Konsekuensi klinis, ekonomis, dan medikolegal dari Adhesi Intraperitoneal

2.4 Konsekuensi dan Derajat dari Adhesi Intraperitoneal

2.4.1 Konsekuensi klinis, ekonomis, dan medikolegal dari Adhesi Intraperitoneal

Konsekuensi adhesi intraperitoneal secara klinis adalah obstruksi karena adhesi usus halus, nyeri pelvis atau abdomen, dan infertilitas. Adhesi intraperitoneal juga mempersulit pembedahan selanjutnya Arung et al., 2011. Pasien dengan adhesi intraperitoneal dapat menunjukkan gejala meteorismus, gerakan usus yang tidak teratur, nyeri abdomen kronis, gangguan pencernaan, infertilitas, dan obstruksi intestinal. Adhesi postoperatif ditemukan mengakibatkan 40 dari semua kasus obstruksi saluran cerna dan 65 sampai 75 dari semua kasus obstruksi usus halus. Tindakan kolektomi, dengan luka insisi peritoneum yang besar, meningkatkan kejadian obstruksi intestinal sebesar 11 Brugmann et al., 2010. Penelitian oleh Sastry et al menemukan bahwa waktu rata-rata yang dibutuhkan dari operasi sampai terjadinya obstruksi usus halus adalah 24 bulan. Peningkatan resiko obstruksi usus halus terjadi dengan peningkatan lama operasi dan adanya operasi sebelumnya, sedangkan resiko obstruksi usus halus menurun pada pasien dengan kondisi fisik berdasarkan American Society of Anesthesiologist ASA lebih dari 3 Sastry et al., 2015. Adhesi intraperitoneal juga merupakan penyebab dari 15 sampai 20 kasus inferitilitas wanita sekunder. Adhesi paratubal dan paraovarian mengakibatkan terjebaknya folikel dan menurunkan mobilitas dan blokade dari tuba fallopi, sehingga membatasi gerakan oosit, meningkatkan resiko kehamilan ektopik Brugmann et al., 2010. Nyeri kronis perut bagian bawah menurunkan kualitas hidup dan merupakan alasan dilakukannya 30 sampai 50 dari semua laparoskopi dan 5 histerektomi. Penelitian oleh DiZerega menemukan bahwa adhesi merupakan penyebab dari hanya 40 nyeri kronis perut bagian bawah pada wanita yang sebelumnya menjalani operasi, dan 25 kasus masih belum jelas penyebabnya Brugmann et al., 2010. Keltz, et al 2006 menemukan pula bahwa gejala nyeri perut kronis menurun secara signifikan setelah dilakukan adhesiolisis parakolik sisi kanan, namun penelitian lain oleh Swank, et al 2003 menemukan tidak adanya penurunan gejala nyeri perut setelah adhesiolisis secara laparoskopik. Suatu penelitian menemukan adanya serat saraf secara histologi, ultrastruktural, dan imunohistokimia pada semua adhesi intraperitoneal yang diperiksa. Dan serat saraf ini mengekspresikan protein yang berhubungan dengan gen calcitonin dan substansi P - penanda neuron sensoris. Penelitian ini mensugesti bahwa struktur ini mempunyai kemampuan mengkonduksi nyeri dengan stimulasi yang sesuai Arung et al., 2011. Seorang ahli bedah memiliki tanggung jawab untuk memberikan informasi yang cukup sehubungan dengan resiko operasi abdomen termasuk resiko adhesi intraperitoneal. Ini memiliki implikasi langsung untuk praktek klinis dan klaim medikolegal Rajab et al., 2009; Solomon et al., 2010. Pasien yang akan menjalani operasi juga harus diinformasikan dengan pemahaman secara tertulis mengenai kemungkinan operasi ulangan adhesiolisis dan komplikasinya, dengan menyebutkan pula ekstensi operasi, lama anestesi, kehilangan darah, dan resiko cedera omentum, buli, ureter, dan pembuluh darah. Reoperasi mempunyai angka enterotomi sebesar 20. Dan adhesi intraperitoneal akan menyulitkan operasi ataupun tindakan minimal invasif berikutnya, ultrasonografi diagnostik, pengambilan oosit untuk IVF In Vitro Fertilization, pemberian kemoterapi intraperitoneal, dan dialisis peritoneal Brugmann et al., 2010. Penelitian oleh Van Goor menginformasikan bahwa hanya 25 dari pasien yang menjalani operasi yang diberitahu akan kemungkinan terjadinya adhesi intraperitoneal dan kemungkinan perlunya dilakukan adhesiolisis di masa yang akan datang, dan adhesi hanya disebutkan pada 10 persetujuan praoperasi Van Goor, 2007. Dari sudut pandang ekonomi, adhesi intraperitoneal menghabiskan dana sebesar 13 juta pertahunnya di Swedia dan 1,3 miliar pertahunnya di Amerika Arung et al., 2011. Klaim medikolegal sehubungan dengan adhesi intraperitoneal yang berhasil di Inggris di antaranya yaitu kasus perforasi usus saat dilakukan adhesiolisis secara laparoskopik, keterlambatan diagnosis obstruksi usus halus karena adhesi, dan infertilitas dan nyeri akibat adhesi Ellis dan Crowe, 2009. Adapun dampak yang diakibatkan oleh adhesi intraperitoneal adalah signifikan, namun Clinical Adhesion Research and Evaluation CARE di Jerman menemukan bahwa tidak semua, yaitu sebesar 83,1 ahli bedah memberitahu pasien mereka akan resiko terjadinya adhesi intraperitoneal sebelum melakukan pembedahan Hackethal et al., 2010. 2.4.2 Derajat dari Adhesi Intraperitoneal Ada beberapa sistem derajat yang digunakan untuk menilai beratnya adhesi intraperitoneal. Sistem derajat adhesi intraperitoneal yang sering dipakai sampai saat ini adalah sistem derajat berdasarkan Zulhke et al., di mana derajat 0 berarti tidak ada adhesi, dan derajat 4 berarti adhesi yang kuat dan luas yang hanya dapat dipisahkan dengan instrumen tajam dan tidak dapat dipisahkan tanpa merusak organ. Tabel 2.2 Sistem Derajat Adhesi Intraperitoneal Zulhke et al., 1990 Derajat Observasi Tidak ada adhesi 1 Adhesi tipis, mudah dipisahkan dengan diseksi tumpul, tanpa vaskularisasi 2 Adhesi yang lebih kuat, sebagian dapat dipisahkan dengan diseksi tumpul dan sebagian lagi dengan diseksi tajam, mulai ada vaskularisasi 3 Adhesi yang kuat, lisis hanya bisa dilakukan dengan diseksi tajam, vaskularisasi jelas 4 Adhesi sangat kuat, lisis hanya bisa dilakukan dengan diseksi tajam, organ melekat kuat dan tidak dapat dipisahkan tanpa merusak organ Tabel 2.3 Sistem Derajat Adhesi Intraperitoneal Berdasarkan Densitas Frederick et al., 1986 Derajat Observasi Tidak ada adhesi 1 Adhesi terlokalisir dan tipis 2 Adhesi terlokalisir dan padat 3 Adhesi luas dan tipis 4 Adhesi luas dan padat Tabel 2.4 Sistem Derajat Adhesi Intraperitoneal Berdasarkan Area Cedera Guvenal et al.,2001 Derajat Observasi Tidak ada adhesi 1 Adhesi 25 area cedera 2 Adhesi 50 area cedera 3 Semua area terlibat Tabel 2.5 Sistem Derajat Adhesi Intraperitoneal Berdasarkan Vaskularitas dan Densitas Canbaz et al., 2005 Derajat Observasi Tidak ada adhesi 1 Adhesi tipis, mudah dipisahkan dengan jari 2 Adhesi ringan, berkelanjutan tanpa vaskuler, dapat dipisahkan secara tumpul 3 Adhesi sedang, berserat, vaskularisasi sedang, memerlukan diseksi tajam 4 Jaringan parut padat, di mana bidang jaringan tidak jelas

2.5 Pencegahan Adhesi Intraperitoneal

Dokumen yang terkait

Pengaruh Suhu Salin Dingin dan Durasi Irigasi Intraperitoneal terhadap Pembentukan Adhesi Peritonium pada Hewan Coba Tikus

1 54 49

Perbandingan Efektivitas Methylen Blue, Dextran 70 dan Oxidized Regenerated Cellulose dalam Pencegahan Adhesi Intraperitoneal Pascaoperasi Laparotomi dengan Abrasi Ileum Terminal Pada Hewan Percobaan Kelinci.

0 53 73

PERAN HYALURONIC ACID PADA OSTEO ARTRITIS

0 5 5

`PERBANDINGAN EFEKTIVITAS LARUTAN MADU 90% DENGAN KETOCONAZOLE 1 % SECARA IN VITRO TERHADAP Perbandingan Efektivitas Larutan Madu 90% Dengan Ketoconazole 1% Secara In Vitro Terhadap Pertumbuhan Pityrosporum ovale.

0 2 15

Perbandingan Efek Berkumur dengan Larutan Baking Soda (Sodium bicarbonate) dan Larutan Perasan Buah Lemon (Citrus limon Linn) dalam Menurunkan Jumlah Bakteri Aerob di Saliva.

2 6 20

PEMBERIAN Alpha Lipoic Acid MEMPERBAIKI PROFIL LIPID DARAH PADA TIKUS JANTAN GALUR WISTAR DENGAN DISLIPIDEMIA.

0 1 58

HUBUNGAN EKSPLORASI ILEUM DENGAN INSIDENSI ADHESI INTRAPERITONEAL PASCA APPENDEKTOMI TERBUICA (Penelitian pada hewan percobaan) - Diponegoro University | Institutional Repository (UNDIP-IR)

0 0 24

Pemberian dexpanthenol intraperitoneal menghambat penurunan jumlah sel leydig dan sel sertoli pada testis tikus putih (rattus norvegicus) galur wistar yang dipapar monosodium glutamate

0 1 5

BAB II TINJAUAN KEPUSTAKAAN 2.1. Anatomi dan Fungsi Peritoneum - Pengaruh Suhu Salin Dingin dan Durasi Irigasi Intraperitoneal terhadap Pembentukan Adhesi Peritonium pada Hewan Coba Tikus

0 0 11

Pengaruh Suhu Salin Dingin dan Durasi Irigasi Intraperitoneal terhadap Pembentukan Adhesi Peritonium pada Hewan Coba Tikus

0 0 14