Fenomena Gyaru Dalam Kehidupan Remaja Di Jepang

(1)

i

FENOMENA GYARU DALAM KEHIDUPAN REMAJA DI JEPANG NIHON WAKAMONO NO SEIKATSU NI ARU GYARU NO GENSHO

SKRIPSI

Skripsi ini diajukan Kepada Panitia Ujian Fakultas Ilmu Budaya Universitas Sumatera Utara Medan untuk melengkapi salah satu syarat

ujian sarjana dalam bidang Ilmu Sastra Jepang

Oleh: RAUF MAZARI

100708055

DEPARTEMEN SASTRA JEPANG FAKULTAS ILMU BUDAYA UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

MEDAN 2015


(2)

ii

FENOMENA GYARU DALAM KEHIDUPAN REMAJA DI JEPANG NIHON WAKAMONO NO SEIKATSU NI ARU GYARU NO GENSHO

SKRIPSI

Skripsi ini diajukan Kepada Panitia Ujian Fakultas Ilmu Budaya Universitas Sumatera Utara Medan untuk melengkapi salah satu syarat

ujian sarjana dalam bidang Ilmu Sastra Jepang

Oleh: RAUF MAZARI

100708043

Pembimbing I, Pembimbing II,

Prof. Hamzon Situmorang, M.S, Ph. D

NIP. 19580704 1984 12 1 001 NIP. 19600403 1991 03 1 001 Drs. Amin Sihombing

DEPARTEMEN SASTRA JEPANG FAKULTAS ILMU BUDAYA UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

MEDAN 2015


(3)

iii Disetujui oleh :

FAKULTAS ILMU BUDAYA

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA MEDAN

Medan, Januari 2015 Departemen Sastra Jepang Ketua

NIP. 19600919 1988 03 1 001 Drs. Eman Kusdiyana, M. Hum


(4)

i

KATA PENGANTAR

Alhamdulillahirabbil ‘alamin, puji dan syukur kehadirat Allah SWT, atas rahmat dan hidayah-Nya, penulis dapat menyelesaikan skripsi yang berjudul Fenomena Gyaru dalam Kehidupan Remaja di Jepang sebagai salah satu syarat untuk mendapatkan gelar sarjana pada Fakultas Ilmu Budaya, Universitas Sumatera Utara. Shalawat dan salam juga dihadiahkan kepada Nabi Muhammad saw, semoga kita mendapatkan syafaatnya di Yaumul Mahsyar kelak. Amin.

Penyusunan skripsi ini tidak lepas dari bantuan moril serta materil berbagai pihak. Pada kesempatan ini, penulis mengucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada :

1. Bapak Dr. Syahron Lubis, M.A, selaku Dekan Fakultas Ilmu Budaya, Universitas Sumatera Utara.

2. Bapak Drs. Eman Kusdiyana, M. Hum, selaku Ketua Departemen Sastra Jepang Fakultas Ilmu Budaya. Terima kasih atas motivasinya.

3. Bapak Prof. Hamzon Situmorang, M. S, Ph. D, selaku Dosen Pembimbing I yang bersedia meluangkan banyak waktu, memberikan arahan, inspirasi serta masukan kepada penulis hingga penulisan skripsi ini selesai.

4. Drs.Amin Sihombing, selaku Dosen Pembimbing II yang juga banyak membantu dan membimbing dalam penyelesaian penulisan skripsi ini.

5. Seluruh Dosen dan civitas akademika Fakultas Ilmu Budaya khususnya Departemen Sastra Jepang yang telah berusaha memberikan yang terbaik buat anak didiknya.


(5)

ii

6. Ayahanda Abdul Majid Usman dan Ibunda Meutia Zahara yang terus berjuang selama ini untuk kebaikan dan do’a serta kasih sayang yang tak terhingga. Penulis terus berusaha menjadi kebanggaan kalian.

7. Saudara dan saudari; Amru Yasir S.Com, M.Com, Hilal Bahri S.E, Nadia Zuhra S.ST, Dzar Zaidi S.Com serta Nazir Murtadhi, atas semangat dan kasih sayangnya. Juga keponakan-keponakan tersayang yang senantiasa memberikan senyum dan tawa

8. Para sahabat; Barry, Baim, Budi, Pandi, Onesi, Dianita, fuji, dan seorang yang lebih dari sahabat Rina atas suka dukanya dan pelajaran paling berharga. 9. Teman-teman stambuk 2010 kelas A dan B; Lim, Wahyu, Jefri, Firman, Rido

Kak Yola, Echa, Dila, Linda, Ana, Reni Han, Martha, Dwi, Savitri, Liska, Cunuk dan yang tidak dapat disebutkan satu persatu. Serta senior dan junior di Sastra Jepang. Kebersamaan yang penuh arti dalam himpunan Aotake. Berjuang bersama-sama untuk kehidupan yang lebih baik.

Penulis menyadari skripsi ini masih jauh dari kesempurnaan, namun harapan penulis semoga skripsi ini bermanfaat bagi penulis pada khususnya dan pembaca pada umumnya. Semoga kita semua mendapat berkah yang melimpah dari Allah SWT.

Terima kasih.

Medan, 22 April 2015

Penulis,


(6)

iii DAFTAR ISI

Halaman

KATA PENGANTAR i

DAFTAR ISI iii

BAB I PENDAHULUAN 1

1.1 Latar Belakang Masalah 1

1.2 Perumusan Masalah 5

1.3 Ruang Lingkup Pembahasan 6

1.4 Tinjauan Pustaka dan Kerangka Teori 7

1.5 Tujuan dan Manfaat Penelitian 10

1.6 Metode Penelitian 11

BAB II TINJAUAN UMUM TERHADAP FASHION GYARU . 13

2.1 Pengertian Trend Pada Umumnya 13

2.1.1 Konsep Trend Mode 13

2.1.2 Proses Perubahan Trend Mode 14

2.2 Budaya Anak Muda (Youth Culture) 15

2.3 Definisi Konsep Gyaru 16

2.3.1 Sejarah Gyaru 16

2.3.2 Jenis-Jenis Fashion Gyaru 17

2.3.2.1 Definisi Ganguro 18

2.3.2.2 Definisi Ganjiro 22

2.4 Teori Kelompok 23

2.4.1 Konsep Groupisme 23 2.4.2 Pengaruh Kelompok Terhadap Kehidupan


(7)

iv

Remaja di Jepang 25

2.4.3 Kehidupan Kelompok Gyaru 28

2.4.4 Trend Terhadap Remaja Putri Menurut Teori Psikologis 31

2.4.5 Psikologi Perilaku Remaja Pada Umumnya 33

BAB III DAMPAK FENOMENA SOSIAL GYARU DALAM KEHIDUPAN REMAJA DI JEPANG 35

3.1 Dampak Fenomena Sosial Gyaru dalam Keluarga 37

3.2 Dampak Fenomena Sosial Gyaru dalam Lingkungan Sekolah 38

3.3 Dampak Fenomena Sosial Gyaru dalam Masyarakat 43

BAB IV KESIMPULAN DAN SARAN 47

4.1 Kesimpulan 47

4.2 Saran 49

DAFTAR PUSTAKA ABSTRAK


(8)

53 ABSTRAK

Pada dasarnya, Jepang adalah negara yang mudah bagi seseorang untuk menciptakan suatu hal baru dan orang-orang tertentu akan turut mengikuti hal tersebut.

きほんてき

,基本的 に、

にほん

,日本 はだれかが

あたら

,新 しいことを

かんたん

,簡単

はっせい

,発生できて、

ほか

,他の

ひとたち

,人達も

かんたん

,簡単に

したが

,従

Remaja putri di Jepang sangat menyukai trend mode dan mengikuti perkembangannya.

う。

にほん

,日本の

じょせい

,女性はトレンドモードを

だいす

,大好きで、

しんぽ

,進歩に

ついても

,分

ギャルは

かっている。Gyaru adalah salah satu trend mode yang sangat diminati di Jepang.

にほん

,日本にある

ひと

,一つの

だいす

,大好

Gyaru merupakan sebutan untuk remaja perempuan Jepang yang sering berpakaian cenderung aneh, unik, berani dan suka berdandan berlebihan mengikuti trend terbaru.

きなトレンドである。

ギャルはトレンドの

したが

,従って

けしょう

,化粧して、

ふく

,服の

きかた

,着方がち

ょ っ と

めずら

,珍 し く て 、 変 、 ユ ニ ー ク の

にほんじょせい

,日本女性 の た め

ようご

,用語

Shibuya merupakan tempat anak muda berkumpul untuk melepaskan tekanan hidup sehari-hari.


(9)

54

しぶや

,渋谷とは

しょうねん

,少年 のために

にちじょうせいかつ

,日常生活 のプレッシャ

ーを

かく

,隠すための

あつ

,集まっているところとしてである。

109 Shibuya merupakan pusat perbelanjaan yang menjadi simbol dari gyaru (gals).

109

しぶや

,渋谷

Fashion menjadi alat untuk melepaskan stress dan lari dari kepribadian mereka karena sibuk bekerja dan belajar dengan disiplin.

はギャル(gals)のシンボルになって、それにショッピン グセンターとしてである。

まいにちきび

,毎日厳しく

はたら

,働いてファッションはストレスを

かく

,隠

Sejak sekitar tahun

すため のものになる。

gyaru secara garis besar dibagi dua: gyaru putih (ganjiro) dan gyaru hitam (ganguro).

2000 ねん

,年の あいだ

,間に、ギャルは

いっぱんてき

,一般的に ふた

,二つのガンジロ

とガングロに わ

,分

ganjiro membiarkan kulit mereka berwarna putih alami dan menampilkan kesan anggun.

けられていた。

ガンジロは ひふ

,皮膚を くろ

,黒くして ゆうが

,優雅な

いんしょう

,印象を あらわ

,表す。

ganjiro dibagi kedalam beberapa jenis yaitu: Hime-Gyaru, Gyaru Rock/Rokku Gyaru dan Oneegyaru.


(10)

55

ガンジロはヒメギャル、ロックギャル、オネエギャルに

,分

Ganguro memiliki arti muka hitam, dan gadis remaja Jepang yang mengikuti trend ini sengaja menghitamkan kulitnya dengan berjemur di matahari atau ke salon khusus tanning, dan bisa juga dengan mengenakan make-up khusus. けられ る。

ガングロは

くろがお

,黒顔という

いみ

,意味を

,持って、このトレンドをす

にほんじょせいたち

,日本女性達 は わ ざ わ ざ タ ン ニ ン グ を し て 、 そ れ

にっこうよく

,日光浴 をして

また

,又 は

とくべつ

,特別 な

けしょう

,化粧

ガングロもアムラ、B-ギャル、バンバ、バイカ/ ボゾソク、ゴングロ、コ

ガ฀ / コギャル、マンバ、ヤマンバに

をする。Ganguro

pun dibagi beberapa jenis yaitu: Amuraa, B-Gyaru, Banba, Baika / Bozosoku,

Gonguro, Kogal / kogyaru, Manba dan Yamanba.

,分

Para gyaru juga melakukan kegiatan seperti menari para-para dengan gerakan tangan yang mengikuti irama musik electro.

けられる。

ギャル

たち

,達もエレクツロの

おんがく

,音楽を

,聴

Berfoto juga merupakan salah satu aktivitas sehari-hari yang sangat digemari oleh para gadis gyaru yang disebut purikura.

きながら、ダンスをする。

ギャル

たち

,達にとってプリクラという

しゃしん

,写真を

,撮る

かつどう

,活動も

,好

Purikura artinya foto berupa stiker yang dapat dibuat di mesin purikura dan awalnya mesin tersebut dinamakan Print Club.


(11)

56 プリクラとのはプリクラという

きかい

,機械にステッカーのような

しゃしん

,写真

つく

,作れて、

さき

,先の

なまえ

,名前

Dampak yang ditimbulkan dari gyaru dalam keluarga biasanya karena kurangnya komunikasi.

はプリントクラブである。

かぞく

,家族の

なか

,中にあるギャルからの

あらわ

,現れた

えいきょう

,影響が

つうしん

,通信

すく

,少

Hubungan antara orang tua dan anak mulai renggang なくなっていく。

りょうしん

,両親と

こども

,子供の

かんけい

,関係が

とお

,遠

Dampak yang ditimbulkan dalam sekolah ialah mereka para pengikut gyaru mulai terpengaruh akan teman sebaya dan membentuk geng disekolah, sedangkan dalam masyarakat banyak orang beranggapan bahwa gyaru itu buruk.

くなる。

がっこう

,学校 に

あらわ

,現 れ た

えいきょう

,影響 が ギ ャ ル

たち

,達 は

べつべつ

,別々

れんごう

,連合 を

つく

,作 って、

しゃかい

,社会 の

かんきょう

,環境 にギャルは

わる

,悪 い

おも

,思

Karena Untuk mendukung penampilanya banyak dari mereka melakukan Enjokosai.

われていたこともある。

がいかん

,外観を

えんじょ

,援助するためにギャル

たち

,達はエンジョコサイをよくす る。


(12)

1 BAB I

1.1. LATAR BELAKANG MASALAH

Manusia adalah mahluk sosial yang dalam kesehariannya berinteraksi dengan sesamanya dan menghasilkan apa yang disebut dengan peradaban. Semenjak terciptanya peradaban dan seiring dengan terus berkembangnya peradaban tersebut, melahirkan berbagai macam bentuk kebudayaan.

Ienaga Saburo dalam Situmorang (2009 : 2-3) menjelaskan kebudayaan dalam arti luas dan arti sempit. Dalam arti luas kebudayaan adalah seluruh cara hidup manusia (ningen no seikatsu no itonami kata). Ienaga menjelaskan bahwa kebudayaan ialah keseluruh hal yang bukan alamiah. Sedangkan dalam arti sempit kebudayaan adalah terdiri dari ilmu pengetahuan, sistem kepercayaan dan seni, oleh karena itu Ienaga mengatakan kebudayaan dalam arti luas ialah segala sesuatu yang bersifat konkret yang diolah manusia untuk memenuhi kebutuhannya. Sedangkan kebudayaan dalam arti sempit ialah sama dengan budaya yang berisikan sesuatu yang tidak kentara atau yang bersifat semiotik.

Dari kebudayaan yang memadukan ilmu pengetahuan, sistem kepercayaan dan seni tumbuhlah kejadian-kejadian baru di kalangan masyarakat yang disebut dengan.fenomena.dalam.pemahaman.Edmund.Husselr.(Zainabzilullah.wodpress.c om/2013/01/20/pemikiran-fenomologi-menurut-edmund-husserl/). Fenomenologi adalah suatu analisis deskriptif serta introspektif mengenai kedalaman dari semua bentuk kesadaran dan pengalaman-pengalaman yang didapat secara langsung


(13)

2

seperti religius, moral, estetis, konseptual, serta indrawi. Fokus utama filsafat hendaknya tertuju kepada penyelidikan tentang Labenswelt (dunia kehidupan) atau Erlebnisse (kehidupan subjektif dan batiniah). Fenomenologi sebaiknya menekankan watak intensional kesadaran, dan tanpa mengandaikan praduga-praduga konseptual dari ilmu-ilmu empiris.

Menurut Kuswarno (2009 : 2), fenomenologi berusaha mencari pemahaman bagaimana manusia mengkonstruksi makna dan konsep penting dalam kerangka intersubjektivitas (pemahaman kita mengenai dunia dibentuk oleh hubungan kita dengan orang lain).

Jepang adalah sebuah negara yang menyimpan keunikan dalam hal kebudayaan. Kebudayaan Jepang dipengaruhi oleh karakteristik geografis negaranya serta mempunyai pengaruh timbal-balik dengan karakterisrik rakyatnya. Bangsa Jepang pada umumnya dikenal sebagai bangsa yang mampu mengambil dan menarik manfaat dari hasil budi daya bangsa lain, tanpa mengorbankan kepribadiannya sendiri.

Pada dasarnya, Jepang adalah negara yang mudah bagi seseorang untuk menciptakan suatu hal baru dan orang-orang tertentu akan turut mengikuti hal tersebut, terutama remaja putri Jepang yang pada dasarnya sangat senang mengikuti atau menciptakan suatu tren mode dan bahkan suatu budaya baru sejak puluhan tahun yang lalu (Macias, 2007 : 7).

Tren apapun yang muncul, seringkali berasal dari maraknya media massa seperti televisi dan majalah yang pada akhirnya dapat mempengaruhi apapun yang mereka makan dan pakai dalam kehidupan sehari-hari, khususnya di Tokyo,


(14)

3

yang merupakan kota tersibuk di Jepang sekaligus pusat dari kehidupan metropolitan, sarat akan timbul tenggelamnya begitu banyak tren mode yang unik dan juga ekstrim. Menurut Matsumoto (2002 : 126), salah satu alasan mengapa remaja Jepang sarat akan penampilan yang aneh dan mencolok adalah karena kebanyakan dari mereka adalah remaja yang ingin mencari keunikan dan ingin terus mengubah penampilan. Kemudian, menurut Nobuaki Higa, mantan kepala editor majalah Teen’s Road, banyak dari tren yang muncul berasal dari festival-festival tradisional yang rutin diadakan di Jepang, karena pada saat festival-festival tersebut berlangsung, banyak yang ingin berpenampilan lain daripada yang lain agar tampak mencolok di muka umum (Macias, 2007 : 9).

Gyaru(ギャル)adalah kata serapan dalam bahasa jepang untuk gal, slang untuk girl (gadis, anak peempuan) dalam bahasa inggris. Istilah gyaru di pakai untuk gadis-gadis muda berusia 15 hingga 20 tahunan yang fashionable. Menggunakan busana model mutakhir, rambut dicat warna coklat keemassan, tata rias wajah di luar kebiasaan, dan pemilihan busana mix and match yang kontroversial. Busana yang dikenakan gyaru di pengaruhi majalah mode yang dibaca mereka. Gyaru pertama kali dikenal pada tahun 1980-an. Gadis di kota-kota pada masa itu di pengaruhi oleh paham matrearialisme pada puncak pertumbuhan ekonomi jepang. Sebagian di antara mereka tampil sebagai gadis kekanak-kanakan dan kurang dapat berrgaul dengan teman-teman perempuan sebaya, tapi laki-laki ternyata tetap menyukai mereka. Shibuya adalah lokasi street fashion yang terkenal di Tokyo setelah Harajuku. Pelaku fashion di Shibuya rata-rata adalah wanita, kelompok wanita tersebut disebut dengan gyaru. (www.academia.edu/6607978).


(15)

4

Khususnya di Shibuya dan Harajuku, kedua daerah tersebut tak pernah luput dari para kumpulan pengikut tren mode terkini, mulai dari tren mode imut-imut atau kawaii, gyaru, gothic lolita, sampai dandanan lainnya yang tak kalah meriah sehingga Shibuya dan Harajuku lebih tampak seperti suatu panggung teater raksasa yang tak pernah berhenti mementaskan pertunjukannya.

Penampilan gyaru selalu mengalami perubahan dan istilah untuk mereka juga ikut berubah seiring dengan perubahan penampilan menjadi Ganguro (Gyaru-kuro) yaitu gadis dengan dandanan wajah yang berwarna hitam, rambut pirang dan fashion yang trendi. Gyaru 1980-an dapat dikenali dari kulit mereka yang berwarna coklat gelap hasil tanning salon yaitu proses penggelapan warna kulit menggunakan sinar UV di salon-salon kecantikan. Tren kulit berwarna gelap awalnya berasal dari Los Angeles yang identik dengan budaya pantai, diantaranya adalah aktivitas berselancar dan model busana gadis peselancar Los Angeles yang banyak memperhatikan bagian tubuh yang terbuka. Akan tetapi pada akhir 1990-an gyaru digolongkan menjadi dua, yaitu Ganguro dan Ganjiro. Ganguro ( Gyaru-kuro) adalah gyaru yang berkulit hitam hasil tanning salon, sedangkan Ganjiro (Gyaru-shiro) adalah gyaru yang mempertahankan warna kulit asli mereka yaitu warna putih. (http://id.wikipedia.org/wiki/Gyaru).

Diawal kemunculannya, gyaru dianggap sebagai penyimpangan dalam berbusana, namun ketika hasil karya street fashion mereka dimuat disebuah majalah fashion (egg) gaya ini mulai diakui atau dilihat sebagai gaya baru dan memberikan angin segar terhadap dunia fashion di Jepang. Gaya ini pun semakin menjadi populer setelah dimuat dibeberapa majalah street fashion seperti KERA, COSMODE, EEG, FRUiTS, SUPER CAWAII!, POPTEEN, dan GOTHIC &


(16)

5

LOLITA BIBLE.Gyaru sederhana, gyaru adalah sebuah trend yang di gemari oleh para wanita muda, kebanyakan mereka menghias diri mereka dengan make-up yang aneh dan pakaian yang begitu mencolok. Mereka pun semakin berlomba untuk menunjukkan kreativitas mereka agar gaya mereka bisa dimuat di majalah dan menjadi populer. Jenis gyaru yang paling terkenal saat ini adalah Hime-gyaru. Hime-gyaru adalah sub-kultur (budaya baru yang terbentuk dari bagian budaya sebelumnya) termasuk jenis dari ganjiro yang muncul pada akhir tahun 1990-an sampai awal 2000-an setelah style ganguro meredup. Para Hime-gyaru membiarkan kulit mereka berwarna putih dan tidak melakukan tanning. Mereka juga merias wajah mereka seperti putri raja pada zaman Victoria di Eropa atau bak boneka Barbie, dengan bulu mata besar, bulu mata lentik, rambut mengembang berwarna pirang dan masih bayak lagi. Hime-gyaru adalah salah satu jenis gyaru yang paling di gemari oleh kaum hawa di Jepang karena mereka terlihat sangat

kawaii atau imut-imut mirip boneka.

Berdasarkan uraian diatas tersebut, maka penulis tertarik untuk membahas tentang fashion gyaru yang digemari remaja di Jepang dan menuangkannya dalam bentuk skripsi yang berjudul “Fenomena Gyaru dalam Kehidupan Remaja di Jepang”.

1.2 PERUMUSAN MASALAH

Guba dalam Moleong (2007 : 93) mendefinisikan masalah sebagai suatu keadaan yang bersumber dari hubungan antara dua faktor atau lebih yang


(17)

6

menghasilkan situasi lain yang menyeret mereka dalam hubungan yang rumit yang mereka sendiri sulit memahaminya.

Remaja di Jepang sangat mengikuti perkembangan fashion, gyaru merupakan salah satu tren yang ada di Jepang seperti halnya harajuku. Berkembangnya fashion di Jepang merupakan suatu terobosan baik. Jepang saat ini menjadi salah satu kiblat fashion Dunia karena banyaknya tren baru yang muncul, salah satunya adalah gyaru.

Berdasarkan hal tersebut, permasalahan penelitian ini mencoba menjawab masalah yang dirumuskan dalam bentuk pertanyaan-pertanyaan sebagai berikut :

1. Bagaimana sejarah dan apa itu fashion gyaru? 2. Apa saja dampak sosial perilaku kelompok gyaru?

1.3 RUANG LINGKUP PEMBAHASAN

Dalam pembahasan ini penulis merasa perlu adanya pembatasan ruang lingkup permasalahan agar masalah penelitian tidak terlalu luas dan berkembang jauh, sehingga masalah yang akan dibahas dapat lebih terarah dan memudahkan pembaca untuk memahami penulisanya nanti.

Dalam penulisan skripsi ini, penulis hanya akan membatasi ruang lingkup pembahasan yang difokuskan pada perkembangan gyaru dari tahun 1990-2000-an dan dampak kelompok gyaru.


(18)

7

1.4 TINJAUAN PUSTAKA DAN KERANGKA TEORI 1.4.1 Tinjauan Pustaka

Pada umumnya dalam menganalisis data ataupun isi dari suatu kebudayaan masyarakat tertentu, sebaiknya kita mengetahui terlebih dahulu unsur-unsur kebudayaan universal. Kebudayaan universal adalah unsur-unsur yang ada dalam semua kebudayaan diseluruh dunia, baik yang kecil, bersahaja, terisolasi maupun yang besar dan kompleks dengan suatu jaringan hubungan yang luas.

Salah satu kebutuhan manusia yang paling mendasar adalah kebutuhan untuk memiliki atau mengenakan pakaian yang digunakan sebagai penutup diri, identitas diri bahkan suatu bangsa. Namun tidak hanya sampai disitu saja, pakaian saat ini lebih ditujukan sebagai suatu trend fashion yang sudah menjadi kebutuhan manusia untuk dianggap lebih menarik di hadapan masyarakat luas.

Dengan semakin berkembangnya teknologi komputer, mulai muncul dan berkembangnya beragam anime, game, komik, dan internet. Fashion-fashion unik dan indah mulai dirancang secara sengaja dalam berbagai karakter anime, hal ini kemudian mempengaruhi selera fashion para remaja. Para remaja ini mulai membentuk sub-sub budaya yang berbeda untuk menonjolkan identitas mereka melalui fashion. Sehingga pada awal tahun 1990-an banyak bermunculan kelompok-kelompok remaja wanita yang menonjolkan fashion dan menganggap diri mereka sebagai salah satu sub budaya orang Jepang. Mereka dikenal dengan istilah gyaru yang berarti cewek atau gadis.


(19)

8

Kerangka teori menurut Koenjtaraningrat (1976:1) berfungsi sebagai pendorong proses berfikir deduktif yang bergerak dari bentuk abstrak ke dalam bentuk yang nyata. Dalam penelitian suatu kebudayaan masyarakat diperlukan satu atau lebih teori pendekatan yang sesuai dengan objek dan tujuan dari penelitian ini. Dalam hal ini, penulis menggunakan teori pendekatan sosiologi, teori kelompok, dan teori identitas untuk meneliti tentang fashion gyaru.

Dalam pengerjaan penelitian ini, penulis menggunakan pendekatan penelitian fenomenologi. Fenomenologi berusaha mencari pemahaman bagaimana manusia mengkonsruksi makna dan konsep penting dalam kerangka intersubyektifitas (pemahaman kita mengenai dunia dibentuk oleh hubungan kita dengan orang lain) (Kuswarno, 2009: 2)

Menurut Dwi Narwoko dan Bagong Suyanto, (2004: 3-4) Sosiologi adalah ilmu yang mempelajari tingkah laku manusia sebagai anggota masyarakat, tidak sebagai individu yang terlepas dari kehidupan masyarakat. Fokus bahasan sosiologi adalah interaksi manusia, yaitu pengaruh timbul balik di antara dua orang atau lebih dalam perasaan, sikap, dan tindakan. Ruang kajiannya dapat berupa masyarakat, komunitas, keluarga, perubahan gaya hidup, struktur, mobilitas sosial, gender, interaksi sosial, perubahan sosial, perlawanan sosial, konflik, integrasi sosial, norma dan sebagainya. Teori ini berhubungan dengan gyaru yang merupakan bagian dari kehidupan masyarakat Jepang, di dalam komunitas ini terjadi interaksi sosial diantara anggotanya dan kemudian menjadi gaya hidup bagi pelakunya


(20)

9

Sebagai makhluk sosial, manusia cenderung hidup dengan cara berkelompok. Berbagai kelompok manusia bisa ditemukan di atas permukaan bumi ini. Dasar pandangan dalam membentuk kelompok itu sendiri bisa berdasarkan dari berbagai macam hal, mulai dari kelompok yang mempunyai hobi yang sama, aktivitas yang sama, sampai kelompok orang yang berasal dari suatu daerah yang sama.

Menurut Soekanto (2006: 25) kelompok merupakan tempat bagi manusia untuk memenuhi kebutuhan hidupnya, baik kebutuhan sosiologis, ekonomis, maupun kebutuhan psikologisnya. Dengan berkelompok, manusia dapat mengembangkan potensi, aktualisasi, dan eksistensi dirinya.

Menurut Erikson (1989: 20) identitas diri adalah kesadaran individu untuk menempatkan diri dan memberikan arti pada dirinya dengan tepat dengan konteks kehidupan yang akan datang menjadi sebuah kesatuan gambaran diri yang utuh dan berkesinambungan untuk menemukan jati dirinya.

Berdasarkan teori kelompok dan teori identitas diri diatas maka gyaru merupakan wadah bagi anggotanya untuk memenuhi kebutuhan psikologisnya serta untuk mengembangkan potensi, aktualisasi, dan eksistensi dirinya.

Teori-teori diatas dan perubahan-perubahan yang terdapat di dalamnya merupakan titik tolak penulis dalam mengkaji tumbuh dan berkembangnya fashion gyaru dalam kehidupan remaja di Jepang.


(21)

10 1.5.1 Tujuan Penelitian

Berdasarkan pokok permasalahan sebagaimana yang telah di kemukakan sebelumnya, maka tujuan penulisan penelitian ini adalah sebagai berikut :

1. Untuk mengetahui sejarah dan perkembangan fashion Gyaru. 2. Untuk mengetahui dampak sosial perilaku kelompok gyaru.

1.5.2 Manfaat Penelitian

Berdasrkan tujuan penelitian ini, hasilnya diharapkan dapat memberi manfaat bagi pihak-pihak tertentu antara lain:

1. Bagi peneliti sendiri diharapkan dapat menambah wawasan dan pengetahuan tentang fashion Gyaru dengan lebih spesifik.

2. Memberikan informasi kepada masyarakat luas pada umumnya, dan mahasiswa Sastra Jepang pada khususnya diharapkan dapat menambah informasi tentang kebudayaan Jepang yang berhubungan dengan tren fashionGyaru saat ini.

3. Dapat dijadikan sumber ide dan tambahan informasi bagi peneliti selanjutnya.

1.6 METODE PENELITIAN

Metode berasal dari bahasa Yunani yaitu methodos. Menurut Poerwadarminta dalam Sangidu (2007:13) metode adalah cara yang telah teratur dan terpikir baik-baik untuk mencapai suatu maksud. Dalam penulisan skripsi ini, penulis menggunakan metode deskriptif. Menurut Saifuddin Azwar (1998: 7)


(22)

11

tujuan penelitian ini adalah untuk menggambarkan secara sistematik dan akurat fakta dan karateristik mengenai populasi atau mengenai bidang tertentu.

Data yang dikumpulkan semata-mata bersifat deskriptif sehingga tidak bermaksud mencari penjelasan, menguji hipotesis, membuat prediksi, maupun mempelajari implikasi. Menurut Nazir (1983: 63) metode deskriptif adalah suatu metode dalam meneliti status kelompok manusia, suatu objek, suatu set kondisi, suatu system pemikiran ataupun suatu kelas peristiwa pada masa sekarang. Tujuan dari penelitian deskriptif ini adalah untuk membuat deskripsi, gambaran atau lukisan secara sistematis, faktual, dan akurat mengenai fakta-fakta, sifat-sifat serta hubungan antarfenomena yang diselidiki.

Maka dari itu, pengumpulan data diperlukan dalam penelitian ini. Menurut Nazir (1983:211) Pengumpulan data adalah produser yang sistematis dan standar untuk memperoleh data yang diperlukan.

Selain itu untuk pengumpulan data penulisan menggunakan metode penelitian kepustakaan (Library research). Menurut Nasution (1996: 14), Metode kepustakaan atau Library Research adalah mengumpulkan data dan membaca referensi yang berkaitan dengan topik permasalahan yang dipilih penulis. Kemudian merangkainya menjadi suatu informasi yang mendukung penulisan skripsi ini. Studi kepustakaan merupakan aktivitas yang sangat penting dalam kegiatan penelitian yang dilakukan. Beberapa aspek yang perlu dicari dan diteliti meliputi : masalah, teori, konsep, kesimpulan serta saran. Data dihimpun dari berbagai literatur buku yang berhubungan dengan masalah penelitian. Survey book


(23)

12

dilakukan diberbagai perpustakaan. Data juga didapat melalui Internet yang berhubungan mengenai fashion Gyaru.


(24)

13 BAB II

TINJAUAN UMUM TERHADAP FASHION GYARU

2.1 Pengertian Trend Pada Umumnya

Trend adalah sesuatu yang sedang di bicarakan oleh banyak orang saat ini dan kejadiannya berdasarkan fakta. Secara etimologi trend artinya gaya mutakhir.

2.1.1 Konsep Trend Mode

Menurut Pauline Watson dalam Fashion Era (2007), selama berabad-abad setiap individu atau masyarakat telah mengenakan pakaian maupun penghias tubuh lainnya sebagai salah satu sarana komunikasi non-verbal yang menunjukkan profesi, jenis kelamin, status rumah tangga, kelas sosial, maupun tingkat kekayaan.

Mode itu adalah suatu bentuk kebebasan untuk mengungkapkan pikiran, isi hati dan juga merupakan bahasa isyarat dan simbol yang secara non-verbal mengkomunikasikan tentang suatu individu maupun kelompok. Lalu, mode itu adalah salah satu hal yang membedakan satu individu dengan individu lainnya, karena pakaian, aksesoris dan penghias tubuh lainnya sangatlah mudah untuk diketahui oleh orang lain dalam seketika. Pada mulanya, suatu trend mode harus mendapat respon positif dari masyarakat, kemudian trend mode tersebut dapat mewabah dan ditiru semua orang karena kompetisi yang secara tidak langsung telah dimunculkan oleh mode tersebut.

Contoh trend mode yang saat ini sedang di gemari di Indonesia adalah hijabers, dimana mereka mengkreasikan jilbab nya dengan tampilan yang menarik.


(25)

14 2.1.2 Proses Perubahan Trend Mode

Sesuai dengan artinya, mode itu akan terus berubah. Mode merupakan hal yang paling cepat berubah dibandingkan unsur kegiatan lainnya yang dilakukan manusia seperti bahasa, budaya, dan sebagainya. Karena perubahan yang cepat itulah dapat memicu unsur negatif bagi manusia, yakni salah satunya dengan mengeluarkan uang secara berlebihan hanya untuk mengikuti trend yang terus berubah, padahal barang-barang yang dibeli belum tentu sama sekali berguna. Oleh karena itu, perubahan trend sangatlah memicu semakin tingginya budaya konsumtif di kalangan masyarakat. Khususnya bagi generasi muda, mereka sangat senang mengikuti perkembangan trend sebagai salah satu cara untuk mengalami hal baru dan menarik. Oleh karena itu generasi mudalah yang seringkali menjadi korban dari trend mode yang sedang berlangsung, dikarenakan kegemaran mereka dalam mencoba hal-hal baru dan tidak ingin tertinggal oleh teman-teman sebayanya (Sprigman dalam Anastasia, 2007:25).

Mode berpakaian telah memberi kesempatan kepada setiap individu untuk mengekspresikan karakter maupun solidaritas terhadap orang lain selama lebih dari seribu tahun. Umumnya, orang-orang yang berada di posisi khusus yang dipuja atau kerap kali dijadikan inspirasi oleh masyarakat sekitarnya seringkali memulai suatu trend baru bilamana orang-orang tersebut memakai pakaian atau berpenampilan yang baru.

Trend mode tentunya berbeda-beda untuk masing-masing lapisan masyarakat terutama jika dilihat dari segi usia, jenis kelamin, status sosial, profesi, dan letak geografis, serta seiring dengan berjalannya waktu. Tentu


(26)

15

saja jika seseorang yang berusia lanjut mengikuti trend remaja, maka ia akan terlihat aneh dan bahkan menjadi bahan tertawaan bagi banyak orang. Akan tetapi, tentu saja bukan tidak mungkin jika di dunia ini tidak diketemukan orang-orang semacam itu yang akhhirnya dijuluki ‘korban mode’.

2.2 Budaya Anak Muda (Youth Culture)

Menurut Nur dalam D e n i (2006:37) menuliskan pengertian budaya anak muda dan perkotaan (Youth Culture and Urban), yaitu budaya yang dinikmati untuk bersenang-senang diantara teman sebaya, dengan menekankan pada penampilan dan gaya, di kalangan remaja atau kaum muda perkotaan. Budaya anak muda erat kaitannya dengan trend. Trend menurut New Oxford English Dictionary (2001), adalah; A general direction in which something is developing changing’. Artinya suatu arah yang umum dimana sesuatu berkembang atau berubah. Trend di populerkan atau diperkenalkan oleh trendsetter, yaitu orang-orang yang tampil di publik seperti penyanyi, artis, presenter, model, dan salesgirl.

Ciri-ciri umum budaya anak muda menurut Abercrombie dalam Nur (2003) :

1. Budaya bersenang-senang

2. Hubungan lebih ditekankan pada hubungan teman sebaya daripada keluarga

3. Kelompok kaum muda yang tertarik kepada gaya, seperti pemilihan pakaian yang berbeda, musik, bahasa pergaulan, dan penampilan diri.


(27)

16 2.3 Definisi Konsep Gyaru

2.3.1 Sejarah Gyaru

Menurut Mr. Matsukawa dalam

(2008). Gyaru merupakan sebutan untuk remaja perempuan Jepang yang sering terlihat berpakaian cenderung aneh dan unik, dengan sepatu sol tebal (biasanya lebih dari 10 centimeter), rok mini, rambut di hight-light, wigs, kuku palsu, aksesoris unik dan suka berdandan habis-habisan mengikuti trend terbaru. Mereka sangat mudah dikenali, karena biasanya dandanan mereka lebih menonjol diantara kerumunan orang-orang.

Sepatu ber-sol tebal, mulai menarik perhatian dan mulai trend di kalangan remaja Jepang sejak musim semi tahun 1999. Rambut pirang (blond hair), mulai trend sejak tahun 1997. Sedangkan trend rok mini mulai muncul sejak tahun 1996. Menurut Mr. Matsukawa, umumnya laki-laki suka rok mini, jadi para gadis memakai rok mini adalah untuk menarik perhatian laki-laki dan agar mereka populer.

Mr. Matsukawa juga mengatakan bahwa pengertian gyaru tergantung kepada cara berdandan mereka masing-masing dan penilaian orang-orang disekitarnya. Beberapa orang mengatakan bahwa gyaru adalah remaja-remaja perempuan yang berpakaian seperti orang genit atau menggoda, sebagian lain mengatakan bahwa mereka adalah orang-orang yang kelihatan cute atau manis.

Shibuya merupakan tempat anak muda berkumpul untuk melepaskan tekanan hidup sehari-hari. Di Shibuya, terdapat sebuah pusat perbelanjaan yang menjadi simbol dari gals, yaitu 109 Shibuya. Fashion menjadi alat untuk


(28)

17

melepaskan stress dan lari dari kepribadian mereka setelah sebelumnya mereka bekerja dan belajar dengan disiplin.

Penampilan remaja yang berkumpul dan hilir mudik di kawasan ini seperti ingin menunjukkan 'pemberontakan' mereka terhadap nilai-nilai budaya lama Jepang yang sangat normatif. Mereka berpakaian free style, rambut berwarna-warni, mengenakan beragam aksesoris yang begitu atraktif.

Walau dari luar gaya berbusana itu hanya dipandang sebagai gaya “tabrak-lari”, tetapi ada kreativitas liar yang terjadi disini. Para remaja Jepang yang seenaknya mengubah apa saja semau mereka untuk dijadikan sebagai alat mengekspresikan diri. Kreativitas liar ini menjadi pengingkaran keseharian ketika mereka berada di bawah kekuasaan instansi pendidikan ataupun orang tua yang menuntut standar tinggi, untuk sementara dialihkan dengan mengubah diri dari tampilan normal dan mencari makna baru.

2.3.2 Jenis-Jenis Fashion Gyaru

Sejak sekitar tahun putih (白ギャル, shiro gyaru) dan gyaru hitam (黒ギャル, kuro gyaru). Shiro gyaru menghargai dirinya sebagai gadis biasa. Mereka masih memikirkan masa depan, dan terpengaruh "demam kulit putih indah" yang dipopulerkan perusahaan kosmetika membiarkan kulit mereka berwarna putih alami.

Gyaru hitam adalah keturunan dari kogyaru (コギャル) atau anak longgar loose socks, dan rias wajah顔黒). Ganguro memiliki makna 'wajah hitam' dari kata 'Gan' (wajah) dan 'Kuro' (Hitam). Rias wajah ganguro


(29)

18

didapat dariberwarna gelap atau kulit wajah yang sudah gelap setelah pergi ke tanning salon.

2.3.2.1 Definisi Ganguro

Secara harafiah ganguro memiliki arti muka hitam, dan memang gadis remaja Jepang yang mengikuti trend ini sengaja menghitamkan kulitnya dengan berjemur di matahari atau ke salon khusus tanning, dan bisa juga dengan mengenakan make-up khusus. Para pengikut trend ini rata-rata adalah gadis remaja Jepang yang duduk di bangku SMU dan kebanyakan dari mereka bukan merupakan pelajar yang teladan karena para pengikut ganguro menganut gaya hidup yang bebas tanpa terikat apapun. Meskipun kata ganguro berarti muka hitam, ada juga pengikut ganguro yang menyatakan bahwa kata ganguro merupakan kependekan dari kata ganganguro yang artinya amat sangat hitam. Pusat dari trendganguro adalah daerah Shibuya dan Ikebukuro di Tokyo. Di bawah ini akan dijelaskan beberapa jenis ganguro.

1. Amuraa

Para remaja putri yang memilih untuk mengikuti penampilan Namie Amuro. Biasanya menghitamkan kulitnya, mengecat rambutnya menjadi coklat keemasan, mengenakan rok mini dan sepatu atsuzoko.

2. B-Gyaru

Para remaja putri yang mengikuti artis R&B yang mayoritas orang Amerika. Biasanya menghitamkan kulitnya menjadi sangat gelap, dan memiliki


(30)

19

gaya rambut di kepang kecil-kecil (micro-braids, cornrows), dan biasanya selalu melakukan hair extensions.

3. Banba

Gayanya lebih banyak mengacu pada aliran Rock. Ciri khasnya adalah sepatu boots dengan hak stiletto.

4. Baika / Bozosoku

Gaya ini lebih banyak menggunakan warna hitam, seperti jaket kulit. Sebagai tambahan menggunakan aksesoris berupa rantai. Wajahnya di make-up

menggunakan highlight putih disekeliling mata. Gaya rambutnya biasanya mirip dengan Banba.

5. Gonguro

Memiliki gaya yang lebih gelap. Mereka menghitamkan kulit hingga menjadi sangat gelap, menggunakan make-up panda yang sangat putih, dan memakai lipstick putih. Biasanya mereka mewarnai rambut mereka menjadi putih atau keperakan.

6. Kogal / kogyaru

Remaja putri yang masih sekolah menengah atas (SMU), yang mewarnai kulit dan rambutnya hanya untuk melawan aturan sekolah. Mereka selalu berusaha untuk tampak tetap kawaii.


(31)

20

7. Manba

Manba adalah versi terbaru dari Yamamba. Kebanyakan tidak jauh

berbeda dengan Yamamba, hanya saja make-up mereka lebih tebal. Sering mengenakan pakaian merk Alba Rosa dan Cocolulu. Biasanya mereka juga mengenakan sandal teplek dan celana capri.

8. Yamanba

Yamanba adalah gaya awal dari Manba. Biasanya menggunakan make-up,

dan gemar mengenakan stiker bergambar karakter populer dari Disney. Mereka juga gemar berpenampilan seolah-olah baru pulang dari Hawaii, lengkap mengenakan lei (lei merupakan untaian benda berbentuk lingkaran untuk dikalungkan) di pergelangan tangan, leher, kaki, bahkan dirambut. Biasanya memiliki rambut panjang dan berwarna putih.

Definisi yamanba menurut Copeland dalam skripsi Anastasia (2007 : 4):

Yamanba artinya adalah seorang penyihir yang bermukim di gunung dalam cerita legenda rakyat Jepang. Yamamba memiliki kekuatan gaib yang luar biasa serta seringkali memangsa manusia untuk disantapnya hidup-hidup dan mayoritas dari korbannya adalah laki-laki.

Rata-rata ciri khas penampilan gadis ganguro adalah kulit digelapkan dan kalau perlu sampai benar-benar berwarna coklat, tingkat ketebalan make-up mereka dapat mencapai tingkat nega-make atau make-up bak warna negatif film dan juga disebut panda-make, saking gelapnya kulit mereka. Untuk memperoleh kulit gelap, mereka mengunjungi salon khusus tanning atau mengenakan tanning lotion yang dapat bertahan sampai tiga hari. Bagi mereka yang tidak sanggup


(32)

21

membiayai fasilitas tanning, mereka bahkan sampai memaksakan diri untuk menghitamkan kulitnya dengan spidol coklat (Kinsella dalam Anastasia, 2007:28). Gaya berpakaian gadis ganguro tentunya tidak kalah provokatif dengan dandanannya, dan mereka senang memakai warna-warna yang mencolok dan cenderung memiliki corak yang bertabrakan. Ciri khas ganguro adalah sepatu bersol sangat tebal hingga ada yang ketebalannya mencapai dua belas inci dan juga memakai aksesoris seperti gelang, anting dan kalung yang beraneka ragam dan menumpuk. Mereka juga sangat menyenangi hiasan bunga sepatu dan di kepala mereka dan juga motif bunga sepatu pada pakaian sehingga tampak seperti gadis-gadis musim panas di California. Pakaian yang dikenakannya juga selalu ketat dan minim, seperti rok yang sangat mini dan hotpants.

Salah satu hal yang tidak mungkin luput dari daftar kegemaran para gadis ganguro adalah menari para para. Pada dasarnya arti kata para para adalah berserakan yang hubungannya dengan tarian tersebut adalah serangkaian gerakan tangan yang mengikuti irama musik electro. Sedangkan kakinya hanya digerakkan ke samping, depan dan belakang sembari mengiringi irama musik. Gerakan tangan tersebut sangatlah bervariasi dan terkadang cukup rumit, sehingga bagi para gadis ganguro tidak ada hal yang lebih memalukan daripada gerakan tangan yang salah atau tidak sesuai irama musik (Klippensteen, 2000:40).

Hampir di setiap pusat perbelanjaan, stasiun, dan game center pun terdapat mesin purikura dan banyak remaja putri yang berbondong-bondong berfoto di sana. Remaja putri sangat menyukai purikura karena setelah berfoto, mereka dapat menambahkan berbagai macam gambar dan hiasan serta tulisan sesuka hati sehingga foto mereka tampak lebih lucu dan menarik. Kemudian, mereka akan


(33)

22

mengumpulkan foto-foto purikura dan memasukkannya ke dalam album khusus. Tak lama setelah demam purikura melanda, banyak di antara mereka yang memiliki pasangan juga sering berfoto berdua dan foto bersama pasangan tersebut dijuluki rabupuri atau love print club.

2.3.2.2 Definisi Ganjiro

Secara harfiah ganjiro memiliki arti muka putih, dimana para pengikut ini bertolak belakang dari pengikut ganguro. Mereka tidak menghitakan kulitnya, hanya kulit putih alami dan menampilkan kesan anggun. Jadi pada dasarnya, tingkah laku ganguro dan ganjiro hampir sama hanya berbeda di warna kulit mereka saja. Di bawah ini akan dijelaskan beberapa jenis ganjiro.

1. Hime-Gyaru

Hime-gyaru adalah sub-kultur (budaya baru yang terbentuk dari bagian budaya sebelumnya) dari gyaru dan termasuk jenis dari ganjiro yang muncul pada akhir tahun 1990-an awal 2000-an setelah style ganguro meredup. Para Hime-gyaru membiarkan kulit mereka berwarna putih dan tidak melakukan tanning. Mereka juga merias wajah mereka seperti putri raja pada jaman Victoria di Eropa atau bak boneka Barbie, dengan mata bulat besar, bulu mata lentik, rambut mengembang berwarna pirang dan masih banyak lagi. Hime-gyaru adalah salah satu jenis gyaru yang paling disukai oleh kaum adam karena mereka terlihat sangat kawaii (lucu) dan “imut -imut” mirip boneka Sampai saat ini gaya ini digandrungi kaum adam maupun kaum hawa yang ingin terlihat seperti boneka. Jenis gyaru yang saat ini paling terkenal adalah Hime-gyaru.


(34)

23 2. Gyaru Rock/Rokku Gyaru

Gyaru rock/rokku gyaru adalah salah satu jenis Japanese gyaru style yang memadukan antara jenis style rambut gyaru serta style pakaian rock harajuku street seperti visual kei/oshare kei/gothic namun tetap berkesan girly dan ceria.

3. Oneegyaru

Gyaru yang kebanyakan berada di usia pertengahan 20 dan memiliki gaya yang lebih sophisticated dan glamour. Oneegyaru disebut juga denga “kakak gyaru” atau seperti senior gyaru (gyaru dewasa) tidak semua orang bisa menjadi seorang oneegyaru karena kebanyakan oneegyaru menggunakan item brand kelas atas seperti chanel, LV, dan YSL. Oneegyaru juga sangat stylist dalam hal penampilan dan cenderung menggunakan make-up yang sangat ringan. Oneegyaru juga bisa dikatakan sebagai gyaru kelas atas.

2.4 Teori Kelompok

2.4.1 Konsep Groupisme

Groupisme merupakan suatu hal yang sering ditemukan pada remaja Jepang dan remaja Jepang seringkali memang terlihat berkelompok dan jarang terlihat sendirian. Individualisme yang sering nampak pada remaja di Amerika jarang terlihat di kalangan remaja Jepang (Ortiz, 1997:2).

Kemudian menurut Tobin, Wu dan Davidson (1989) groupisme itu mendukung masa transisi seorang anak mulai dari kehidupannya di lingkungan keluarga sampai kepada lingkungan yang lebih rumit seperti sekolah dan masyarakat dengan cara menawarkan suatu interaksi emosional antar murid dan


(35)

24

juga interaksi murid terhadap gurunya, serta untuk meresmikan suatu hubungan orientasi berkelompok, bukan orientasi invididual.

Dalam masyarakat Jepang kontemporer, kaum muda Jepang mempelajari hubungan keluarga di rumah dan hubungan berkelompok di sekolah, lalu peran sekolah adalah untuk mengubah seorang anak yang tadinya belum mandiri dan juga egois menjadi kaum muda yang lebih suka berkelompok dan siap untuk berfungsi di dalam kehidupan berkelompok dan masyarakat yang dikemukakan Tobin dalam Anastasia (2007:28).

Bagi remaja Jepang, kelompoknya tersebut seringkali dijadikan wadah untuk mencurahkan seluruh isi hati dan tempat untuk memperoleh identitas. Oleh karena itu remaja Jepang mendambakan teman kelompok yang periang, humoris, setia, ramah, pintar, adil, dan bertanggung jawab. Kaum remaja Jepang selalu menemukan kepuasan batin bila sedang bersama dengan teman-temannya, oleh karena itu remaja Jepang rata-rata memiliki kelompok sahabat dekat yang cukup besar sehingga kehidupan sehari-harinya jadi lebih menyenangkan. Seorang remaja tentunya sangat takut bila dikucilkan oleh teman-teman kelompoknya, oleh karena itu dia menjadi sangat intim dan terikat dengan teman-teman kelompoknya.

Menurut Mighwar dalam Anastasia (2007:15) mengenai kelompok remaja adalah sebagai berikut:

Sahabat karib merupakan kelompok masa remaja yang memiliki ikatan persahabatan yang sangat kuat dan biasanya beranggotakan 2-3 remaja dengan jenis kelamin dan minat yang sama. Sedangkan komplotan sahabat biasanya terdiri dari 4- 5 remaja yang timbul dari penyatuan dua pasang sahabat karib saat tahun-tahun pertama masa remaja awal. Komplotan sahabat ini seringkali melakukan berbagai aktivitas bersama-sama yang cenderung menghabiskan waktu, sehingga sering terjadi konflik dengan


(36)

25

orangtua masing-masing. Kemudian, kelompok banyak remaja merupakan sekumpulan banyak remaja dari berbagai jenis kelamin, kemampuan dan minat. Karena besarnya kelompok ini, jarak emosi antar anggota sedikit renggang, namun mereka tetap memiliki kesamaan yaitu rasa takut diabaikan oleh anggota kelompoknya. Kelompok yang lebih besar lagi yaitu kelompok yang terorganisasi dan geng. Kelompok yang terorganisasi, terdiri dari para remaja, baik yang telah memiliki sahabat dalam kelompok terdahulu maupun belum mempunyai kelompok. Kelompok ini sengaja dibentuk oleh orang dewasa melalui lembaga-lembaga khusus, seperti sekolah dan lembaga keagamaan karena kesadaran orang dewasa akan perlunya para remaja untuk membentuk penyesuaian pribadi dan sosial, penerimaan dan berperan serta dalam suatu kelompok. Sedangkan geng, biasanya terdiri dari remaja dengan berbagai jenis kelamin atau berjenis kelamin sama. Kelompok ini terbentuk dengan sendirinya dan seringkali merupakan akibat pelarian dari empat jenis kelompok sebelumnya. Remaja yang tergabung dalam kelompok ini biasanya adalah remaja yang telah diusir dari kelompok terdahulunya dan bertemu dengan remaja lain yang memiliki nasib serupa, kemudian membentuk suatu kelompok baru yang seringkali berperilaku negatif, seperti mengganggu kelompok lain untuk balas dendam.

2.4.2 Pengaruh Kelompok Terhadap Kehidupan Remaja di Jepang Pada dasarnya, sikap remaja yang terlihat menonjol pada awalnya adalah sikap sosialnya, terutama terhadap teman-teman sebayanya yang memiliki minat dan perilaku yang serupa sehingga mereka membentu suatu kelompok sahabat. Bagi remaja, sikap setia kawan terhadap sesama teman di kelompoknya merupakan suatu hal yang sangat penting dan tidak boleh dilanggar kecuali jika terpaksa. Seorang remaja selalu berusaha bersikap sesuai dengan norma-norma kelompoknya (Mighwar dalam Anastasia, 2007 : 15-16). Sikap setia kawan


(37)

26

itu selalu berusaha dipertahankan meskipun seorang remaja dapat menghadapi konflik dengan orangtua maupun guru.

Kelompok teman sebaya merupakan lingkungan sosial pertama tempat remaja belajar untuk hidup bersama orang lain yang bukan keluarganya. Lingkungan teman sebaya merupakan suatu kelompok yang memiliki ciri, norma maupun kebiasaan yang berbeda jauh dengan apa yang biasa dilakukan di dalam lingkungan keluarganya. Di tengah teman sebaya, remaja dituntut untuk memiliki kemampuan pertama dan baru dalam menyesuaikan diri dan bisa menjadi landasan untuk menjalin interaksi sosial yang lebih luas pada masa selanjutnya.

Luasnya pergaulan antar teman sebaya menjadi suatu wadah penyesuaian diri dan kemudian berkembang menjadi kelompok yang lebih besar yang biasanya memiliki seorang pemimpin dan unsur kepemimpinan merupakan proses pembentukan, pemilihan, dan penyesuaian pribadi dan sosial. Pengaruh teman-teman sebaya terhadap sikap, perilaku, penampilan, gaya bicara dan kebiasaan seorang remaja lebih besar daripada pengaruh keluarganya. Karena remaja lebih banyak menghabiskan waktu bersama teman-teman kelompoknya dibandingkan keluarganya, oleh karena itu agar tidak dijauhi teman-temannya maka mau tidak mau seorang remaja akan mengikuti gaya penampilan, tingkah laku maupun minat teman-teman kelompoknya.

Dalam kelompok teman sebaya, seorang remaja merumuskan dan memperbaiki konsep dirinya, karena dia dinilai oleh orang yang sejajar dengan dirinya dan yang tidak dapat memaksakan sanksi-sanksi dunia dewasa yang justru ingin dihindarinya. Dengan demikian, dalam masyarakat sebaya, remaja memperoleh dukungan untuk memperjuangkan emansipasi dan menemukan dunia


(38)

27

yang memungkinkannya bertindak sebagai pemimpin bila mampu melakukannya. Di kalangan teman-teman sekelompoknya, terbentuklah jalinan norma, nilai dan simbol tersendiri yang kuat yang berbeda dengan apa yang dihadapinya di rumah mereka. Tak jarang suatu kelompok sahabat menyepakati serangkaian peraturan, dan norma-norma kelompoknya serta menciptakan kode bahasa rahasia yang tidak dimengerti oleh siapapun selain anggota kelompok tersebut. Karena pengaruh suatu kelompok terhadap segala tindak tanduk seorang remaja sangatlah besar, oleh karena itu beruntunglah jika dia masuk ke dalam kelompok yang positif dan berbudi pekerti baik, dan tentunya akan membuat orang tua lebih tenang.

Menurut Mighwar dalam Anastasia (2007:108) mengenai pandangan kaum remaja terhadap tinggi rendahnya status mereka yakni sebagai berikut:

Tinggi rendahnya status seseorang, yang menjadi ukuran prestisenya, biasanya digambarkan dengan hal-hal yang bersifat simbolik dan bagi remaja, hal-hal yang bersifat simbolik itu menunjukkan status sosial ekonomi yang lebih tinggi daripada teman-teman lain dalam kelompok, dan bahwa dia bergabung dengan kelompok dan merupakan anggota yang diterima kelompok karena penampilan atau perbuatan yang sama dengan anggota kelompok lainnya. Remaja merasa dirinya harus lebih banyak menyesuaikan diri dengan norma-norma kelompok sebaya ketimbang norma-norma orang dewasa atau lembaga, karena mereka ingin dianggap dewasa, bukan anak-anak lagi.

Gyaru dikenal memiliki gaya yang khas dalam cara berpakaian dan dandanan. Pada gyaru style, riasan mata adalah yang paling menonjol diantara yang lainnya. Kebanyakan, kegiatan yang sering dilakukan para gyaru adalah bersenang-senang dengan menikmati gaya hidupnya. Aliran gyaru menggabungkan tampilan gyaru asli dengan estetika kebersihan dan


(39)

28

kecenderungan untuk merk-merk mewah. Mereka juga menyukai mantel putih dan pakaian berwarna daripada hitam, berbeda dengan ganguro (kulit hitam).

Sebuah circle gal adalah sekelompok gadis yang bertemu dan mengadakan acara untuk mempromosikan gaya gyaru (gal), musik, dan menari para para. Ada dua jenis utama dari circle gal yaitu nago-cir (lingkaran kenyamanan) dan ive-cir (lingkaran event).

2.4.3 Kehidupan Kelompok Gyaru

Shibuya merupakan tempat anak muda berkumpul untuk melepaskan tekanan hidup sehari-hari. Di Shibuya, terdapat sebuah pusat perbelanjaan yang menjadi simbol dari gyaru (gals), yaitu 109 Shibuya. Fashion menjadi alat untuk melepaskan stress dan lari dari kepribadian mereka setelah sebelumnya mereka bekerja dan belajar dengan disiplin.

Penampilan remaja yang berkumpul dan hilir mudik di kawasan ini seperti ingin menunjukkan 'pemberontakan' mereka terhadap nilai-nilai budaya lama Jepang yang sangat normatif. Mereka berpakaian free style, rambut berwarna-warni, mengenakan beragam aksesoris yang begitu atraktif.

Walau dari luar gaya berbusana itu hanya dipandang sebagai gaya “tabrak-lari”, tetapi ada kreativitas liar yang terjadi disini. Para remaja Jepang yang seenaknya mengubah apa saja semau mereka untuk dijadikan sebagai alat mengekspresikan diri.

Kreativitas liar ini menjadi pengingkaran keseharian ketika mereka berada di bawah kekuasaan instansi pendidikan ataupun orang tua yang menuntut standar


(40)

29

tinggi, untuk sementara dialihkan dengan mengubah diri dari tampilan normal dan mencari makna baru.

Fashion di Jepang selalu menarik untuk dijadikan topik pembicaraan, karena fashion selalu bersifat dinamis merepresentasikan suatu zaman dan masyarakat yang hidup di masa tersebut. Fashion juga bisa merepresentasikan identitas seseorang; hal pertama yang dinilai oleh orang lain sebelum mengenal kita lebih jauh, mau tak mau, adalah gaya penampilan kita. Fashion dapat kita bedakan menjadi high fashion dan street fashion. High fashion pola penyebarannya dari atas ke bawah, atau dari desainer fashion profesional ke media lalu ke masyarakat; sedangkan street fashion justru kebalikannya, polanya dari bawah ke atas; artinya yang memperkenalkan idenya adalah orang awam (masyarakat), diangkat oleh media lalu disempurnakan idenya oleh desainer fashion profesional.

Dari zaman ke zaman para gyaru berevolusi dengan gaya busana yang ekstrim berbeda. Di tahun 1990-an gaya gyaru yang fenomenal adalah kogyaru yang inosen namun seksi dengan seragam sekolahnya, namun di tahun 2000-an gaya gyaru yang fenomenal justru gaya sebelumnya ganguro gals yang melabrak konsep cantik di masyarakat Jepang, sedangkan untuk saat ini gaya gyaru yang sedang trend adalah onee gyaru yang terkesan dewasa dan mempesona dengan keglamorannya. Ciri khas gaya Shibuya yang paling menonjol adalah riasan wajah dan tubuh mereka yang nyaris sempurna dari ujung rambut hingga ujung kaki, mereka tak segan menggunakan wig, bulu mata palsu, nail arts atau kuku palsu hias, dan alat kosmetik yang selalu lengkap di dalam tas mereka.


(41)

30

Salah satu hal yang tidak mungkin luput dari daftar kegemaran para gadis gyaru adalah menari para para. Pada dasarnya arti kata para para adalah berserakan yang hubungannya dengan tarian tersebut adalah serangkaian gerakan tangan yang mengikuti irama musik electro. Sedangkan kakinya hanya digerakkan ke samping, depan dan belakang sembari mengiringi irama musik. Gerakan tangan tersebut sangatlah bervariasi dan terkadang cukup rumit, sehingga bagi para gadis gyaru tidak ada hal yang lebih memalukan daripada gerakan tangan yang salah atau tidak sesuai irama musik (Klippensteen dalam. Oleh karena itu tidak sedikit gadis gyaru yang menghabiskan kurang lebih 3800 yen untuk membeli seperangkat video para para agar sewaktu mereka menari di klub malam, mereka akan merasa lebih percaya diri. Sedangkan gadis gyaru yang tidak mengikuti maupun menekuni trend para para, pada umumnya akan merasa rendah diri dan cenderung direndahkan oleh teman-teman gyarunya.

Berfoto juga merupakan salah satu aktivitas sehari-hari yang sangat digemari oleh para gadis gyaru dan juga remaja putri Jepang pada umumnya, karena teknologi dalam mengambil foto semakin lama semakin maju seiring dengan munculnya kamera digital, handphone berkamera, kamera polaroid dan juga kamera sekali pakai. Satu hal dalam berfoto yang sangat mendarah daging di kalangan remaja putri Jepang, khususnya para kogyaru dan gyaru yakni budaya purikura yang artinya foto berupa stiker yang dapat dibuat di mesin purikura dan awalnya mesin tersebut dinamakan Print Club.

Hampir disetiap pusat perbelanjaan, stasiun, dan game center pun terdapat mesin purikura dan banyak remaja putri yang berbondong-bondong berfoto di


(42)

31

sana. Remaja putri sangat menyukai purikura karena setelah berfoto, mereka dapat menambahkan berbagai macam gambar dan hiasan serta tulisan sesuka hati sehingga foto mereka tampak lebih lucu dan menarik. Kemudian, mereka akan mengumpulkan foto-foto purikura dan memasukkannya ke dalam album khusus. Tak lama setelah demam purikura melanda, banyak di antara mereka yang memiliki pasangan juga sering berfoto berdua dan foto bersama pasangan tersebut dijuluki rabupuri atau love print club.

Selain berfoto dan menari di klub malam, satu hal yang tidak hanya gadis ganguro yang menggemari namun hampir seluruh kaum wanita di dunia ini menggemarinya yaitu berbelanja, dan satu tempat dimana para gadis gyaru selalu menemukan barang yang dibutuhkannya yaitu di Shibuya 109 yang tentunya terletak di Shibuya, daerah berkumpulnya gadis gyaru.

2.4.4 Trend Terhadap Remaja Putri Menurut Teori Psikologis Penampilan merupakan hal yang sangat penting di kalangan remaja putri dan semua pertanyaan tentang bagaimana caranya berpenampilan maksimal, telah muncul sejak duduk di bangku Sekolah Menengah Pertama (SMP) dan terkadang mereka memiliki pandangan bahwa penampilan luar seseorang mendominasi kualitas keseluruhan orang tersebut. Penampilan seorang remaja putri juga dianggap lebih penting jika mereka berada di dalam lingkungan sosial maupun sekolah dibandingkan jika mereka berada di dalam suasana liburan dan istilah liburan tersebut memiliki maksud secara psikologis.

Kaum remaja putri juga memiliki kecenderungan untuk tidak bergantung pada orang tuanya dan merasa bahwa mereka telah menjadi manusia yang lebih


(43)

32

mandiri, oleh karena itu mereka sendirilah yang memilih pakaian apa yang akan mereka kenakan. Mereka tidak perlu lagi meminta bantuan orangtua dalam memilihkan pakaian, namun terkadang mereka masih bergantung pada orang tua dalam hal keuangan untuk membeli pakaian tersebut. Kaum remaja putri khususnya, juga beranggapan bahwa pakaian yang modis atau mengikuti trend dapat membantu mereka menghadapi lingkungan sosial dan segala perubahannya.

Manusia semasa tenggang usia remaja, khususnya remaja putri memiliki kecenderungan untuk berusaha mencari tahu siapakah diri mereka yang sesungguhnya, lalu di waktu yang sama mereka itu sangatlah kritis dan memiliki kepastian mengenai siapa saja yang akan mereka pilih untuk dijadikan teman. Oleh karena itu, sangatlah penting bagi mereka untuk berpenampilan sedemikian rupa agar dapat berteman dengan orang-orang tertentu yang mereka senangi. Suatu jenis pakaian atau trend mode seringkali dianggap sebagai salah satu sarana komunikasi diri sendiri dan juga salah satu ekspresi diri dan pembuktian diri terhadap orang lain.

Kemudian, semenjak semakin maraknya budaya Barat yang masuk ke Jepang, para remaja putri di Jepang juga semakin menjauh dari penampilan yang konservatif dan tradisional karena budaya Barat menunjukkan keterbukaan dan kebebasan dalam menunjukkan jati diri masing- masing individu, oleh karena itu remaja putri Jepang yang tentunya sedang mengalami pencarian jati diri akan dengan mudah terpengaruh oleh apa saja yang bagi mereka menarik atau populer.

Timbul tenggelamnya suatu trend tentunya membawa dampak-dampak psikologis terhadap kaum remaja, khususnya remaja putri yang memiliki


(44)

33

kecenderungan untuk mengikuti trend mode. Salah satu dampak buruk yang dapat menimpa kaum remaja putri jika mereka terlalu terpaku pada perputaran trend adalah mereka akan menjadi manusia yang konsumtif dan materialistis, karena banyak trend masa kini yang mengacu pada hal-hal yang berbau kepopuleran dan berharga mahal.

Oleh karena itu, kaum remaja menjadi lebih fanatik akan semua trend yang populer, apalagi yang harganya cenderung di atas rata-rata. Hal demikianlah yang menjadikan mereka manusia yang materialistis. Mereka menganggap bahwa memiliki barang yang sedang populer atau mengikuti trend mode terkini dapat meningkatkan kualitas hidup dan lebih membahagiakan mereka.

Kaum remaja putri yang terlalu mengandalkan hidup pada trend juga akan berakibat buruk pada perkembangan mental mereka, yakni akan mengakibatkan keinginan yang berlebihan untuk selalu meniru orang lain dan ketidakmampuan untuk menunjukkan selera maupun jalan pikiran diri sendiri. Bahkan dengan terlalu mengikuti satu trend, maka seseorang akan cenderung untuk tidak mempedulikan kepentingan diri sendiri dan akan menimbulkan perilaku yang menentang.

2.4.5 Psikologi Perilaku Remaja Pada Umumnya

Menurut Setiono dalam skripsi Anastasia (2007:26) masa remaja merupakan sebuah periode dalam kehidupan manusia yang batasannya usia maupun peranannya seringkali tidak terlalu jelas. Pubertas yang dahulu dianggap sebagai tanda awal keremajaan ternyata tidak lagi resmi sebagai patokan atau batasan untuk pengkategorian remaja sebab usia pubertas yang


(45)

34

dahulu terjadi pada akhir usia belasan (15-18) kini terjadi pada awal belasan bahkan sebelum usia 11 tahun namun tidak berarti ia sudah bisa dikatakan sebagai remaja dan sudah siap menghadapi dunia orang dewasa. Dalam perkembangannya seringkali mereka menjadi bingung karena kadang-kadang diperlakukan sebagai anak-anak tetapi di lain waktu mereka dituntut untuk bersikap mandiri dan dewasa.

Masa remaja adalah periode dimana seseorang mulai bertanya-tanya mengenai berbagai fenomena yang terjadi di lingkungan sekitarnya sebagai dasar bagi pembentukan nilai diri mereka. Turiel dalam Anastasia (2007:29) menyatakan bahwa para remaja mulai membuat penilaian tersendiri dalam menghadapi masalah-masalah populer yang berkenaan dengan lingkungan mereka. Remaja tidak lagi menerima hasil pemikiran yang kaku, sederhana, dan absolut yang diberikan pada mereka selama ini tanpa bantahan. Secara kritis, remaja akan lebih banyak melakukan pengamatan keluar dan membandingkannya dengan hal-hal yang selama ini diajarkan dan ditanamkan kepadanya. Baginya dunia menjadi lebih luas dan seringkali membingungkan, terutama jika ia terbiasa dibina dalam suatu lingkungan tertentu saja selama masa kanak-kanak.


(46)

35 BAB III

DAMPAK FENOMENA SOSIAL GYARU DALAM KEHIDUPAN REMAJA DI JEPANG

Di dalam skripsi Purba (2007:17) dijelaskan bahwa identitas diri adalah penghayatan yang berasal dari apa yang dipikirkan oleh individu mengenai siapa dirinya, adanya penentuan terhadap arah dan tujuan hidup, serta individu memiliki nilai-nilai yang diyakini, yang dapat dilihat berdasarkan komitmen yang dimiliki terhadap pekerjaan, seksualitas, dan idiologi; yang terbentuk dari pemikiran individu mengenai siapa dirinya dan harapan masyarakat terhadap dirinya.

Mengkomunikasikan identitas diri menggunakan fashion merupakan hal yang umum dilakukan oleh banyak orang. Dapat dilihat bagaimana fashion system mengkonstruksikan nilai-nilai budaya. Para remaja mengidentifikasikan budaya yang mereka anut melalui bagaimana cara mereka berpakaian. Fashion adalah sebuah sistem tanda (signs). Cara kita berpakaian merupakan sebuah tanda untuk menunjukan siapa diri kita dan nilai budaya apa yang kita anut.

Budaya yang banyak dikonsumsi oleh wanita khususnya remaja adalah fashion, karena gadis remaja pada usia 15-20 tahun cenderung masih dalam tahap pencarian identitas diri, menyukai tantangan dan hiburan. Fashion digunakan oleh remaja sebagai simbol untuk mengungkapkan identitas dirinya. Remaja Jepang selalu berbelanja, mereka menghabiskan banyak sekali pengeluaran pada pakaian dan make up. Fashion merupakan hal yang paling penting, karena mereka ingin menonjol supaya diperhatikan, dan sebagian ingin


(47)

36

memberontak melawan cara-cara formal dan tradisional dalam melakukan sesuatu hal di Jepang.

Sejauh yang kita ketahui, kehidupan anak-anak Jepang sejak kecil cenderung hanya terpaku pada sekolah juku (tempat les) dan rumah. Dan di sekolah kesempatan mereka untuk bergaul dengan anak laki-laki sangat sedikit. Mereka dituntut belajar mati-matian untuk ujian saringan masuk SMU dan universitas yang berkualitas. Oleh karena itulah para remaja merasa jenuh dan ingin mencari kehidupan diluar daripada itu seiring dengan berkembangnya budaya, dan munculnya fashion-fashion baru yang unik dan kawaii, menjadikan para remaja mulai mencari kesenangan dan membentuk hubungan sosial baru yang menyenangkan, dan mencoba hal-hal baru sebagai jalan pencarian identitas.

Dampak negatif yang dapat terjadi dari situasi ini adalah tidak jarang apabila gadis-gadis remaja tersebut kehilangan kesadaran akan tanggung jawab serta kewajibannya sebagai pelajar, terlibat dalam pergaulan bebas, bolos sekolah, atau terlibat dalam Enjokōsai sebagai jalan untuk mendapatkan kesenangan mereka. Sedangkan dampak positif yang dapat dilihat dari budaya tersebut adalah sebagai sarana pengekspresian diri para gadis remaja yang selama ini terbatas hanya pada sekolah dan rumah. Melalui fungsinya, fashion merupakan sesuatu yang penting untuk mengekspresikan diri sendiri, dan sebagai suatu simbol untuk menunjukkan identitas diri.

3.1 Dampak Fenomena Sosial Gyaru dalam Keluarga


(48)

37

yang telah mengubah sistem tradisi sosial, ekonomi, dan keluarga Jepang. Para ayah kehilangan pekerjaan akibat krisis ekonomi di berbagai perusahaan di Jepang menyebabkan para ibu mulai mencari pekerjaan part-time untuk mencari nafkah. Akibatnya tindak kriminal yang dilakukan oleh remaja di sekolah-sekolah mulai banyak bermunculan yang disebabkan oleh hilangnya perhatian dari orang tua yang bekerja. Para remaja mulai kehilangan identitas diri dan tujuannya belajar, akibatnya banyak diantara mereka yang turun ke masyarakat untuk bekerja dan mencari ideologi baru. Ideologi menurut kamus Besar Bahasa Indonesia (1996) adalah Kumpulan konsep bersistem yang dijadikan asas berpendapat, cara berpikir seseorang.

Menurut Purba dalam skripsinya (2007:25), rapuhnya hubungan komunikasi di dalam keluarga akibat orang tua yang bekerja, menyebabkan kurangnya perhatian terhadap kehidupan anak, sehingga para remaja yang mulai mencari identitas diri melalui interaksi sosial di luar rumah, bersenang-senang dengan masa remaja mereka dengan mencari pengalaman baru dan bekerja. Namun dengan minimnya ketrampilan dan pendidikan yang dimiliki oleh gyaru mereka akhirnya melakukan Enjokōsai yang dapat dengan mudah menghasilkan banyak uang tanpa perlu mengorbankan waktu, pikiran dan tenaga.

Ketika orang tua menyediakan dukungan emosional dan kebebasan bagi anak untuk menjelajahi lingkungannya, maka anak akan berkembang dengan memiliki pemahaman yang sehat mengenai siapa dirinya. Hal ini juga terjadi pada remaja dalam pencarian identitas yang sedang dilakukannya. Pembentukan identitas remaja akan berkembang dengan semakin baik ketika remaja memiliki keluarga yang memberikan “rasa aman” dimana anak diijinkan untuk dapat


(49)

38

melihat ke dunia luar yang lebih luas. Kelekatan anak dengan orang tua, pemberian kebebasan kepada anak untuk menyampaikan setiap pendapat yang ingin diberikan, dukungan dan kehangatan dari orang tua, serta adanya komunikasi yang terbuka antara orang tua dan remaja akan mempengaruhi pembentukan identitas diri remaja.

3.2 Dampak Fenomena Sosial Gyaru dalam Lingkungan Sekolah Dalam skripsi Anastasia (2007:31-32) dijelaskan bahwa kelompok gyaru juga ada dibentuk geng oleh ketua dan anggotanya sebagai pengikut. Ada beberapa peraturan yang harus dipatuhi untuk menjadi salah satu anggota geng tersebut dan salah satunya adalah untuk berpenampilan sesuai dengan ketentuan geng, seperti pada geng gadis ganguro. Mereka harus mengubah penampilan mereka menjadi ganguro yang tentunya merupakan salah satu norma kelompok yang telah dicanangkan oleh perkumpulan tersebut, disertai dengan norma-norma kelompok lainnya yang ditentukan dalam kelompok tersebut. Norma-norma tersebut tentunya tidak sama dengan kelompok yang lain karena merupakan kreasi kelompok, dimana terkesan kurang menyenangkan dan agak kaku. Mereka ingin menunjukkan ciri khas “pemberani” dan “menantang”, sehingga kelompok-kelompok semacam ini berlomba- lomba menciptakan kebiasaan-kebiasaan yang unik sesuai dengan minat masing-masing kelompok dan berlawanan dengan norma sosial di Jepang pada umumnya.

Sebagai seorang ketua geng, mau tidak mau seorang ketua harus memprioritaskan penampilan dan juga aktivitas yang berhubungan dengan dunia ganguro sebagai rutinitas kesehariannya. Jika dia tidak memenuhi


(50)

39

kewajibannya sebagai seorang pimpinan, maka para anggota akan memandang sebelah mata terhadap dirinya dan tentunya nama baik kelompok di mata para pengikut ganguro akan meredup. Biasanya untuk dapat masuk ke dalam perkumpulan yang popular, seorang gadis rela menghabiskan begitu banyak uang untuk membuat penampilannya sebaik mungkin agar dapat diterima dalam perkumpulan tersebut. Mereka merasakan kebosanan dan kehambaran di rumahnya sendiri dan hendak mencari suasana baru dan teman-teman yang membuat dia merasa penting dan dibutuhkan dan ingin mencari jati diri yang sesungguhnya dengan menjadi seorang pengikut ganguro.

Berada di lingkungan teman-temannya memberikan ketenangan batin tersendiri baginya. kurang merasa betah berada di rumah, apalagi dikarenakan berbagai macam peraturan dan larangan yang digalakkan di rumahnya. Oleh karena itu, dengan berkumpul bersama teman-teman gengnya, dapat dengan bebas berbuat sesukanya dan tidak perlu membatasi dirinya, selama hal itu tidak melanggar norma-norma kelompok yang berlaku. Karenanya, haruslah senantiasa menjadikan norma-norma kelompok dan kesetiakawanan sebagai kepentingan utama dalam kehidupan sehari-harinya, agar dia tidak dikucilkan oleh teman-temannya tersebut. Mereka menganggap bahwa keberadaannya maupun keterikatannya dengan suatu kelompok akan membuat dia lebih percaya diri dan berharap agar orang- orang di sekitarnya memandang dia sebagai seseorang yang pandai bergaul dan memiliki banyak teman. Jalan pikiran yang seperti ini disebabkan karena dia ingin dianggap dewasa dan tidak ingin lagi terlalu didikte maupun diatur oleh keluarganya. Akan tetapi, anggota yang tidak dapat memenuhi kebutuhan untuk berpenampilan maksimal selayaknya seorang gadis


(51)

40

ganguro, maka tidak mungkin baginya untuk mendapat rasa hormat dari para anggota geng. Perilaku semacam ini dapat merusak moral dan kepribadian. Sebagai seorang gadis remaja yang mudah tergoda oleh banyak pengaruh negatif di sekitarnya, terutama budaya kepopuleran dan trend.

Timbul tenggelamnya suatu trend tentunya membawa dampak-dampak psikologis terhadap kaum remaja, khususnya remaja putri yang memiliki kecenderungan untuk mengikuti trend mode. Kebanyakan dari dampak-dampak tersebut cenderung bersifat negatif dan dapat merusak mental kaum remaja yang sedang dalam masa pertumbuhan baik fisik maupun pertumbuhan psikologis. Salah satu dampak buruk yang dapat menimpa kaum remaja putri jika mereka terlalu terpaku pada perputaran trend adalah mereka akan menjadi manusia yang konsumtif dan materialistis, karena banyak trend masa kini yang mengacu pada hal-hal yang berbau kepopuleran dan berharga mahal. Oleh karena itu, kaum remaja menjadi lebih fanatik akan semua trend yang populer, apalagi yang harganya cenderung di atas rata-rata.

Seorang gadis remaja yang malu memperlihatkan jati diri sesungguhnya dan merasa bahwa jati diri ganguro-nya membuat dia lebih populer dan lebih diterima oleh teman-temannya, pada akhirnya berusaha keras menutupi kepribadian maupun penampilan fisik yang sesungguhnya dengan dandanan ganguro. Dia tidak yakin bahwa dia akan memiliki teman sebanyak yang dia miliki sekarang, jika dia hanya berpenampilan biasa-biasa saja selayaknya remaja Jepang normal pada umumnya.

Rasa malu terhadap wajah dan jati diri yang sesungguhnya itu tentu saja diakibatkan oleh lingkungan sekitarnya yang dapat berupa teman-temannya,


(52)

41

orang tua, sekolah, dan sebagainya. Mungkin saja orang-orang di sekitarnya pernah atau bahkan seringkali mengkritik dan mencela penampilan, wajah, maupun perilaku yang sesungguhnya sebelum dia menjadi seorang ganguro yang telah berubah total.

Mereka merupakan kaum remaja yang diliputi dengan rasa tidak puas dengan segala sesuatu yang datar dan seragam. Oleh karena itu terciptalah berbagai macam trend mode yang unik untuk menunjukkan emosi dan minat mereka yang sesungguhnya secara jasmaniah dalam bentuk pakaian dan dandanan, seperti halnya ganguro maupun yamanba. Hal ini sesuai dengan pernyataan Turiel dalam Anastasia (2007:43-44) mengenai psikologis perilaku remaja, yaitu:

Remaja tidak lagi menerima hasil pemikiran yang kaku, sederhana, dan absolut yang diberikan pada mereka selama ini tanpa bantahan. Secara kritis, remaja akan lebih banyak melakukan pengamatan keluar dan membandingkannya dengan hal-hal yang selama ini diajarkan dan ditanamkan kepadanya. Baginya dunia menjadi lebih luas dan seringkali membingungkan, terutama jika ia terbiasa dididik dalam suatu lingkungan tertentu saja selama masa kanak-kanak.

Para gadis yamanba yang memiliki penampilan ekstrim, juga menunjukkan bahwa awalnya mereka memang merupakan gadis-gadis remaja yang berani mencoba hal-hal baru dan tidak malu untuk bereksperimen dengan penampilan mereka, diikuti juga dengan tutur sapa serta gaya bicara mereka yang berbeda dengan ciri-ciri gadis remaja Jepang biasa. Para gadis yamanba pada dasarnya memiliki jiwa petualang yang menggemari hal-hal unik dan berani, bahkan dapat mengundang kritik pedas maupun kontroversi. Akan tetapi, jika


(53)

42

penampilan mereka mengundang kontroversi dan kritik pedas dari orang-orang awam di sekitar mereka, mereka malah merasa semakin percaya diri karena mereka menganggap kritik dan komentar tersebut sebagai bentuk bahwa ada yang memperhatikan mereka, jadi mereka secara tidak langsung telah berhasil mewujudkan keinginan untuk menarik perhatian orang lain. Sesungguhnya keberanian kaum remaja dalam bereksperimen dan mencoba hal-hal baru merupakan hal yang positif dan patut dikembangkan, selama hal itu tidak merusak moral dan hidup mereka.

Interaksi dengan teman sebaya merupakan hal yang sangat penting di usia remaja yang dapat menolong remaja dalam memberikan gambaran mengenai pilihan-pilihan yang ada dan nilai-nilai yang dapat dimiliki oleh remaja yang akan membentuk identitas diri remaja tersebut (Berk, 2007). Interaksi dengan teman sebaya dapat mempengaruhi pandangan remaja mengenai hubungan dengan orang lain, seperti, apa nilai yang diyakini ketika bersahabat dengan orang lain dan ketika akan memilih pasangan hidup nantinya. Selain itu, teman sebaya juga dapat mempengaruhi remaja dalam hal pencarian informasi mengenai karir dan juga mempengaruhi keputusan remaja dalam memilih karir.

Menurut Papalia dalam Purba (2007:25), interaksi dengan teman sebaya merupakan sumber dari adanya rasa kasih sayang, simpati dan saling memahami bagi remaja. Melalui interaksi dengan teman sebaya remaja dapat mempelajari hal-hal yang berkaitan dengan moral, yaitu pengetahuan mengenai apa yang benar dan salah serta mempelajari nilai-nilai yang berkaitan dengan politik dan agama, seperti adanya keinginan untuk memperhatikan kesejahteraan dalam kehidupan masyarakat, serta memilih keyakinan yang tepat bagi dirinya.


(54)

43

Sekolah dan komunitas yang menawarkan kesempatan yang luas dan beragam dalam hal pencarian yang dilakukan oleh remaja juga mendukung perkembangan identitas. Sekolah dapat membantu remaja dalam penyediaan kelas yang memiliki tingkat pemikiran yang tinggi, kegiatan ekstrakulikuler yang membuat remaja memiliki tanggung jawab dalam peran yang diambilnya, tersedianya guru atau konselor yang dapat mengarahkan remaja pada pemilihan akan bidang-bidang yang diminatinya, seperti jurusan yang ingin diambilnya nantinya, serta tersedianya program-program pembelajaran yang dapat menjadi suatu sarana dimana remaja dapat memperoleh gambaran mengenai dunia pekerjaan yang sesungguhnya ketika remaja berada pada usia dewasa nantinya.

3.3 Dampak Fenomena Sosial Gyaru Dalam Masyarakat

Dalam proses pembentukan identitas diri dan identifikasi diri, lingkungan merupakan faktor yang memiliki pengaruh besar. Fashion menyuarakan berlakunya ideologi dalam masyarakat, dan para remaja melihat tuntutan identitas individual di dalam kelompok adalah lebih penting dan lebih berarti dibanding identitas kelompok itu sendiri yang dulunya menjadi kunci konsep dalam kebudayaan Jepang. Para remaja terus mencari identitas dan komunitas dimana mereka merasa diterima. Dengan bersandar pada fashion, para remaja kemudian membentuk sub kebudayaan wanita muda yang dibentuk oleh para gadis remaja di Jepang yang disebut gyaru. Image ini pertama kalinya mulai muncul di Jepang pada pertengahan tahun 1999 bersamaan dengan fashion jalanan yang nyata di Jepang yang mulai merangkak naik pada pertengahan tahun 1990an.


(55)

44

Demikianlah gyaru mengenalkan fashion yang berupa rok mini yang merupakan pakaian seragam mereka dan kaos kaki longgar berwarna putih setinggi lutut (loose sock) yang dikenal sebagai gyaru Fashion. Jadi dapat dikatakan gyaru hanyalah berupa ideologi fashion. Suatu ideologi yang menciptakan identitas sub budaya dan memperkenalkan trend fashion gadis sekolahan beserta gaya hidupnya yang konsumtif.

Gyaru adalah gadis remaja SMU yang modis, materialistik dan konsumeris. Melalui kehidupan mereka yang materialistik, kemudian mereka dikenal sebagai salah satu konsumer fashion terbesar di Jepang, namun tidak semua gyaru berasal dari keluarga menengah ke atas (parasit single) apalagi untuk membiayai gaya hidup konsumerisme mereka yang tinggi. Oleh karena itu, dengan bekal pendidikan dan keterampilan yang tidak mencukupi dalam taraf siswa SMU seperti mereka, akhirnya mereka mengambil jalan dengan bekerja paruh waktu (freeter). Namun motivasi sesungguhnya gyaru bekerja bukanlah untuk mendapatkan uang dan membeli barang-barang bermerk. Mereka ingin menunjukkan identitas diri yang sesungguhnya di dalam masyarakat, ingin dikenal dan diakui sebagai salah satu cabang budaya remaja Jepang modern melalui fashion dan barang-barang bermerk tersebut. Untuk itulah mereka meletakkan fashion sebagai tujuan dasar dan alasan untuk bekerja. Sementara itu fashion terus mengalami perubahan dan berkembang, begitu pula halnya dengan gyaru yang terus menerus mengkonsumsi fashion demi mempertahankan prestisenya (gengsi).

Menurut Deni (2006:39), pekerjaan melayani yang paling banyak digemari oleh gyaru adalah sebagai salesgirl di toko Burasera di Shibuya 109.


(56)

45

Burasera merupakan toko yang menjual berbagai jenis model pakaian dalam wanita yang kawaii, selain itu dijual pakaian tidur, sailorfuku dan baju renang. Pekerjaan salesgirl bersifat freeter dan gajinya rendah karena tidak memerlukan ketrampilan khusus. Tugas salesgirl disini adalah sebagai kasir dan model video pakaian, desainer untuk menciptakan trend-trend baru, yang biasanya tidak berpendidikan tinggi dan bukan berasal dari keluarga yang mampu.

Dikatakan bahwa tidak mudah untuk mendapat pekerjaan sebagai salesgirl di daerah tersebut. Karena sebelumnya harus berteman dengan para salesgirl dan menunggu panggilan mereka untuk pekerjaan yang tersedia, namun daftar antriannya sangat panjang. Di Shibuya 109, salesgirl memiliki pengaruh besar dalam mengatur perkembangan trend-trend fashion, karena memiliki kecendrungan bahwa para remaja tersebut akan mengikuti mode yang dikenakannya. Mereka tidak hanya menjual pakaian tetapi juga membeli pakaian untuk mencari desain baru sebagai label toko mereka. Mereka menjadi orang pertama yang mengetahui selera para remaja, karena mereka berkomunikasi setiap hari dengan para konsumer remaja. Salesgirl menjadikan diri mereka sebagai icon, menciptakan website sendiri dan memberi nasihat kepada para pengikut mereka tentang bagaimana cara mengkoordinir fashion terbaru.

Penghasilan yang diterima dari bekerja melayani sebagai sales dan kasir tersebut hanya berkisar diantara 800-1000 yen per jam. Dan jumlah ini sangat tidak memungkinkan untuk membiayai gaya hidup gyaru yang rata-rata mengkonsumsi fashion seharga 100.000 yen perbulan. Dan salah satu jalan yang dapat mereka lakukan adalah bekerja dalam bidang melayani seperti Enjokōsai dengan memanfaatkan pria-pria tua yang berpenghasilan besar.


(57)

46

Meskipun Enjokōsai memberikan banyak dampak buruk bagi masyarakat Jepang dan ditentang oleh banyak orang, namun menurut gyaru ia memberikan dampak positif yang hanya bisa dirasakan oleh para gyaru sendiri. Dengan belajar melalui pengalaman adalah lebih menyenangkan dan berharga karena lebih realitas. Untuk memahami suatu masyarakat, para peneliti harus terjun sendiri ke lapangan dan mengadakan penelitian terhadap mereka.

Banyak gadis yang tidak ingin disebut sebagai gyaru/kogyaru karena mereka belum sepenuhnya menjadi gyaru, selama masyarakat Jepang belum benar-benar menerima gyaru, mereka merasa malu dan takut akan kritikan masyarakat bila mereka menjadi seorang gyaru. Oleh karena beberapa media mengasumsikan bahwa gyaru adalah sosok yang selalu terlibat dalam pelacuran, penjualan obat terlarang, dan kasus kenakalan remaja yang banyak terdapat di sekolah, dimana mereka kemudian menggunakan keuntungan tersebut untuk mengkonsumsi barang-barang mahal seperti tas Gucci, mengunjungi salon-salon kecantikan, dan membayar tagihan ponsel mereka yang dikemukakan Whitehead dalam Deni (2006:41).

Meskipun demikian mereka sebenarnya tidak menyangkal bahwa mereka adalah gyaru oleh karena itulah mereka mengenakan fashion gyaru dan membiarkan orang-orang berpikir bahwa mereka adalah gyaru, hanya saja mereka tidak ingin dipanggil atau disebut sebagai gyaru/kogyaru secara langsung. Dapat dikatakan bahwa gyaru fashion tersebut adalah seksi, yang kemudian media menciptakan image gadis remaja dengan gyaru fashion sebagai objek seks.


(58)

47 BAB IV

KESIMPULAN DAN SARAN

4.1 Kesimpulan

Mengkomunikasikan identitas diri menggunakan fashion merupakan hal yang umum dilakukan oleh banyak orang. Dapat dilihat bagaimana fashion system mengkonstruksikan nilai-nilai budaya. Para remaja mengidentifikasikan budaya yang mereka anut melalui bagaimana cara mereka berpakaian. Budaya yang banyak dikonsumsi oleh wanita khususnya remaja adalah fashion, karena gadis remaja pada usia 15-20 tahun cenderung masih dalam tahap pencarian identitas diri, menyukai tantangan dan hiburan.

Gyaru(ギャル)adalah kata serapan dalam bahasa jepang untuk gal, slang untuk girl (gadis, anak peempuan) dalam bahasa inggris. Istilah gyaru di pakai untuk gadis-gadis muda berusia 15 hingga 20 tahunan yang fashionable. Jenis-Jenis Gyaru terbagi dua yaitu gyaru hitam yang biasa disebut dengan Ganguro dan gyaru putih yang disebut dengan ganjiro. Gyaru hitam adalah keturunan dari kogyaru (コギャル) atau anak Ciri khas busana kogyaru adalah rok mini, kaus kaki panjang dan longgar loose socks, dan rias wajah顔 黒). Arti ganguro adalah gan gan kuroi (ガ ン ガ ン 黒 い ) yang berarti sangat hitam, tapi bisa juga diartikan wajah hitam (gan, wajah; kuro, hitam). Rias wajah ganguro didapat dari atau kulit wajah yang sudah gelap setelah pergi ke tanning salon. Ganguro dibagi


(1)

58 c. Banba

Sumber: http://gyaru-agency-imvu.blogspot.com/2014/07/jenis-jenis-gyaru.html

d. Baika / Bozosoku


(2)

59

e.Gonguro

Sumber: http://gyaru-agency-imvu.blogspot.com/2014/07/jenis-jenis-gyaru.html


(3)

60

Sumber: http://gyaru-agency-imvu.blogspot.com/2014/07/jenis-jenis-gyaru.html

g. Manba

Sumber: http://gyaru-agency-imvu.blogspot.com/2014/07/jenis-jenis-gyaru.html


(4)

61

Sumber: http://gyaru-agency-imvu.blogspot.com/2014/07/jenis-jenis-gyaru.html

2. Ganjiro

a.

Hime-Gyaru

Sumber:

http://gyaru-agency-imvu.blogspot.com/2014/07/jenis-jenis-gyaru.html


(5)

62

Sumber:

http://gyaru-agency-imvu.blogspot.com/2014/07/jenis-jenis-gyaru.html


(6)

63