Waktu Shalat

1. Waktu Shalat

Waktu shalat zhuhur bermula dari sejak matahari tergelincir dari titik tengah langit dan berakhir sampai bayang-bayang menyamai si empunya bayang-bayang tersebut. Ibnu Abbas telah meriwayatkan, sesungguhnya Nabi saw. bersabda:

“Jibril a.s. pernah mengimami aku di Baitullah dua kali; pertama kali dia shalat Zhuhur bersamaku ketika matahari telah tergelincir dan bayang-bayang berbalik arah seukuran jejak sandal. Kemudian kedua kalinya dia shalat ketika bayang-bayang seseuatu sama dengan dengannya”.

Waktu shalat bermula sejak bayang-bayang sesuatu sama seukuran dengan -dan sedikit lebih panjang daripadanya-dan berakhir sampai bayang-bayang sesuatu seukuran dua kali panjangnya. Ibnu Abbar r.a. telah meriwayatkan , sesungguhnya Nabi saw. bersabda:

“Dan Jibril a.s. pernah shalat ashar bersamaku ketika bayang-bayang sesuatu sama seukuran dengannya. Kemudian untuk kedua kalinya dia shalat ketika bayang-bayang sesuatu menjadi dua kali panjangnya”.

Di luar waktu itu hilanglah waktu yang utama untuk mengerjakan shalat ashar dan hanya tinggal waktu yang diperbolehkan sampai matahari terbenam. Waktu shalat Maghrib bermula sejak matahari terbenam, sebagaimana dikemukakan dalam sebuah riwayat:

“Sesungguhnya Jibril a.s. shalat maghrib ketika matahari tenggelam, dan dia pun (ketika itu pula) berbuka puasa”.

Waktu yang diutamakan untuk mengerjakan shalat maghrib hanya saat itu saja. Sedang waktu yang masih diperbolehkan sampai tenggelam awan (mega) merah. Waktu shalat Isya’ bermula sejak awan merah tenggelam berdasarkan hadits yang mengemukakan:

“Sesungguhnya Jibril a.s. shalat Isya’ pada kesempatan lain (saat ia memberi tahu tentang waktu shalat) ketika awan tenggelam”.

Yang dimaksud dengan ‘awan’ di sini adalah awan merah, berdasarkan hadits yang diriwayatkan oleh Abdullah bin ‘Amr bin ‘Ash r.a. yang menyatakan Rasulullah saw. telah bersabda:

“Waktu shalat Maghrib adalah sampai awan merah menghilang”.

Sedangkan akhir waktu shalat Isya’ yaitu sampai tengah malam, sebagaimana diriwayatkan oleh Abdullah bin ‘Amr r.a. sesungguhnya Nabi saw. telah bersabda:

“Waktu shalat Isya’ adalah sesuatu di antara kamu dengan tengah malam”.

Yang dimaksud dalam hadits ini adalah waktu shalat Isya’ yang diutamakan. Sedang di luar waktu tersebut adalah waktu yang diperbolehkan sampai fajar terbit. Waktu shalat Shubuh bermula sejak fajar yang kedua terbit, yakni fajar shadiq di mana orang berpuasa sejak saat itu tidak diperbolehkan makan dan minum, smapai remang-remang siang.

Sabda Rasulullah saw.:

“Sesungguhnya Jibril a.s. shalat shubuh ketika fajar terbit, dan dia shalat pagi hari ketiak telah terang”.

Ini adalah merupakan waktu utama untuk mengerjakan shalat shubuh, lalu sesudah itu hanya tinggal waktu yang diperbolehkan sampai matahari terbit. Seluruh waktu shalat ini telah dijelaskan dalam hadits yang diriwayatkan oleh Ahmad, An-Nasai, At-Tirmidzi pada bab tentang Waktu Shalat. Hadits tersebut adalah sebagai berikut:

Dari Jabir bin Abdullah r.a.:

“Sesungguhnya Jibril a.s. telah datang kepada Nabi saw. lalu dia berkata kepada beliau: Berdirilah (Ya Rasulallah), maka dia pun shalat mengimaminya. Dia shalat zhuhur ketika matahari tergelincir. Kemudian dia datang lagi kepada beliau pada waktu ashar, lalu berkata: Berdirilah (Ya Rasulallah), maka dia pun shalat mengimaminya. Dia shalat Ashar ketika bayang-bayang sesuatu sama seukurannya. Kemudian ia datang lagi pada waktu maghrib, lalu berkata: Berdirilah (Ya Rasulallah), maka dia pun shalat mengimaminya.Dia shalat maghrib ketika matahari terbenam. Kemudian dia datang lagi pada waktu Isya’, lalu berkata:Berdirilah (Ya Rasulallah), maka dia pun shalat mengimaminya.Dia shalat Isya’ ketika awan merah telah menghilang. Kemudian dia datang lagi kepada beliau pada waktu fajar, lalu berkata:Berdirilah (Ya Rasulallah), maka dia pun shalat mengimaminya.Dia shalat fajar ketika fajar telah tersibak atau dia berkata: fajar telah terbit. Kemudian keesokan harinya dia datang lagi kepada Nabi saw. pada waktu zhuhur, lalu berkata: Berdirilah (Ya Rasulallah), maka dia pun shalat mengimaminya. Dia shalat zhuhur ketika bayang-bayang sesuatu sama seukuran dengannya. Kemudian dia datang lagi kepada beliau pada waktu ashar, lalu berkata: Berdirilah (Ya Rasulallah), maka dia pun shalat mengimaminya. Dia shalat Ashar ketika bayang-bayang sesuatu seukuran dua kali panjangnya. Kemudian ia datang lagi pada waktu maghrib, pada waktu yang sama (seperti sebelumnya). Kemudian dia datang lagi pada waktu Isya’ ketika tengah malam telah berlalu, atau dia berkata: sepertiga malam, lalu dia shalat. Kemudian dia datang lagi kepada beliau ketika malam telah terang sekali , lalu berkata: Berdirilah (Ya Rasulallah), maka dia pun shalat mengimaminya.(Ketika itu) dia shalat fajar. Kemudian dia berkata: Di antara kedua waktu ini ada waktu.

Shalat wajib didirikan pada awal waktunya, yakni pada waktu bagian pertama yang dianggap sebagai waktu yang diutamakan. Bagi yang bersangkutan dipersilahkan mengerjakannya untuk memilih dari bagian pertama, apakah pada bagian awal tengah, atau akhir. Dan diperbolehkan mengerjakannya pada waktu bagian kedua (waktu diperbolehkan) sebagaimana telah dikemukakan dalam hadits di atas dan begitu juga seperti telah diriwayatkan oleh Abu Hurairah r.a. bahwasanya Nabi saw. bersabda:

“Barangsiapa masih mendapatkan satu rakaat dari waktu Shubuh sebelum matahari terbit, maka ia telah menemukan Shubuh. Dan barangsiapa masih mendapatkan satu rakaat dari waktu Ashar sebelum matahari tenggelam, maka ia telah menemukan Ashar.”

Dalam shahih Bukhari dan muslim juga dinyatakan:

“Barangsiapa masih mendapatkan satu rakaat dari shalat, maka berarti ia telah menemukan shalat.”

Shalat ini wajib dilaksanakan pada waktunya.

Firman Allah SWT:

“Peliharalah oleh kalian semua shalat.” (QS. 2 : 238)

Siapa pun tidak dibenarkan melalaikan shalat sehingga baru dilaksanakan… kecuali bagi orang yang ketiduran, atau lupa, atau yang menangguhkannya karena hendak dijama’ saat ia sedang bepergian, atau karena hujan.

Sabda Rasulullah saw.:

“Barangsiapa tidak mengerjakan shalat Ashar, hapuslah amalnya”.

“Umatku akan selalu dalam keadaan baik selama mereka tidak menangguhkan shalat Maghrib”.

Barangsiapa meninggalkan shalat, maka kepadanya wajib qadha, sebagaimana dikemukakan dalam sebuah hadits :

“Barangsiapa tertidur dari shalat atau lupa, maka shalatlah saat ia teringat”.

Sebaiknya yang bersangkutan mengqadha saat itu juga, namun andai ditangguhkan pun masih diperbolehkan dan tidak berdosa karenanya, hanya saja dia berdosa karena dia tidak mengerjakannya tepat waktu. Diriwayatkan dari ‘Imran bin Hashin r.a.:

Dia telah berkata :

“Kami pernah suatu ketika bepergian bersama Nabi saw., dan kami saat itu berjalan malam hari hingga larut malam. Karenanya kami pun tertidur nyenyak sekali. Kiranya tidak ada seorang musyafir tidur senyenyak itu, sehingga kami baru terbangun oleh karena panasnya sengatan matahari. Ketika nabi saw. bangun, maka mereka mengadukan apa yang terjadi menimpanya. Bersabdalah beliau: ‘Tidak mengapa dfan tidak membahayakan, berangkatlah kalian. Maka beliau pun berjalan tidak jauh dari sana kemudian beliau berhenti danb mengambil air wudhu dan adzan pun dikumandangkan, lalu shalat bersama-sama beliau”.

Hadits ini merupakan dalil bahwa Nabi saw. pernah terlambat shalat Shubuh dan beliau tidak mengqadhanya melainkan sesudah beliau keluar dari lembah itu. Seandainya harus seketika, niscaya beliau tidak menangguhkannya.