Penyembuhan Peritoneum Penyembuhan Peritoneum dan Patofisiologi Adhesi Intraperitoneal

Pada tahun 1994 di Amerika Serikat, ditemukan bahwa adhesiolisis merupakan alasan 303.836 dari seluruh pasien dirawatinapkan 1 dari keseluruhan rawat inap di Amerika Serikat pada tahun 1994, menghabiskan biaya sebesar 1,33 milyar dolar, dan rawat inap selama 846.415 hari. Adapun pada tahun 2004, sebesar 342.000 prosedur adhesiolisis telah dilakukan di Amerika Serikat. Bahkan setelah dilakukan adhesiolisis, obstruksi yang rekuren sering terjadi 8 sampai 32. Diketahui bahwa kematian terjadi pada 3 sampai 5 pasien dengan obstruksi sederhana, dan meningkat menjadi sebesar 30 jika usus terstrangulasi, nekrosis, dan perforasi Ergul dan Korukluoglu, 2008. Penelitian oleh Surgical and Clinical Adhesion Research SCAR dengan mengikuti 29,790 pasien yang telah menjalani operasi abdomen dan pelvis di Skotlandia, dalam kurun waktu 10 tahun, dan diikuti readmisi ke rumah sakitnya. Sekitar sepertiga pasien direadmisi dengan rata-rata 2,1 kali, untuk komplikasi yang berhubungan langsung atau kemungkinan berhubungan dengan adhesi atau telah menjalani operasi yang dikomplikasikan oleh adhesi intraperitoneal yang terjadi dalam kurun waktu 10 tahun. Dan ditemukan pula bahwa resiko adhesi tertinggi diakibatkan oleh prosedur pembedahan kolon dan rektum di bidang bedah umum dan, ovarium dan tuba fallopi pada pembedahan ginekologi Pados et al., 2010.

2.2 Penyembuhan Peritoneum dan Patofisiologi Adhesi Intraperitoneal

2.2.1 Penyembuhan Peritoneum

Pembentukan adhesi sangat erat hubungannya dengan penyembuhan luka. Penyembuhan luka, baik itu suatu permukaan ataupun suatu organ, akan melalui 3 fase. Fase pertama, inflamasi, ditandai dengan hemostasis dan inflamasi, aktivasi kaskade pembekuan, vasodiloatasi yang terjadi karena pelepasan histamine dan pelepasan vasokonstriktor seperti thromboxane A2 dan prostaglandin-2a. Fase kedua, proliferasi, ditandai dengan epitelialisasi, angiogenesis, pembentukan jaringan granulasi dan deposisi kolagen. Fase ketiga, maturasi, ditandai dengan kontraksi luka membentuk jaringan parut, penggantian kolagen tipe III oleh kolagen tipe I yang lebih kuat dan pembuangan pembuluh darah yang tidak lagi diperlukan melalui apoptosis Vaze et al.,2010. Perbedaan penyembuhan peritoneum dengan penyembuhan luka pada kulit adalah di mana penyembuhan peritoneum terjadi epitelialisasi pada keseluruhan permukaan secara simultan, sedangkan pada kulit terjadi epidermalisasi secara bertahap dari tepi luka. Mesotel baru timbul pada pertengahan luka yang besar pada waktu yang sama dengan mesotel baru timbul pada pertengahan luka yang kecil diZerega dan Campeau, 2001. Sel yang pertama kali muncul saat peritoneum cedera asalah sel Polymorphonuclear PMN. Sel mesotel yang cedera menghasilkan kemokin interleukin- 8 IL-8 yang menarik sel PMN. Dua puluh empat sampai 36 jam setelah cedera, jumlah sel PMN menurun, dan monosit berubah menjadi makrofag yang direkrut oleh monocyte chemotactic protein-1MCP-1 dan regulated upon activation normal T-cell expressed, and presumably secreted RANTES - yang juga disekresi oleh sel mesotel yang cedera. Asal makrofag ini adalah dari area submesotel di mana mereka diam sebagai monosit yang tidak aktif. Makrofag berfungsi membangun jaringan granulasi dan melakukan remodelling jaringan yang cedera dengan mengsekresi sitokin-sitokin, seperti IL- 1β dan tumor necrotizing factor α TNFα yang merangsang mesotel menghasilkan IL-6. Makrofag tetap berada pada lokasi cedera sampai 10-14 hari setelah cedera Akerberg, 2013. Setelah 3 sampai 4 hari, muncul sel-sel mesenkim punca yang primitif pada luka yang berfungsi merestorasi peritoneum yang cedera. Pada saat yang sama, fibroblas yang berproliferasi muncul, yang diperkirakan berasal dari area lapisan submesotel atau dapat berasal dari sel mesenkim punca. Makrofag kemudian menstimulasi fibroblas melalui transforming growth factor β TGFβ dan substansi lain untuk menghasilkan extracellular matrix ECM. Fibroblas penting untuk remodelling jaringan dan pembangunan ECM Akerberg, 2013. Secara bertahap, matriks lapisan submesotel dibangun, sel mesotel mulai muncul secara tersebar pada permukaan luka dan menyatu antara 5 sampai 7 hari setelah cedera Akerberg, 2013. Adapun sumber sel mesotel baru yang mengisi defek peritoneum masih merupakan kontroversi. Penelitian-penelitian memperkirakan bahwa sumber sel mesotel adalah transformasi dari sel-sel di dalam cairan peritoneum, transformasi sel-sel mesenkim punca di dasar dan atau transformasi sel-sel darah menjadi sel mesotel Akerberg, 2013. Lapisan mesotel penting dalam deposisi dan pembersihan fibrin local dalam rongga serosal. Lapisan mesotel menghasilkan macam-macam faktor seperti Plasminogen Activating Inhibitor PAI dan urokinase Plasminogen Activator Inhibitor uPAI. Penyembuhan lapisan mesotel merupakan tahap penting dalam pencegahan adhesi Vaze et al., 2010. Akhirnya, segala tipe cedera jaringan akan berujung pada satu dari empat kemungkinan. Pertama, tercapainya kesamaan jaringan melalui mekanisme perbaikan normal. Kedua, regenerasi yang terjadi dengan penggantian. Ketiga, kurangnya penyembuhan, seperti yang terjadi pada ulkus kronis. Terakhir, penyembuhan yang berlebihan, seperti yang terjadi pada jaringan parut dan kontraktur Vaze et al., 2010.

2.2.2 Patofisiologi Adhesi Intraperitoneal

Dokumen yang terkait

Pengaruh Suhu Salin Dingin dan Durasi Irigasi Intraperitoneal terhadap Pembentukan Adhesi Peritonium pada Hewan Coba Tikus

1 54 49

Perbandingan Efektivitas Methylen Blue, Dextran 70 dan Oxidized Regenerated Cellulose dalam Pencegahan Adhesi Intraperitoneal Pascaoperasi Laparotomi dengan Abrasi Ileum Terminal Pada Hewan Percobaan Kelinci.

0 53 73

PERAN HYALURONIC ACID PADA OSTEO ARTRITIS

0 5 5

`PERBANDINGAN EFEKTIVITAS LARUTAN MADU 90% DENGAN KETOCONAZOLE 1 % SECARA IN VITRO TERHADAP Perbandingan Efektivitas Larutan Madu 90% Dengan Ketoconazole 1% Secara In Vitro Terhadap Pertumbuhan Pityrosporum ovale.

0 2 15

Perbandingan Efek Berkumur dengan Larutan Baking Soda (Sodium bicarbonate) dan Larutan Perasan Buah Lemon (Citrus limon Linn) dalam Menurunkan Jumlah Bakteri Aerob di Saliva.

2 6 20

PEMBERIAN Alpha Lipoic Acid MEMPERBAIKI PROFIL LIPID DARAH PADA TIKUS JANTAN GALUR WISTAR DENGAN DISLIPIDEMIA.

0 1 58

HUBUNGAN EKSPLORASI ILEUM DENGAN INSIDENSI ADHESI INTRAPERITONEAL PASCA APPENDEKTOMI TERBUICA (Penelitian pada hewan percobaan) - Diponegoro University | Institutional Repository (UNDIP-IR)

0 0 24

Pemberian dexpanthenol intraperitoneal menghambat penurunan jumlah sel leydig dan sel sertoli pada testis tikus putih (rattus norvegicus) galur wistar yang dipapar monosodium glutamate

0 1 5

BAB II TINJAUAN KEPUSTAKAAN 2.1. Anatomi dan Fungsi Peritoneum - Pengaruh Suhu Salin Dingin dan Durasi Irigasi Intraperitoneal terhadap Pembentukan Adhesi Peritonium pada Hewan Coba Tikus

0 0 11

Pengaruh Suhu Salin Dingin dan Durasi Irigasi Intraperitoneal terhadap Pembentukan Adhesi Peritonium pada Hewan Coba Tikus

0 0 14