Proses pemberdayaan sebagaimana dimaksud harus dilaksanakan secara integral, baik melibatkan peran aktif dari pemerintah, lembaga
perlindungan konsumen swadaya masyarakat maupun dari kemauan masyarakat itu sendiri untuk lebih mengetahui hak-haknya.
c. Meningkatkan profesionalisme pelaku usaha Dengan perkembangan dunia bisnis yang terus berubah dengan
cepat, maka pelaku usaha perlu mengubah orientasi usahanya yang selama ini cenderung berorientasi untuk keuntungan jangka pendek
yang cenderung memperdaya konsumen yang dalam jangka panjang hal itu justru akan mematikan usahanya. Dalam kondisi yang seperti
ini maka para pelaku usaha perlu membangun usaha yang berorientasi jangka panjang. Untuk itu perlu memperhatikan prinsip keadilan,
kejujuran serta memperhatikan etika dalam menjalankan usaha. Profesionalisme pelaku usaha merupakan tuntutan yang harus dipenuhi
untuk saat ini dan tidak dapat ditawar-tawar lagi jika mereka masih ingin tetap eksis dalam menjalankan usahanya.
F. Pertanggungjawaban Pelaku usaha
Tanggung jawab pelaku usaha atas kerugian konsumen dalam Undang- Undang Perlindungan Konsumen diatur khusus dalam satu bab, yaitu Bab VI,
mulai dari Pasal 19 sampai dengan Pasal 28. Dari sepuluh pasal tersebut dapat kita pilah sebagai berikut:
a. Tujuh Pasal yaitu Pasal 19, Pasal 20, Pasal 21, Pasal 24, Pasal 25, Pasal 26 dan Pasal 27 Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1999 Tentang Perlindungan
Konsumen yang mengatur pertanggungjawaban pelaku usaha. b. Dua Pasal yaitu Pasal 22 dan Pasal 28 Undang-Undang Nomor 8 Tahun
1999 Tentang Perlindungan Konsumen yang mengatur pembuktian. c. Satu Pasal yaitu Pasal 23 UUPK yang mengatur penyelesaian sengketa
dalam hal pelaku usaha tidak memenuhi kewajiban untuk memberikan ganti rugi kepada konsumen.
Dari tujuh pasal yang mengatur pertanggungjawaban pelaku usaha, ada beberapa pasal yang secara tegas mengatur pertanggung jawaban pelaku usaha
atas kerugian yang diderita konsumen yaitu Pasal 19, Pasal 20 dan Pasal 21 UUPK.
Menurut Widjaja dan Yani 2001: 65-66 menyatakan bahwa Pasal 19 Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1999 Tentang Perlindungan Konsumen
mengatur pertanggungjawaban pelaku usaha pabrikan danatau distributor pada umumnya, untuk memberikan ganti rugi atas kerusakan, pencemaran,
dan atau kerugian konsumen akibat mengkonsumsi barang danatau jasa yang dihasilkan atau diperdagangkan, dengan ketentuan bahwa ganti rugi tersebut
dapat dilakukan dalam bentuk: pengembalian uang atau penggantian barang danatau jasa yang sejenis atau setara nilainya, atau perawatan kesehatan
danatau pemberian santunan yang sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku.
Ganti rugi harus telah diberikan dalam jangka waktu 7 tujuh hari terhitung
sejak tanggal transaksi. Pasal 20 diberlakukan bagi pelaku usaha periklanan untuk bertanggung jawab atas iklan yang diproduksi, dan segala akibat yang
ditimbulkan oleh iklan tersebut. Pasal 21 ayat 1 Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1999 Tentang Perlindungan Konsumen membebankan
pertanggungjawaban kepada importer barang sebagai mana layaknya pembuat
barang yang diimport, apabila importasi tersebut tidak dilakukan oleh agen atau perwakilan produsen luar negeri. Pasal 21 ayat 2 Undang-Undang
Nomor 8 Tahun 1999 Tentang Perlindungan Konsumen mewajibkan importer jasa bertanggung jawab sebagai penyedia jasa asing jika penyedia jasa asing
tersebut tidak dilakukan oleh agen atau perwakilan penyedia jasa asing.
G. Sengketa