TINJAUAN PUSTAKA Hidrolisis Protein Kolagen Menjadi Gelatin

yang menempati tepat di dalam pilinan dan dua asam amino yang lain adalah prolin dan hidroksiprolin yang berfungsi sebagi penstabil struktur kolagen, serta hidroksiprolin sebagai pengikat gula. Namun, komposisi rantai polipeptida berbeda-beda tergantung pada jenis kolagennya, yang dibedakan dari ujung-ujung asam amino. Setelah membentuk triple helix, kolagen juga dapat membentuk kuartener yang terbentuk akibat adanya ikatan dengan hidrogen. Model ikatan antara hidrogen dengan kolagen, ditunjukkan seperti pada Gambar 1 berikut. Gambar 1. Model ikatan hidrogen pada kolagen Covington dan Lampard, 1998 Ikatan hidrogen berpengaruh terhadap sifat fisik kulit segar dimana kelarutan kolagen menjadi rendah akibat terbentuknya triple helix atau terjadinya ikatan silang Shimokomaki et al., 1972. Lebih lanjut disebutkan ada 2 tipe ikatan silang yakni ikatan silang intramolekuler dalam molekul tropokolagen dan ikatan silang intermolekuler di antara berkas serabut kolagen. Ikatan silang intermolekuler adalah tipe paling penting dalam kaitannya dengan stabilitas berkas serabut kolagen dalam upaya hidrolisis menjadi produk gelatin. Pada struktur protein kolagen dengan adanya struktur triple helix pada tropokolagen panjang  280-300 nm dengan tebal 1,5 nm serta mempunyai berat molekul sekitar 300.000 dalton dan polimerisasinya yang membentuk fibril kolagen Highberger, 1993 menyebabkan kolagen sulit terekstrak sempurna. Pemurnian atau pemisahan berkas serabut kolagen dapat dilakukan dengan mendegradasi ikatan hidrogennya Bienkiewicz, 1990. Ekstraksi protein kolagen yang terdapat pada kulit maupun tulang dapat dihasilkan produk yang disebut gelatin. Chen et al., 1991 menggambarkan model molekuler struktur tiga dimensi triple helix Gly-Pro-Hyp kolagen tipe I. Model struktur tersebut yang kemudian terekstraksi dengan metode ekstraksi tertentu menjadi gelatin dengan komposisi -Ala-Gly-Pro-Arg-Gly-Glu-4Hyp-Gly-Pro- dan digambarkan seperti berikut. Gambar 2. Model struktur gelatin yang telah terekstrak Anonim, 2005 Anonim 2005 menyebutkan bahwa gelatin adalah merupakan campuran heterogen dari polipeptida yang mengandung 300–4000 komponen asam amino. Lebih lanjut disebutkan produk gelatin ada 2 tipe yakni tipe A gelatin yang diekstrak dari kulit babi atau tulang dengan perlakuan asam dan tipe B gelatin dari kulit sapi atau tulang yang diekstrak dengan perlakuan basa. Selanjutnya Rose dalam bukunya Pearson dan Dutson 1992 menyebutkan bahwa gelatin adalah suatu substansi protein dapat larut dalam air yang diperoleh dari denaturasi atau hidrolisis protein kolagen protein fibrus. Apriantono 2003 juga menyebutkan bahwa gelatin dapat dibuat dari bahan yang kaya akan kolagen seperti kulit dan tulang baik dari babi maupun sapi. Lebih lanjut disebutkan tentang manfaat gelatin sangat fleksibel, yaitu bisa berfungsi sebagai bahan pengisi dalam pembuatan kapsul obat, pengemulsi, pengikat, pengendap, pemerkaya gizi, dan dapat membentuk lapisan tipis elastis serta dapat membentuk lapisan film yang transparan, kuat, dan daya cernanya tinggi. Ekstrak Daun Lokal sebagai Sumber Antibakteri Pertumbuhan mikroba pada permukaan makanan merupakan penyebab terbesar terjadinya kerusakan makanan. Usaha yang dilakukan untuk mengatasi masalah ini yaitu dengan penyemprotan dan perendaman menggunakan antibakteri. Agen antibakteri yang digunakan dalam aplikasi pangan antara lain asam-asam organik, bakteriosin, enzim, alkohol dan asam-asam lemak. Tingginya permintaan konsumen terhadap pangan yang bebas dari penambahan senyawa kimia sintetis, memunculkan berkembangnya metode-metode pengawetan dengan menambahkan komponen atau zat pengawet alami. Contoh-contoh zat pengawet alami diantaranya adalah asam-asam organik yang dihasilkan dari fermentasi buah- buahan, bakteri asam laktat, dan komponen-komponen minyak atsiri dari ekstrak tumbuhan seperti rempah-rempah, tanaman tahunan, dan rumput-rumputan serta dedaunan Ardiansyah, 2007. Daun jati Tectona grandis merupakan salah satu daun yang ekstraknya memiliki senyawa aktif yang dapat digunakan sebagai zat antibakteri. Ekstraksi dan identifikasi senyawa antibakteri pada daun jati dilakukan untuk mendapatkan senyawa aktif yang berperan sebagai senyawa antibakteri pada daun jati. Ekstrak inilah yang diharapkan dapat berguna dalam penggunaan bahan pengawet alami untuk makanan olahan maupun yang tidak diolah Nayeem dan Karvekar, 2011. Pemanfaatan ekstrak daun jati saat ini sayangnya masih sebatas pada proses ekstraksi, identifikasi dan aplikasi yang hanya dilakukan pada bidang medis saja seperti penggunaannya sebagai antidiabetes dan antiinflamasi, padahal kenyataannya saat ini dalam industri pangan juga sangat membutuhkan pengawet alami seperti ekstrak dari daun jati tersebut yang lebih praktis, bahkan dapat langsung diaplikasikan pada kemasan yang dapat memperpanjang umur simpan dari makanan. Salah satu contoh kemasan yang dapat memperpanjang umur simpan makanan adalah kemasan aktif. Daun kelor Moringa oleifera merupakan tanaman asli Indonesia yang dapat dipergunakan sebagai obat-obatan, dan antioksidan Ravindra et al., 2005. Daun kelor memiliki senyawa aktif yang dapat dimanfaatkan sebagai antimikroba, diantaranya adalah saponin, tanin, flavanoid, alkaloid, dan terpenoid yang didapat dari proses ekstraksi Khodijah, 2010. Tanaman kayu manis atau tanaman katuk Sauropus androgynus merupakan tanaman yang telah lama dikenal masyarakat di negara Asia Barat dan Asia Tenggara termasuk Indonesia. Selain karena merupakan tanaman yang tersebar hampir di seluruh wilayah Indonesia. Tanaman katuk mengandung beberapa senyawa kimia, antara lain alkaloid papaverin, protein, lemak, vitamin, mineral, saponin, flavonid dan tanin. Beberapa senyawa kimia yang terdapat dalam tanaman katuk diketahui berkhasiat obat Rukmana dan Harahap, 2003. Berdasarkan uraian diatas, dimungkinkan ketiga jenis tanaman lokal ini memiliki kemampuan sebagai antibakteri. Antibakteri merupakan senyawa yang mampu menghambat aktivitas dari bakteri patogen. Kemampuan antibakteri pada ketiga jenis tanaman tersebut dimungkinkan dapat digunakan sebagai senyawa bioaktif pada edible film sehingga dapat mengawetkan makanan dan mengurangi resiko keracunan pangan karena dapat menghambat bakteri patogen. Edible Film Edible film merupakan lapisan tipis yang terbuat dari bahan yang bersifat hidrokoloid serta lemak atau campurannya yang berfungsi sebagai penghambat transfer massa serta dapat digunakan sebagai pembawa senyawa antibakteri yang dapat melindungi produk dari bakteri pathogen. Edible packaging adalah lapisan tipis yang dibuat dari bahan yang dapat dimakan, dibentuk melapisi makanan coating atau diletakan diantara komponen makanan film sehingga kita kenal dengan istilah edible coating dan edible film. Edible ini berfungsi sebagai penghalangan terhadap perpindahan massa kelembaban, oksigen, cahaya, lipid dan zat terlarut atau sebagai pembawa aditif serta untuk meningkatkan penanganan suatu produk pangan Krochta dan Johnson, 1997, melindungi makanan dan dari invasi uap air dan oksigen Liu dan Han, 2005, mencegah kehilangan air dalam makanan Krochta et al., 1994 serta bersifat ramah lingkungan Kim dan Ustunol, 2001; Simelane dan Ustunol, 2005. Edible film dapat dibuat dari bahan protein, polisakarida atau lemak wax maupun penggabungan dari bahan-bahan tersebut Caner et al., 1998. Selama ini bahan baku edible film yang banyak digunakan adalah dari golongan pati, sedangkan golongan protein dari ternak khususnya kulit ternak masih jarang digunakan. Salah satu bahan baku edible film dari golongan protein asal ternak yang memiliki sifat-sifat yang baik dan berpotensi untuk digunakan sebagai bahan baku adalah gelatin Klahorst, 1999. Untuk meningkatkan kemampuan gelatin sebagai bahan baku edible coating perlunya ditambahkan material lain sebagai aditif sehingga memenuhi criteria sebagai edible coating. Gliserol adalah material yang sering ditambahkan sebagai aditif pada pembuatan edible coating yang fungsinya sebagai pemlastis untuk menghasilkan lapisan tipis yang lebih fleksibel. Plasticizer ini berperan dalam memperbaiki sifat-sifat edible film dengan cara menginterupsi interaksi antar rantai polimer Brody, 2005, menghalangi terjadinya interaksi antara molekul dan meningkatkan jumlah molekul yang bebas Mali et al., 2004 serta melemahkan kekuatan ikatan intermolekuler pada rantai polimer yang ada diseberangnya Gounga et al., 2007. Pada kegiatan penelitian ini akan mengkaji karakteristik dari edible coating melalui formulasi gelatin dengan ekstrak daun lokal dan ditingkatkan kualitasnya di tahun kedua dengan penambahan asap cair sebagai sumber antibakteri, antioksidan dan karakteristik asap pada produk bakso sapi. Bakso sebagai produk olahan hasil ternak dimana daging mengalami proses penggilingan dan dilanjutkan dengan pencetakan dalam bentuk bulat. Menurut SNI 01-3818- 1995 bakso daging adalah produk makanan berbentuk bulatan atau lain, yang diperoleh dari campuran daging ternak kadar daging tidak kurang dari 50 dan pati atau serealia dengan atau tanpa penambahan makanan yang diizinkan. Pada Tabel 1 diperlihatkan syarat mutu bakso daging sapi. Tabel 1. Syarat Mutu Objektif dari Bakso Daging Sapi SNI 01-3818-1995 No. Kriteria Uji Satuan Persyaratan 1 Air bb Maks 70.0 2 Abu bb Maks 3.0 3 Protein bb Min 9.0 4 Lemak bb Maks 2.0 5 Boraks - Tidak boleh ada 6 Cemaran Mikroba 6.1 Angka Lempeng Total kolonig Maks 1.0 x 10 5 6.2 Bakteri bentuk coli APMg maks 10 Selama ini, daya tahan produk bakso sangat terbatas. Menurut Widyaningsih dan Murtini 2006, masa simpan bakso umumnya sangat singkat yaitu 12 jam atau maksimal 1 hari pada suhu kamar, Oleh karena itu, pada kegiatan penelitian ini akan dikembangkan pengemas bakso yang aman dan sekaligus dapat dimakan. Penggunaan edible coating dengan karakteristik spesifik yang akan dihasilkan pada penelitian ini, diharapkan menjadi solusi untuk memperpanjang masa simpan bakso sapi asap. Hal ini disebabkan karena sifat dari edible coating dengan karakteristik sebagai pembawa agen antibakteri, antioksidan dan citarasa asap akan dihasilkan pada penelitian ini. Disamping itu, edible coating secara umum memang dapat melindungi makanan dari invasi uap air dan oksigen Liu dan Han, 2005. Studi Pendahuluan yang Sudah Dilaksanakan Shank ayam broiler dan hidrolisis protein kolagennya menghasilkan gelatin. Proses hidrolisis tersebut secara efektif dilakukan pada konsentrasi 1,5 asam asetat yang sebelumnya diekstraksi kloroform-etanol pada rasio 3 : 1 Miwada dan Simpen, 2013. Hasil Penelitian menunjukkan bahwa persentase protein gelatin segar yang dihasilkan berkisar antara 6,84 - 7,81, dan potensial diinteraksikan dengan ekstrak daun lokal untuk memberikan nilai karakter spesifik pada produk edible film. Hasil isolasi, produk hidrolisis protein kolagen pada shank ayam broiler dengan metode tersebut telah terbukti terindikasi sebagai gelatin Puspawati, 2011. Ini berarti, metode yang digunakan cukup efektif dalam mengekstraksi gelatin tersebut. Penggunaan bahan baku gelatin yang telah didapat dan diinteraksikan dengan ekstrak daun lokal menurut metode Wrasiati 2011 diduga akan menghasil produk edible film dengan spesifikasi edible coating pada produk bakso sapi asap.

BAB 3. TUJUAN DAN MANFAAT PENELITIAN 3.1. Tujuan Penelitian

Penelitian ini memiliki tujuan khusus sebagai berikut: 1. Mengidentifikasi karakteristik ekstrak daun lokal daun jati, kelor dan katuk yang selanjutnya digunakan sebagai bahan interaksi dengan gelatin dalam menghasilkan edible film. 2. Mengevaluasi kualitas produk edible berbasis gelatin dari shank ayam broiler dan penambahan ekstrak daun lokal. 3. Mengevaluasi kualitas edible film sebagai pelapis coating produk bakso sapi dengan formula dari gelatin dan ekstrak daun lokal dan mengkaji masa simpan produk bakso sapi yang ditemukan. 4. Menghasilkan kemasan alami pada produk bakso sapi yang bersifat biodegradable dan membuka peluang pengembangan inovasi pengolahan bakso yang ASUH. 5. Mendukung pengurangan penggunaan kemasan sintetis pada produk makanan dengan meningkatkan penggunaan kemasan yang sekaligus layak untuk dikonsumsi dimakan.

3.2. Manfaat Penelitian

Manfaat penelitian ini adalah sebagai referensi tentang potensi antioksidan pada ekstrak daun lokal jenis daun jati, kelor dan kayu manis terhadap kualitas produk edible berbasis gelatin kulit kaki ayam broiler.

BAB 4. METODE PENELITIAN 3.1. Desain Penelitian

Desain penelitian tahap pertama dilaksanakan secara eksperimental berdasarkan Rancangan Acak Lengkap RAL pola sederhana dengan 3 jenis perlakuan ekstrak daun lokal yakni daun jati JA, daun kelor KE dan daun katuk KU. Kualitas ekstrak diamati dengan variabel seperti rendemen, total fenol, kapasistas antioksidan DPPH assay, tannin dan vitamin C. Diagram alir penelitian tahap pertama disajikan pada Tabel 1. Sementara penelitian tahap kedua, dilaksanakan secara eksperimental berdasarkan Rancangan Acak Lengkap RAL pola Faktorial 5 x 3 dengan ulangan 3 kali. Perlakuan yang diterapkan yakni faktor I terdiri atas 3 jenis ekstrak daun lokal JA; KE; dan KU dan faktor II terdiri atas konsentrasi bv ekstrak daun lokal 0; 5; 10; 15 dan 20. Kegiatan penelitian tahap kedua ini diawali dengan pembuatan edible berbahan baku gelatin hidrolisis protein kolagen dari shank ayam broiler sebanyak 15 dan gliserol 0,75 menurut metode Abdurrahman, 2013 dan konsentrasi ekstrak daun lokal ditambahkan pada bahan edible yang telah diproduksi dan langsung diaplikasikan pada produk bakso sapi Tahap ketiga, hasil terbaik dimasing-masing ekstrak daun lokal diaplikasikan untuk penentuan kualitas bakso sapi. Uji kualitas bakso sapi diamati statistik menggunakan Rancangan Acak Kelompok RAK dengan jenis edible coating dengan penambahan ekstrak daun lokal sebagai kelompok dan masa simpan 0 kurang dari 24 jam; 1 : 2; 3; dan 4 hari sebagai perlakuan. Data yang diperoleh dianalisis secara sidik ragam dengan bantuan program statistik SPSS Versi 15,0. Perlakuan yang menunjukkan pengaruh yang nyata, selanjutnya dilakukan uji beda nyata dengan Duncan’S Multiple Range Test DMRT pada taraf 5 Steel dan Torrie, 1991.

3.2. Bahan Penelitian

Materi utama penelitian yakni gelatin hasil hidrolisis protein kolagen shank ayam broiler, gliserol dan ekstrak daun lokal sebagai bahan produksi edible coating. Bakso sebagai