Konsep Literasi Kritis Informasi
A. Konsep Literasi Kritis Informasi
Literasi kritis dapat didefinisikan sebagai sebuah literasi yang mendorong suatu kegiatan perenungan, mempertanyakan prinsip terhadap bentuk dan isi media cetak dan elektronik (Tyner, 1998). Tyner (1998) menjelaskan bahwa literasi informasi merujuk pada kemampuan untuk mengidentifikasi, mengevaluasi, dan menggunakan informasi. Termasuk di dalamnya dapat membedakan informasi utama dan sekunder, mengecek akurasi isi, menentukan sumber informasi, dan menaksir kredibiltas serta kualitas sumber informasi tersebut (Warnick, 2002).
UNESCO (2005) menyatakan bahwa literasi informasi adalah kemampuan untuk melakukan manajemen pengetahuan dan kemampuan untuk belajar terus- menerus. Secara terperinci, literasi informasi merupakan kemampuan untuk menyadari kebutuhan informasi dan kapan informasi diperlukan, mengidentifikasi dan menemukan lokasi informasi yang diperlukan, mengevaluasi informasi secara kritis, mengorganisasikan dan mengintegrasikan informasi ke dalam pengetahuan yang sudah ada, memanfaatkan serta mengomunikasikannya secara efektif, legal, dan etis (Gunawan dkk., 2014). Lebih lanjut, Gunawan dkk. (2014) menyatakan bahwa terdapat dua manfaat literasi informasi, yaitu agar seseorang dapat hidup sukses dalam UNESCO (2005) menyatakan bahwa literasi informasi adalah kemampuan untuk melakukan manajemen pengetahuan dan kemampuan untuk belajar terus- menerus. Secara terperinci, literasi informasi merupakan kemampuan untuk menyadari kebutuhan informasi dan kapan informasi diperlukan, mengidentifikasi dan menemukan lokasi informasi yang diperlukan, mengevaluasi informasi secara kritis, mengorganisasikan dan mengintegrasikan informasi ke dalam pengetahuan yang sudah ada, memanfaatkan serta mengomunikasikannya secara efektif, legal, dan etis (Gunawan dkk., 2014). Lebih lanjut, Gunawan dkk. (2014) menyatakan bahwa terdapat dua manfaat literasi informasi, yaitu agar seseorang dapat hidup sukses dalam
The Literacy and Numeracy Secretariat (2009) menyatakan bahwa literasi kritis telah mengumpulkan semangat dalam beberapa tahun terakhir untuk membantu mempersiapkan anak agar dapat “hidup” dalam masyarakat yang berilmu (berpengetahuan). Hal ini diperkuat oleh Stambler (2013) yang menyatakan bahwa tujuan literasi kritis dalam kehidupan nyata adalah untuk keefektifan interaksi, mengonstruk makna, dan mengomunikasikannya.
Berkenaan dengan uraian di atas, The Literacy and Numeracy Secretariat (2009) menyimpulkan kunci konsep literasi kritis, yaitu (1) semua teks merupakan konstruksi, (2) semua teks memuat pesan kepercayaan dan nilai, (3) tiap orang menginterpretasi pesan secara berbeda, (4) teks menyediakan kepentingan yang berbeda, dan (5) tiap-tiap medium mengembangkan bahasanya yang mengarahkan pembaca berada di jalan tertentu.
Literasi kritis dalam pembelajaran atau perkuliahan berkaitan erat dengan aktivitas membaca. Dalam aktivitas membaca tersebut diimplementasikan ancangan literasi kritis untuk memahami pesan tersirat dalam teks. Membaca merupakan interaksi antara pembaca dan penulis melalui teks. Membaca merupakan proses aktif yang melibatkan skemata, pengetahuan dan pengalaman untuk memaknai suatu teks. Berikut ini contoh pertanyaan untuk melakukan analisis kritis suatu teks menurut Hood (1998:16), yaitu (a) mengapa teks ini ditulis? (b) apa yang dibicarakan dalam teks? (c) untuk siapa teks ini ditulis? (d) bagaimana topik ini ditulis? dan (e) apakah topik ini ditulis juga dalam bentuk lain?
Untuk memperjelas pernyataan Hood tersebut, Ontario Language Curriculum menjabarkan model praktik literasi kritis dalam pembelajaran seperti berikut ini.
(a) Memecahkan kode. Mahasiswa perlu mengidentifikasi teks berkenaan dengan huruf, bunyi dalam kata, menguraikan ejaan dan konvensi tatabahasa dari struktur kalimat dan organisasi teks, dan menggunakan grafik dan visualisasi yang lain.
(b) Memaknai. Mahasiswa membutuhkan pengetahuan dan pengalaman untuk memahami apa yang penulis katakan. Mahasiswa butuh belajar bagaimana mendekonstruksi teks, membuka tujuan penulis, membentuk interpretasi berdasarkan pengetahuan dan sudut pandangnya, dan menguji lalu menemukan bagaimana cara berpikir mereka yang terbaik.
(c) Memanfaatkan teks. Tidak hanya memahami tujuan penulis, tetapi juga memahami konteks yang ada dalam teks. (d) Menganalisis teks. Mahasiswa perlu didukung untuk menganalisis motif penulis, mempertimbangkan keadilan, akurasi dan reliabilitas dan mengakui kekuasaannya sebagai pembaca. Selanjutnya, Mahasiswa perlu didukung untuk mengevaluasi apa yang dikatakan dan bagaimana hal itu dikatakan untuk mengakomodasi asumsi dan ide penulis.
Berikut ini pendekatan literasi kritis dalam pembelajaran menurut Stambler (2013), yaitu (a) mendekonstruksi struktur dan ciri-ciri teks, (b) menanyakan pertanyaan dari teks, (c) menguji nilai pokok dan mempertimbangkan arah pembaca memandang dunia, (d) mengembangkan interpretasi yang berlawanan/menentang, (e) menyelidiki alternatif membaca—apa yang dimasukkan, apa yang dikeluarkan, (f) penulis mengangkat aspek hidup mana sebagai nilai yang ditonjolkan?, (g) apakah teks tersebut memperlihatkan ketidakseimbangan posisi kekuasaan?, (h) pertimbangan waktu dan budaya yang melatarbelakangi teks itu diciptakan, (i) bagaimana teks dipandang mirip atau berbeda dari pandangan kontemporer? dan (j) bekerja untuk keadilan sosial dan perubahan.