histamin. Provokasi hidung dengan LTD4 menyebabkan peningkatan tahanan udara hidung, tanpa rasa gatal, tanpa bersin-bersin dan tanpa
beringus. PGD2 dan bradikinin juga jauh lebih kuat dalam menimbulkan buntu hidung. Demikian juga
neuropeptida substance P
dan
calcitonin-gene related
dapat menimbulkan vasodilatasi dan karenanya turut dalam terjadinya buntu hidung.
3. Etiologi
Etiologi rinosinusitis kronik dapat dikelompokkan menjadi 2 tipe, yaitu; tipe infeksi dan non infeksi. Rinosinusitis infeksi biasanya didahului dengan infeksi
saluran nafas atas akut yang disebabkan virus. Virus yang sering menjadi penyebab adalah virus influenza,
corona virus
dan rinovirus. Infeksi virus sering diikuti infeksi bakteri, terutama bakteri
streptococcus pneumonia
dan
staphilococcus aureus
dan
haemophilus influenza
. Rinosinusitis kronik non infeksi bisa disebabkan alergi, faktor lingkungan misalnya polutan, rinitis vasomotor dan perubahan hormonal. Alergi
atau polutan lingkungan dapat memperburuk rinosinusitis virus atau bakteri demikian pula sebaliknya Lee, 2004.
Berbagai faktor lokal maupun sistemik dapat menyebabkan inflamasi atau kondisi yang mengarah pada obstruksi ostium sinus, faktor tersebut meliputi infeksi
saluran napas atas, alergi, paparan bahan iritan, kelainan anatomi serta defisiensi imun Lee, 2004.
commit to user
Faktor kelainan atau variasi anatomi pada daerah kompleks osteomeatal seperti sel Haller sel agger nasi yang menonjol ke arah insersi antero-superior dari
konka media, konka media yang paradoks, bulla ethmoidalis yang mengadakan kontak di bagian medial, deformitas prosesus unsinatus, pneumatisasi konka dan
septum deviasi dapat menyebabkan penyempitan ostiomeatal secara mekanik
Clement, 2006.
Rinosinusitis kronik sebagian besar 84 disebabkan alergi terutama rinitis alergi. Penyebab non alergi yang mempunyai peran penting pada rinosinusitis kronik
antara lain rinitis vasomotor,
drug induced rhinosinusitis, non alergy rhinitis with eosinophilia syndrome
NARES
structural rhinitis, neutrophilic rhinosinusitis
, dan polip hidung Lee, 2004. Etiologi dari rinosinusitis kronik tidak berdiri sendiri-
sendiri tapi alergi atau polutan lingkungan dapat memperburuk rinosinusitis Lee, 2004.
4. Patofisiologi
Patofisiologi rinosinusitis kronik terkait 3 faktor: patensi ostium, fungsi silia dan kualitas sekret. Rinosinusitis kronik dimulai dari blokade akibat udem gambar
2.1. Apabila terjadi udem, mukosa yang berhadapan akan sering bertemu sehingga silia tidak dapat bergerak dan lendir tidak dapat dialirkan, Blokade daerah kompleks
ostiomeatal menyebabkan gangguan drainase dan ventilasi sinus-sinus anterior. Sumbatan yang berlangsung terus menerus mengakibatkan hipoksia, retensi sekret
serta perubahan pH sekret, hal ini merupakan media yang baik untuk tumbuh kuman patogen. Bakteri juga memproduksi toksin, toksin akan merusak silia. Hipertrofi
commit to user
mukosa akan memperberat blokade kompleks ostiomeatal. Siklus ini dapat dihentikan dengan membuka sumbatan yang terjadi pada kompleks ostiomeatal sehingga
drainase dan aerasi sinus akan menjadi baik Jackman dan Kennedy, 2006.
Gambar 2.1. Siklus Rinosinusitis Kronik Fernandez, 2000
Inflamasi memegang peranan penting dalam patogenesis rinosinusitis kronik Bhattacharya
et al
, 2001. Fase inisial yang paling penting untuk terjadinya rinosinusitis kronik adalah iritasi mukosa Bernstein, 2006. Gambaran skematik
gambar 2.2 menunjukkan perubahan potensial pada mukosa nasal yang terjadi setelah terpapar oleh virus,bakteri, alergen, polusi udara, superantigen maupun jamur.
Perubahan mukosaakan mengakibatkan peningkatan ICAM-1
intercellullar adhesion molecule
1 dan berbagai sitokin.Molekul HLA-DR
human leukocyte antigen
DR pada permukaan epitelial ikut meningkat. HLA-DR berperan pada respon imun
spesifik melalui sel TH1 dan TH2, sel TH1 dan TH2 melepaskan sitokin spesifik. perpustakaan.uns.ac.id
commit to user
GM-CSF
granulocyte-macrophage-colony stimulating factor
, IL-8 dan TNF- α
tumor necrosing factoralpha
ikut dilepaskan yang kemudian memberikan peningkatan efek kepada sel makrofag, mastosit, eosinofil dan neutrofil. Interferon
gamma yang dilepaskan sel TH1 juga ikut meningkatkan produksi ICAM-1 pada permukaan sel epitel respiratorik Bernstein, 2006.
Gambar 2.2 Skema perubahan sel epitel respiratorik yang terjadi setelah terpapar benda asing, diikuti berbagai proses yang melibatkan sel limfosit TH1 dan TH2,
menghasilkan pelepasan sitokin dan mempengaruhi sel-sel fagosit Bernstein, 2006.
B. Patogenesis Alergi