Topografi Pemetaan Daerah Rawan Kebakaran Hutan dan Lahan di Kabupaten Toba Samosir Provinsi Sumatera Utara.

bahwa serasah dan lapisan humus yang belum hancur merupakan lapisan bahan organik yang sudah mati terdiri dari daun-daun, cabang-cabang pohon yang mati. Serasah mudah dikeringkan oleh udara sehingga mudah terbakar.

2. Topografi

Berdasarkan hasil overlay tumpang susun semua peta yang menjadi parameter dalam penentuan peta rawan kebakaran hutan dan lahan ini, maka dapat diketahui nilai rawan kebakaran hutan dan lahan di kabupaten Toba Samosir berdasarkan ketinggian tempat elevasi. Luas masing-masing daerah rawan dapat dilihat pada tabel 17 di bawah ini. Tabel 17. Nilai Rawan Kebakaran Hutan dan Lahan Berdasarkan Elevasi Menurut Luasan Elevasi mdpl Luas Kebakaran Hutan dan Lahan Berdasarkan Kelas Rawan Kebakaran Ha Luas Total Ha Luas Total Sangat Rendah Rendah Sedang Menengah Tinggi 40 – 90 − − 53,93 − 53,93 0,02 90 - 130 − − 537,36 − 537,36 0,23 130 - 220 3,21 990,52 3.021,08 − 4.014,80 1,71 220 - 500 85,68 5.988,16 14.291,03 14.388,24 34.753,11 14,83 500 30.799,88 37.642,56 113.399,78 13.193,61 195.035,83 83,21 Luas Total Ha 30.888,77 44.621,23 131.303,18 27.581,85 234.395,03 100,00 Berdasarkan tabel 17 di atas dapat dilihat bahwa daerah rawan kebakaran hutan dan lahan yang paling luas terjadi pada ketinggian tempat 220-500 mdpl yaitu seluas 14.388,24 Ha kelas rawan tinggi yang terjadi di beberapa kecamatan di Kabupaten Toba Samosir yaitu Pintu Pohan Meranti, Habinsaran dan Nassau. Kemudian luas daerah rawan kebakaran hutan dan lahan yang terluas kedua yaitu berada pada ketinggian 500 mdpl dengan luas 13.193,61 Ha kelas rawan tinggi yang terjadi hampir diseluruh kecamatan di Toba Samosir. Sementara itu, pada ketinggian 40-90 mdpl luas daerah rawan kebakaran hutan dan lahan yang terjadi seluas 53,93 Ha kelas rawan sedang yaitu pada sebahagian kecil daerah Universitas Sumatera Utara di Kecamatan Pintu Pohan Meranti dan Nassau. Hal ini dikarenakan pada ketinggian tempat 500 mdpl dan 220-500 mdpl memiliki faktor kebakaran hutan dan lahan yang lebih berpotensi dibandingkan faktor kebakaran hutan dan lahan tutupan lahannya semak belukar, hutan lahan kering sekunder, perkebunan dan curah hujannya rendah yang terdapat pada ketinggian 40-90 mdpl dan 90- 130 mdpl. Hal itu terjadi karena tidak hanya satu faktor yang dapat menyebabkan kebakaran hutan dan lahan. Pada ketinggian tempat 500 mdpl dan 220-500 mdpl, faktor kebakaran yang berpotensi yaitu tutupan lahan semak belukar, pertanian lahan kering, hutan lahan kering sekunder, curah hujan rendah, kecepatan angin dan suhu udara pada sebahagian kecamatan tinggi, dan sebahagian daerah tersebut dekat dengan pemukiman, sedangkan pada ketinggian tempat 40-90 mdpl dan 90-130 mdpl, faktor kebakaran yang berpotensi hanya tutupan lahan semak belukar, pertanian lahan kering, hutan lahan kering sekunder, dan perkebunan, dan curah hujan saja. Sementara faktor lain jarak pemukiman jauh, kecepatan angin dan suhu udara rendah tidak berpotensi menyebabkan terjadinya kebakaran hutan dan lahan. Jika dilihat hanya berdasarkan faktor elevasi saja maka daerah yang memiliki elevasi 40-90 mdpl dan 90-130 mdpl seharusnya memiliki kerawanan kebakaran hutan dan lahan yang lebih tinggi dibandingkan daerah yang memiliki elevasi 220-500 mdpl dan 500 mdpl. Hal ini sesuai dengan literatur Sumaryono, dkk 2005 yang menyatakan bahwa pada tempat-tempat yang rendah mempunyai potensi yang tinggi untuk mudah terbakar dan tempat yang lebih tinggi akan lebih sulit terbakar. Akan tetapi harus diingat bahwa tidak hanya satu faktor yang menyebabkan terjadinya kebakaran hutan dan lahan. Universitas Sumatera Utara

3. Iklim