan ke dalam vial dan diberi label kemudian ditambahkan akuades steril 1 ml dan diaduk
hingga larut.
3.17.7.2 Bakteri Propionibacterium acne
Sebanyak 0,1 ml inokulum dimasukkan ke dalam cawan petri steril, setelah itu dituang media nutrient agar sebanyak 20 ml dengan suhu 45–50
o
C. Selanjutnya cawan digoyang di atas permukaan meja, agar media dan suspensi
bakteri tercampur rata. Pencadang kertas yang telah direndam di dalam larutan uji krim diletakkan pada permukaan media yang telah padat, kemudian
diinkubasi dalam inkubator pada suhu 35 ± 2
o
C selama 18–24 jam, setelah itu
Universitas Sumatera Utara
diukur diameter daerah hambatan zona jernih pertumbuhan di sekitar pencadang dengan menggunakan jangka sorong.
3.17.7.3 Bakteri Staphylococcus epidermidis
Sebanyak 0,1 ml inokulum dimasukkan ke dalam cawan petri steril, setelah itu dituang media nutrient agar sebanyak 20 ml dengan suhu 45–50
o
C. Selanjutnya cawan digoyang di atas permukaan meja, agar media dan suspensi
bakteri tercampur rata. Pencadang kertas yang telah direndam di dalam larutan uji krim diletakkan pada permukaan media yang telah padat, kemudian
diinkubasi dalam inkubator pada suhu 35 ± 2
o
C selama 18–24 jam, setelah itu diukur diameter daerah hambatan zona jernih pertumbuhan di sekitar
pencadang dengan menggunakan jangka sorong.
Universitas Sumatera Utara
BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN