BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA
A. Rinosinusitis Kronik 1. Definisi
European Position on Paper on Rinosinusitis and Nasal Polyps
EPOS tahun 2012,  rinosinusitis  adalah  peradangan  pada  mukosa  hidung  dan  sinus  paranasal
dengan  jangka  waktu  gejala  lebih  dari  dua  belas  minggu  yang  ditandai  dengan  dua atau lebih dari gejala.
2. Gejala klinik
Gejala  dapat  berupa  sumbatan  hidung  atau  sekret  nasal  anterior  atau
post nasal  drip
dengan  disertai  nyeri  atau  nyeri  tekan  daerah  wajah  dan  atau  disertai berkurang atau hilangnya penghidu. Pemeriksaan nasoendoskopi ditemukan polip dan
atau  terdapat  sekret  mukopurulen  primer  dari  meatus  media,  dan  atau  edema  atau obstruksi  mukosa  primer  pada  meatus  media.  Pemeriksaan
CT
-
scan
didapatkan perubahan mukosa pada kompleks osteomeatal dan atau sinus paranasal Lee, 2004 ;
Fokkens
et al
, 2012. Gejala  klinik  yang  disebabkan  oleh  alergi  yang  khas  ialah  terdapatnya
serangan bersin berulang. Sebetulnya bersin merupakan gejala yang normal, terutama pada  pagi  hari  atau  bila  terdapat  kontak  dengan  sejumlah  besar  debu.  Hal  ini
merupakan  mekanisme  fisiologik,  yaitu  proses  membersihkan  sendiri
self  cleaning process
. Bersin dianggap patologik, bila terjadinya lebih dari 5 kali setiap serangan, sebagai  akibat  dilepaskannya  histamin.  Disebut  juga  sebagai  bersin  patologis
3 perpustakaan.uns.ac.id
commit to user
Soepardi dan Iskandar, 2004. Gejala lain ialah keluar ingus rinore yang encer dan banyak,  hidung  tersumbat,  hidung  dan  mata  gatal,  yang  kadang-kadang  disertai
dengan banyak air mata keluar lakrimasi. Tanda-tanda alergi juga terlihat di hidung, mata, telinga, faring atau laring. Tanda hidung termasuk  lipatan hidung  melintang
– garis hitam melintang pada tengah punggung hidung akibat sering menggosok hidung
ke atas menirukan pemberian hormat
allergic salute
, pucat dan edema. Gejala-gejala tersebut diakibatkan kinerja histamin dan berbagai mediator lain
dapat dijelaskan bahwa :   Bersin-bersin dimana histamin merupakan mediator utama terjadinya
bersin. Bersin umumnya merupakan gejala RAFC, berlangsung selama 1-2  menit  pasca  terkena  pacuan  alergen  dihubungkan  dengan
degranulasi mastosit terlepasnya histamin, dan hanya kadang-kadang terjadi  pada  RAFL.  Bersin  disebabkan  stimulasi  reseptor H1  pada
ujung saraf vidianus C fiber nerve ending. Peptida endotelin-1 yang dioleskan pada mukosa hidung menyebabkan bersin.
  Gatal-gatal  pruritus  merupakan  kondisi  yang  mekanismenya  tidak sepenuhnya diketahui dengan baik. Diduga berbagai mediator bekerja
pada  serabut  saraf  halus  C  tak  bermyelin  unmyelinated     dekat bagian  basal,  epidermis,  atau  mukosa,  yang  dapat  menimbulkan  rasa
gatal khusus, yang disalurkan secara lambat sepanjang neuronsensoris yang  kecil  didalam  nervus  spinalis  ke  thalamus  dan  korteks  sensoris.
commit to user
Gatal-gatal  berlangsung  terutama  sepanjang  RAFC  dan  pada  rinitis alergi secara khas menimbulkan gatal palatum. Gatal-gatal terjadi pada
saat  histamin  berikatan  dengan  reseptor-H1,  pada  ujung  serabut  saraf trigeminal  dan  dapat  terjadi  langsung  pasca  provokasi  histamin.
Mungkin  juga  prostaglandin  berperan  namun  hanya  kecil  saja disalurkan secara lambat.
  Ingus rhinorrhea  didefinisikan sebagai pengeluaran sekresi kelenjar membran  mukosa  hidung  yang  berlebihan,  dimulai  dalam  tiga  menit
pasca acuan allergen dan berakhir pada sekitar 20-30 menit kemudian. Beringus  merupakan  gejala  dominan  sepanjang  RAFC  tetapi  juga
dapat  sepanjang  RAFL.  Sekresi  kelenjar  tersebut  merupakan  akibat terangsangnya  saraf  parasimpatis  dan  mengalirnya  cairan plasma  dan
molekul-molekul  protein  besar  melewati  dinding  kapiler  pembuluh darah  hidung.  Histamin  yang  dilepas  mastosit  penyebab  utama
beringus,  yang  diduga  karena  histamin  meningkatkan  permeabilitas vaskuler  melalui  reaksi  langsung  pada  reseptor  H1.  Dalam  berespon
terhadap  pacuan  alergen,  beringus  dapat  terjadi  pada  hidung kontralateral.  Hal  ini  disebabkan  terjadinya  reflex  nasonasal  dan
sepertinya diperantarai asetilkholin karena dapat dihambat oleh atropin pretreatment.  Jadi,  beringus  hasil  induksi  alergen  merupakan  akibat
kombinasi  proses  penurunan  permeabilitas  vaskuler,  hipersekresi perpustakaan.uns.ac.id
commit to user
kelenjar mukosa hidung ipsilateral, dan akibat refleks kelenjar mukosa hidung kontralateral. Pacuan hidung dengan leukotriene dan bradikinin
juga  menyebabkan  beringus  melalui  mekanisme  peningkatan permeabilitas  vaskuler  dan  hipersekresi  kelenjar.  Mediator  lain  yang
juga  berperan  pada  proses beringus  ECP,  PAF,  LTC4,  Substance  P dan VIP.
  Hidung  Buntu   nasal  congestion  pada  rinitis  alergi  merupakan kemacetan  aliran  udara  yang  tidak  menetap,  tetapi  terjadi  temporer
akibat  kongesti  sementara  yang  bersifat  vasodilatasi  vaskuler. Mekanisme  vasodilatasi  ini  diperantarai  reseptor-H1,  yang berakibat
pelebaran cavernous venous sinusoid  dalam mukosa konka, sehingga terjadi  peningkatan  tahanan  udara  dalam  hidung.  Timbunan  sekret
dalam hidung juga menambah sumbatan hidung. Peningkatan aktivitas parasimpatis  juga  menyebabkan  vasodilatasi  dengan  akibat  buntu
hidung,  namun  pengaruhnya  kecil  saja.  Vasodilatasi  vaskuler  hidung lebih  dipengaruhi  oleh  sejumlah  mediator  antara  lain  histamin,
bradikinin,  PGD2  ,LTC4,  LTD4,  PAF.  Buntu  hidung  akibat  histamin sepanjang  RAFC  berlangsung  singkat  saja,tidak  lebih  dari  30  menit
setelah  bersin-bersin.  Sepanjang  RAFL, peran  histamin  terhadap vasodilatasi  vaskuler  juga  kecil  saja,  namun  peran  leukotrien  LTC4,
LTD4  pada  vasodilatasi  adalah  sepuluh  kali  lebih  kuat  dibanding perpustakaan.uns.ac.id
commit to user
histamin.  Provokasi  hidung  dengan  LTD4  menyebabkan  peningkatan tahanan  udara  hidung,  tanpa  rasa  gatal,  tanpa  bersin-bersin  dan  tanpa
beringus.  PGD2  dan  bradikinin  juga  jauh  lebih  kuat  dalam menimbulkan buntu hidung. Demikian juga
neuropeptida substance P
dan
calcitonin-gene  related
dapat  menimbulkan  vasodilatasi  dan karenanya turut dalam terjadinya buntu hidung.
3. Etiologi