Aplikasi Edible pada Bakso

fungsinya jika penyimpanannya dilakukan lebih dari 24 jam, meskipun hal yang berbeda jika diukur dari aspek warna bakso tidak memberi dampak yang berbeda Tabel 8. Sementara, Ekstrak daun lokal yang berbeda tidak memberikan dampak nyata terhadap aroma bakso. Secara statisitk pada tabel 3, kandungan antioksidan pada ekstrak daun lokal berbeda dan namun tidak nyata mempengaruhi aroma bakso. Tabel 9. Respon Panelis terhadap Aroma Bakso yang Dikemas Edible Coating Berbasis Gelatin Kulit Kaki Ayam Boiler Terkorporasi dengan Ekstrak Daun Lokal Jenis Ekstrak Daun Masa Simpan hari Rerata 1 2 3 4 Jati J 3,91 2,91 3,18 3,27 2,36 3,13±0,56 Kelor K 3,55 3,49 3,16 3,36 2,27 3,17±0,52 Kayu Manis T 4,09 3,64 3,20 3,09 2,00 3,20±0,78 Rerata 3,85±0,28 c 3,35±0,39 b 3,18±0,02 b 3,24±0,14 b 2,21±0,19 a Indikator pH produk merupakan faktor penting yang diperhatikan karena nilai pH akan menentukan kualitas produk Soeparno, 1998. Hasil analisis statistik menunjukkan bahwa pH bakso sapi dengan pengemasan atau edible dari gelatin kulit kaki ayam broiler dan dengan potensi antioksidan dari ekstrak daun lokal tidak meningkatkan ataupun menurunkan pH bakso. Sementara pada perlakuan peningkatan masa simpan justru nyata pengaruhnya terhadap pH bakso. Masa simpan hingga 2 hari tidak mempengaruhi pH bakso namun penyimpanan di hari ke-3 hingga ke-4 terjadi penurunan nilai pH yang signifikan. Hal ini membuktikan bahwa fungsi edible pada bakso mampu mencegah terjadi perpindahan masa uap air. Krochta et al. 1994 menyebutkan bahwa edible memiliki kemampuan menghambat perpindahan uap air. Perpindahan uap air pada produk dapat mempengaruhi nilai pH dan penyimpanan bakso sapi dengan perlakuan pengemasan edible hingga penyimpanan 2 hari fungsi edible masih baik. Kandungan pH bakso pada penelitian ini masih berkisar antara pH 6- 7 yang merupakan pH standar pada bakso sesuai dengan SNI. Tabel 10. Nilai pH Bakso yang Dikemas Edible Coating Berbasis Gelatin Kulit Kaki Ayam Boiler Terkorporasi dengan Ekstrak Daun Lokal Jenis Ekstrak Daun Masa Simpan hari Rerata 1 2 3 4 Jati J 6,47 6,52 6,55 6,46 6,42 6,48±0,05 Kelor K 6,51 6,51 6,52 6,42 6,32 6,46±0,09 Kayu Manis T 6,48 6,44 6,43 6,36 6,27 6,40±0,08 Rerata 6,49±0,02 c 6,49±0,04 c 6,50±0,06 c 6,41±0,05 b 6,34±0,08 a Kandungan air bakso sapi Tabel 11 menunjukkan hasil yang berbeda nyata seiring peningkatan masa simpan. Pengemasan bakso dengan edible dari gelatin kulit kaki ayam broiler dan berpotensi antioksidan dari ekstrak daun lokal mampu mencegah perpindahan masa uap air. Penyimpanan hingga 3 hari menunjukkan fungsi edible berjalan baik namun peningkatan penyimpanan hingga hari ke-4 telah berdampak pada penurunan fungsi edible dalam melindungi bakso sapi dari proses perpindahan masa uap air. Winarno 1997 menyebutkan bahwa kandungan air pada produk merupakan indikator penting yang dapat mempengaruhi penampakan produk. Fungsi edible pada penelitian ini berjalan baik meskipun secara Standar Nasional Indonesia SNI bahwa kandungan air maksimal pada bakso yakni 79 namun dengan perlakuan ini penyimpanan hingga hari ke-3 bakso tidak kehilangan air. Hal ini sesuai dengan pendapat Krochta et al. 1994 yang menyebutkan bahwa edible sebagai kemasan alami memiliki fungsi untuk mencegah perpindahan air pada produk. Sementara itu, Jenis daun lokal sebagai sumber antioksidan pada edible yang berbasis gelatin dari kulit kaki ayam broiler tidak memberikan pengaruh yang signifikan terhadap kandungan air bakso sapi. Tabel 11. Kandungan Air Bakso yang Dikemas Edible Film Berbasis Gelatin Kulit Kaki Ayam Boiler Terkorporasi dengan Ekstrak Daun Lokal Jenis Ekstrak Daun Masa Simpan hari Rerata 1 2 3 4 Jati J 68,21 67,06 67,23 66,03 68,78 67,46±1,07 Kelor K 67,58 67,39 66,97 67,28 69,02 67,65±0,80 Kayu 67,83 66,67 68,37 67,45 68,80 67,82±0,82 Manis T Rerata 67,87±0,32 a 67,04±0,36 b 67,52±0,75 b 66,92±0,78 b 68,87±0,13 a Berdasakan SNI bahwa produk bakso memiliki kandungan protein minimal 9 bobot basah. Pada penelitian ini rata-rata kandungan protein bakso sapi 11,41 acuan perlakuan kontrol pada Tabel 10. Hasil analisis varian menunjukkan bahwa penyimpanan bakso sapi yang dikemasan dengan edible coating tidak nyata perbedaannya hingga hari ke-1 namun nyata perbedaannya pada penyimpanan lebih dari 1 hari dan bahkan dihari ke-4 penurunan kandung protein lebih besar lagi. Penurunan ini diduga disebabkan karena fungsi kemasan edible coating pada penyimpanan bakso tidak mampu mencegah terjadinya autolisis diinternal bakso itu sendiri. Seperti diketahui bahwa pangan dan termasuk bakso mengalami perubahan nutrien selama penyimpanan dan hal ini dapat dipengaruhi oleh faktor luar dan dalam. Soeparno 1998 menyebutkan bahwa autolisis secara internal bisa terjadi pada produk pangan dan dampaknya terhadap kandungan protein. Tabel 12. Kandungan Protein Bakso yang Dikemas Edible Film Berbasis Gelatin Kulit Kaki Ayam Boiler Terkorporasi dengan Ekstrak Daun Lokal Jenis Ekstrak Daun Masa Simpan hari Rerata 1 2 3 4 Jati J 11,38 10.89 10,61 10,35 9,88 10,62±0,56 Kelor K 11,44 11,15 10,85 10,63 10,00 10,81±0,55 Kayu Manis T 11,40 11,20 11,10 9,87 9,02 10,52±1,03 Rerata 11,41±0,03 c 11,08±0,17 c 10,85±0,25 b 10,28±0,38 b 9,63±0,54 a Analisis kandungan abu pada bakso merupakan faktor penting untuk mengetahui nilai gizi pangan. Kandungan abu pangan merupakan campuran anorganik atau mineral dalam pangan setelah dilakukan pembakaran atau pengabuan bahan-bahan organik dalam pangan Winarno, 1997. Hasil analisis statistik pada bakso sapi yang dikemas dengan edible menunjukkan bahwa kandungan abu bakso masih dibawah SNI maksimal 3 berat basah. Peningkatan masa simpan bakso sapi yang dikemas edible dari gelatin kulit kaki ayam broiler dan penambahan 15 ekstrak daun lokal berdampak pada penurunan kandungan abu. Hal ini diduga akibat terjadinya autolisis pada bakso selama penyimpanan, meskipun sebelumnya telah diberi kemasan edible. Krochta et al. 1994 menyebutkan bahwa edible mampu menghambat perpindahan uap air serta Liu dan Han 2005 menyebutkan bahwa edible juga mampu menghambat pertukaran gas, namun autolisis pada bakso yang dikemas tetap terjadi. Edible yang dibuat dari gelatin kulit kaki ayam broiler dan esktrak daun lokal tidak mampu mencegah atau menghambat terjadinya autolisis tersebut. Sementara Jenis ekstrak daun pun tidak mampu mempengaruhi perubahan kandungan abu bakso sapi. Tabel 13. Kandungan Abu Bakso yang Dikemas Edible Film Berbasis Gelatin Kulit Kaki Ayam Boiler Terkorporasi dengan Ekstrak Daun Lokal Jenis Ekstrak Daun Masa Simpan hari Rerata 1 2 3 4 Jati J 2,49 2,30 2,03 2,15 1,86 2,17±0,24 Kelor K 2,50 2,40 2,23 2,35 1,89 2,27±0,24 Kayu Manis T 2,50 2,28 2,30 2,21 2,15 2,29±0,13 Rerata 2,50±0,01 c 2,33±0,06 c 2,19±0,14 b 2,24±0,10 b 1,97±0,16 a Uji Angka Lempeng Total ALT merupakan metode kuantitatif untuk mengetahui kandungan bakteri pada bakso sapi yang dikemas edible coating. Hasil analisis varian menunjukkan bahwa kandungan ekstrak daun jati di dalam edible dan fungsinya sebagai pengemas alami pada bakso sapi lebih baik dibandingkan pada daun kelor maupun daun kayu manis. Meskipun demikian secara keseluruh penggunaan ekstrak daun lokal pada pembuatan edible berbasis gelatin dari kulit kaki ayam broiler tidak menunjukkan hasil yang berbeda selama penyimpanan. Hal ini diduga disebabkan adanya kandungan tanin dan fenol pada ekstrak daun lokal yang memiliki sifat sebagai pendenaturasi protein pada sel bakteri dengan cara melarutkan lemak pada sel bakteri sehingga berakibat pada terhambatnya aktivitas dan biosintesa enzim untuk metabolisme sel Rohyani et al., 2015. Oleh karena itu, edible coating berbasis gelatin dari kulit kaki ayam broiler dengan dikorporasi ekstrak daun lokal telah memberikan fungsi ganda yakni melindungi produk dari kontaminasi bakteri dan sekaligus sebagai sumber antioksidan Tabel 14. Hasil Pengujian Angka Lempeng Total ALT Bakso CFUcm 2 yang Dikemas Edible Film Berbasis Gelatin Kulit Kaki Ayam Boiler Terkorporasi dengan Ekstrak Daun Lokal Jenis Ekstrak Daun Masa Simpan hari Rerata 1 2 3 4 Jati J 0,70 0,60 0,09 0,15 0,29 0,37±0,27 a Kelor K 0,80 0,65 1,39 1,15 1,30 1,06±0,32 b Kayu Manis T 0,97 0,56 1,15 1,23 1,45 1,07±0,33 b Rerata 0,82±0,14 0,60±0,05 0,88±0,69 0,84±0,60 1,01±0,63 Coliform merupakan jenis mikrobia indikator sanitasi yang berkorelasi dengan kebersihan dalam prosesing produk baik pada pembuatan edible coating maupun dalam aplikasinya sebagai pengemas alami pada bakso. Hasil Penelitian Tabel 15 menunjukkan bahwa adanya ekstrak daun lokal di dalam edible dan aplikasinya pada bakso tidak menunjukkan perbedaan yang nyata. Demikian pula, masa simpan bakso yang diberi perlakuan pengemasan edible, angka paling mungkin dalam cm 2 tidak menunjukkan hasil yang nyata. Tabel 15. Hasil Pengujian Coliform Bakso APMcm 2 yang Dikemas Edible Film Berbasis Gelatin Kulit Kaki Ayam Boiler Terkorporasi dengan Ekstrak Daun Lokal Jenis Ekstrak Daun Masa Simpan hari Rerata 1 2 3 4 Jati J 0,16 0,17 0,17 0,20 0,16 0,17±0,02 Kelor K 0,17 0,16 0,19 0,18 0,15 0,17±0,02 Kayu Manis T 0,17 0,18 0,17 0,19 0,17 0,18±0,01 Rerata 0,17±0,01 0,17±0,01 0,18±0,02 0,19±0,01 0,16±0,63

BAB 6. RENCANA TAHAPAN BERIKUTNYA

Rencana tahap penelitian tahun kedua yakni upaya pengembangan sifat fungsional edible dari gelatin kulit kaki ayam broiler yang dikorporasi dengan ekstrak daun lokal melalui penambahan asap cair. Asap cair, seperti diketahui merupakan campuran dispersi asap kayu dalam air yang disebut dengan mengkondensasikan asap hasil pembakaran kayu Karseno et al., 2002 dan penggunaannya saat ini sebagai pemberi aroma pada produk karena adanya komponen flavor dari senyawa fenolik pada asap cair Muratore dan Licciardello, 2005. Edible coating jenis JA, KE dan KU diberi tambahan asap cair melalui penentuan konsentrasi terbaik 0; 0,5, 1; 1,5 dan 2. Kualitasnya diuji dengan pengamatan masa simpan penyimpanan disesuiakan dengan masa simpan terbaik pada tahun pertama. Rancangan riset yang digunakan yakni Rancangan Acak Kelompok RAK pola faktorial 4 x 5 dan masing-masing dilakukan pengulangan sebanyak 3 kali. Variabel yang diamati meliputi respon panelis, kualitas fisik dan kimia serta sifat antibakteri dengan pendalaman zona hambat bakteri indikator keamanan pangan. Data yang diperoleh dianalisis secara sidik ragam dengan bantuan program statistik SPSS Versi 15,0. Perlakuan yang menunjukkan pengaruh yang nyata, selanjutnya dilakukan uji beda nyata dengan Duncan’S Multiple Range Test DMRT pada taraf 5 Steel dan Torrie, 1991. Gambaran desain risetnya diparparkan secara lengkap pada tabel berikut. Tabel 16. Rancangan Desain Penelitian Tahun Kedua Edible Coating Ekstrak Daun Lokal Perlakuan Penambahan Asap cair 0,5 1 1,5 2 JA _ _ _ _ _ _ _ _ _ _ _ _ _ _ _ KE _ _ _ _ _ _ _ _ _ _ _ _ _ _ _ KU _ _ _ _ _ _ _ _ _ _ _ _ _ _ _

BAB 7. KESIMPULAN DAN SARAN

7.1. Kesimpulan

Kesimpulan penelitian ini bahwa : 1. Telah dihasilkan simplisia daun lokal dan telah diuji sifat antioksidannya dengan karakteristik berbeda baik pada daun jati, kelor dan kayu manis. Kandungan sifat antioksidan tertinggi ditemukan pada daun kayu manis, diikuti daun kelor dan terendah pada daun jati. Hasil uji GC-MS dibuktikan kandungan antioksidnnya dominan jenis fenol. 2. Tahap formulasi ekstrak daun lokal ini dengan gelatin dari kulit ceker ayam broiler dihasilkan edible film dengan karakteristik berbeda, dan pada tahap penelitian berikutnya digunakan penambahan 15 ekstrak daun lokal pada edible untuk diaplikasikan pada bakso. 3. Aplikasi edible pada bakso tidak mempengaruhi respon panelis khususnya terhadap aroma bakso. Sifat edible yang berantioksidan memberikan respon panelis yang sama, meskipun tidak mampu memberikan hasil baik jika disimpan lebih dari 24 jam. Nilai pH bakso yang dikemas edible hingga penyimpanan 2 hari tidak berbeda dengan kontrol 0 hari bahkan indikator kadar air bakso berhasil mempertahankan terjadinya dehidrasi selama penyimpanan hingga hari ke-3. Namun kandungan protein terjadi degradasi selama bakso dikemas. 4. Ekstrak daun jati dalam kemasan edible memiliki kemampuan lebih tinggi dalam menurunkan populasi total bakteri dibandingkan dengan daun kelor dan daun kayu manis. 5. Penelitian ini telah pula dilibatkan dua orang mahasiswa S1 yang mendukung tugas akhirnya.

7.2. Saran

Ekstrak daun lokal bisa menjadi alternatif untuk ditambahkan pada pembuatan edible dengan potensi sebagai antibakteri dan antioksidan. Untuk menghasilkan edible berantioksidan yang tinggi maka penambahan ekstrak daun kayu manis paling tinggi potensinya namun jika pendekatannya pada potensi antibakteri pada bakso sapi maka ekstrak daun jati adalah alternatifnya.