Tabel 2.4 Sistem Derajat Adhesi Intraperitoneal Berdasarkan Area Cedera Guvenal et
al.,2001
Derajat Observasi
Tidak ada adhesi 1
Adhesi 25 area cedera 2
Adhesi 50 area cedera 3
Semua area terlibat
Tabel 2.5 Sistem Derajat Adhesi Intraperitoneal Berdasarkan Vaskularitas dan Densitas
Canbaz et al., 2005
Derajat Observasi
Tidak ada adhesi 1
Adhesi tipis, mudah dipisahkan dengan jari 2
Adhesi ringan, berkelanjutan tanpa vaskuler, dapat dipisahkan secara tumpul
3 Adhesi sedang, berserat, vaskularisasi sedang, memerlukan diseksi
tajam 4
Jaringan parut padat, di mana bidang jaringan tidak jelas
2.5 Pencegahan Adhesi Intraperitoneal
Pencegahan adhesi intraperitoneal postoperative meliputi 3 tahap yaitu: pendekatan
operasi laparoskopik
versus laparotomi,
teknik operasi
konvensional versus mikrosurgikal, dan adjuvan pembedahan Kamel, 2010.
2.5.1 Pendekatan Pembedahan
Laparaskopik dengan akses minimal ke cavum abdomen atau pelvis berhubungan dengan adhesi postoperatif yang lebih rendah dibandingkan dengan
pembedahan terbuka jika teknik laparoskopik benar. Keuntungan pembedahan
laparoskopik yaitu kecilnya insisi peritoneum parietal, benda asing yang lebih sedikit, lingkungan yang lembab, trauma dan pendarahan jaringan yang lebih
sedikit, lebih sedikit manipulasi struktur lain yang jauh, lebih cepat kembalinya motilitas usus dan ambulasinya Kamel, 2010.
Adapun kekurangan pendekatan secara laparoskopik yaitu cedera jaringan karena kesalahan pemilihan dan pemakaian instrumen, adhesi masih terjadi
setelah laparoskopik, pneumoperitoneum dengan gas CO2 yang tidak dihumidifikasi adalah kofaktor adhesi, pembentukan adhesi berhubungan dengan
lama pneumoperitoneum, dan iskemia subserosal sebagai konsekuensi tekanan tinggi gas intraperitoneal Kamel, 2010. Gas CO2 berhubungan dengan
penurunan kadar oksigen jaringan, asidosis, dan pelepasan spesies oksigen reaktif yang diperkirakan adhesiogenik Pados et al., 2013.
2.5.2 Teknik Pembedahan
William Steward Halsted, seorang ahli bedah Amerika, menyatakan prinsip-
prinsip pembedahan, yang akhirnya disebut “Prinsip Halsted”, yang meliputi teknik aseptik, penanganan jaringan dengan halus, diseksi tajam jaringan,
hemostasis dengan menggunakan seminimal mungkin jahitan yang non-iritatif, menghilangkan ruang kosong, dan, menghindari ketegangan. Sebagai tambahan
adalah irigasi yang terus-menerus, mempertahankan kelembaban jaringan, penggunaan instrumen mikro dan atraumatik, yang juga terbukti efektif Omer
dan Al-Harizi, 2014. Tambahan terhadap teknik pembedahan yaitu teknik pembedahan mikro
yang pertama kali diterapkan oleh Swolin pada tahun 1967. Prinsip dari
mikrosurgikal yaitu dengan pembesaran untuk visualisasi yang lebih baik, menggunakan instrumen yang lebih kecil, dan jahitan yang lebih halus. Prinsip
pembedahan mikro lainnya termasuk penanganan jaringan yang lebih minimal, mencegahnya mengeringnya jaringan, menghindari benda asing, dan hemostasis
yang lebih baik Kamel, 2010. Teknik pembedahan baru saat ini yaitu penggunaan laser, kebanyakannya
ultra-pulse carbon dioxide . Menghilangkan jahitan peritoneum adalah salah satu
upaya untuk menghindari adanya benda asing dalam cavum peritoneum dan ditemukan menurunkan durasi operasi, kejadian demam, dan menurunkan
penggunaan analgetik serta kembalinya aktivitas usus yang lebih cepat Kamel, 2010.
2.5.3 Adjuvan Pembedahan