Kebudayaan Origami Dalam Kehidupan Masyarakat Jepang

(1)

KEBUDAYAAN ORIGAMI DALAM KEHIDUPAN MASYARAKAT JEPANG

NIHON SHAKAI NO SEIKATSU NI OKERU ORIGAMI NO BUNKA

SKRIPSI

Skripsi ini diajukan kepada Panitia Ujian Fakultas Sastra Universitas Sumatera Utara untuk melengkapi salah satu persyaratan mengikuti ujian Sarjana dalam bidang Ilmu

Sastra Jepang

Oleh:

OKKY KHAIRENI

NIM: 060708045

DEPARTEMEN SASTRA JEPANG FAKULTAS SASTRA

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA MEDAN


(2)

KEBUDAYAAN ORIGAMI DALAM KEHIDUPAN MASYARAKAT JEPANG

NIHON SHAKAI NO SEIKATSU NI OKERU ORIGAMI NO BUNKA

SKRIPSI

Skripsi ini diajukan kepada Panitia Ujian Fakultas Sastra Universitas Sumatera Utara untuk melengkapi salah satu persyaratan mengikuti ujian Sarjana dalam bidang Ilmu

Sastra Jepang Oleh:

OKKY KHAIRENI NIM: 060708045

Pembimbing I Pembimbing II

Drs.H. Yuddi Adrian Muliadi,M.A

NIP: 19600827 1991 03 1 004 NIP: 19580704 1984 12 1 001 Prof. Drs. Hamzon Situmorang, M.S.Ph.D

DEPARTEMEN SASTRA JEPANG FAKULTAS SASTRA

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA MEDAN


(3)

KATA PENGANTAR

Alhamdulillah puji dan syukur penulis panjatkan ke hadirat ALLAH SWT karena atas rahmat dan hidayahnya penulis diberi kekuatan, kelancaran dan kesehatan sehingga akhirnya penulis berhasil menyelesaikan skripsi ini yang berjudul “ Kebudayaan Origami dalam Kehidupan Masyarakat Jepang”. Serta salawat dan salam kepada junjungan Nabi Muhammad SAW yang telah membawa kita dari alam kebodohan ke alam ilmu pengetahuan.

Dalam pelaksanaan penyelesaian skripsi ini, penulis banyak menerima bantuan dan bimbingan moril dan materil dari berbagai pihak. Untuk itu, pada kesempatan ini, penulis ingin menyampaikan terima kasih yang tulus, penghargaan serta penghormatan kepada pihak-pihak yang telah membantu penulis menyelesaikan studi dan skripsi ini, antara lain kepada:

1. Bapak Dr. Drs. Syahron Lubis, M.A, selaku Dekan Fakultas Sastra Universitas Sumatera Utara.

2. Bapak Prof. Drs. Hamzon Situmorang, M.S, Ph.D, selaku Ketua Departemen Sastra Jepang Fakultas Sastra Universitas Sumatera Utara yang juga sebagai Dosen Pembimbing II yang telah meluangkan waktu dan pemikirannya untuk membimbing penulis dalam penulisan skripsi ini hingga selesai.

3. Bapak Drs. H. Yuddi Adrian Muliadi, M.A, selaku Dosen Pembimbing I yang dalam kesibukkannya sebagai pengajar telah menyediakan banyak waktu, pikiran dan tenaga dalam membimbing, mengarahkan penulis dalam penulisan skripsi ini serta memeriksa skripsi ini.

4. Dosen Penguji UjianSkripsi yang telah menyediakan waktu untuk membaca dan menguji skripsi ini. Terima kasih juga penulis ucapkan kepada semua Dosen Pengajar


(4)

banyak ilmu kepada penulis sehingga penulis dapat menyelesaikan perkuliahan dengan baik.

5. Terima kasih yang tiada kira untuk kedua orangtuaku tercinta, ayah (Ir.H. Nurmansyah) dan ibu (Hj. Isti Apriani) atas kasih sayang, doa, dan nasihatnya selama penulis hidup di dunia ini. Serta dukungan (moril dan spritituil) hingga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini walaupun banyak halangan menghadang, keduanya tetap sabar memberikan dukungan untuk penulis. Penulis menyadari bahwa tidak akan mampu membalas kebaikan ayah-ibu semua itu. Oleh karena itu, semoga ALLAH SWT memberikan keselamatan dunia dan akhirat untuk keduanya. Dan juga semoga skripsi ini dapat menjadi salah satu hadiah yang indah untuk kalian berdua. Skripsi ini spesial ditujukan untuk ayah-ibu.

6. Kedua kakakku, Maya Khairani dan Devi Khairina (yang sering kali mengusili adiknya ini), dek Rina Maisyarah yang sudah mendoakan, menghibur dan memberikan motivasi disaat penulis kehilangan semangat selama menyelesaikan skripsi ini yang sangat berarti bagi penulis. Semoga kita tetap kompak dan akur selamanya.

7. Kedua teman sebungsuku, Zulvi dan Fadiah, dan teman-teman sepermainan dan seperjuanganku Hary, Teddy, Andar, Irwan, Rizal, Vana, Musfa dan Suci yang sudah menemani hari-hariku selama kuliah sehingga hidupku menjadi lebih berwarna. Serta menghibur dan memberikan masukan di saat penulis merasa ‘heng’. Semoga ALLAH SWT membalas kebaikan kalian semua.

8. Teman-temin angkatan 2006 yang “luar biasa”. Senang bisa mengenal kalian semua. Untuk kak Inong dan Siska, terima kasih info-infonya.

9. Keluarga besarku di Medan, Aceh, Jakarta, Bandung, Yogyakarta, Surabaya dan dimana pun berada yang telah mendoakan penulis. Untuk dek Aya yang sudah


(5)

mendoakan, memberi dorongan dan masukan, dan mendengarkan curhatan penulis walaupun adakalanya mengganggu penulis dengan ‘ajakan’nya.

10.Seluruh pihak yang tidak dapat penulis sebutkan satu persatu. Semoga ALLAH SWT memberikan balasan untuk kalian semua.

Penulis menyadari bahwa tidak ada yang sempurna dalam hidup ini, termasuk juga dalam penulisan skripsi ini yang masih jauh dari kesempurnaan karena keterbatasan kemampuan dan pengetahuan penulis. Oleh karena itu, penulis mengharapkan kritik dan saran yang membangun untuk melengkapi serta menyempurnakan skripsi ini. Dan semoga skripsi ini dapat berguna dan bermanfaat bagi penulis sendiri serta para pembaca.

Medan, 2010 Penulis


(6)

DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR………. i

DAFTAR ISI……… iv

BAB I PENDAHULUAN 1.1Latar Belakang Masalah……… 1

1.2Perumusan Masalah………... 4

1.3Ruang Lingkup Pembahasan………6

1.4Tinjauan Pustaka dan Kerangka Teori……….. 6

1.5Tujuan dan Manfaat Penelitian………... 9

1.6Metode Penelitian………. 10

BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG ORIGAMI 2.1Sejarah Origami……… 12

2.2Origata (Melipat Kertas Hias)……….. 16

2.3Jenis-jenis Origami………... 18

2.4Bahan dan Alat untuk Membuat Origami……… 21

BAB III ORIGAMI DALAM KEHIDUPAN MASYARAKAT JEPANG 3.1Fungsi Seni……… 24

3.2Fungsi Pendidikan……… 29

3.3Fungsi Religi/Kepercayaan……… 34

BAB IV KESIMPULAN DAN SARAN 4.1 Kesimpulan……… 39

4.2 Saran………. 42 DAFTAR PUSTAKA

LAMPIRAN ABSTRAK


(7)

日本社会の生活における折り紙の文化

折り紙 は人々によってしられている日本の文化の一つである。つまり、日本の

社会だけではなく、外国人のぜん社会にもしられている。子どもでもおとなでもしるわ

けである。折り紙の言葉は「折りと紙」から由来してきた。

折り紙の歴史は人紙を生産したことから始めた。平安時代から、折り紙 は折り

の紙 の上に置

かれた神のためのていきょうあるいはすうはい式のときのさけのびんの

おういとしてあった。そのときは折り紙 はオリモノ、オリスイ、あるいはオリガタの

じゅつご

プレゼントをあげるばあいは包まなかったら、 礼儀ではないといういけんがあ

った。だから、オリガタのほうほうに折った紙にプレゼントを包んだほうが礼儀を表す

ということである。その活どうはいいたいどうとせい式を強調する文化の一つと。連絡

になった。オリガタは折り紙のはったつの由来であった。1880としに、紙を折る美術は

折り紙をしられ始めた。折り紙の言葉はオリモノ、オリスイ、あるいはオリガタの 術 語 にしられていた。

術 語

じゅつご

折り紙 はニつモテルのしゅるいによってわけられる。つまり、伝統的なモデル

と本来的なモデルである。伝統的なモデルは初じめてデサインした人がしらなくて、ポ

ピュラーなモデルである。本来的なモデルは のかわりとなった。

現 代

げんだい

折り紙をするのに

なそう作がペーパ. フオルダーの作品

である。彼らのちょ品けんとして名前がかかれていた。

使

つか

うざい りょうは一まいの紙である。折り紙 は折りやすくな

るように、紙のとくちょうはうすいが、強い。折り紙をするのに

つか

日本では折り紙の文化は日本の社会の生活に機能を

使 う一ぱん的な紙のし

ゅるいはカミ、ワシ、コピーの紙である。

っている。美術の面でも、

きょういくの面でも、信ようの面でもある。折り紙 は

じ ぶ ん

自分の目的を持

美術と日本の文化にはワビ-サビのしたがきに表しているゼンによってえいきょ

うされている。そのワビ-サビのとくちょうと折り紙の美術の機能に

っている。

たい

してかんけいし


(8)

1. フキンセイ : 折り紙 はゆうりょくな美術である。つまり、日本みん ぞくだけではなく、ほかのみんぞくもたのしんでいる。

2. カ ンソ : 折り紙 はとても単じゅんな美術のことである。

3. ココウ : 折り紙をするとき、作品しているモデルはさい初の目的

にあっていることである。

4. シゼン : 作品している折り紙のモデルはしゅういのしぜん

にある一ぱん的なモデルのことである。

5. ユウゲン : 折り紙 はたのしい美術のことである。

6. ダツゾク : かく人は折り紙をするとき、アイディアがふえられてい

ることである。

7. セイジャク : 折り紙をするとき、しずかなじょうきょうがいっている。

きょういく機能には折り紙の文化は子どもにとってりえきとようせいのかちがあ

たえられている。たとえば:

1. 子どもはまね方を勉強していることである。

2. 子どもはそうぞう力を勉強していることである。

3. 子どもはイマジネーシヨ ンを勉強していることである。

4. 子どもは美術そう作を勉強していることである。

5. 子どもはしょうさんのし方を勉強していることである。

6. 子どもはモデルを作品するのを勉強していることである。

7. 子どもは自分

じ ぶ ん

8. 子どもはスケッチをよむのを勉強していることである。

のおもちゃを作品するのを勉強していることである。

9. 子どもは自分

じ ぶ ん

10.子どもはひかく的なことを勉強していて、すうがくを

のもんだいをこたえるのを勉強していることである。

かんが

折り紙の信よう機能は「つる」のモデルにある。だれかがつるを折る人はようせい

がみたされる。日本の伝せつにも、1000つるを折ることができる人は希望がみたされる

と信ようされている。

えていることで


(9)

BAB I PENDAHULUAN 1.1Latar Belakang

Jepang adalah sebuah bangsa yang menyimpan keunikan pada hal kebudayaan. Kebudayaan Jepang dipengaruhi oleh karakteristik geografis negaranya serta mempunyai pengaruh timbal-balik dengan karakteristik rakyatnya. Bangsa Jepang umumnya dikenal sebagai bangsa yang mampu mengambil dan menarik manfaat dari hasil budi daya bangsa lain, tanpa mengorbankan kepribadiannya sendiri.

Menurut Suryohadiprojo (1982:192-193), rakyat Jepang pada dasarnya konservatif yaitu suatu bangsa yang berusaha memelihara dan meneruskan nilai-nilainya sendiri. Tetapi di lain pihak, sifat rakyat Jepang menunjukkan naluri yang amat kuat untuk menjamin kelangsungan hidupnya. Karena itu ia didorong untuk menerima atau bahkan mengambil hal-hal baru dari luar, jika hal-hal itu dirasakan bermanfaat untuk menjamin kelangsungan hidupnya.

Jepang sejak permulaan sejarahnya memperoleh banyak pengaruh budaya Cina (baik secara langsung), maupun melalui Korea. Oleh karena itu, tidak heran apabila hingga saat ini pun Jepang masih merasa dekat dengan Cina. Jepang memperoleh pengaruh budaya yang kuat dari Cina ketika Cina dianggap sebagai bangsa dan negara termaju di dunia sehingga Jepang telah mengkombinasikan pengembangannya sendiri dengan memasukkan hasil-hasilnya dari luar. Yang hasilnya pun turut meningkatkan kebudayaan Jepang.

Jepang dikenal sebagai bangsa yang homogen, homogen di bidang bahasa dan kebudayaannya. Artinya bahwa cara hidup masyarakat di Utara tidak begitu berbeda dengan masyarakat di Selatan, walaupun tantangan alam di Selatan Jepang berbeda


(10)

Menurut Koentjaraningrat dalam Takari,dkk (2008:5), konsep tentang kebudayaan itu adalah keseluruhan sistem gagasan, tindakan, dan hasil karya manusia dalam rangka kehidupan masyarakat yang dijadikan milik manusia dengan belajar. Kata kebudayaan berasal dari bahasa Sansekerta buddayah, yaitu bentuk jamak dari kata buddhi yang berarti budi atau akal. Dengan demikian, kebudayaan dapat diartikan sebagai hal-hal yang berkaitan dengan akal. Oleh karena itu, budaya selalu dibedakan dengan kebudayaan.

Pendapat lain mengatakan, budaya adalah sesuatu yang semiotik, tidak kentara atau bersifat laten. Sedangkan kebudayan adalah sesuatu yang konkret. Menurut Ienaga Saburo dalam Situmorang (2006:2-3) membedakan pengertian kebudayaan dalam arti luas dan dalam arti sempit.

Dalam arti luas, kebudayaan adalah seluruh cara hidup manusia (ningen no seikatsu no itonami kata). Ienaga menjelaskan bahwa kebudayaan adalah keseluruhan hal yang bukan alamiah. Sedangkan kebudayaan dalam arti sempit adalah terdiri dari ilmu pengetahuan, sistem kepercayaan dan seni.

Oleh karena itu, Ienaga mengatakan kebudayaan dalam arti luas adalah segala sesuatu yang bersifat konkret yang diolah manusia untuk memenuhi kebutuhannya. Sedangkan kebudayaan dalam arti sempit adalah sama dengan budaya yang berisikan sesuatu yang tidak kentara atau yang bersifat semiotik.

Maka dari itu, contoh budaya Jepang adalah budaya rasa malu, budaya kelompok, budaya nenkoujoretsu (senioritas), dan sebagainya. Sedangkan contoh kebudayaan Jepang adalah chanoyu, ikebana, pakaian kimono, origami, dan sebagainya, menurut Situmorang (2006:2).

Origami adalah seni melipat kertas dari bentuk segi empat menjadi berbagai objek yang ornamental. Seni origami ini bervariasi, mulai dari mainan anak-anak yang relatif mudah dan sederhana hingga bentuk yang sangat kompleks. Di Jepang, bentuk-bentuk


(11)

origami ini umumnya digunakan dalam upacara-upacara seremonial, dan ritual serta sering pula ditampilkan dalam kegiatan pendidikan, workshop ataupun sekedar acara hiburan

Origami berasal dari bahasa Jepang oru, yang berarti melipat dan kami yang berarti kertas, merupakan kesenian melipat kertas yang pertama kali dipopulerkan oleh orang Jepang. Walaupun berasal dari Jepang, tapi sebagian besar anak di luar Jepang pasti telah mencobanya (

Namanya saja seni melipat kertas, maka dari itu bahan yang digunakan adalah kertas itu sendiri. Bahkan, aslinya hanya dari selembar kertas tanpa tambahan bahan atau alat apapun. Karena hanya dengan selembar kertas dan hampir semua kertas dapat digunakan, maka inilah seni yang dapat diakses oleh semua orang.

Standar karakteristik kertas agar mudah dilipat-lipat adalah kertas yang tipis namun kuat. Biasanya kertas yang digunakan untuk origami berwarna-warni. Umumnya warna hanya ada pada satu sisi, sementara sisi lainnya putih polos. Namun pada perkembangannya menjadi bermacam-macam, seperti berwarna pada kedua sisi, atau bercorak/berpola sehingga semakin menarik.

Keindahan seni origami terdapat pada cara melipat-lipat kertas sehingga menghasilkan suatu bentuk yang menyerupai hewan, bunga, ornament hiasan, dan sebagainya. Pada umumnya, model yang disenangi dalam origami adalah binatang. Namun di antara para pelipat kertas ada yang senang melipat bentuk abstrak atau bentuk matematikal. Bahkan ada juga yang mengkhususkan diri pada origami modular, di mana banyak pengulangan dari suatu lipatan yang sederhana yang dirangkai hingga membentuk struktur besar dengan komposisi yang menarik. Maka dari itu diperlukan imajinasi dalam proses pembuatan origami tersebut.


(12)

Seorang pembuat origami biasa disebut sebagai paperfolder (pelipat kertas). Para pelipat kertas ini bisa merupakan suatu kumpulan orang-orang dari berbagai latar belakang yang sangat berbeda seperti, seniman, ilmuwan atau juga para pecinta seperti ibu-ibu/orang dewasa, anak-anak, dan remaja. Bahkan para pendidik hingga ahli terapi

Pada umumnya, orang menganggap origami adalah oleh, dan, untuk anak-anak, atau sebagai pelatihan keterampilan. Akan tetapi, akhir-akhir ini origami telah menjadi populer sebagai sebuah bentuk hobi bagi orang dewasa. Maka dari itu, kegunaan origami tidak hanya sebagai seni keterampilan atau untuk membuat mainan dari kertas saja (Aneka Jepang, No.322/2008:15). Origami pun memiliki banyak kegunaan/fungsi bagi kehidupan masyarakat Jepang.

Berdasarkan keterangan dan penjelasan di atas, maka penulis berminat untuk membahasnya melalui skripsi yang berjudul “Kebudayaan Origami dalam Kehidupan Masyarakat Jepang”.

1.2Perumusan Masalah

Kebudayaan selalu dibedakan dengan budaya. Kebudayaan adalah sesuatu yang konkret. Sedangkan budaya adalah sesuatu yang semiotik, tidak kentara atau bersifat laten. Menurut Ienaga Saburo dalam Situmorang (2006:2-3), membedakan pengertian kebudayaan dalam arti luas dan dalam arti sempit.

Dalam arti luas, kebudayaan adalah seluruh cara hidup manusia (ningen no seikatsu no itonami kata). Dia menjelaskan bahwa kebudayaan adalah keseluruhan hal yang bukan ilmiah. Oleh karena itu, Ienaga mengatakan kebudayaan dalam arti luas adalah segala sesuatu yang bersifat konkret yang diolah manusia untuk memenuhi kebutuhannya.


(13)

Sedangkan pengertian kebudayaan dalam arti sempit, menurut Ienaga adalah terdiri dari ilmu pengetahuan, sistem kepercayaan dan seni. Maka dari itu, kebudayaan dalam arti sempit sama dengan budaya yang berisikan sesuatu yang tidak kentara, atau yang bersifat semiotik.

Contoh budaya Jepang adalah budaya rasa malu, budaya kelompok, atau budaya nenkoujoretsu (senioritas), dan sebagainya. Sedangkan salah satu contoh kebudayaan Jepang adalah origami.

Origami merupakan salah satu kebudayaan Jepang yang tersebar di seluruh dunia. Origami dapat disebut sebagai suatu kreativitas dan keterampilan membuat suatu model dengan selembar atau beberapa lembar kertas. Maka dari itu, diperlukan imajinasi yang akan dituangkan dalam gerakan lipat-melipat kertas dari tangan sehingga terbentuk model tertentu yang diharapka

Banyak orang menganggap origami sebagai sesuatu yang biasa dan tidak terlalu istimewa. Akan tetapi, jika diperhatikan dengan seksama, origami merupakan kesenian yang sangat sederhana namun sangat mempesona. Di balik kesederhanaannya, terkandung nilai seni yang sangat tinggi. Maka dari itu, kebudayaan Origami bagi masyarakat Jepang lebih dari sekedar sebagai seni keterampilan, karena memiliki berbagai fungsi dalam kehidupan masyarakat Jepang.

Sehubungan dengan hal tersebut permasalahan penelitian ini hendak menjawab pertanyaan-pertanyaan sebagai berikut:

1. Bagaimana sejarah munculnya origami?


(14)

1.3Ruang Lingkup Pembahasan

Dalam pembahasannya, penulis menganggap perlu adanya pembatasan ruang lingkup permasalahan agar masalah penelitian tidak terlalu luas dan berkembang jauh sehingga masalah yang akan dibahas dapat lebih terarah dalam penulisan nantinya.

Pembahasan pada penelitian ini akan difokuskan pada fungsi origami dalam kehidupan masyarakat Jepang. Untuk mendukung penulisan ini, maka akan diuraikan pula sejarah munculnya origami, serta bahan dan alat untuk membuat origami.

1.4Tinjauan Pustaka dan Kerangka Teori 1.4.1 Tinjauan Pustaka

Origami adalah sebuah seni lipat yang berasal dari Jepang. Bahan yang digunakan adalah kertas atau kain yang biasanya berbentuk persegi. Sebuah hasil origami merupakan suatu hasil kerja tangan yang sangat teliti dan halus pada pandangan. Origami pun menjadi populer di kalangan orang Jepang sampai sekarang terutama dengan kertas lokal Jepang yang disebut washi, kertas yang dibuat dengan metode tradisional di Jepang. Dibandingkan kertas produksi mesin, serat dalam washi lebih panjang sehingga washi bisa dibuat lebih tipis, namun tahan lama, tidak cepat lusuh atau sobek (http://id.wikipedia.org/wiki/Washi).

Origami merupakan kesenian tradisional dari Jepang. Dalam mengkaji kesenian, maka harus pula mengkajinya dalam konteks kebudayaan, karena kesenian adalah salah satu unsur dari tujuh kebudayaan universal. Kesenian sering disinonimkan dengan kebudayaan, padahal kesenian hanyalah bagian dari kebudayaan. Istilah kesenian sendiri sering dipadankan dengan istilah seni dan seni budaya.

Kebudayaan memiliki dua dimensi, yaitu wujud dan isi. Wujud kebudayaan ada tiga, yaitu : (a) wujud kebudayaan sebagai suatu kompleks dari ide-ide, gagasan,


(15)

nilai-nilai, norma-norma, peraturan, dan sebagainya, (b) wujud kebudayaan sebagai suatu kompleks aktivitas serta tindakan berpola manusia dalam masyarakat, (c) wujud kebudayaan sebagai benda-benda hasil karya manusia.

Isi kebudayaan sering juga disebut unsur-unsur kebudayaan universal yang terdiri dari tujuh unsur, yaitu: (1) bahasa, (2) sistem pengetahuan, (3) organisasi sosial, (4) sistem peralatan hidup, (5) sistem mata pencaharian hidup, (6) sistem religi, (7) kesenian, menurut Koentjaraningrat dalam Takari,dkk (2008:5).

Dengan demikian, jelas bahwa kesenian adalah salah satu unsur dari tujuh unsur kebudayaan universal. Bagaimanapun juga, kesenian merupakan ekspresi dari kebudayaan masyarakat yang mendukungnya. Kesenian dikelompokkan ke dalam rumpun seni pertunjukkan, seni rupa, dan seni media rekam.

Kesenian adalah suatu pertunjukkan atau persembahan, benda atau segala sesuatu yang berseni yang memiliki ciri-ciri estetika keindahan atau kecantikan. Kesenian lahir dari sentuhan nuansa atau nurani yang mendalam, yaitu dihasilkan untuk meninggalkan kesan kepada nurani orang lain. Menurut Ensiklopedia Indonesia, seni diterjemahkan sebagai jelmaan rasa indah yang terkandung dalam jiwa manusia, dilahirkan dengan perantaraan alat komunikasi ke dalam bentuk yang dapat ditangkap oleh pancaindera pendengaran, penglihatan, atau dilahirkan dengan perantaraan gerak

Kesenian tidak terlepas dari estetika. Estetika adalah ilmu yang membahas keindahan, bagaimana ia bisa terbentuk, dan bagaimana seseorang bisa merasakannya. Sesuatu yang indah dinilai dari aspek teknis dalam membentuk suatu karya, namun perubahan pola pikir dalam masyarakat akan turut mempengaruhi penilaian terhadap


(16)

1.4.2 Kerangka Teori

Teori merupakan asas atau hukum-hukum umum yang menjadi dasar (pijakan, pedoman, tuntunan) suatu ilmu pengetahuan. Dengan kata lain, teori merupakan aturan (tuntunan kerja) untuk melakukan sesuatu, menurut Moeliono dalam Sangidu (2007:13).

Berbicara mengenai origami, erat sekali hubungannya dengan sejarah Jepang. Menurut Nazir (1988:55), sejarah adalah pengetahuan yang tepat terhadap apa yang telah terjadi. Sejarah adalah deskripsi yang terpadu dari keadaan-keadaan atau fakta-fakta masa lampau yang ditulis berdasarkan penelitian serta studi yang kritis untuk mencari kebenaran. Maka dari itu, pembahasan masalah dalam penulisan ini menggunakan pendekatan sejarah.

Penelitian dengan menggunakan metode sejarah penyelidikan yang kritis terhadap keadaan-keadaan, perkembangan, serta pengalaman di masa lampau dan menimbang secara cukup teliti dan hati-hati tentang bukti validitas dari sumber sejarah serta interpretasi dan sumber-sumber keterangan tersebut.

Menurut Ginting (2006:24), penelitian sejarah ini merupakan penelitian yang bertujuan untuk membuat rekonstruksi masa lampau secara sistematis dan objektif, yang dilakukan dengan cara mengumpulkan, mengevaluasi, mensintesis, memverifikasi bukti-bukti untuk menegakkan fakta-fakta, dan memperoleh kesimpulan yang kuat.

Selain menggunakan pendekatan sejarah, penulis juga menggunakan pendekatan semiotik. Semiotik atau semiologi adalah kajian terhadap tanda (sign) serta tanda-tanda yang digunakan dalam perilaku manusia. Definisi yang sama pula dikemukakan oleh salah seorang pendiri teori semiotik, yaitu pakar linguistik dari Swiss, Ferdinand de Sausurre. Menurutnya semiotik adalah kajian mengenai kehidupan tanda-tanda dengan masyarakat yang menggunakan tanda-tanda itu, menurut Takari,dkk (2008:30).


(17)

Secara saintifik, istilah semiotik berasal dari bahasa Yunani semeion. Menurut Panuti Sudjiman dan van Zoest dalam Takari,dkk (2008:31) menyatakan bahwa semiotik berarti tanda atau isyarat dalam satu sistem lambang yang lebih besar. Dengan menggunakan pendekatan semiotik, seseorang dapat menganalisis makna yang tersurat dan tersirat di balik penggunaan lambang dalam kehidupan manusia sehari-hari.

Menurut Segers dalam Sangidu (2007:18), semiotik merupakan suatu disiplin yang meneliti semua bentuk komunikasi selama komunikasi itu dilaksanakan dengan menggunakan tanda yang didasarkan pada sistem-sistem tanda atau kode-kode. Di dalam kehidupan yang termasuk tanda atau kode adalah karya seni, pakaian, meja, dan sebagainya.

1.5Tujuan dan Manfaat Penelitian 1.5.1 Tujuan Penelitian

Berdasarkan pokok permasalahan sebagaimana yang telah dikemukakan sebelumnya, maka tujuan penulisan penelitian ini adalah sebagai berikut:

1. Untuk mengetahui secara jelas bagaimana sejarah origami.

2. Untuk mengetahui secara jelas bagaimana fungsi origami dalam kehidupan masyarakat Jepang.

1.5.2 Manfaat Penelitian

Hasil dari penelitian ini nantinya diharapkan bermanfaat dan berguna bagi pihak-pihak tertentu, yaitu :

1. Bagi penulis sendiri dapat menambah wawasan dan informasi mengenai sejarah perkembangan origami dan fungsi origami dalam masyarakat Jepang.


(18)

2. Memberikan informasi kepada masyarakat luas pada umumnya, dan mahasiswa Sastra Jepang pada khususnya tentang fungsi origami dalam kehidupan masyarakat Jepang.

3. Dapat dijadikan sumber ide dan tambahan informasi bagi peneliti selanjutnya.

1.6Metode Penelitian

Metode berasal dari bahasa Yunani methodos. Menurut Poerwadarminta dalam Sangidu (2007:13) metode adalah cara yang telah teratur dan terpikir baik-baik untuk mencapai suatu maksud. Dalam penulisan skripsi ini, penulis menggunakan metode deskritif. Menurut Nazir (1983:63), metode deskriptif adalah suatu metode dalam meneliti status sekelompok manusia, suatu objek, suatu set kondisi, suatu sistem pemikiran ataupun suatu kelas peristiwa pada masa sekarang. Tujuan dari penelitian deskriptif ini adalah untuk membuat deskripsi, gambaran atau lukisan secara sistematis, faktual, dan akurat mengenai fakta-fakta, sifat-sifat serta hubungan antarfenomena yang diselidiki.

Maka dari itu, pengumpulan data diperlukan dalam penelitian ini. Pengumpulan data adalah prosedur yang sistematis dan standar untuk memperoleh data yang diperlukan, menurut Nazir (1983:211). Penulis menggunakan teknik pengumpulan data dengan metode penelitian kepustakaan. Data-data dan informasi diperoleh dengan menganalisis buku-buku, majalah dan situs-situs internet baik yang berhubungan langsung maupun sebagai tambahan dari judul penulisan ini. Selain itu, berbagai informasi juga diperoleh dari diktat dan skripsi sehingga prosedur dan cara kerja pemecahan masalah penulisan ini dapat diselesaikan dengan baik.


(19)

BAB II

TINJAUAN UMUM TENTANG ORIGAMI

2.1Sejarah Origami

Origami merupakan seni melipat kertas yang berasal dari Jepang. Kata origami berasal dari bahasa Jepang, yakni gabungan dari kata ori yang berarti melipat dan kami yang berarti kertas. Ketika kedua kata itu digabungkan, ada perubahan sedikit namun tidak mengubah artinya yakni dari kata kami menjadi gami sehingga yang terjadi bukan orikami melainkan origami, maksudnya melipat kertas. Saat ini kata origami telah dikenal dan digunakan di seluruh penjuru dunia untuk menyebut

seni melipat kertas Menurut M.

Amanuma dalam Danandjaja (1997:297), origami adalah seni melipat kertas menjadi berbagai bentuk.

Sejarah origami dipercaya bermula sejak manusia mulai memproduksi kertas. Kertas pertama kali diproduksi di Tiongkok (Cina) pada abad pertama tepatnya 105 M dan diperkenalkan oleh Ts’ai Lun. Kemudian pada abad keenam, cara pembuatan kertas itu dibawa ke Spanyol oleh orang-orang Arab dan ke Jepang (610 M) oleh seorang biksu Budha bernama Doncho (Dokyo) yang berasal dari Goguryeo (semenanjung Korea). Dia memperkenalkan kertas dan tinta di Jepang pada masa pemerintahan Kaisar wanita Suiko. Sejak saat itu, origami menjadi populer di kalangan orang Jepang sejak turun-temurun. Origami menjadi satu kebudayaan orang Jepang dalam keagamaan Shinto, (yang sumbernya diperoleh dari


(20)

penyembahan, wanita dan kanak-kanak. Pada saat itu, origami masih dikenal dengan istilah orikata/origata, orisui, ataupun orimino. Ketika itu, memotong kertas dengan menggunakan pisau diperbolehka

.

Pada zaman Kamakura (1185-1333), bentuk yang dikenal adalah noshi. Noshi adalah singkatan dari kata noshi-awabi, yaitu daging tiram tipis yang dijemur dan dianggap sebagai hidangan istimewa orang-orang Jepang. Noshi dianggap sebagai pembawa keberuntungan bagi siapa saja yang menerimanya.

Sejak zaman Muromachi (1338-1573) penggunaan pisau untuk memotong kertas telah dihentikan. Origami kemudian berkembang menjadi suatu cara memisahkan masyarakat golongan kelas atas dan kelas bawah. Samurai mengikuti ajaran Ise, sementara masyarakat biasa mengikuti ajaran Ogasawara.

Dalam perkembangannya origami telah menjadi begitu identik dengan budaya Jepang yang diwariskan secara turun-temurun dari masa ke masa. Origami terutama berkembang dengan menggunakan kertas asli Jepang yang disebut washi. Saat ini origami telah menjadi sesuatu yang tidak terpisahkan dari budaya orang Jepang. Terutama dalam upacara adat keagamaan Shinto yang tetap dipertahankan hingga sekarang.

Dalam tradisi Shinto, kertas segi empat dipotong dan dilipat menjadi lambang simbolik Dewata dan digantung di Kotai Jingu (Kuil Agung Imperial) di Ise sebagai sembahan. Pada upacara perkawinan Shinto, kertas membentuk burung bangau jantan (o-cho) dan burung bangau betina (me-cho), membalut botol sake (arak) sebagai lambang pengantin pria dan wanita. Selain itu origami juga digunakan untuk upacara keagamaan yang lain.


(21)

Pada mulanya, origami hanya diajarkan secara lisan. Panduan tertulis membuat origami terdapat dalam buku berjudul Senbazuru Orikata (Bagaimana Melipat Seribu Burung Bangau) pada tahun 1797 yang ditulis oleh pendeta Rokoan (Akasito Rito). Ketika itu origami masih dikenal dengan sebutan orikata. Buku ini dianggap buku origami tertua di dunia dan memuat 49 metode melipat burung bangau kertas sehingga saling berhubungan, serta Kyo-Ka (puisi pendek yang lucu). Pada tahun yang sama, Akisato Rito mengeluarkan buku yang berjudul Chushingura Orikata yang memuat lipatan bentuk manusia.

Pada tahun 1819, buku yang berjudul Sekejap Mata Menghasilkan Burung Kertas memperlihatkan bagaimana burung dihasilkan dari kertas. Kemudian pada tahun 1845, kumpulan lengkap bentuk lipatan tradisi Jepang ditulis dan diterbitkan dalam buku Kan no Mado. Buku tersebut berisi lebih kurang seratus lima puluh contoh origami termasuk model katak. Pada tahun 1850, suatu naskah tulisan lain berjudul Kayaragusa diterbitkan. Naskah ini berisi dua bagian origami, yaitu hiburan dan keagamaan.

Pada zaman Edo (1600-1868) produksi kertas yang berlimpah menjadikan kertas mudah diperoleh. Hal ini menjadikan origami berkembang lebih pesat. Pada akhir zaman Edo hampir tujuh puluh bentuk dihasilkan termasuk burung bangau (tsuru), katak, kapal, dan balon yang masih tetap dikenal hingga saat ini.

Pada zaman Meiji (1868-1912), origami digunakan sebagai alat mengajar di Taman Kanak-kanak dan Sekolah Dasar. Hal tersebut berkat pengaruh dari ahli pendidikan Friedrich Wilhelm August Fröbel (1782-1852). Beliau adalah seorang pendidik Jerman pada abad ke-19. Beliau menggunakan origami tradisional Eropa untuk menghasilkan bentuk geometrik. Kemudian, konsep ini dipakai secara meluas


(22)

Pada tahun 1880, seni melipat kertas itu mulai dikenal dengan origami. Kata origami berasal dari bahasa Jepang, oru (melipat) dan kami (kertas). Kata origami kemudian mulai menggantikan istilah orikata/origata, orisui ataupun orimono.

Pada zaman Showa (1926-1989) origami kurang diminati dan hanya noshi yang masih populer digunakan untuk pertukaran hadiah antarsamurai. Waktu itu kertas merah dan putih digunakan untuk membalut kepingan tipis daging, tiram atau ikan.

Seiring berkembangnya zaman, muncul lah origami modern yang mulai diperkenalkan oleh Akira Yoshizawa di Jepang. Origami modern ini mengenal bentuk lipatan baru yang berbeda dengan bentuk lipatan klasik/tradisional dengan mengambil berbagai model realistik dari binatang, benda atau bentuk-bentuk dekoratif. Dia memperkenalkan bentuk awal hewan berkaki empat dengan mengabungkan dua keping kertas yang berlipat.

Selain itu, Akira Yoshizawa juga member sumbangan besar bagi perkembangan origami dengan memperkenalkan teknik lipatan basah. Lipatan basah merupakan teknik baru dalam melipat kertas dengan cara membasahi kertas tebal lebih dulu agar lentur sehingga mudah dibentuk. Dengan demikian diperoleh model 3 dimensi dengan sudut lipatan lembut.

Kemudian Akira Yoshizawa bersama Sam Randlett memperkenalkan diagram Yoshizawa-Randlett. Diagram Yoshizawa-Randlett merupakan diagram tentang cara penulisan instruksi cara pembuatan model origami dengan menggunakan simbol-simbol seperti panah dan garis. Diagram Yoshizawa-Randlett memudahkan kalangan penggemar origami di seluruh dunia dalam memahami instruksi cara pembuatan origami sehingga sekarang telah diterima dan digunakan di seluruh dunia sebagai diagram baku dalam penulisan instruksi cara pembuatan model origami.


(23)

Pada saat ini, telah dikenal berbagai model origami mengagumkan yang diciptakan oleh para pakar origami di seluruh dunia. Padahal, pada zaman dulu bentuk badan dan kaki hanya bisa dibayangkan saja. Namun, sekarang bentuk anatomi yang tepat telah berhasil dihasilkan.

2.2Origata (Melipat Kertas Hias)

Empat musim berbeda di Jepang sejak dahulu telah ditandai dengan beragam aktivitas pertanian, dan seiring dengan perayaan-perayaan yang berhubungan dengan pertanian, aktivitas ini menjadi kegiatan sangat penting yang menandakan perubahan di dalam siklus tahunan.

Kegiatan tersebut menjadi berhubungan dengan sebuah budaya yang menitikberatkan formalitas dan kelakuan baik. Misalnya, persembahan untuk para dewa diletakkan di atas kertas lipat yang formal, dan benda-benda perayaan dibungkus dengan kertas dalam gaya yang benar-benar formal.

Kebiasaan ini yang diasumsikan dimulai pada zaman dahulu, nantinya tercermin dalam tingkah laku yang formal dan kepantasan dari masyarakat perang di zaman Muromachi ( abad ke-14 sampai abad ke-16). Sekitar waktu inilah kebiasaan membungkus hadiah dengan kertas yang indah mulai berkembang. Kebiasaan melipat kertas hias yang formal, disebut orikata atau origata, adalah batu pondasi dalam perkembangan origami.

Origata telah banyak dilakukan selama dan setelah zaman Muromachi, yang dipacu khususnya oleh sebuah buku yang berjudul Hoketsuki (Membungkus dan Menikat) yang diterbitkan pada tahun 1764. Buku ini ditulis oleh Ise Sadatake, kepala keluarga Ise yang bertugas sebagai penasehat dalam hal-hal etiket dari pemerintah


(24)

Buku ini menimbulkan minat dalam teknik-teknik melipat kertas hias secara meluas kepada lebih banyak orang di rumah-rumah, yang diadopsi oleh masyarakat perang pada saat itu dan kemudian diwariskan pada generasi-generasi selanjutnya. Popularitas ini sebagian dipacu oleh teks dan ilustrasi yang menjelaskan bagaimana cara membuat dekorasi formal, dan buku-buku ini jelas-jelas menunjukkan antusiasme terhadap budaya melipat Jepang.

Origata telah berubah menjadi hiburan yang umum untuk masyarakat kelas pekerja mulai dari awal tahun 1700-an sampai pertengahan tahun 1800-an. Dan hiburan ini berkembang menjadi apa yang kita kenal sekarang sebagai origami (Nipponia, No.41,2007:5).

Menurut Nipponia, No.41,2007:18, di Jepang tidaklah sopan untuk memberi uang atau hadiah tanpa membungkusnya terlebih dahulu dengan kertas atau kain. Kebiasaan membungkus dimulai kira-kira 600 tahun yang lalu ketika samurai membantu menetapkan etiket sosial. Mereka membuat peraturan origata resmi dalam melipat kertas Jepang buatan tangan untuk membuat hiasan upacara dan membungkus hadiah. Origata ini dianggap sebagai pelopor origami.

Ketika merencanakan untuk memberikan hadiah sebagai ungkapan rasa terima kasih, maka membungkus hadiah dengan kertas yang dilipat dengan cara origata mengekspresikan rasa hormat dan keinginan yang besar untuk bersikap sopan. Ini adalah perasaan yang paling penting di balik kebiasaan origata.

Sebelum melipat kertas, diharuskan untuk merapikan semua yang ada di sekeliling kita. Buang pikiran dari gangguan dan konsentrasi pada pekerjaan yang akan dilakukan. Cara melipat kertas tergantung dari apa yang akan dibungkus, dalam rangka apa akan memberikan hadiah, dan pada musim apa. Sebuah peraturan dasar


(25)

adalah untuk melipatnya sedemikian rupa sehingga si penerima akan segera tahu apa yang akan diberikan.

Origata menggunakan kertas untuk mengungkapkan keindahan, etiket dan budaya cara orang Jepang. Oleh karena itu, kertas yang digunakan (washi) harus kuat dan berkualitas baik.

2.3Jenis-jenis Origami

Mengenai masalah jenis origami, origami dikenal memiliki dua jenis model yaitu model tradisional dan model orisinal atau dapat disebut juga dengan model modern. Model tradisional merupakan model yang umum/populer dan biasanya tidak dikenal lagi siapa yang mendesain pertama kalinya. Meski jumlahnya banyak sekali, biasanya model tradisional ini merupakan bentuk-bentuk lama. Sementara model orisinal merupakan karya-karya kontemporer buatan masing-masing para pelipat kertas dan dicantumkan namanya sebagai hak cipta mereka

Untuk model/bentuk tradisional, model yang sangat melekat dan terkenal bagi masyarakat Jepang, antara lain:

a. Tsuru (burung bangau)

Burung bangau memiliki sifat yang kuat, manis, cantik, dan mempunyai suara yang istimewa sehingga orang Jepang sangat menghargai arti pentingnya burung bangau ini. Oleh karena itu, bentuk tsuru atau burung bangau merupakan bentuk origami paling tradisional dan paling indah dan berkembang menjadi subjek favorit dari origami.


(26)

macam versi bahwa burung bangau mempunyai arti dapat membawakan kehormatan, kesetiaan yang abadi, bahkan ada yang mengartikan bahwa pasangan pengantin akan selalu abadi tanpa berpisah.

Simbol burung bangau ini banyak digunakan orang Jepang sebagai bahan lambang dan merupakan tema pada seni kerja yang terkenal. Oleh karena burung bangau disebut sebagai burung keagungan atau burung kemuliaan, dimana dapat dijadikan teman dalam kehidupan dan akan sangat setia pada pendamping hidupnya.

Menurut legenda yang ada di Jepang, mengatakan bahwa barang siapa yang melipat 1000 bangau kertas (senbazuru) maka harapannya akan terpenuhi/dikabulkan, ataupun dapat menyembuhkan penyakit.

b. Katashiro

Bentuk katashiro ini telah dipergunakan pada masa kuno dalam upacara-upacara Shinto di Kuil Ise. Katashiro adalah representasi simbolik seorang dewa yang terbuat dari guntingan kertas khusus yang disebut jingo yoshi (kertas kuil). Bekas-bekas katashiro masih dapat dilihat dalam guntingan berbentuk manusia yang kini dipergunakan dalam berbagai upacara penyucian dan dalam guntingan berbentuk boneka yang dipamerkan dalam festival boneka di bulan Maret.

Sedangkan untuk model/bentuk modern, perkembangan origami modern dipelopori oleh Akira Yoshizawa pada tahun 1950-an. Akira mempelopori origami modern dengan membuat origami dengan mengambil berbagai model realistik dari binatang, benda atau bentuk-bentuk dekoratif. Model origami ini berbeda dengan origami tradisional Jepang yang telah ada sebelumnya


(27)

Berbagai jenis bahan baik kertas atau material lembaran dipergunakan dan origami modern tidak sekedar melipat tetapi juga melibatkan teknik menggunting, merekatkan atau menjepit kertas.

Jenis-jenis origami modern yang ada saat ini, antara lain: a. Origami Pureland

Gaya pureland dikembangkan oleh John Smith dengan tujuan memudahkan para pemula dalam membuat suatu model origami. Pada origami, gaya pureland terdapat persyaratan unik bahwa dalam setiap langkah hanya dibolehkan sekali melipat. Maka, lipatan yang digunakan hanyalah lipatan gunung dan lipatan lembah.

b. Origami Modular

Pada origami modular, dari setiap lembar kertas dibentuk menjadi sebuah modul. Seluruh modul selanjutnya disatukan dengan cara direkatkan atau dijepit menjadi suatu bentuk model tertentu, seperti binatang, bangunan atau bunga. c. Origami Teknis

Berbeda dengan gaya origami lainnya yang banyak didasarkan pada cara coba-coba melipat agar menghasilkan suatu bentuk tertentu, pembuatan origami teknis (origami sekkei) diawali dengan mengkaji secara matematis bentuk-bentuk bidang yang diperlukan dari model yang akan dibuat lalu membuat pola dari jejak lipatan yang harus dibuat pada kertas.

2.4Bahan dan Alat untuk Membuat Origami

Namanya saja seni melipat kertas, bahan yang paling dibutuhkan tentu saja kertas itu sendiri. Bahkan, aslinya memang hanya dari selembar kertas tanpa


(28)

dilipat-lipat yaitu yang tipis namun kuat. Sebaiknya bukan kertas yang tebal (semacam karton tebal), atau terlalu lentur (seperti kertas tisu) karena itu akan menyulitkan.

Biasanya kertas yang digunakan untuk origami berwarna-warni. Warna umumnya hanya ada pada satu sisi sementara sisi lainnya putih polos. Akan tetapi, pada perkembangannya menjadi bermacam-macam, seperti berwarna pada kedua sisi atau bercorak/berpola sehingga semakin menarik

Jenis-jenis kertas yang biasa digunakan untuk membuat origami pada saat ini antara lain:

1) Kami adalah kertas berbentuk bujur sangkar ukuran 2,5 cm hingga 25 cm, dengan satu sisi berwarna dan sisi lainnya berwarna putih. Sisi yang berwarna ada yang berwarna gradasi, dua warna atau bermotif. Kami menyerupai kertas marmer yang kita kenal. 2) Washi adalah kertas tradisional yang umum digunakan untuk membuat origami di

Jepang. Kertas washi lebih tebal dan kuat dari kertas biasa, sangat menarik serta sangat mahal.

Kertas washi ini aslinya dipakai untuk pembatas ruang rumah tradisional di Jepang. Dimana menurut sejarahnya, sejak dahulu orang Jepang mempelajari cara untuk menggunakan serat kulit kayu dari semak belukar seperti kozo dan gampi untuk membuat kertas yang tipis tetapi kuat. Kertas tersebut digunakan di rumah-rumah untuk pintu geser fusuma dan pembatas byobu.

Selembar kertas yang kuat diperlukan untuk hal ini, sehingga pabrik-pabrik mengembangkan teknik untuk menempatkan serat-serat tersebut dalam sejumlah lapisan. Kertas ini nantinya dapat digunakan untuk menutupi ruang-ruang kosong


(29)

pada pintu geser shoji, yang memberikan kadar privasi tetapi sinar masih dapat menembusnya.

Lentera chochin dan lampu andon, yang banyak digunakan dari akhir abad ke-12 sampai abad ke-17 dan setelahnya, juga membiarkan sedikit sinar melewati kertas. Lentera chochin yang dapat dilipat membutuhkan kertas yang cukup kuat untuk menahan pengulangan proses melipat dan membuka lipatan setiap kali lampu ini disimpan, kemudian digunakan lagi nantinya. Jenis kertas tersebut merupakan kertas washi, yang kemudian dianggap cocok juga untuk origami (Nipponia, No.41,2007:4-5).

Kertas washi juga merupakan bahan uang kertas sehingga uang kertas Yen sangat kuat dan tidak mudah lusuh.

3) Kertas printer atau kertas fotokopi biasa, berat 70 – 90 gram. Umumnya digunakan untuk latihan membuat origami. Karena selain mudah didapat, harganya pun murah. 4) Kertas berlapis foil, memiliki warna mengkilap dari lapisan aluminium tipis di satu

sisinya. Umumnya digunakan untuk membuat origami bagi keperluan dekorasi.

Sejalan dengan perkembangan zaman, bahan yang digunakan untuk origami tidak hanya kertas. Jenis material lembaran seperti seng atau aluminium juga digunakan untuk origami dengan tujuan tertentu. Walaupun demikian, kertas tetap merupakan bahan yang umum digunakan.

Pada awalnya, origami tidak memerlukan alat apapun, karena hanya diperlukan keterampilan dalam melipat. Namun, pada beberapa gaya origami modern diperlukan beberapa alat dan bahan tambahan seperti gunting,

perekat, cat warna dan klip kertas (http://


(30)

BAB III

ORIGAMI DALAM KEHIDUPAN MASYARAKAT JEPANG

3.1Fungsi Seni

Di Jepang, aliran agama Buddha yang berkembang adalah Zen. Zen adalah salah satu hasil pemikiran Cina setelah bertemu dengan pemikiran India. Kata zen adalah logat Jepang yang berasal dari perkataan Cina, ch’an dan merupakan terjemahan dari bahasa Sansekerta dhyana. Istilah tersebut berarti meditasi yang menghasilkan wawasan yang mendalam (Sutrisno, 1994:9).

Zen dalam Budhisme lebih menekankan pada kedisiplinan dimana tanpa adanya campur tangan atau pengaruh-pengaruh dari pihak luar yang biasanya diperoleh dari media televisi, radio, buku-buku, dll. zen Budhisme cenderung mengarah pada keaslian seseorang dalam mendapatkan pencerahan dengan jalan meditasi dan sejenisnya.

Zen tidak menekankan kepercayaan kepada Tuhan secara personal. Dalam aliran ini alamlah yang justru dikatakan sebagai guru segala sesuatu dan segala sesuatu pelajaran sehingga penganut aliran ini cenderung lebih mendekatkan dan berguru pada kejadian-kejadian yang ada di alam.

Seni mendapatkan tempat yang khusus untuk memahami ajaran Zen. Hal ini karena suatu karya seni dalam Zen merupakan suatu wujud nyata yang dapat dirasa atau direfleksikan. Ajaran tentang hidup dalam Zen ditemukan dalam seni. Life is an art yaitu hidup merupakan manifestasi kebebasan. Seperti burung-burung di awan dan ikan-ikan di air, itulah hidup. Bentuk kebebasan hidup tergambar dalam seni, yang tidak lain adalah kehidupan itu sendiri (Suzuki, 1969:69).

Masyarakat Jepang sangat berpengaruh terhadap ajaran Zen, antara lain kedisiplinan pada diri sendiri dalam mencari solusi untuk menyelesaikan permasalahan


(31)

yaitu dengan jalan berlatih (zazen) sehingga menemukan berkah pencerahan (satori) atau jalan keluar berupa keahlian atau intuisi

.

Zen Jepang tidak hanya memperkaya khasanah kerohanian, melainkan membawa pengaruh besar terhadap kehidupan militer, karya seni dan dalam kehidupan sosial budaya orang Jepang. Oleh karena itu, menyebarnya ajaran Zen pada kehidupan masyarakat Jepang membawa pengaruh yang kuat dan perubahan besar terhadap perkembangan seni dan kebudayaan Jepang (salah satunya pada kebudayaan origami).

Nilai ajaran Zen digunakan oleh orang Jepang sebagai konsep pemahaman terhadap alam dan isinya, yaitu tidak terlepas dari kewajaran atau bersifat alami antara lain: (1) kesederhanaan, (2) ketidaksempurnaan, dan (3) ketidakabadian. Nilai-nilai tersebut terekspresi dalam konsep dasar pemahaman estetika wabi-sabi.

Bagi orang Jepang ajaran Zen Budhisme diekspresikan melalui konsep estetika wabi-sabi yang digunakan sebagai acuan dalam berpedoman, mengatur dan juga sebagai pengendali dalam mencipta maupun memahami suatu karya seni. Seperti karya seni origami yang dapat dilihat fungsi seninya melalui konsep estetika wabi-sabi.

Wabi yaitu suatu cita rasa tenang, jauh dari keriuhan dan kesibukkan. Sedangkan sabi yaitu menggambarkan kedewasaan dan kepekatan rasa. Jadi, makna dari wabi-sabi itu sendiri adalah kepasrahan (seijaku) dan ketulusan dalam menghadapi pergantian waktu, sehingga rasa ketulusan dan kepasrahan tersebut bagi orang Jepang diekspresikan ke dalam karya seninya dengan melukiskan situasi keadaan hening, tenang dan diam

Wabi-sabi sebagai sistem estetika yang komprehensif, telah mempunyai jangkauan ruang lingkup yang luas antara lain: ajaran moral, spiritual, methaphisik,


(32)

dalam menentukan kaidah-kaidah estetika termasuk unsur-unsur dan prinsip seni Jepang. Karakteristik estetika wabi-sabi Jepang tersebut serta hubungannya terhadap fungsi seni pada origami adalah sebagai berikut:

a. Fukinsei (asimetri, ketidakteraturan)

- Merupakan prinsip utama dalam menciptakan karya seni untuk menampilkan kesan dinamis.

- Falsafah fukinsei, membuang nafsu duniawi kehidupan bukan saja berorientasi pada kesempurnaan, suatu kesempurnaan yang sempurna adalah sesuatu yang tidak sempurna atau sebaliknya

Origami salah satu seni yang bersifat dinamis, meskipun identik sebagai kesenian tradisional Jepang. Karena tidak hanya bangsa Jepang saja yang dapat menikmati origami. Akan tetapi, bangsa yang bukan Jepang pun dapat menikmatinya juga sehingga origami menunjukkan bahwa origami adalah milik dunia. Hal tersebut terbukti bahwa hampir setiap orang di dunia ini pasti mengetahui tentang origami bahkan pernah melakukannya. Namun, setiap bangsa tersebut memiliki tujuan dan kepercayaan yang berbeda.

b. Kanso (sederhana)

- Kesederhanaan yang bernilai tinggi, sesuatu yang dapat mencerminkan dan mewakili sifat benda secara utuh, yang diekspresikan melalui garis, warna atau unsur-unsur lainnya.

- Bentuk yang sederhana adalah bentuk yang tidak banyak variasi.

Origami merupakan kesenian yang sangat sederhana. Karena hanya dengan selembar kertas dan biasanya tanpa tambahan alat apapun sehingga tidak memerlukan biaya yang banyak, semua orang dapat melakukan kegiatan origami tersebut menjadi model yang diinginkan kapan pun dan dimana pun. Akan tetapi, setelah berhasil menjadi


(33)

suatu model yang diinginkan, maka akan terlihat sebuah karya seni yang bernilai tinggi.

c. Kokou (esensi)

- Kokou merupakan perwujudan dari proses distorsi dan deformasi.

- Diperoleh dengan melalui proses pemahaman atau pencerahan yang diekspresikan melalui kesadaran tinggi, tidak terlepas dari unsur kesengajaan.

Untuk melakukan kegiatan origami, model yang ingin dibuat tentu saja sesuai dengan tujuan awal yang diinginkan. Misalnya, untuk anak-anak origami dapat menjadi mainan yang akan memberikan kepuasan tersendiri karena mereka dapat memainkan hasil buatannya sendiri.

Sedangkan untuk orang dewasa dapat dibuat model origami yang berfungsi sebagai dekorasi rumah atau model-model yang mempunyai khusus dalam kehidupan sehari-hari. Maka dari itu, origami merupakan seni yang akan menunjukkan makna dan

maksud apabila telah menyelesaikannya

d. Shizen (kewajaran)

- Merupakan sesuatu yang terjadi dengan apa adanya secara wajar - Tanpa pamrih, tidak diawali dengan pemikiran dan tujuan tertentu. - Bukan naïf dan bukan artificial

Model-model yang dibuat pada saat berorigami tersebut biasanya merupakan model-model yang biasa ditemukan di alam sekitar yang memiliki arti/makna sendiri di dalamnya.

e. Yuugen (bermakna)


(34)

- Makna Yuugen, untuk menumbuhkan konsentrasi dan menciptakan suasana hening dan cerah

Untuk memperoleh suatu model origami yang diinginkan, tentulah diperlukan konsentrasi dalam proses pembuatannya. Tidak hanya anak-anak saja, melainkan orang dewasa juga menyukai dan melakukan origami. Hal tersebut terjadi karena origami merupakan kesenian yang menyenangkan sehingga mudah menarik perhatian hampir setiap orang. Karena origami tidak hanya sebagai hiburan saja, tetapi juga dapat melatih kerapian dan ketelitian. Semakin rapi hasilnya, maka semakin indah pula hasilnya untuk dinikmati.

f. Datsuzoku (kebebasan yang tidak terikat)

- Suatu kebebasan yang tidak terikat pada pola-pola, patokan,rumus, kebiasaan dan sebagainya.

- Rumusan atau peraturan akan menjadikan penghalang aktivitas dan kreativitas.

Kreativitas akan muncul jika manusia mampu melepaskan diri dari patokan.

- Dasar untuk memperoleh kebebasan manusia dalam berimajinasi dan berkreasi dalam menuangkan ide-ide.

Kebudayaan origami tidak hanya dikenal dan diminati oleh masyarakat Jepang saja. Akan tetapi dikenal dan diminati pula oleh berbagai penjuru dunia. Dunia mau menerima origami karena di dalamnya tidak terdapat batasan-batasan yang mengekang kebebasan berpikir dan berkreasi setiap orang.

Dalam melakukan kegiatan origami tidak ada aturan yang kaku tentang bagaimana akan memulai lipatan pertama atau tentang bagaimana akan menyelesaikan lipatan terakhir. Maka dari itu, setiap orang dapat mengembangkan ide-ide serta kreativitasnya sesuai imajinasinya dalam melakukan kegiatan origami. Bentuk katak


(35)

yang dibuat oleh masyarakat Indonesia, tidak harus sama dengan bentuk katak yang dibuat oleh masyarakat Jepang.

g. Seijaku (hening)

- Suatu ketenangan yang bersifat dinamis, ketenangan itu diekspresikan dalam keadaan yang diam tetapi mempunyai bentuk yang bergerak.

Kegiatan origami merupakan kesenian yang memerlukan ketenangan serta tidak terburu-buru dalam proses pengerjaannya, agar dapat memperoleh model origami yang rapi, cantik dan menarik. Apabila tidak tenang dalam berorigami, model origami yang diinginkan bisa saja tidak sesuai dengan yang diinginkan bahkan bisa jadi tidak berhasil menyelesaikannya.

3.2Fungsi Pendidikan

Pada dasarnya, fungsi pendidikan menolong setiap individu agar mampu menjadi anggota masyarakat yang baik, mengembangkan kemampuan serta meningkatkan mutu kehidupan dan martabat manusia. Serta bermanfaat bagi siapa saja dengan cara mengajarkan pengalaman masa lalu dan pengalaman masa kini.

Origami tidak hanya sebagai hiburan belaka. Akan tetapi origami pun memiliki fungsi pendidikan dalam kehidupan masyarakat. Origami bisa disebut suatu kreativitas dan keterampilan membuat suatu model dengan selembar atau beberapa lembar kertas. Maka dari itu, penting juga adanya imajinasi yang akan dituangkan dalam gerakan melipat-lipat kertas dari tangan sehingga terbentuk model tertentu yang diharapkan

Origami juga sangat fungsional. Untuk anak, seni ini memiliki fungsi melatih motorik halus dalam masa perkembangannya. Hal tersebut juga dapat merangsang


(36)

Oleh karena itu, seni tersebut cocok untuk diterapkan dalam pendidikan dasar maupun kejuruan. Untuk orang dewasa, aktivitas seni melipat kertas ini dapat menjadi hobi, pengisi waktu luang, materi pengajaran untuk anak didik, dan sebagainya ( http://kawanpustaka.com/Melatih-Motorik-Halus-Anak-Melalui-Origami.html).

Origami memang sangat dekat dengan dunia anak-anak. Sebagian di antara model origami sangat disukai oleh anak-anak dan juga sangat sesuai dengan dunianya. Selain modelnya, aktivitas origami itu sendiri ternyata juga sangat disenangi oleh hampir semua anak. Aktivitas origami tersebut memberikan manfaat dan nilai positif bagi anak-anak, antara lain:

1. Anak belajar meniru/mengikuti arahan

Ketika seorang anak mengikuti tahap demi tahap lipatan dengan baik, maka sebenarnya ia telah belajar bagaimana mengikuti petunjuk dan arahan baik dari orang tua, instruktur, maupun dari gambar/foto origami. Dari sanalah ia belajar membuat sesuatu dari cara yang paling mendasar yakni meniru.

2. Anak belajar berkreativitas

Origami memang dunia kreativitas. Begitu banyak model origami, baik model tradisional maupu n orisinal (model dari karya-karya terbaru). Seorang anak tinggal memilih model apa dan mana yang ia sukai. Seiring dengan itu, jika anak sudah mulai mahir melipat dan sudah banyak model yang ia lipat, maka pada saat tertentu nanti akan muncul gagasan ingin membuat sesuatu dari teknik-teknik lipatan yang telah dikenalnya. Ini artinya ia belajar berkreasi untuk menghasilkan sesuatu.

3. Anak belajar berimajinasi

Model origami biasanya juga merupakan miniatur dari makhluk dan benda-benda kebutuhan hidup. Modelnya merupakan hasil dari imajinasi para pembuatnya. Ada model yang sangat jelas atau sangat natural dari bentuk-bentuk atau


(37)

model-model kehidupan. Namun, ada pula model-model-model-model yang berbentuk abstrak sehingga lebih diperlukan imajinasi yang kuat untuk menangkapnya. Seorang anak akan belajar berimajinasi melalui origami ini. Apalagi ketika ia telah mencoba berkreasi dengan sesuatu bentuk yang baru tanpa meniru atau mengikuti diagramnya.

4. Anak belajar berkarya (seni)

Origami adalah seni melipat kertas, sehingga ketika seorang anak membuat origami berarti ia telah belajar berkarya (seni). Seni di sini bisa diartikan dalam dua hal, yakni pertama seni melipatnya (teknik dan cara melipatnya, prosesnya pada setiap tahapan, dsb), yang kedua adalah modelnya itu sendiri yang menjadi karya seni. Hasil karya origami jelas dapat dimasukkan dalam seni visual (visual art). Penggunaan jenis ragam dan warna kertas akan menjadikan model yang juga berbeda, termasuk komposisi yang diinginkan.

5. Anak belajar menghargai/mengapresiasi

Bicara soal karya dan seni, tentu tidak lepas dari kata apresiasi dan penghargaan. Mempraktekkan origami berarti juga belajar mengapresiasi sebuah cabang karya seni dari seni visual. Seorang anak ketika berorigami berarti juga akan belajar mengapresiasi seni dan keindahan sejak dini, artinya ia juga belajar kehalusan jiwa

(http://www.sanggar-origami.com/DATA/KELAS/KULIAH/artikel2-origami-anak.htm).

6. Anak belajar membuat model

Origami adalah melipat kertas untuk membuat suatu model. Maka ketika seorang anak berorigami, ia sedang belajar membuat dari selembar kertas (atau lebih) menjadi sebuah model sesuai dengan kemampuan dan kesukaannya. Model dalam origami sangatlah banyak dan terus berkembang seiring dengan karya-karya baru yang


(38)

adalah model origami tradisional yang berupa mainan (miniatur) binatang, pesawat (bagi anak laki-laki), rumah dan alat rumah tangga (bagi anak perempuan) dan sebagainya.

Model origami untuk anak ini, biasanya terdiri dari lipatan sederhana dengan sedikit tahapan dalam diagramnya. Namun tidak menutup kemungkinan, seorang anak yang telah banyak mencoba jenis lipatan akan bisa membuat model origami yang mempunyai tingkat kesulitan tinggi. Semakin banyak mencoba jenis lipatan, seorang anak tentu dapat membuat model origami lebih banyak lagi.

7. Anak belajar membuat mainannya sendiri

Banyak model origami yang dapat digunakan untuk bermain anak, misalnya kodok lompat, piring terbang, bola besar, pesawat-pesawat terbang, perahu, kuda berputar, suara tembakan, baling-baling, model peralatan rumah mulai lemari, kursi, meja dipan, dan lain-lain. Model-model itu umumnya dapat cukup dibuat dari selembar kertas saja. Untuk model tertentu yang berukuran besar bisa menggunakan kertas koran, seperti untuk membuat topi, bola besar, pesawat dan lain-lain. Perlu diketahui bahwa dalam berorigami, melipatnya itu sendiri adalah bagian dari bermain, setelah menjadi model, juga dapat dimainkan baik sendiri atau bersama.

8. Anak belajar membaca diagram/gambar

Belajar origami, selain melalui bimbingan seorang guru atau instruktur, dapat pula melalui animasi atau melalui diagram dari sebuah buku origami. Jadi seorang anak dapat membuat origami dengan mengikuti diagram yang ada dalam buku, meski harus dipilih dan disesuaikan dengan tingkat kemampuannya.

Hal ini diharapkan agar anak tidak kesulitan untuk menyelesaikannya. Bahkan dianjurkan, bila kemampuan sang anak masih tahap pemula, baiknya senantiasa didampingi orang dewasa, agar ketika mendapat kesulitan ada yang membantu untuk


(39)

menyelesaikannya. Yang pasti, semakin sering anak berlatih melalui diagram-diagram yang ada, maka akan meningkat pula kemampuan membaca diagramnya termasuk pengenalan terhadap jenis lipatan yang digunakan. Proses membaca diagram akan merangsang logikanya untuk memikirkan rangkaian tahapan hingga selesai.

9. Anak belajar menemukan solusi bagi persoalannya

Sebuah diagram origami terdiri dari beberapa tahapan, dimana setiap tahapannya merupakan rangkaian persoalan-persoalan lipatan yang beraneka ragam. Ketika seorang anak membuat origami dengan cara mengikuti alur sebuah diagram, sebetulnya ia sedang menghadapi persoalan pada setiap tahapan diagram itu. Bilamana dia berhasil mengikuti tahap demi tahap, artinya ia dapat menyelesaikan persoalan origami.

Pada saat seperti itu, untuk anak umur tertentu akan berjalan logikanya, bagaimana mengikuti, membaca gambar, dan menyelesaikan persoalan-persoalan itu. Bahkan jika sudah mulai membuat karya sendiri, ia akan berusaha mencari solusi, hingga berhasil membentuk sebuah model origami yang diharapkan. Tentu ini latihan yang sangat baik bagi anak untuk belajar memecahkan persoalannya.

10.Anak belajar perbandingan (proporsi) dan berfikir matematis

Satu di antara yang sangat menentukan keindahan model origami adalah yang disebut dengan proporsi bentuk (perbandingan bentuk). Mengapa model ini atau itu mirip bentuk tertentu adalah karena teori proporsi. Tingkat keindahan sebuah model origami (meski sudah jelas modelnya) adalah juga sangat terletak pada proporsi ini. Di sisi lain jenis lipatan origami tradisional umumnya merupakan jenis lipatan berdasarkan teori matematis, artinya bukan asal lipatan (berbeda dengan banyak teknik untuk model-model kontemporer). Dengan demikian, aktivitas origami dapat


(40)

sekaligus konsep matematis

3.3Fungsi Religi/Kepercayaan

Suatu kepercayaan membuat suatu masyarakat yang menganutnya memiliki perilaku tertentu untuk menangani dan mengatasi masalah-masalah penting yang terdapat di dalam kehidupannya, yang tidak dapat dipecahkan dengan menggunakan ilmu pengetahuan dan teknologi yang diketahuinya.

Di Jepang, dapat ditemukan anak-anak hingga orang dewasa melakukan kebudayaan origami dengan beraneka ragam bentuk/model. Tetapi yang merupakan dasar bentuk yang paling mudah dilipat dan yang terkenal dalam origami adalah model burung bangau (tsuru). Sampai saat ini, masyarakat Jepang memiliki suatu kepercayaan tersendiri pada origami burung bangau.

Masyarakat Jepang merasa dan mempercayai bahwa orang yang dapat melipat model burung bangau sampai berjumlah beribu-ribu akan dihargai pengharapannya. Oleh karena itu, terdapat banyak ungkapan-ungkapan yang beraneka ragam makna artinya tentang burung bangau, terutama pada origami bentuk lipatan burung bangau ini.

Menurut Bill Bryson dalam Wijaya (2010:4), orang Jepang memandang burung bangau sebagai simbol kemakmuran dan panjang umur karena dikhayalkan beribu-ribu tahun yang lalu oleh leluhurnya. Makna burung bangau yang lain juga mengartikan bahwa burung bangau dapat dijadikan sebagai teman sahabat yang tidak akan terlupakan yang dapat membawakan kesetiaan dalam kehidupan.

Burung bangau juga diperlihatkan sebagai binatang yang mempunyai nilai khusus yang dapat menyembuhkan penyakit juga dianugerahi banyak maknanya antara lain untuk mencapai kemakmuran dan panjang umur. Ditambah lagi, burung bangau dipercayai oleh


(41)

masyarakat Jepang sebagai burung keagungan dan kemuliaan yang mengartikan bahwa berteman dengan burung bangau dalam kehidupan akan sangat setia untuk pendampingnya. Burung bangau selalu mengembalikan kebajikan yang diterima olehnya. Kebudayaan Jepang selama 1000 tahun ini telah menghargai burung bangau sebagai simbol kehormatan dan kesetiaan.

Bentuk burung bangau dipilih sebagai subjek kebudayaan Jepang yang sangat berharga. Ada bermacam macam versi bahwa burung bangau mempunyai arti dapat membawakan kehormatan, kesetiaan yang abadi, bahkan ada yang mengartikan bahwa pasangan pengantin akan selalu abadi tanpa berpisah. Simbol burung bangau ini banyak digunakan orang Jepang sebagai bahan lambang dan merupakan tema pada seni kerja yang terkenal. Oleh karena burung bangau disebut sebagai burung keagungan atau burung kemuliaan, dimana dapat dijadikan teman dalam kehidupan dan akan sangat setia pada pendamping hidupnya, menurut Meghan Krane dalam Wijaya (2010:4-5).

Burung bangau ini sifatnya kuat, manis, cantik, dan mempunyai suara yang istimewa, oleh sebab itu orang Jepang sangat menghargai arti pentingnya burung bangau ini. Waktu demi waktu, bagi masyarakat Jepang, simbol burung bangau ini juga perlahan-lahan berkembang pesat sebagai subjek favorit dari origami.

Menurut Wijaya (2010:32-33) model burung bangau ini, memiliki berbagai macam kepercayaan yang terkandung di dalamnya bagi masyarakat Jepang. Origami burung bangau yang telah dilakukan sejak 300 tahun yang lalu yang tradisinya melipat hanya dengan kertas putih, itu dipercayakan oleh masyarakat Jepang bahwa si pelipat akan dipenuhi permohonannya karena mereka telah menghabiskan banyak waktu dan kemampuan untuk mengkreasinya dengan susah.


(42)

melambangkan dapat menyembuhkan penderitaan atau memenangkan tantangan sehingga orang-orang berbondong-bondong untuk melipat hingga 1000 buah burung bangau bahkan lebih untuk menyusunnya menjadi sebuah bentuk seni karya objek baru yang cantik dan unik. Hasilnya dapat dibingkai untuk perayaan perkawinan, perayaan ulang tahun (Yakudoshi) atau perayaan peristiwa khusus lainnya dengan mengharapkan kebahagiaan, kemujuran dan kesetiaan, dalam Wijaya (2010:5-6).

Origami dengan model burung bangau ini juga menjadi simbol perdamaian karena diilhami dari legenda Jepang tersebut serta kisah seorang gadis Jepang bernama Sadako Sasaki (1943-1955). Sadako adalah salah satu korban bom atom Hiroshima yang terjadi pada tanggal 6 Agustus 1945. Pada saat ledakan, Sadako berumur 2 tahun dan sedang berada di rumahnya, sekitar 1 mil dari titik kejadian. Pada saat umur 11 tahun, dia jatuh sakit dan didiagnosa terkena penyakit leukemia akibat radiasi dari serangan bom atom di Hiroshima 6 Agustus 1945. Dia dirawat di rumah sakit pada tangal 21 Februari 1955

(http://translate.google.co.id/translate?hl=id&langpair=en|id&u=http://traditionscustoms.c om/lifestyle/senbazuru).

Sadako mempercayai legenda burung bangau yang pernah didengarnya dari teman baiknya bahwa tradisi melipat 1000 buah burung bangau dapat dikabulkan keinginannya. Oleh karena itu, selama sakit dia berusaha untuk melipat kertas dalam bentuk burung bangau sebanyak 1000 buah. Usahanya ini sengaja dibuat demi dua misi yang ingin dicapainya, yaitu untuk kesembuhan dirinya dan terwujudnya perdamaian dunia. Pada saat meninggal (25 Oktober 1955), Sadako telah melipat 644 burung bangau dan teman-teman sekolahnya membantu melipatkan sisanya. Dia dimakamkan bersama 1000 buah burung bangau dengan jumlah penuh.

Meskipun Sadako gagal melipat seribu burung bangau, tetap saja usahanya tersebut menarik simpati banyak orang. Lalu teman-temannya membentuk klub dan


(43)

mencari dana untuk membuat sebuah monumen perdamaian dunia. Monumen itu berbentuk Sadako yang sedang memegang origami burung bangau di tangannya dan telah berdiri di Taman Perdamaian Hiroshima sejak tahun 1958. Orang-orang dari seluruh penjuru dunia selalu mengirimkan dan meletakkan origami burung bangau pada monumen itu sebagai simbol perdamaian pada setiap tanggal 6 Agustus yang juga dijadikan sebagai hari perdamaian dunia, menurut Purnomo (2007:125-126). Monumen ini tidak hanya didedikasikan untuk Sadako, tetapi juga untuk semua anak-anak yang meninggal akibat bom atom.

Selain itu, kepercayaan pada model origami burung bangau menurut Wijaya (2010:7-8) ada pada tradisi Tsuru wa Sennen (bangau beribu), yaitu sebuah tradisi Jepang dimana sepasang tunangan melipat burung bangau sebanyak 1000 buah bersama-sama sebelum mereka menikah maka akan hidup bahagia. Tradisi ini sangat dipercaya oleh masyarakat Jepang. Tugas ini meyakinkan bahwa pasangan ini dapat bekerja lebih lama bersama-sama tanpa kesusahan dan dapat mendatangkan penderitaan atau kesengsaraan bersama-sama.

Setelah pasangan ini menyelesaikan melipat 1000 buah burung bangau ini mereka membentuk sebuah objek baru (Rokoan). Rokoan adalah gaya lipat dimana beberapa lipatan burung bangau dihubungkan bersama-sama membentuk sebuah rangkaian. Menurut orang Jepang rangkaian ini diartikan bahwa pasangan pengantin tersebut akan tetap hidup kekal.

Hal ini terjadi berawal dari kepercayaan mereka bahwa waktu dan usaha mereka yang termakan untuk melipat 1000 buah burung bangau ini memerlukan kesabaran dan kepercayaan sepenuhnya untuk membentuk keluarga yang harmonis. Buah hasil kerjanya dapat disaksikan pada hari pernikahan. Model origami burung bangau juga telah


(44)

mentradisi terus menerus sebagai hadiah kepada teman baik dan kepada pasangan cinta yang tidak pernah pudar.

Di Jepang sering juga ditemukan beribu-ribu burung bangau yang dibuat dalam seuntai benang dan sering ditempati di tempat-tempat tertentu seperti di kuil-kuil dan wihara sebagai permohonan dan permintaan. Seuntai burung bangau ini dibuat pada waktu adanya kesedihan, kehilangan atau juga kepada orang yang sebagai lambang permohonan untuk mendapatkan kesembuhan dari penyakit yang diderita. Akan tetapi, ada pula yang membuat seuntai burung bangau ini dengan tujuan agar diberi kemenangan dalam perlombaan.

Biasanya, yang membuat seuntai origami burung bangau tersebut adalah para pendukung suatu tim pada suatu cabang olahraga. Mereka membuatnya dan kemudian menggantungnya di pagar yang berada di pinggir lapangan dekat tempat duduk penonton pada saat pertandingan dengan harapan tim yang mereka dukung akan menang.


(45)

BAB IV

KESIMPULAN DAN SARAN

4.1Kesimpulan

Dari pembahasan yang telah dikemukakan pada bab-bab sebelumnya, maka penulis dapat memberikan kesimpulan sebagai berikut:

1. Origami merupakan seni melipat kertas yang berasal dari Jepang. Kata origami berasal dari kata ori yang berarti melipat dan kami yang berarti kertas. Ketika kedua kata itu digabungkan terjadi perubahan pada kata kami menjadi kata gami namun tidak mengubah makna sehingga yang terjadi bukan orikami melainkan origami, maksudnya melipat kertas.

2. Sejarah origami berawal dari Cina sejak manusia mulai memproduksi kertas (105 M) dan diperkenalkan oleh Ts’ai Lun. Pada tahun 610 M seorang biksu Budha bernama Doncho memperkenalkan kertas dan tinta di Jepang. Oleh karena itu, origami menjadi populer di Jepang.

3. Sejak zaman Heian (741-1191) origami menjadi satu kebudayaan orang Jepang dalam keagamaan Shinto dan masih dikenal dengan istilah orikata/origata, orisui, ataupun orimono. Yaitu dipercaya telah ada sebagai penutup botol sake pada saat upacara penyembahan, wanita dan kanak-kanak. Pada tradisi Shinto lainnya, kertas dilipat menjadi lambang simbolik Dewa dan digantung di Kotai Jingu di Ise sebagai sembahan. Pada upacara perkawinan Shinto, kertas membentuk burung bangau jantan dan burung bangau betina yang membalut botol sake sebagai lambang pengantin pria dan wanita.


(46)

merupakan kebiasaan membungkus hadiah dengan kertas yang indah. Tidaklah sopan untuk memberi uang atau hadiah tanpa membungkusnya terlebih dahulu dengan kertas atau kain. Origata mengekspresikan rasa hormat dan keinginan yang besar untuk bersikap sopan. Serta mengungkapkan keindahan, etiket dan budaya cara orang Jepang.

5. Pada tahun 1880 barulah seni melipat kertas mulai dikenal dengan kata origami. Kata origami berasal dari bahasa Jepang.

6. Origami memiliki dua jenis model, yaitu model tradisional dan model orisinal. Model tradisional adalah model yang umum yang sudah tidak dikenal lagi siapa yang mendesain pertama kali. Sedangkan model orisinal adalah karya kontemporer buatan masing-masing para pelipat kertas dan dicantumkan namanya sebagai hak cipta mereka.

7. Bahan yang diperlukan untuk membuat origami adalah selembar kertas yang tipis namun kuat, tidak terlalu tebal dan tidak terlalu lentur. Jenis-jenis kertas yang biasa digunakan adalah kami, washi, kertas printer dan kertas berlapis foil.

8. Fungsi seni origami dipengaruhi Zen Budhisme yang diekspresikan melalui konsep estetika wabi-sabi. Wabi-sabi adalah kepasrahan (seijaku) dan ketulusan dalam menghadapi pergantian waktu sehingga rasa ketulusan dan kepasrahan tersebut bagi orang Jepang diekspresikan ke dalam karya seninya dengan melukiskan situasi keadaan hening, tenang dan diam.

9. Karakteristik estetika wabi-sabi tersebut adalah fukinsei (asimetris); kanso (sederhana); kokou (esensi); shizen (kewajaran); yuugen (bermakna); datsuzoku (kebebasan); sejaku (hening), yang semuanya terdapat pula pada origami. Dimana origami merupakan suatu kebudayaan dan juga kesenian yang mendunia namun sederhana karena bahannya hanya selembar kertas saja. Model yang hendak dibuat


(47)

sesuai dengan tujuan yang diinginkan dan mudah ditemukan di alam sekitar. Selain itu merupakan kegiatan yang dapat mengembangkan ide-ide kreativitas, dan diperlukan ketenangan dalam melakukannya.

10.Fungsi pendidikan origami adalah dapat melatih motorik halus dalam masa perkembangan anak. Serta dapat merangsang tumbuhnya motivasi, kreativitas, dan ketekunan pada si pelipat kertas.

11.Manfaat dan nilai positif berorigami bagi anak-anak yaitu anak belajar mengikuti arahan; anak belajar berkreativitas; anak belajar berimajinasi; anak belajar berkarya; anak belajar menghargai; anak belajar membuat model; anak belajar membuat mainannya sendiri; anak belajar membaca diagram/gambar; anak balajar menemukan solusi bagi persoalannya; anak belajar perbandingan dan berfikir matematis.

12.Fungsi kepercayaan origami dalam kehidupan masyarakat Jepang terdapat pada model burung bangau (tsuru), yaitu apabila ada yang sanggup melipat burung bangau hingga 1000 ekor maka akan dipenuhi permohonan dan harapannya, seperti akan mendapat kedamaian yang kekal, menyembuhkan penyakit dan penderitaan, atau memenangkan tantangan.

13.Model origami burung bangau ini juga menjadi simbol perdamaian. Karena diilhami dari kisah seorang gadis Jepang korban bom atom Hiroshima yang menderita penyakit leukemia akibat radiasi bom atom tersebut yang bernama Sadako Sasaki. Dia bermaksud membuat 1000 buah burung bangau dengan misi untuk kesembuhan dirinya serta perdamaian dunia. Namun baru sempat membuat 644 buah burung bangau, Sasaki sudah meninggal dunia. Kemudian teman-teman sekolahnya menyelesaikan sisanya dan juga membuat sebuah monumen perdamaian dunia.


(48)

bangau bersama-sama sebanyak 1000 buah sebelum mereka menikah maka akan hidup bahagia.

4.2Saran

1. Origami memanglah suatu kesenian yang identik dengan dunia anak-anak. Akan tetapi, bukan berarti hanya anak-anak saja yang boleh melakukannya, melainkan orang dewasa juga boleh melakukannya. Karena origami ini merupakan aktivitas yang sederhana dimana tidak memerlukan banyak biaya, menyenangkan serta memiliki berbagai manfaat. Maka dari itu, bagi siapa saja tidak perlu malu untuk berorigami karena ini merupakan kebudayaan serta kesenian yang telah mendunia. 2. Bagi orang-orang yang baru melakukan kegiatan origami, mungkin akan menemukan

kendala dalam menyelesaikan suatu model origami, seperti melakukan kesalahan dalam melipat atau pun kertas yang digunakan sobek sehinga tidak berhasil menyelesaikannya dengan baik, maka disarankan jangan lah mudah menyerah. Tetap terus belajar hingga suatu saat pasti akan berhasil dengan maksimal.

3. Bagi orang-orang yang berorigami dengan memiliki tujuan dan maksud tertentu, seperti hendak membuat 1000 buah burung bangau, teruslah semangat untuk menyelesaikannya. Walaupun akan merasa capai dan jenuh selama proses pembuatannya, jangan langsung patah semangat. Tetaplah berusaha untuk segera menyelesaikannya. Karena apabila telah menyelesaikannya dengan baik, maka akan timbul rasa kepuasan dan kelegaan di hati kita.


(49)

DAFTAR PUSTAKA

Anas, Adib. 2009. Memartabatkan Perpaduan Melayu dari Konteks Kesenian dan Kebudayaan. http://bangsasejati.blogspot.com/2009/05/memartabatkan-perpaduan-melayu-dari.html. Aneka Jepang. 2008. No.322/2008

Danandjaja, James. 1997. Folklor Jepang. Jakarta: PT. Pustaka Utama Grafiti. Ginting, Paham. 2006. Filsafat Ilmu dan Metode Penelitian. Medan: USU Press.

Ismayanti, Fajar. 2005. Apa Itu Origami?

Ismayanti, Fajar. 2005. Origami dan Anak.

dan

Nazir, Moh. 1988. Metode Penelitian. Jakarta: Ghalia Indonesia.

Newsroom. Melatih Motorik Halus Anak Melalui Origami. http://kawanpustaka.com/Melatih-Motorik-Halus-Anak-Melalui-Origami.html

Nipponia. 2007. Origami. No.41,2007 ISSN 1343-1293

Purnomo, Eko Hadi. 2007. Berfilsafat dengan Origami (dalam buku Image Jepang di Mata Anak Muda Indonesia). Jakarta: The Japan Foundation.

Sangidu. 2007. Penelitian Sastra: Pendekatan, Teori, Metode, Teknik, dan Kiat. Yogyakarta: Seksi Penerbitan Sastra Asia Barat, Fakultas Ilmu Budaya UGM.

Situmorang, Hamzon. 2006. Ilmu Kejepangan. Medan: USU Press.

Subadra, Sita. Kandungan Zen dalam Estetika Ikebana.

Suryohadiprojo, Sayidiman. 1982. Manusia dan Masyarakat Jepang dalam Perjoangan Hidup. Jakarta: Penerbit Universitas Indonesia (UI-Press) dan Pustaka Bradjaguna Bekerjasama dengan Akademi Wiraswasta Dewantara.


(50)

Takari, Muhammad,dkk. 2008. Masyarakat Kesenian di Indonesia. Medan: Studia Kultura, Fakultas Sastra, Universitas Sumatera Utara.

Wijaya, Rina. 2010. Pandangan Orang Jepang terhadap Burung Bangau (skripsi). Medan: Program Studi Sastra Jepang, Fakultas Sastra, Universitas Sumatera Utara.

___. Membuat Origami.

http:// www.e-dukasi.net/pengpop/pp_full.php?ppid=317&fname=bahan.htm

___. 2008. Origami, Folding, Topologi (Jurnal Teori dan Desain Arsitektur).

___. 2009. Origami

___. Selintas tentang Origami ___. 2007. Zen Budhisme: Faktor Ekstra Estetis dalam Seni Lukis Kontemporer Jepang.


(51)

LAMPIRAN

Jenis kertas Origami

1 Kantong sumpit untuk acara-acara resmi 2 Pembungkusan untuk teh

3 Bungkusan untuk sendok khusus memperlihatkan keramahtamahan dari nyonya rumah dan kebersihan sendok

4 Pembungkus untuk botol anggur, pembungkus origata harus menandakan langsung apa yang diberikan.


(52)

(53)

Katashiro


(54)

Origami Modular

Origami Teknis


(55)

(1)

Takari, Muhammad,dkk. 2008. Masyarakat Kesenian di Indonesia. Medan: Studia Kultura, Fakultas Sastra, Universitas Sumatera Utara.

Wijaya, Rina. 2010. Pandangan Orang Jepang terhadap Burung Bangau (skripsi). Medan: Program Studi Sastra Jepang, Fakultas Sastra, Universitas Sumatera Utara.

___. Membuat Origami.

http:// www.e-dukasi.net/pengpop/pp_full.php?ppid=317&fname=bahan.htm

___. 2008. Origami, Folding, Topologi (Jurnal Teori dan Desain Arsitektur).

___. 2009. Origami

___. Selintas tentang Origami ___. 2007. Zen Budhisme: Faktor Ekstra Estetis dalam Seni Lukis Kontemporer Jepang.


(2)

LAMPIRAN

Jenis kertas Origami

1 Kantong sumpit untuk acara-acara resmi 2 Pembungkusan untuk teh

3 Bungkusan untuk sendok khusus memperlihatkan keramahtamahan dari nyonya rumah dan kebersihan sendok

4 Pembungkus untuk botol anggur, pembungkus origata harus menandakan langsung apa yang diberikan.


(3)

(4)

Katashiro


(5)

Origami Modular

Origami Teknis


(6)