Tujuan Khusus Manfaat Praktis

2. Dapat digunakan sebagai sumber informasi bagi masyarakat mengenai faktor risiko infeksi Soil Transmitted Helminths pada anak SD di dataran tinggi dan rendah di Kabupaten Gianyar tahun 2016. Ruang Lingkup Penelitian Ruang lingkup penelitian ini adalah di bidang Epidemiologi untuk mengetahui faktor risiko infeksi Soil Transmitted Helminths pada anak SD di dataran tinggi dan rendah di Kabupaten Gianyar tahun 2016. 11 BAB II TINJAUAN PUSTAKA Soil Transmitted Helminths 2.1.1 Definisi Soil Transmitted Helminths Soil Transmitted Helminths STH merupakan sejumlah spesies cacing parasit kelas Nematoda yang dapat menginfeksi manusia melalui kontak langsung dengan telur ataupun larva parasit itu sendiri yang berkembang di tanah yang lembab pada negara beriklim tropis maupun subtropis Bethony et al, 2006. Bentuk infektif dari cacing kelompok ini dapat memasuki badan manusia dengan berbagai cara seperti masuk secara aktif ataupun tertelan dan bisa hidup bertahun-tahun di sistem pencernaan manusia Sutanto et al. 2008.

2.1.2 Jenis Soil Transmitted Helminths

Menurut Bethony et al, 2006 Soil Transmitted Helminths yang paling penting dan sering menginfeksi manusia adalah cacing gelangroundworm Ascaris lumbricoides, cacing cambukwhipworm Trichuris trichiura dan cacing tambanganthropophilic hookworm Ancylostoma duodenale dan Necator americanus. a. Cacing Gelang Ascaris lumbricoides Askariasis merupakan sebutan untuk penyakit yang disebabkan oleh parasit ini. Parasit ini ditemukan hampir di seluruh provinsi yang ada di Indonesia termasuk di dunia kosmopolit. Prevalensi askariasis di Indonesia masih cukup tinggi terutama pada anak-anak yaitu mencapai 60-90 dari jumlah penduduk Sutanto et al, 2008. Penyakit ini memiliki prevalensi yang paling besar diantara penyakit cacing lainnya. Hal ini diindikasi karena banyaknya terlur disertai daya tahan telur yang mengandung larva cacing pada keaadaan tanah yang kondusif. Telur dapat bertahan sampai berbulan-bulan bahkan sampai 2 tahun ditanah akibat adanya lapisan tebal sebagai pelindung terhadap situasi lingkungan yang tidak sesuai Widoyono, 2005. Telur Ascaris lumbricoides berkembang sangat baik pada tanah liat dengan kelembapan tinggi dan pada suhu 25 -30 C. Di tanah telur tumbuh menjadi infektif mengandung larva dalam waktu 2-3 minggu Onggowaluyo, 2001. Parasit ini dapat hidup dalam tubuh manusia selama 1-2 tahun. Zat utama yang diserap selama cacing ini hidup dalam rongga usus halus adalah karbohitdrat dan protein. Seekor cacing akan mengambil karbohidrat 0.14 gram per hari dan protein 0.035 gram per hari Siregar, 2006. Penularan terjadi secara oral yaitu tertelannya telur cacing yang mengandung larva infektif melalui makanan dan minuman yang tercemar Zulkoni, 2010. Selian itu penularan juga bisa terjadi melalui perantaravektor serangga seperti lalat yang dapat menularkan telur pada makanan yang tidak disimpan dengan baik Widoyono, 2005. Gejala yang ditunjukkan sebagian besar adalah asimtomatis. Hanya sebagian kecil penderita menunjukkan gejala klinis. Gejala yang timbul biasanya disebabkan oleh migrasi larva dari paru-paru ke alveolus kemudian naik ke trakea dan larva menuju faring. Pada orang yang rentan, migrasi dan rangsangan dari larva ini akan menyebabkan perdarahan kecil dinding alveolus dan timbul iritasi pada paru sehingga penderita akan mengalami reaksi alergi yang terdiri dari batuk kering, mengi, dan demam 39,9 -40,0 C. Selain itu cacing dewasa juga dapat bermigrasi dan menimbulkan kelainan yang serius seperti obstruksi usus, masuk ke saluran empedu, pankreas dan organ lainnya. Migrasi juga sering terjadi keluar melalui anus, mulut dan hidung Onggowaluyo, 2001. Karena gejala klinik yang ditunjukkan tidak khas, maka perlu diadakan pemeriksaan tinja untuk menegakkan diagnosis yang tepat, yaitu dengan menemukan telur-telur cacing di dalam tinja tersebut. Jumlah telur juga dapat digunakan sebagai pedoman untuk menentukan berat tidaknya infeksi yang diderita, yaitu dengan cara menghitung jumlah telur cacing Surat Keputusan Menteri Kesehatan No: 424MENKESSKVI, 2006. Selain itu diagnosis juga dapat ditegakkan bila cacing dewasa keluar sendiri baik melalui mulut atau hidung karena muntah maupun melalui tinja Sutanto et al, 2008. b. Cacing Cambuk Trichuris trichiura Penyakit yang disebabkan oleh parasit ini disebut trikuriasis. Cacing ini lebih sering ditemukan bersama-sama dengan Ascaris lumbricoide Onggowaluyo, 2001. Disebut sebagai cacing cambuk dilihat dari bentuknya yang seperti cambuk dengan bagian depan kepala yang mengecil dan bagian belakang yang membesar. Parasit ini bersifat kosmopolit atau ditemukan hampir di seluruh dunia terutama di daerah panas dan lembab seperti Indonesia. Di dunia hampir 500-900 juta orang terserang parasit ini. Prevalensi di Asia lebih dari 50, Afrika 25, dan Amerika Latin 12. Di Indonesia sendiri frekuensi penyakit ini masih cukup tinggi, terutama di daerah-daerah pedesaan yaitu antara 30-90 Widoyono, 2005. Cacing dewasa hidup di sekum dengan anteriornya seperti cambuk masuk ke dalam mukosa usus. Selain itu cacing dewasa juga dapat ditemukan di dalam kolon asendens. Pada infeksi berat, terutama pada anak-anak cacing tersebar diseluruh kolon dan rektrum. Cacing betina diperkirakan dapat menghasilkan telur sebanyak 3000- 20.000 butir per hari. Telur berbentuk seperti tempayan dengan semacam penonjolan