Fungsi Musikal Sulim Sebagai Fenomena Kontinuitas

4.1 Fungsi Musikal Sulim Sebagai Fenomena Kontinuitas

Di antara kesepuluh fungsi musik yang ditawarkan oleh Alan P. Merriam, dalam hal ini penulis hanya menitikberatkan fungsi musikal sulim pada fungsi komunikasi, hiburan, perlambangan, pengungkapan emosional, reaksi jasmani, penghayatan estetis dan fungsi ritual dan lima diantara keenam fungsi tersebut yaitu fungsi komunikasi, hiburan, perlambangan, pengungkapan emosional, reaksi jasmani dan penghayatan estetis merupakan wujud dari adanya kontinuitas yang masih tetap dipertahankan dan diterima di tengah-tengah masyarakat Batak Toba sampai sekarang, sementara satu fungsi yang lain yakni fungsi ritual sudah mengalami perubahan dan bahkan telah diabaikan.

4.1.1 Fungsi komunikasi

Merriam mengatakan bahwa musik walaupun tanpa syair sebenarnya telah dianggap mengkomunikasikan sesuatu. 21 Sejalan dengan pendapat tersebut, fungsi

sulim sebagai media komunikasi dapat dilihat ketika alat musik ini dimainkan bersama dengan istrumen lainnya pada saat upacara adat atau pun perayaan pesta

adat seperti Gondang Naposo 22 dan lain sebagainya. Dalam hal ini, fungsi sulim sebagai media komunikasi dapat dibedakan menjadi dua yakni komunikasi secara

vertikal dan komunikasi secara horizontal. Komunikasi secara vertikal yakni komunikasi antara manusia dengan pencipta, sedangkan komunikasi secara horizontal yakni komunikasi antara manusia dengan sesama.

Sebagai bentuk komunikasi yang bersifat vertikal dapat kita lihat ketika sulim memainkan repertoar gondang tertentu seperti repertoar Gondang Somba- somba yang memiliki makna penghormatan dan penyembahan kepada sang Pencipta, dimana sang Pencipta dalam repertoar ini menyampaikan sebuah pesan kepada semua yang hadir pada acara tersebut. Sedangkan bentuk komunikasi yang bersifat horizontal dapat dilihat pada saat sulim memainkan repertoar yang lain seperti repertoar Gondang Embas-embas yang mencerminkan komunikasi antara sipargonsi (pemain musik) dengan sipanortor (orang yang menari), dimana

sipargonsi 23 meminta kepada semua orang yang manortor agar marembas ketika manortor .

21 Lihat Panggabean, 1996:86.

22 Gondang Naposo adalah pesta muda-mudi pada masyarakat Batak Toba yang

merupakan sarana untuk membina hubungan antara generasi muda 23

Marembas adalah sejenis bentuk tarian Batak Toba dengan cara menghentakkan kaki ke depan dan ke belakang sambil mengayunkan tangan.

4.1.2 Fungsi hiburan

Pada umumnya setiap orang pasti membutuhkan hiburan dalam berbagai aspek kehidupannya. Hiburan biasanya dipakai sebagai media untuk memberikan rasa senang/ bahagia bagi orang yang membutuhkannya. Pada hakekatnya hiburan tidak semata-mata dibutuhkan oleh orang yang dilingkupi rasa duka atau memiliki beban berat dalam hidupnya, tetapi hiburan juga dapat dinikmati oleh orang tertentu yang memang senang terhadap sesuatu sehingga dia tertarik untuk menyaksikan atau mendengarkan hiburan tersebut.

Hiburan biasanya disajikan dalam berbagai bentuk penyajian baik pada saat bersifat formal, semi formal maupun non-formal. Hiburan yang bersifat formal biasanya identik dengan seni pertunjukan yang ditampilkan dalam berbagai acara- acara yang bersifat akademis, kenegaraan, keaagamaan, konser akbar dan lain sebagainya. Hiburan yang bersifat semi formal biasanya ditampilkan ketika konteks acaranya bersifat lebih santai, biasanya dapat kita lihat pada seni pertunjukan kecil seperti mini konser, konser dadakan dan lain sebagainya. Hiburan yang bersifat non-formal merupakan hiburan yang dipertunjukkan untuk kepentingan pribadi maupun golongan tertentu yang disajikan tanpa adanya aturan konsep acara yang ditentukan dengan tujuan hanya untuk kesenangan semata atau pengisi waktu luang.

Berkaitan dengan ketiga konteks hiburan tersebut, sulim yang berfungsi sebagai media hiburan juga merupakan instrumen yang sudah sering dipakai dalam seni pertunjukan baik bersifat formal, semi formal, maupun non-formal. Sebagai wujud dari fungsi sulim sebagai media hiburan dalam konteks formal dapat kita lihat ketika sulim menjadi instrumen pengiring maupun instrumen pokok pada saat acara seni pertunjukan yang bertemakan konser/ festival maupun non-konser.

Pertunjukan formal yang bersifat konser misalnya ketika sulim ditampilkan pada acara Konser Akbar, Konser Paduan Suara, Festival Paduan Suara, Festival Kolaborasi Etnik Modern dan sebagainya. Pertunjukan formal yang bersifat non konser misalnya ketika sulim disajikan sebagai instrumen pengiring lagu solo atau paduan suara untuk mengisi hiburan dalam acara akadamis seperti Wisuda, Dies Natalis/ulang tahun, Pengukuhan Guru Besar atau seseorang dan sebagainya.

Fungsi sulim sebagai media hiburan pada pertunjukan semi formal dapat dilihat ketika sulim ditampilkan dalam setiap acara pertunjukan musik dadakan di acara-acara kampus, pertunjukan mini konser paduan suara sekuler atau non gerejawi dan sebagainya, dan fungsi sulim sebagai media hiburan pada pertunjukan non-formal dapat kita lihat ketika sulim juga ditampilkan secara tunggal atau dikolaborasikan dengan berbagai instrumen lain pada saat pertunjukan mengamen di pinggir jalan, pertunjukan musik di Mall, atau di tempat- tempat-tempat tertentu yang ideal dijadikan sebagai objek yang bersifat non formal dan bisa disaksikan oleh masyarakat umum atau khalayak ramai.

Selain dari berbagai pernyataan di atas, sulim juga dapat dijadikan sebagai media untuk menghibur diri sendiri atau orang lain yang meminta untuk dihibur. Marsius Sitohang selaku seorang yang dikenal sebagai maestro sulim pernah berkata bahwa sudah banyak orang Batak Toba maupun Non-Batak Toba yang pernah meminta dirinya untuk memainkan sulim secara solo dengan membawakan repertoar tertentu dengan alasan untuk kesenangan pribadi. Sebab menurut orang selaku penikmat tersebut, Marsius tidak hanya mahir dalam memainkan sulim tetapi dia juga memiliki karisma yang seakan mampu menghipnotis sipendengar melalui alunan syahdu sulim yang dimainkannya.

4.1.3 Fungsi perlambangan

Alan P. Merriam juga mengatakan bahwa musik juga dapat berfunsi sebagai perlambangan atau simbol dari tingkah laku manusia. 24 Berbicara mengenai tingkah

laku, oleh orang lain diluar etnis Batak pada umumnya memandang bahwa masyarakat Batak Toba dikenal dengan sifatnya yang keras, tegas, prinsipil yang seakan-akan kasar dan cepat dalam berbicara. Jika ditinjau dari segi musiknya, hal itu bisa diterima karena bukti tersebut dapat dilihat dari musik dan repertoar yang disajikan pada setiap acara adat masyarakat Batak Toba, biasanya kebanyakan repertoar gondang selalu dibawakan dengan nuansa intonasi yang tegas, nada dan lirik yang sangat rapat, dengan tempo dan durasi waktu yang berbeda-beda. Hal ini membuktikan bahwa musik juga dapat menunjukkan identitas dari masyarakat pendukungnya. Dengan kata lain, tipikal musik atau repertoar yang mereka sajikan sesungguhnya melambangkan gambaran umum mengenai tingkah laku dari masyarakat Batak Toba itu sendiri.

Sama halnya jika kita mendengarkan alunan musik di luar Batak Toba seperti musik tradisi Karo misalnya. Musik tradisi Karo dikenal dengan ciri khas musiknya

yang selalu memunculkan nuansa rengget 25 dengan tempo yang lebih lambat dari musik Batak Toba, orang yang pernah mendengarkan akan langsung berkata bahwa

itulah musik tradisi Karo, sebab masyarakat Karo secara umum dikenal dengan tipikal orang yang bersifat lembut dan berbicara dengan nada halus dan memakai rengget ketika bernyanyi. Artinya, bahwa musik tradisi Karo juga melambangkan tingkah laku dan kebiasaan masyarakat Karo itu sendiri.

24 Alan P. Merriam, 1964, hal.119-222.

25 Rengget adalah semacam ornamentasi musikal sebagai ciri khas musik tradisi Karo.

Jika dihubungkan antara fungsi musik sebagai perlambangan/simbol dengan sulim sebagai instrumen, maka dapat diartikan bahwa sulim juga memiliki fungsi musikal sebagai media untuk mengungkapkan makna perlambangan/simbol itu sendiri, sebab sulim juga merupakan salah satu instrumen pokok masyarakat Batak Toba yang mampu berperan membawakan melodi lagu atau repertoar secara utuh. Pada saat sulim dimainkan untuk membawakan beberapa lagu atau repertoar, maka masyarakat yang mendengarnya baik suku Batak Toba maupun di luar suku Batak Toba akan mengatakan bahwa itulah ciri khas musik Batak Toba.

Selain memiliki kebiasaan sperti yang telah dijelaskan di atas, masyarakat Batak Toba juga dikenal memiliki kebiasaan mangandung 26 pada saat menangisi

orang yang meninggal. Salah satu kebiasaan ini juga dapat kita lihat ketika sulim juga mampu memainkan teknik andung yang diimitasikan dari alunan suara seseorang yang sedang meratap. Oleh karena itu dapat dibuktikan bahwa berbagai bentuk kebiasaan atau tingkah laku dari masyarakat Batak Toba dapat dilambangkan melalui alunan sulim.

4.1.4 Fungsi pengungkapan emosional

Pada hakekatnya, manusia adalah makhluk yang memiliki perasaan atau emsosional sebagai wujud dari rasa suka maupun duka. Oleh setiap orang perasaan tersebut juga diungkapkan dengan cara yang berbeda-beda. Pada umumnya seseorang yang dilingkupi kesedihan akan menunjukkannya dengan tangisan, sebaliknya seseorang yang sedang merasakan kebahagiaan dan sukacita akan menunjukkannya dengan cara tertawa. Namun, ada kalanya seseorang mengungkapkan perasaannya dengan caranya sendiri. Musik juga merupakan

Mangandung artinya menangis yang ditunjukkan melalui nyanyian ratapan.

media yang dapat digunakan untuk mengungkapkan perasaan. Sebagai contoh, ada orang mengungkapkan perasaannya dengan bernyanyi, ada orang mengungkapkan perasaannya lewat penulisan lirik lagu, dan ada pula orang yang mengungkapkan perasaannya dengan memainkan alat musik. Pengungkapan emosional dengan ketiga cara tersebut diekspresikan sesuai dengan kondisi dan suasana hati orang tersebut.

Sulim sebagai instrumen yang juga dapat dimainkan secara tunggal/solo dapat berfungsi sebagai media untuk mengungkapkan perasaan. Ketika seseorang merasakan kesedihan maupun sukacita, perasaan itu dapat ekspresikan melalui alunan melodi sulim. Dahulu sebelum Marsius Sitohang diangkat sebagai Dosen luar biasa di Departemen Etnomusikologi Universitas Sumatera Utara dan sebelum dia terkenal sebagai salah seorang maestro sulim, beliau adalah seorang kepala rumah tangga yang bermata pencaharian sebagai penarik becak dayung. Pada saat menunggu penumpang beliau seringkali memainkan instrumen sulim dengan duduk di atas becak dayungnya. Ketika ditanya mengapa beliau melakukan hal tersebut, beliau menjawab dengan intonasi/dialek Bataknya yang kental, “yaaahhh itu karena senang sekali memainkan sulim…jadi kalo saya bermain sulim bisa menambah semangat dalam bekerja”, tandasnya.

Dari pernyataan beliau tersebut dapat diartikan bahwa musik juga ternyata mampu menjadi bagian dari sisi kehidupan manusia. Terlihat jelas bahwa sulim juga dapat memberikan dampak bagi hidup orang yang sudah sangat gemar dalam memainkannya. Bagi seorang Marsius, peran sebuah sulim sangat besar sekali dalam berbagai aktivitas kehidupannya. Ketika beliau mengatakan bahwa dengan memainkan sulim semangat beliau semakin bertambah, itu artinya perasaan senang Dari pernyataan beliau tersebut dapat diartikan bahwa musik juga ternyata mampu menjadi bagian dari sisi kehidupan manusia. Terlihat jelas bahwa sulim juga dapat memberikan dampak bagi hidup orang yang sudah sangat gemar dalam memainkannya. Bagi seorang Marsius, peran sebuah sulim sangat besar sekali dalam berbagai aktivitas kehidupannya. Ketika beliau mengatakan bahwa dengan memainkan sulim semangat beliau semakin bertambah, itu artinya perasaan senang

Sehubungan dengan hal itu, dapat dilihat bahwa fungsi sulim sebagai media pengungkapan emosional dapat dilihat dari sudut pandang dan situasi yang berbeda-beda. Sebagai contoh, ketika sulim ditampilkan bersama instrumen Batak

Toba yang lain pada sebuah acara adat Pesta Gondang Naposo 27 , fungsi pengungkapan emosional dapat dilihat ketika manortor (menari). Alunan sulim

pada saat mengiringi tortor 28 dapat memberikan pengaruh bagi sipanortor (orang yang manortor) itu sendiri. Jika alunan sulim tersebut lincah dan dinamis akan

menambah semangat panortor (penari) bahkan kadang-kadang sampai meloncat kegirangan. Itu artinya alunan melodi sulim itu pun ternyata mampu menggugah emosi sipanortor sehingga sampai meloncat kegirangan.

4.1.5 Fungsi penghayatan estetis

Pada dasarnya, seseorang dapat menikmati musik karena secara psikologis dia mampu untuk menghayati musik itu sendiri. Seseorang juga mampu memainkan musik dengan baik apabila dia mampu menghayati permainannya dengan baik. Seorang pemain sulim atau pemain instrumen musik apapun tidak akan maksimal menggunakan intrumen yang dimainkannya jika dia tidak mampu menghayati permainan musik tersebut dengan baik walaupun secara teknis orang tersebut mahir memainkannya.

Guntur Sitohang yang merupakan salah seorang sesepuh pargonsi Batak Toba di Harian Boho Samosir pernah berkata, “jika kita ingin mahir dalam bermain

27 Gondang Naposo adalah pesta muda-mudi dengan iringan gondang. Biasanya

dilaksanakan setelah panen selesai. 28

Tortor merupakan istilah tarian yang diiringi musik tradisional Batak Toba.

musik maka kita harus menjadikan musik itu sebagai bagian dari kehidupan kita” 29 yang artinya kita harus menganggap musik itu sebagai sosok yang kita sayangi

setiap saat sama seperti bagaimana kita menyanyangi orang tua, keluarga, bahkan diri kita sendiri. Dengan demikian apabila kita telah menganggap musik itu menjadi bagian dari kehidupan kita, maka kita harus merawat, menjaga dan memperlakukan instrumen yang kita mainkan tersebut dengan baik. Sama halnya jika kita ingin mahir dalam bermain sulim, selain berlatih dengan tekun dan gigih maka kita juga harus merawat dan menjaga serta memainkan sulim itu sebaik kita memperlakukan orang yang kita sayangi. Bahkan pada saat dimainkan sekalipun, kita harus menjiwai dan menghayati permainan kita seakan kita sedang memperlakukan orang yang kita sayangi.

Selain daripada itu, sulim sebagai instrumen yang juga dapat berfungsi sebagai media untuk penghayatan estetis dapat kita lihat dari peristiwa lain seperti gerakan tortor yang dilakukan pada saat manortor yang diiringi sulim bersama instrumen lainnya pada acara-acara adat Batak Toba. Pada umumnya tidak semua orang Batak Toba dapat manortor karena memperoleh pembelajaran manortor, tetapi kenyataannya jika kita melihat di lapangan terjadi sebuah keselarasan antara gerakan tangan, kaki, dan badan pada saat manortor dengan irama musik yang dimainkan oleh pargonsi (pemain musik). Hal ini menunjukkan bahwa keselarasan itu muncul akibat adanya penghayatan estetis dari sipanortor ketika mendengarkan alunan musik yang dimainkan.

29 Wawancara sambil lalu di Medan, Desember 2011.

4.1.6 Fungsi reaksi jasmani

Fungsi musikal sulim sebagai reaksi jasmani sejalan dengan fungsinya sebagai pengungkapan emosional dan fungsinya sebagai penghayatan estetis. Sebab reaksi jasmani muncul ketika adanya penghayatan yang menghasilkan emosional, dan emosional itupun kemudian diungkapkan melalui reaksi jasmani. Sebagai wujud dari fungsi reaksi jasmani dapat kita lihat dengan kembali mengambil contoh manortor pada saat pesta adat pernikahan masyarakat Batak Toba. Ketika parsulim (sipemain sulim) memainkan sulimnya dengan baik ditambah dengan pembawaan repertoar yang baik pula, maka sipanortor akan manortor kegirangan sembari mengeluarkan seruan-seruan seperti “eeee….mmada….” yang secara harafiah diartikan “yaaa inilah” yang seolah-olah kata tersebut menegaskan “ya inilah kegembiraan kita”.

Sebaliknya ketika lagu atau repertoar yang dimainkan oleh pargonsi (pemusik) kurang enak kedengarannya bagi panortor ditambah kemungkinan kurang mahirnya siparsulim atau pemain instrumen yang lain dalam bermain, maka akan spontan juga para pargonsi (pemusik) akan mendapat teriakan atau sorakan negatif dari para panortor. Juniro Sitanggang yang juga sebagai salah seorang pemain sulim dari Samosir pernah berkata bahwa group musik mereka pernah mendapat teguran atau sorakan yang kurang mengenakkan dari panortor pada saat acara adat pernikahan Batak Toba di Kecamatan Simanindo, Kabupaten Samosir. Ketika musik baru saja mengalun tiba-tiba beberapa panortor spontan berteriak “ ai denggan jo bahen hamu boohhhh…. ” yang artinya bahwa mereka berharap supaya pargonsi tersebut memainkan musiknya dengan lebih baik lagi agar enak Sebaliknya ketika lagu atau repertoar yang dimainkan oleh pargonsi (pemusik) kurang enak kedengarannya bagi panortor ditambah kemungkinan kurang mahirnya siparsulim atau pemain instrumen yang lain dalam bermain, maka akan spontan juga para pargonsi (pemusik) akan mendapat teriakan atau sorakan negatif dari para panortor. Juniro Sitanggang yang juga sebagai salah seorang pemain sulim dari Samosir pernah berkata bahwa group musik mereka pernah mendapat teguran atau sorakan yang kurang mengenakkan dari panortor pada saat acara adat pernikahan Batak Toba di Kecamatan Simanindo, Kabupaten Samosir. Ketika musik baru saja mengalun tiba-tiba beberapa panortor spontan berteriak “ ai denggan jo bahen hamu boohhhh…. ” yang artinya bahwa mereka berharap supaya pargonsi tersebut memainkan musiknya dengan lebih baik lagi agar enak

positif ataupun negaif dari orang yang mendengarkannya.