Hubungan Sosial Kekeluargaan GAMBARAN UMUM MENGENAI KELUARGA IE

besar menerangkan banyak tentang aspek keluarga Jepang yang pada dasarnya tidak berubah sejak zaman Tokugawa. Di lain pihak, anak-anak perempuan tidak diminta untuk mempertahankan ie, dan karena banyak biaya yang diperlukan untuk mempersiapkan perkawinannya, anak perempuan dianggap beban. Anak sulung perempuan dianggap beruntung karena memang anak perempuan tentu akan lahir, dan kelak akan dapat membantu pekerjaan rumah tangga dan membantu adik-adiknya. Status anak perempuan pada umunya rendah, mereka adalah calon “ dijual ”, yaitu untuk menikah dan pergi. Lewat umur dan perkawinannya mereka disebut “sisa”. Dalam sistem dimana laki-laki adalah penting, bila anak perempuan menikah ia harus diberi mas kawin secukupnya, bahkan setelah menikah, orang tuanya masih harus memberikan sekadar uang saku dan pakaian untuk menaikkan posisi anak tersebut dalam keluarga suaminya; dari keadaan inilah maka ada pepatah yang mengingat bahwa apabila tiga anak perempuan lahir akan menjadi keruntuhan keluarga tersebut. Di antara para petani yang paling miskin anak perempuannya tidak mengharapkan pembiayaan apapun baginya. Untuk keluarga semacam itu anak perempuannya adalah pekerja yang mungkin dapat menghasilkan upah yang rendah sabagai pekerja pabrik atau pembantu rumah tangga. Bila keadaan buruk menjadi lebih buruk, mereka betul-betul dijual untuk pelacuran demi orang tuanya.

2.3 Hubungan Sosial Kekeluargaan

Pada masyarakat desa masa sebelum perang, kepentingan ie berada jauh diatas kepentingan perorangan anggota-anggotanya, dan unit kelurga menjadi dominan pada semua hubungan sosial. Struktur kelompok doozoku sebenarnya merupakan perluasan ie. Kata yang secara singkat menggambarkan hakikat doozoku adalah kekeluargaan, dan kekeluargaan Jepang sangat khas sifatnya karena didasarkan atas dua hal, yaitu solidaritas antara orang tua dan anak, dan hubungan antara atasan dan bawahan. Kekeluargaan Jepang dapat juga disebut kekeluargaan feodal seperti terwujud secara khas dalam kelompok-kelompok doozoku. Hubungan sosial corak doozoku merupakan bagian hidup pada setiap desa pertanian, meskipun terdapat berbagai tingkat kekuatannya pada berbagai daerah. Dari semua hubungan sosial yang terpenting tani mencari hubungan oyakata atau oyabun meskipun tidak ada hubungan darah –atau kalau ada, sering untuk memperkuat –dan dengan demikian terciptalah hubungan orang tua-anak secara fiktif. Oyakonari itu ada berbagai ragam, seperti misalnya nazuke –oya, atau godfather oya, atau eboshi-oya, o- baguro oya -,atau nakoodo –oya yang memimpin upacara-upacara melangkah dewasa, pertunangan, perkawinan untuk anak-anak muda. Sekali hubungan semacam itu terbentuk, oya memberikan perlindungannya kepada orang-orang muda itu seakan-akan mereka itu anak bungsu, dan kobun ini melayani oyakata seperti kalau melayani orang tua sendiri, bahkan sampai setelah mereka meninggal. Oyaka biasanya adalah pemilik tanah yang berkuasa atau kepala keluarga pokok. Kobun adalah anggota cabang keluarga kerabat atau bukan kerabat, tetapi dapat juga berhasal dari garis keturunan yang tidak ada kaitannya. Apabila “anak” datang dari keluarga cabang, maka hubungan oyakata –kokata tumpang tindih dengan hubungan antara keluarga pokok dan keluarga cabang. Dalam hal lain, meskipun ko berasal dari doozoku lain, ia akan menjadi tergantung pada doozoku milik oya. Hubungan oyako terutama melibatkan individu-individu tertentu. Ini bukan merupakan hubungan antara keluarga pokok dan keluarga cabang, juga bukan tercipta ketika keluarga baru menjadi anggota cabang doozokudan bawahan terhadap keluarga pokok. Di pihak lain, meskipun secara teori hubungan oyakata- kokata terbentuk antara dua individu, dalam prakteknya dua individu tadi tidak pernah dianggap terpisah dari keluarganya, sehingga hubungan tersebut pada tingkat dasarnya menjadi hubungan antar ie. Biasanya seseorang memilih oyakata dari ie yang sama seperti dilakukan ayahnya, sehingga membuat hubungan tersebut pada umumnya secara praktis bersifat turun-temurun. Dalam beberapa hal tertentu, apabila oyakata ayahnya dan anaknya berasal dari ie yang berlainan, maka hubungan oyako jelas menjadi tidak sejajar dengan hubungan pokok- cabang. Alasannya biasa praktis. Tidak berarti bahwa kokata dengan sengaja berganti dalam memilih keluarga dari mana ia memilih oyakata, tetapi calon oyakata itu menolak karena alasan kurang kemampuan ekonominya untuk memelihara hubungan semacam itu, atau ia terlalu muda untuk memiliki tanggung jawab seperti itu. Hubungan oyakata-kokata ini paling kuat tercipta di daerah pedesaan di pegunungan prefektur Yamanashi. Di daerah itu kedudukan oyakata sebagai patron berlebihan sehingga kokata dipaksa dalam kedudukan tunduk secara total. Kalau seseorang menjadi nakoodo-oya, berarti menjadi oyakata, ia bertanggung jawab untuk kokata tidak hanya pada peristiwa tertentu saja seperti kelahiran, perkawinan, dan kematian tetapi mengurusi semua hal dalam hidup sehari-hari. Kokata wajib memberi upeti pada musim panas dan Tahun Baru, dan melayani secara teratur. Sebaliknya, oyakata diharapkan memberi lebih daripada yang ia terima. Karena alasan ini, kokata merasa berhutang budi kepada oyakata karena baik hatinya, dan menaati segala keinginannya. Daerah dimana hubungan kuat semacam itu masih ada tentunya terbatas jumlahnya. Tetapi hubungan oyakata- kokata dalam suatu bentuk tertentu adalah umum di semua pedesaan.

BAB III PERUBAHAN SISTEM IE DALAM KEHIDUPAN KELUARGA PETANI