Salah satu tumbuhan yang digunakan sebagai tumbuhan obat adalah tumbuhan
mahkota dewa P. macrocarpa Boerl.. Tanaman ini merupakan salah satu tanaman
tradisional Indonesia yang masih belum memiliki acuan informasi yang lengkap, baik dari segi fitokimia maupun dari segi farmakologi guna dapat dimanfaatkan secara
optimal sebagai salah satu bentuk pengobatan alternatif. Harmanto, 2001. Mahkota dewa mengandung antihistamin alkaloida, sebab daun maupun buahnya agak pahit,
mengandung senyawa triterpen, saponin dan polifenol lignan. Kulit buahnya juga mengandung alkaloida, triterpen, saponin dan flavonoida. Gotama, dkk, 1999.
Tumbuhan mahkota dewa P. macrocarpa Boerl. tumbuh tegak dengan tinggi
1-2,5 m, tanaman ini bisa ditemukan ditanam di pekarangan sebagai tanaman hias atau di kebun-kebun sebagai tanaman peneduh. Bagian tanaman yang digunakan sebagai
obat adalah daun, daging, dan kulit buahnya Dalimartha, 2004.
Manfaat buah mahkota dewa telah diketahui oleh sebagian masyarakat, tetapi belum banyak yang mengetahui kegunaan dari daunnya, padahal daun mahkota dewa
dapat dihasilkan sepanjang tahun sedangkan buahnya tidak berbuah sepanjang tahun dan buahnya dapat digunakan setelah masak atau berwarna merah. Khasiat dari daun
tumbuhan mahkota dewa dapat mengobati penyakit seperti: kanker, tumor, diabetes kencing manis, pembengkakan prostad, asam urat, darah tinggi hypertensi,
reumatik, batu ginjal, hepatitis, dan penyakit jantung. Harmanto, 2001.
Dari uraian diatas dan berdasarkan literatur mengenai fungsi buah tumbuhan mahkota dewa sebagai obat tradisional dari berbagai penyakit maka penulis merasa
tertarik untuk mengisolasi senyawa flavonoida dari buah tumbuhan mahkota dewa.
1.2 Permasalahan
Permasalahan dalam penelitan ini adalah bagaimana cara mengisolasi senyawa
flavonoida yg terdapat dalam buah mahkota dewa P. Macrocarpa Boerl.
Universitas Sumatera Utara
1.3 Tujuan penelitian
Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengisolasi senyawa flavonoida dari daging
buah mahkota dewa P. macrocarpa Boerl..
1.4 Manfaat penelitian
Hasil dari penelitian ini diharapkan dapat memberikan informasi ilmiah dalam bidang kimia bahan alam hayati dan farmasi dalam upaya pemanfaatan senyawa flavonoida
dari daging buah mahkota dewa P. macrocarpa Boerl.
1.5 Lokasi penelitian
Buah mahkota dewa diperoleh dari daerah Perumnas Simalingkar Medan, Sumatera Utara. Penelitian dilakukan di laboratorium Kimia Organik Bahan Alam FMIPA USU.
Analis Spektrofotometer UV-Visible, Spektrofotometer Infra Merah FT-IR, dan Spektrofotometer Resonansi Magnetik Inti Proton
1
H-NMR, dilakukan di Pusat Penelitian Kimia LIPI, Serpong-Tangerang.
1.6 Metode Penelitian
Dalam penelitian ini, isolasi senyawa flavonoida dilakukan terhadap daging buah mahkota dewa berupa serbuk halus yang kering sebanyak 1170 g. Tahap awal
dilakukan uji skrining fitokimia untuk senyawa flavonoida, yaitu dengan menggunakan pereaksi FeCl
3
1, NaOH 10, Mg-HCl dan H
2
SO
4p
. Tahap isolasi yang dilakukan :
- Ekstraksi Maserasi - Ekstraksi Partisi
- Analisis Kromatografi Lapis Tipis - Analisis Kromatografi Kolom
Universitas Sumatera Utara
- Rekristalisasi - Analisis Kristal Hasil Isolasi
Analisis kristal mencakup Kromatografi Lapis Tipis, Pengukuran titik lebur dan identifikasi dengan menggunakan Spektrofotometer UV-Visible,
Spektrofotometer Infra Merah FT-IR, dan Spektrofotometer Resonansi Magnetik Inti Proton
1
H-NMR.
Universitas Sumatera Utara
BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA
2.1. Tumbuhan Mahkota Dewa
2.1.1 Morfologi Tumbuhan Mahkota Dewa
Tumbuhan Mahkota dewa merupakan tumbuhan yang hidup di daerah tropis, juga bisa ditemukan di pekarangan rumah sebagai tanaman hias atau di kebun-kebun sebagai
tanaman peneduh. Perdu ini tumbuh tegak dengan tinggi 1-2,5 m. Daun mahkota dewa dapat dihasilkan sepanjang tahun sedangkan buahnya tidak berbuah sepanjang tahun
dan buah tumbuhan ini dapat digunakan setelah masak atau berwarna merah. Daun dan buah tumbuhan mahkota dewa merupakan tanaman obat. Dalimartha, 2004.
2.1.2 Sistematika Tumbuhan Mahkota Dewa
Sistematika tumbuhan mahkota dewa adalah sebagai berikut: Kingdom
: Plantae Divisi
: Spermatophyta Sub divisi
: Dicotyledon Kelas
: Thymelaeales Famili
: Thymelaeaceae Marga
: Phaleria Spesies
: Phaleria macrocarpa Nama Daerah
Melayu : Simalakama
Jawa : Makuto rojo
Pohon : Tinggi 1 – 2.5 meter.
Batang : Berkayu, pendek dan bercabang banyak.
Universitas Sumatera Utara
Daun : Bulat panjang, daun tunggal, bertangkai pendek ,
runcing, pertulangan menyirip dan rata, berwarna hijau tua, panjang daun 7– 10 cm, lebar daun 2 – 5 cm.
Bunga : Muncul sepanjang tahun, tersebar dibatang atau ketiak
daun, berwarna putih. Buah
: Berbentuk bulat, permukaan licin serta beralur, saat masih muda berwarna hijau dan bila sudah masak
bewarna merah dan daging buah bewarna putih, berserat dan berair.
Akar : Berjenis tunggang.
Hartono, H. Soesanti, 2004.
2.1.3 Kandungan Kimia Tumbuhan Mahkota Dewa
Tumbuhan mahkota dewa adalah termasuk dari salah satu famili Thymelaeaceae dan spesies Phaleria macrocarpa. Dari sumber literatur, mahkota dewa mengandung
antihistamin alkaloida, sebab daun maupun buahnya agak pahit, mengandung senyawa triterpen, saponin dan polifenol lignan. Kulit buahnya juga mengandung alkaloida,
triterpen, saponin dan flavonoida. Gotama, dkk, 1999.
2.1.4 Manfaat Tumbuhan Mahkota Dewa
Sebagian masyarakat telah mengetahui manfaat buah mahkota dewa, tetapi belum mengetahui kegunaan dari daunnya. Khasiat dari daun tumbuhan mahkota dewa dapat
mengobati penyakit seperti: kanker, tumor, diabetes kencing manis, pembengkakan prostad, asam urat, darah tinggi hipertensi, reumatik, batu ginjal, hepatitis, dan
penyakit jantung. Harmanto, 2001. Dosis efektif yang aman dan bermanfaat belum diketahui secara tepat. Untuk
obat yang diminum biasanya digunakan beberapa irisan buah kering tanpa biji. Selama beberapa hari baru dosis ditingkatkan sedikit demi sedikit, sampai dirasakan
manfaatnya. Untuk penyakit berat seperti kanker dan psoriaris, dosis pemakaian
Universitas Sumatera Utara
kadang harus lebih besar agar mendapat manfaat perbaikan. Efek samping yang
timbul harus diperhatikan. Dalimartha, 2004.
2.2 Senyawa Flavonoida
Senyawa-senyawa flavonoida adalah senyawa-senyawa polifenol yang mempunyai 15 atom karbon, terdiri dari dua cincin benzena yang dihubungkan menjadi satu oleh
rantai linier yang terdiri dari tiga atom karbon. Senyawa-senyawa flavonoida adalah senyawa 1,3 diaril propana, senyawa isoflavonoida adalah senyawa 1,2 diaril propana,
sedangkan senyawa-senyawa neoflavonoida adalah 1,1 diaril propana. Istilah flavonoida diberikan pada suatu golongan besar senyawa yang berasal
dari kelompok senyawa yang paling umum, yaitu senyawa flavon; suatu jembatan oksigen terdapat diantara cincin A dalam kedudukan orto, dan atom karbon benzil
yang terletak disebelah cincin B. Senyawa heterosoklik ini, pada tingkat oksidasi yang berbeda terdapat dalam kebanyakan tumbuhan. Flavon adalah bentuk yang
mempunyai cincin C dengan tingkat oksidasi paling rendah dan dianggap sebagai struktur induk dalam nomenklatur kelompok senyawa-senyawa ini. Manitto, 1981
Senyawa flavonoida sebenarnya terdapat pada semua bagian tumbuhan termasuk daun, akar, kayu, kulit, tepung sari, bunga, buah, dan biji. Kebanyakan
flavonoida ini berada di dalam tumbuh-tumbuhan, kecuali alga. Namun ada juga flavonoida yng terdapat pada hewan, misalnya dalam kelenjar bau berang-berang dan
sekresi lebah. Dalam sayap kupu - kupu dengan anggapan bahwa flavonoida berasal dari tumbuh-tumbuhan yang menjadi makanan hewan tersebut dan tidak dibiosintesis
di dalam tubuh mereka. Penyebaran jenis flavonoida pada golongan tumbuhan yang tersebar yaitu angiospermae, klorofita, fungi, briofita. Markham, 1988
2.2.1 Struktur dasar senyawa flavonoida
Senyawa flavonoida adalah senyawa yang mengandung C15 terdiri atas dua inti fenolat yang dihubungkan dengan tiga satuan karbon. Struktur dasar flavonoida dapat
digambarkan sebagai berikut :
Universitas Sumatera Utara
C C
C A
B
Kerangka dasar senyawa flavonoida
Cincin A adalah karakteristik phloroglusinol atau bentuk resorsinol tersubstitusi.
O C
3
OH HO
C
6
O
C
3
HO
C
6
B Namun sering terhidroksilasi lebih lanjut :
O C
3
OH HO
HO C
6
A
B
OCH
3
O C
3
OCH
3
H
3
CO H
3
CO C
6
A
Cincin B adalah karakteristik 4-, 3,4-, 3,4,5- terhidroksilasi
C
3
A C
6
R R
R B
R = R’ = H, R’ = OH R = H, R’ = R” = OH
R = R’ = R” = OH juga, R = R’ = R” = H Sastrohamidjojo, 1996
2.2.2 Klasifikasi Senyawa Flavonoida
Flavonoida mengandung sistem aromatik yang terkonjugasi sehingga menunjukkan pita serapan kuat pada daerah spektrum sinar ultraviolet dan spektrum sinar tampak,
umumnya dalam tumbuhan terikat pada gula yang disebut dengan glikosida. Harborne, 1996
A A
A
B
Universitas Sumatera Utara
Pada flavonoida O-glikosida, satu gugus hidroksil flavonoida atau lebih terikat pada satu gula lebih dengan ikatan yang tahan asam. Glukosa merupakan gula
yang paling umum terlibat dan gula lain yang sering juga terdapat adalah galaktosa, ramnosa, silosa, arabinosa, dan rutinosa. Waktu yang diperlukan untuk memutuskan
suatu gula dari suatu flavonoida O-glukosida dengan hidrolisis asam ditentukan oleh sifat gula tersebut.
Pada flavonoida C-glikosida, gula terikat pada atom karbon flavonoida dan dalam hal ini gula tersebut terikat langsung pada inti benzena dengan suatu ikatan
karbon-karbon yang tahan asam. Gula yang terikat pada atom C hanya ditemukan pada atom C nomor 6 dan 8 dalam inti flavonoida, misalnya pada orientin. Markham,
1988
Menurut Robinson 1995, flavonoida dapat dikelompokkan berdasarkan keragaman pada rantai C
3
yaitu :
1. Flavonol
Flavonol paling sering terdapat sebagai glikosida, biasanya 3-glikosida, dan aglikon flavonol yang umum yaitu kamferol, kuersetin, dan mirisetin yang berkhasiat sebagai
antioksidan dan antiimflamasi. Flavonol lain yang terdapat di alam bebas kebanyakan merupakan variasi struktur sederhana dari flavonol. Larutan flavonol dalam suasana
basa dioksidasi oleh udara tetapi tidak begitu cepat sehingga penggunaan basa pada pengerjaannya masih dapat dilakukan.
O OH
O
Struktur flavonol
Universitas Sumatera Utara
2. Flavon
Flavon berbeda dengan flavonol dimana pada flavon tidak terdapat gugusan 3-hidroksi. Hal ini mempunyai serapan UV-nya, gerakan kromatografi, serta reaksi
warnanya. Flavon terdapat juga sebagai glikosidanya lebih sedikit daripada jenis glikosida pada flavonol. Flavon yang paling umum dijumpai adalah apigenin dan
luteolin. Luteolin merupakan zat warna yang pertama kali dipakai di Eropa. Jenis yang paling umum adalah 7-glukosida dan terdapat juga flavon yang terikat pada gula
melalui ikatan karbon-karbon. Contohnya luteolin 8-C-glikosida. Flavon dianggap sebagai induk dalam nomenklatur kelompok senyawa flavonoida.
O
O
1
2 3
4 5
6 7
8 9
10 1
2 3
4 5
6
Struktur flavon
3. Isoflavon
Isoflavon merupakan isomer flavon, tetapi jumlahnya sangat sedikit dan sebagai fitoaleksin yaitu senyawa pelindung yang terbentuk dalam tumbuhan sebagai
pertahanan terhadap serangan penyakit. Isoflavon sukar dicirikan karena reaksinya tidak khas dengan pereaksi warna manapun. Beberapa isoflavon misalnya daidzein
memberikan warna biru muda cemerlang dengan sinar UV bila diuapi amonia, tetapi kebanyakan yang lain tampak sebagai bercak lembayung yang pudar dengan amonia
berubah menjadi coklat.
O O
Struktur Isoflavon
Universitas Sumatera Utara
4. Flavanon
Flavanon terdistribusi luas di alam. Flavanon terdapat di dalam kayu, daun dan bunga. Flavanon glikosida merupakan konstituen utama dari tanaman genus prenus dan buah
jeruk ; dua glikosida yang paling lazim adalah neringenin dan hesperitin, terdapat dalam buah anggur dan jeruk.
O
O
Struktur Flavanon
5. Flavanonol
Senyawa ini berkhasiat sebagai antioksidan dan hanya terdapat sedikit sekali jika dibandingkan dengan flavonoida lain. Sebagian besar senyawa ini diabaikan karena
konsentrasinya rendah dan tidak berwarna.
O O
OH
Struktur Flavanonol
6. Katekin
Katekin terdapat pada seluruh dunia tumbuhan, terutama pada tumbuhan berkayu. Senyawa ini mudah diperoleh dalam jumlah besar dari ekstrak kental Uncaria gambir
dan daun teh kering yang mengandung kira-kira 30 senyawa ini. Katekin berkhasiat sebagai antioksidan.
O HO
OH OH
OH OH
Struktur Katekin
Universitas Sumatera Utara
7. Leukoantosianidin
Leukoantosianidin merupakan senyawa tan warna, terutama terdapat pada tumbuhan berkayu. Senyawa ini jarang terdapat sebagai glikosida, contohnya melaksidin,
apiferol. O
OH HO
OH Struktur Leukoantosianidin
8. Antosianin
Antosianin merupakan pewarna yang paling penting dan paling tersebar luas dalam tumbuhan. Pigmen yang berwarna kuat dan larut dalam air ini adalah penyebab
hampir semua warna merah jambu, merah marak , ungu, dan biru dalam daun, bunga, dan buah pada tumbuhan tinggi. Secara kimia semua antosianin merupakan turunan
suatu struktur aromatik tunggal yaitu sianidin, dan semuanya terbentuk dari pigmen sianidin ini dengan penambahan atau pengurangan gugus hidroksil atau dengan
metilasi atau glikosilasi.
O OH
Struktur Antosianin
9.Khalkon
Khalkon adalah pigmen fenol kuning yang berwarna coklat kuat dengan sinar UV bila dikromatografi kertas. Aglikon flavon dapat dibedakan dari glikosidanya, karena
hanya pigmen dalam bentuk glikosida yang dapat bergerak pada kromatografi kertas dalam pengembang air. Harborne, 1996
O
Struktur Khalkon
Universitas Sumatera Utara
10. Auron
Auron berupa pigmen kuning emas yang terdapat dalam bunga tertentu dan briofita. Dalam larutan basa senyawa ini berwarna merah ros dan tampak pada kromatografi
kertas berupa bercak kuning, dengan sinar ultraviolet warna kuning kuat berubah menjadi merah jingga bila diberi uap amonia. Robinson, 1995
HC O
O
Struktur Auron
Menurut Harborne 1996, dikenal sekitar sepuluh kelas flavonoida dimana semua flavonoida, menurut strukturnya, merupakan turunan senyawa induk flavon dan
semuanya mempunyai sejumlah sifat yang sama yakni:
Golongan flavonoida Penyebaran Ciri khas
Antosianin
Proantosianidin
Flavonol
Flavon
Glikoflavon pigmen bunga merah
marak,dan biru juga dalam daun dan jaringan lain.
terutama tan warna, dalam daun tumbuhan berkayu.
terutama ko-pigmen tanwarna dalam bunga
sianik dan asianik; tersebar luas dalam daun.
seperti flavonol
seperti flavonol larut dalam air,
λmaks 515-545 nm, bergerak dengan BAA pada kertas.
menghasilkan antosianidin warna dapat diekstraksi dengan amil alkohol
bila jaringan dipanaskan dalam HCl 2M selama setengah jam.
setelah hidrolisis, berupa bercak
kuning murup pada kromatogram Forestal bila disinari dengan sinar UV;
maksimal spektrum pada 330 – 350 setelah hidrolisis, berupa bercak coklat
redup pada kromatogram Forestal; maksimal spektrum pada 330-350 nm.
mengandung gula yang terikat melalui ikatan C-C; bergerak dengan
pengembang air, tidak seperti flavon biasa.
Universitas Sumatera Utara
Biflavonil
Khalkon dan auron
Flavanon
Isoflavon tanwarna; hampir
seluruhnya terbatas pada gimnospermae.
pigmen bunga kuning,
kadang-kadang terdapat juga dalam jaringan lain
tanwarna; dalam daun dan buah
terutama dalam Citrus tanwarna; sering kali
dalam akar; hanya terdapat dalam satu suku,
Leguminosae pada kromatogram BAA beupa bercak
redup dengan R
F
tinggi . dengan amonia berwarna merah
; maksimal spektrum 370-410 nm.
berwarna merah kuat dengan Mg HCl; kadang – kadang sangat pahit .
bergerak pada kertas dengan pengembang air; tak ada uji warna
yang khas.
2.2.3 Metoda isolasi senyawa flavonoida
Metoda Isolasi Senyawa Flavonoida oleh Harborne Dalam metoda ini, daun yang segar dimaserasi dengan MeOH, lalu disaring. Ekstrak
MeOH dipekatkan dengan rotari evaporator. Lalu ekstrak pekat yang dihasilkan, diasamkan dengan H
2
SO
4
2M, didiamkan, lalu diesktraksi dengan Kloroform. Lapisan Kloroform diambil, lalu diuapkan, sehingga dihasilkan ekstrak polar pertengahan
Terpenoida atau senyawa Fenol. Harborne, 1996
2.2.4 Sifat kelarutan flavonoida
Aglikon flavonoida adalah polifenol dan karena itu mempunyai sifat kimia senyawa fenol, yaitu bersifat agak asam sehingga dapat larut dalam basa. Tetapi harus diingat,
bila dibiarkan dalam larutan basa, dan disamping itu terdapat oksigen, banyak yang akan terurai. Karena mempunyai sejumlah gugus hidroksil, atau suatu gula,flavonoida
merupakan senyawa polar, maka umumnya flavonoida cukup larut dalam pelarut polar seperti Etanol EtOH, Metanol MeOH, Butanol BuOH, Aseton, Dimetilsulfoksida
Universitas Sumatera Utara
DMSO, Dimetilformamida DMF, Air dan lain-lain. Adanya gula yang terikat pada flavonoida bentuk yang umum ditemukan cenderung menyebabkan flavonoida lebih
mudah larut dalam air dan dengan demikian campuran pelarut yang disebut diatas dengan air merupakan pelarut yang lebih baik untuk glikosida. Sebaliknya, aglikon
yang kurang polar seperti isoflavon, flavanon dan flavon serta flavonol yang termetoksilasi cenderung lebih mudah larut dalam pelarut seperti Eter dan Kloroform.
Markham, 1988
2.3 Teknik Pemisahan
Tujuan dari teknik pemisahan adalah untuk memisahkan komponen yang akan ditentukan berada dalam keadaan murni, tidak tercampur dengan komponen-
komponen lainnya. Ada 2 jenis teknik pemisahan: 1.
Pemisahan kimia adalah suatu teknik pemisahan yang berdasarkan adanya perbedaan yang besar dari sifat-sifat fisika komponen dalam campuran yang
akan dipisahkan. 2.
Pemisahan fisika adalah suatu teknik pemisahan yang didasarkan pada perbedaan-perbedaan kecil dari sifat-sifat fisik antara senyawa-senyawa yang
termasuk dalam suatu golongan. Muldja, 1995
2.3.1 Kromatografi
Kromatografi merupakan suatu cara pemisahan fisik dengan unsur-unsur yang akan dipisahkan terdistribusikan antara dua fasa, satu dari fasa-fasa ini membentuk lapisan
stasioner denagn luas permukaan yang besar dan yang lainnya merupakan cairan yang merembes lewat.
Fasa stasioner mungkin suatu zat padat atau suatu cairan dan fase yang bergerak mungkin suatu cairan atau suatu gas. Underwood, 1981
Cara-cara kromatografi dapat digolongkan sesuai dengan sifat – sifat dari fasa diam, yang dapat berupa zat padat atau zat cair. Jika fasa diam berupa zat padat disebut
kromatografi serapan, jika berupa zat cair disebut kromatografi partisi. Karena fase
Universitas Sumatera Utara
gerak dapat berupa zat cair atau gas maka ada empat macam sistem kromatografi yaitu:
1. Fasa gerak cair–fasa diam padat kromatografi serapan: a. kromatografi lapis tipis
b. kromatografi penukar ion 2. Fasa gerak gas–fasa diam padat, yakni kromatografi gas padat.
3. Fasa gerak cair–fasa diam cair kromatografi partisi, yakni kromatografi kertas. 4. Fasa gerak gas–fasa diam zat cair, yakni :
a. kromatografi gas–cair b. kromatografi kolom kapiler
Semua pemisahan dengan kromatografi tergantung pada kenyataan bahwa senyawa – senyawa yang dipisahkan terdistribusi diantara fasa gerak dan fasa diam dalam
perbandingan yang sangat berbeda – beda dari satu senyawa terhadap senyawa yang lain Sastrohamidjojo, 1991.
2.3.1.1 Kromatografi Lapis Tipis
Kromatografi Lapis Tipis pada plat berlapis yang berukuran lebih besar, biasanya 5x20 cm, 10x20 cm, atau 20x20 cm. Biasanya memerlukan waktu pengembangan 30
menit sampai satu jam. Pada hakikatnya KLT melibatkan dua fase yaitu fase diam atau sifat lapisan, dan fase gerak atau campuran pelarut pengembang. Fase diam dapat
berupa serbuk halus yang berfungsi sebagai permukaan penyerap atau penyangga untuk lapisan zat cair. Fase gerak dapat berupa hampir segala macam pelarut atau
campuran pelarut. Sudjadi, 1986 Pemisahan senyawa dengan Kromatografi Lapis Tipis seperti senyawa organik
alam dan senyawa organik sintetik dapat dilakukan dalam beberapa menit dengan alat yang harganya tidak terlalu mahal. Jumlah cuplikan beberapa mikrogram atau
sebanyak 5g dapat ditangani. Kelebihan KLT yang lain ialah pemakaian jumlah pelarut dan jumlah cuplikan yang sedikit. Kromatografi Lapis Tipis KLT merupakan
salah satu metode pemisahan yang cukup sederhana yaitu dengan menggunakan plat kaca yang dilapisi silika gel dengan menggunakan pelarut tertentu. Gritter,1991
Universitas Sumatera Utara
Nilai utama Kromatografi Lapis Tipis pada penelitian senyawa flavonoida ialah sebagai cara analisis cepat yang memerlukan bahan sangat sedikit. Menurut
Markham, Kromatografi Lapis Tipis terutama berguna untuk tujuan berikut: 1.
Mencari pelarut untuk kromatografi kolom 2.
Analisis fraksi yang diperoleh dari kromatografi kolom 3.
Identifikasi flavonoida secara ko-kromatografi. 4.
Isolasi flavonoida murni skala kecil 5.
Penyerap dan pengembang yang digunakan umumnya sama dengan penyerap dan pengembang pada kromatografi kolom dan kromatografi kertas.
Markham, 1988
2.3.1.2 Kromatografi Kolom
Kromatografi cair yang dilakukan dalam kolom besar merupakan metode kromatografi terbaik untuk pemisahan dalam jumlah besar lebih dari 1 g. Pada
kromatografi kolom, campuran yang akan dipisahkan diletakkan berupa pita pada bagian atas kolom penyerap yang berada dalam tabung kaca, tabung logam, dan
tabung plastik. Pelarut atau fasa gerak dibiarkan mengalir melalui kolom karena aliran yang disebabkan oleh gaya berat atau didorong dengan tekanan. Pita senyawa
linarut bergerak melalui kolom dengan laju yang berbeda, memisah, dan dikumpulkan berupa fraksi ketika keluar dari atas kolom Gritter, 1991.
Dengan menggunakan cara ini, skala isolasi flavonoida dapat ditingkatkan hampir ke skala industri. Pada dasarnya, cara ini meliputi penempatan campuran
flavonoida berupa larutan diatas kolom yang berisi serbuk penyerap seperti selulose, silika atau poliamida, dilanjutkan dengan elusi beruntun setiap komponen
memakai pelarut yang cocok. Kolom hanya berupa tabung kaca yang dilengkapi dengan keran pada salah satu ujung. Markham, 1988
2.3.1.3 Harga Rf Reterdation Factor
Mengidentifikasi noda-noda dalam lapisan tipis lazim menggunakan harga Rf yang diidentifikasikan sebagai perbandingan antara jarak perambatan suatu zat dengan
jarak perambatan pelarut yang dihitung dari titik penotolan pelarut zat. Jarak yang
Universitas Sumatera Utara
ditempuh oleh tiap bercak dari titik penotolan diukur dari pusat bercak. Untuk mengidentifikasi suatu senyawa, maka harga Rf senyawa tersebut dapat dibandingkan
dengan harga Rf senyawa pembanding. Jarak perambatan bercak dari titik penotolan
Rf = Jarak perambatan pelarut dari titik penotolan Sastrohamidjojo, 1991.
2.3.2 Kristalisasi
Kristalisasi adalah pengendapan kristal dari larutan yang terbuat dari bahan tertentu. selama proses pembentukan kristal, molekul akan cenderung menjadi melekat
kristal tumbuh terdiri dari jenis yang sama molekul karena lebih cocok dalam kisi kristal untuk molekul struktur yang sama daripada molekul lain. Jika proses
kristalisasi diperbolehkan untuk terjadi dalam dekat - kondisi kesetimbangan, preferensi molekul untuk deposit pada permukaan terdiri dari molekul seperti akan
menyebabkan peningkatan dalam kemurnian bahan kristal. Sehingga proses rekristalisasi adalah salah satu metode yang paling penting tersedia bagi ahli kimia
untuk pemurnian padatan. Prosedur tambahan dapat dimasukkan ke dalam proses kristalisasi untuk menghilangkan kotoran. Ini termasuk filtrasi untuk menghilangkan
padatan undissolved dan adsorpsi untuk menghilangkan kotoran yang sangat polar.Daniel J.Pasto,1992
2.3.3 Ekstraksi
Ekstraksi dapat dilakukan dengan metoda maserasi, sokletasi, dan perkolasi. Sebelum ekstraksi dilakukan, biasanya serbuk tumbuhan dikeringkan lalu dihaluskan dengan
derajat kehalusan tertentu, kemudian diekstraksi dengan salah satu cara di atas. Ekstraksi dengan metoda sokletasi dapat dilakukan secara bertingkat dengan berbagai
pelarut berdasarkan kepolarannya, misalnya n-heksana, Eter, Benzena, Kloroform, Etil asetat, Etanol, Metanol, dan Air.
Ekstraksi dianggap selesai bila tetesan terakhir memberikan reaksi negatif terhadap senyawa yang diekstraksi. Untuk mendapatkan larutan ekstrak yang pekat
biasanya pelarut ekstrak diuapkan dengan menggunakan alat rotari evaporator. Harborne, 1996
Universitas Sumatera Utara
2.4 Teknik Spektroskopi
Teknik spektroskopi adalah salah satu teknik analisis kimia–fisika yang mengamati tentang interaksi atom atau molekul dengan radiasi elektromagnetik.
Ada dua macam instrumen pada teknik spektroskopi yaitu spektrometer dan spektrofotometer. Instrumen yang memakai monokromator celah tetap pada bidang
fokus disebut sebagai spektrometer. Apabila spektrometer tersebut dilengkapi dengan detektor yang bersifat fotoelektrik maka disebut spektrofotometer Muldja, 1955.
Informasi Spektroskopi Inframerah menunjukkan tipe – tipe dari adanya gugus fungsi dalam satu molekul dan Resonansi Magnetik Inti yang memberikan informasi
tentang bilangan dari setiap tipe dari atom hidrogen dan juga memberikan informasi yang menyatakan tentang lingkungan dari setiap tipe dari atom hidrogen.
Kombinasinya dan data yang ada kadang – kadang menentukan struktur yang lengkap dari molekul yang tidak diketahui. Pavia, 1979.
2.4.1 Spektrofotometri Ultra Violet
Serapan molekul di dalam derah ultra violet dan terlihat dari spektrum bergantung pada struktur ultra elektronik dari molekul. Penyerapan sejumlah energi,
menghasilkan percepatan dari elektron dalam orbital tingkat dasar ke orbital yang berenergi lebih tinggi di dalam keadaan tereksitasi Silverstein, 1986.
Spektrum Flavonoida biasanya ditentukan dalam larutan dengan pelarut Metanol MeOH atau Etanol EtOH. Spektrum khas terdiri atas dua maksima pada rentang
240-285 nm pita II dan 300-550 nm pita I. Kedudukan yang tepat dan kekuatan nisbi maksima tersebut memberikan informasi yang berharga mengenai sifat
flavonoida dan pola oksigenasinya. Ciri khas spektrum tersebut ialah kekuatan nisbi yang rendah pada pita I dalam dihidroflavon, dihidroflavonol, dan isoflavon serta
kedudukan pita I pada spektrum khalkon, auron dan antosianin yang terdapat pada panjang gelombang yang tinggi.
Universitas Sumatera Utara
Ciri spektrum golongan flavonoida utama dapat ditunjukkan sebagai berikut: Markham,1988
λ maksimum
utama nm λ maksimum tambahan
nm dengan intensitas nisbi
Jenis flavonoida
475-560 390-430
365-390 350-390
250-270 330-350
300-350 275-295
± 225 310-330
± 275 55 240-270 32
240-260 30 ± 300 40
± 300 40 tidak ada
tidak ada 310-330 30
310-330 30 310-330 25
Antosianin Auron
Kalkol Flavonol
Flavonol Flavon dan biflavonil
Flavon dan biflavonil Flavanon dan flavononol
Flavonon dan flavononon Isoflavon
2.4.2 Spektrofotometri infra merah FT-IR
Spektrum inframerah suatu molekul adalah hasil transisi antara tingkat energi getaran yang berlainan. Pancaran inframerah yang kerapatannya kurang dari 100 cm
-1
panjang gelombang lebih daripada 100 µm diserap oleh sebuah molekul organik dan
diubah menjadi putaran energi molekul.
Penyerapan ini tercantum, namun spektrum getaran terlihat bukan sebagai garis – garis melainkan berupa pita – pita. Hal ini disebabkan perubahan energi
getaran tunggal selalu disertai sejumlah perubahan energi putaran Silverstein, 1986. Dalam molekul sederhana beratom dua atau beratom tiga tidak sukar untuk
menentukan jumlah dan jenis vibrasinya dan menghubungkan vibrasi-vibrasi tersebut dengan energi serapan. Tetapi untuk molekul-molekul beratom banyak, analisis
jumlah dan jenis vibrasi itu menjadi sukar sekali atau tidak mungkin sama sekali, karena bukan saja disebabkan besarnya jumlah pusat – pusat vibrasi, melainkan
Universitas Sumatera Utara
karena juga harus diperhitungkan terjadinya saling mempengaruhi inter-aksi beberapa pusat vibrasi.
Vibrasi molekul dapat dibagi dalam dua golongan , yaitu vibrasi regang dan vibrasi lentur.
1. Vibrasi regang Di sini terjadi terus menerus perubahan jarak antara dua atom di didalam suatu
molekul. Vibrasi regang ini ada dua macam yaitu vibrasi regang simetris dan tak simetri.
2.Vibrasi lentur Di sini terjadi perubahan sudut antara dua ikatan kimia. Ada empat macam vibrasi
lentur yaitu vibrasi lentur dalam bidang yang dapat berupa vibrasi scissoring atau vibrasi rocking dan vibrasi keluar bidang yang dapat berupa waging atau berupa
twisting Noerdin, 1985
Universitas Sumatera Utara
BAB 3
METODOLOGI PENELITIAN
3.1. Alat – alat
1. Gelas ukur
50 ml pyrex
2. Gelas Beaker
250 ml pyrex
3. Gelas Erlenmeyer
250 ml pyrex
4. Corong pisah
500 ml Durant
5. Kolom kromatografi
2040 Pyrex
6. Tabung reaksi
7. Plat tetes
8. Neraca Analitis
Mettler PM 480 9.
Alat pengering Memmers
10. Rotari evaporator
Buchi B-480 11.
Labu alas 500 ml
Pyrex 12.
Alat pengukut titik lebur Fisher-Jhons
13. Statif dan klem
14. Lampu UV
254 nm 15.
Spatula 16.
Batang pengaduk 17.
Pipet tetes 18.
Botol vial 19.
Bejana Kromatografi Lapis Tipis 20.
Spektrofotometer FT-IR Jasco
21. Spektrofotometer UV-Visible
22. Kertas Saring
23. Plat KLT
Universitas Sumatera Utara
3.2. Bahan