pada sanksi denda pada pasal 62, apabila putusan denda dirasa belum cukup. Adapun sanksi tambahan yang ada Pasal 63 adalah sebagai
berikut: “Terhadap sanksi pidana sebagaimana dimaksud dalam Pasal 62 dapat
dijatuhkan hukuman tambahan berupa: a. perampasan barang tertentu
b. pengumuman keputusan hakim c. pembayaran ganti rugi
d. perintah penghentian kegiatan tertentu yang menyebebkan timbulnya
kerugian konsumen e. kewajiban penarikan barang dari peredaran, atau
f. pencabutan izin usaha
3. Penegakan Hukum Dalam Hal Terjadi Sengketa Konsumen a. Diselesaikan Secara Kekeluargaan
Konsumen dan pelaku usaha yang bersengketa dapat memilih penyelesaian secara kekeluargaan. Kekeluargaan yang dimaksud
adalah penyelesaian secara damai tanpa pendamping atau kuasa bagi masing-masing pihak. Penyelesaian yang dilakukan melalui cara-cara
damai seperti perundingan secara musyawarah atau mufakat antar pihak yang bersangkutan. Penegakan hukum penyelesaian sengketa
secara kekeluargaan dapat dilakukan dengan bantuan Yayasan Lembaga Konsumen Indonesia sebagai aparat penegak hukum bagi
konsumen. YLKI dalam menangani suatu sengketa hanya berperan sebagai mediator. YLKI mengatur jalannya perundingan sedangkan
hasil putusannya diserahkan kepada kedua belah pihak yang bersengketa.
Cara penyelesaian sengketa secara damai ini, sesungguhnya ingin diusahakan bentuk penyelesaian yang mudah, murah dan cepat.
Tujuan utamanya adalah keputusan win-win Solution bagi kedua belah pihak, artinya kedua belah pihak merasa puas atas putusan,
tidak ada yang merasa dirugikan. Dasar hukum penyelesaian sengketa tersebut terdapat dalam KUHPerdata Indonesia Buku ke-III, Bab
18, pasal-pasal 1851-1854 tentang perdamaian atau dading Nasution 2002:225.
b. Diselesaikan Melalui Pengadilan
Sengketa yang terjadi antara konsumen dan pelaku usaha dapat diselesaikan melalui pengadilan. Syarat penyelesaian sengketa
melalui pengadilan apabila para pihak belum memilih upaya penyelesaian sengketa di luar pengadilan, atau upaya penyelesaian
sengketa di luar pengadilan dinyatakan tidak berhasil oleh salah satu pihak atau kedua belah pihak yang berperkara.
Pasal 45 ayat 1 Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1999 Tentang Perlindungan
Konsumen “setiap konsumen yang dirugikan dapat menggugat pelaku usaha melalui lembaga yang bertugas menyelesaikan sengketa antara
konsumen dan pelaku usaha atau melalui peradilan yang berada di lingkungan peradilan umum”.
Penegakan hukum perlindungan konsumen dalam hal sengketa diselesaian melalui pengadilan sampai saat ini masih belum dapat
berjalan dengan baik. Hal tersebut dikarenakan proses peradilan yang
berlangsung lama dan memerlukan biaya yang mahal, membuat banyak konsumen lebih memilih penyelesaian sengketa di luar jalur
pengadilan yang lebih murah, cepat dan mudah. Penegakan hukum perlindungan konsumen dapat dilakukan oleh pengadilan jika para
pihak tidak setuju atas putusan dari luar peradilan, namun penyelesaian sengketa di pengadilan juga tidak menjamin adanya
kepuasan bagi masing-masing pihak karena prinsip persidangan yaitu winner take all justru dapat mengakibatkan kerugian kepada salah
satu pihak yang bersengketa.
c. Diselesaikan di Badan Penyelesaian Sengketa Konsumen BPSK
Prinsip penyelesaian
sengketa melalui Badan Penyelesaian Sengketa Konsumen BPSK sama dengan penyelesaian secara
kekeluargaan yaitu win-win solution yaitu kepuasan antara dua pihak yang berperkara, seperti dalam Pasal 47 ayat Undang-Undang Nomor
8 Tahun 1999 Tentang Perlindungan Konsumen yang menyatakan bahwa “penyelesaian sengketa konsumen di luar pengadilan
diselenggarakan untuk mencapai kesepakatan mengenai bentuk dan besarnya ganti rugi danatau mengenai tindakan tertentu umtuk
menjamin tidak akan terjadi kembali perbuatan yang telah merugikan konsumen”. Ketentuan teknis dari pelaksanaan tugas majelis Badan
Penyelesaian Sengketa Konsumen BPSK menurut Pasal 54 ayat 4 Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1999 Tentang Perlindungan
Konsumen diatur tersendiri oleh Menteri Perindustrian dan
Perdagangan. Badan Penyelesaian Sengketa Konsumen BPSK diwajibkan menyelesaikan sengketa konsumen selama 21 dua puluh
satu hari. Sifat cepat dan murah yang memang dibutuhkan oleh konsumen terutama konsumen perorangan sudah cukup terakomodasi
dalam Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1999 Tentang Perlindungan Konsumen, tetapi dari segi penegakan hukumnya masih banyak hal
yang membuat perlindungan hukum konsumen tersendat antara lain karena kurangnya kesadaran hukum masyarakat, belum
tersosialisasinya BPSK dan lain-lain sehingga Undang-Undang tersebut menjadi kurang efektif. Badan Penyelesaian Sengketa
Konsumen BPSK dalam menyelesaikan sengketa konsumen dapat menempuh tiga cara persidangan yang dipilih oleh konsumen dan
pelaku usaha yang bersengketa, yaitu Mediasi, Konsiliasi dan Arbitrasi.
4. Eksekusi Putusan a. Melalui Cara Kekeluargaan