Analisis gaya musikal

5.4.1 Analisis gaya musikal

5.4.1.1 Analisis tangga nada

Sebagaimana dikemukakan oleh Nettl bahwa cara-cara untuk mendeskripsikan tangga nada adalah dengan menuliskan semua nada yang dipakai dalam membangun sebuah komposisi musik tanpa melihat fungsi masing-masing nada tersebut dalam lagu.

Selanjutnya, tangga nada tersebut digolongkan menurut beberapa klasifikasi, menurut jumlah nada yang dipakai. Tangga nada ditonic (dua nada), tritonic (tiga nada), tetratonic (empat), pentatonic (lima nada), hexatonic (enam nada), heptatonic (tujuh nada). Dua nada dengan jarak satu oktaf biasanya dianggap

satu nada saja. 60 Maka jika dilihat dari nada-nada yang dimainkan dalam komposisi di atas,

lagu tersebut tersusun atas nada-nada :

60 Nettl, Theory and Method. op. cit., 145.

Sesuai dengan penjelasan di atas, dua nada dengan jarak satu oktaf biasanya dianggap satu nada saja. Maka, lagu tersebut tersusun atas 7 (tujuh) buah nada. Dengan demikian tangga nada melodi sulim yang dimainkan pada komposisi tersebut dinamakan heptatonic (tujuah nada).

5.4.1.2 Analisis modus

Sampai saat ini istilah modus belum mempunyai satu pengertian yang baku. Dalam tulisan ini istilah modus dipakai untuk menunjukkan cara penggunaan nada- nada dalam suatu komposisi. Misalnya, kalau kita membuat daftar nada-nada yang dipakai dalam sebuah lagu, maka daftar itu adalah tangga nada lagu tersebut. Kalau kita ingin mendeskripsikan modus lagu itu, paling tidak kita akan menyebut nada mana yang berfungsi sebagai nada dasar (tonal center); nada-nada yang terpenting ; nada-nada yang hanya dipakai sebagai nada awal atau pendamping nada lain, dan lain sebagainya. Baik tangga nada maupun modus disampaikan lewat notasi.

Tangga nada ditulis pada paranada dengan harga-harga yang menandai fungsi-fungsi nada dan membedakan nada yang sering dipakai dalam komposisinya daripada nada yang jarang dipakai. Nada dasar ditulis sebagai not utuh; nada penting lainnya sebagai not setengah, nada biasa sebagai not seperempat, nada Tangga nada ditulis pada paranada dengan harga-harga yang menandai fungsi-fungsi nada dan membedakan nada yang sering dipakai dalam komposisinya daripada nada yang jarang dipakai. Nada dasar ditulis sebagai not utuh; nada penting lainnya sebagai not setengah, nada biasa sebagai not seperempat, nada

Berikut ini merupakan modus dari komposisi di atas :

5.4.1.3 Analisis wilayah nada ( ambitus)

Wilayah nada (ambitus) diperoleh dengan memperhatikan rentang jarak (range) antara nada terendah dengan nada tertinggi dalam satu komposisi lagu. Diukur dengan menggunakan satuan cent, laras atau interval.

Berdasarkan teori Ellis 62 dikatakan bahwa 1 laras adalah setara dengan 200 cent atau ½ laras sama dengan 100 cent. Maka berdasarkan perhitungan di atas,

wilayah nada (ambitus) dari komposisi di atas adalah sebagai berikut :

Nada paling rendah

Nada paling tinggi

cent laras

G G’

Nada paling rendah dan tinggi cent laras

61 Ibid., 146.

62 Berdasarkan teori A. J. Ellis bahwa dalam satu oktaf tangga nada yang terdiri dari 6

[enam] laras setara dengan 1200 cent atau 1 laras sama dengan 200 cent, atau ½ laras setara dengan 100 cent. Ibid., 115-116.

5.4.1.4 Analisis interval

Interval ialah jarak antara satu nada ke nada berikutnya, naik maupun turun berdasarkan jumlah laras yang mengantarai kedua nada tersebut. Berdasarkan hukum musik, nama-nama interval telah ditentukan menurut jumlah nada yang dipakai, sedangkan jenisnya ditentukan berdasarkan jarak kedua nada tersebut dalam laras, seperti pada tabel berikut.

Tabel-3 Rumus Interval

Simbol interval Jlh

Jlh

Nama dan jenis interval Contoh

1 0 prime perfect (murni)

2 1 sekunda mayor (besar) C–D 3M

C–E 4P

3 2 Terts mayor (besar)

kwart perfect (sempurna) C–F 5P

kwint perfect (murni)

C–A 7M

sekta mayor (besar)

septime mayor (besar) C-B 8P

oktaf Perfect (murni)

C – d’ 10M

none mayor

decime mayor

C – e’

 Catatan, interval besar (mayor, M) dikurang setengah laras menjadi interval kecil (minor, m); interval murni (perfect, P) dan kecil (minor, m) dikurang setengah laras menjadi interval kurang (diminish, dim); Sebaliknya, interval besar (mayor, M) dan murni (perfect, P) ditambah setengah laras menjadi interval lebih (augumentasi, Ag), sedangkan interval murni (perfect) tidak bisa menjadi interval besar ataupun kecil.

Rumus interval dim + ½ laras = m

M + ½ laras = Ag m – ½ laras = dim

m + ½ laras = M

Ag – ½ laras = M P – ½ laras = dim

M – ½ laras = m

P + ½ laras = Ag

Dengan demikian, berdasarkan hukum interval di atas maka interval untuk komposisi melodi sulim di atas dapat dilihat pada tabel di bawah ini :

Tabel-4 Frekuensi Pemakaian Interval Lagu Tole Endehon

Simbol interval

Nama dan jenis interval

Jumlah interval

64 2m

1P Prime perfect (murni)

19 2M

Sekunda minor (kecil)

Sekunda Mayor (besar) 126 3m

43 3M

Ters minor (kecil)

63 4P

Ters Mayor (besar)

30 5P

Kwart perfect (sempurna)

Kwint perfect (murni)

5.4.1.5 Analisis pola kadensa

Sebagaimana kalimat bahasa yang diberi tanda baca berupa koma dan titik, maka demikian juga halnya dengan musik, juga diberi tanda baca melalui kadens- kadens yang terdapat di dalamnya. Sebuah kadens adalah satu kerangka atau formula yang terdiri dari elemen-elemen harmonis, ritmis, dan melodis yang meng- hasilkan efek kelengkapan yang bersifat sementara (kadens tak sempurna, kadens gantung) dan yang permanen (kadens lengkap, sempurna).

Kadens yang berakhir pada nada tonal disebut kadens sempurna (lengkap), sedangkan yang berakhir pada nada lain (seperti nada dominan atau sub-dominan) disebut kadens gantung (tak sempurna). Analoginya dengan kalimat, kadens sempurna itu merupakan titik; kadens gantung merupakan tanda tanya atau titik- koma. Sebuah frase yang berakhir pada kadens gantung (tak sempurna) disebut Kadens yang berakhir pada nada tonal disebut kadens sempurna (lengkap), sedangkan yang berakhir pada nada lain (seperti nada dominan atau sub-dominan) disebut kadens gantung (tak sempurna). Analoginya dengan kalimat, kadens sempurna itu merupakan titik; kadens gantung merupakan tanda tanya atau titik- koma. Sebuah frase yang berakhir pada kadens gantung (tak sempurna) disebut

Contoh kadens gantung dapat dilihat pada akhir bar yang ke-12 menuju bar yang ke-13 :

Contoh kadens sempurna dapat dilihat pada akhir bar yang ke-12 menuju bar yang ke-14 :

Dengan demikian, contoh frase anteseden dapat dilihat mulai dari bar yang ke-11 hingga bar yang ke-13 :

Maka frase konsequen dapat terlihat mulai dari bar yang ke-11 kemudian melompat menuju bar yang ke-14 :

63 Hugh M. Miller, Introduction to Music: A Guide to Good Listening (Caloocun City, Philippines: Philippines Graphic Art Inc., 1971), seperti naskah terjemahan Triyono Bramantyo,

“Apresisasi Seni” (Yogyakarta: Institut Seni Indonesia, t.t.), 165-166. Lihat juga Lein Flein, “Structure and Style” Expanded Edition, The Study and Analysis of Musical Form (New Jersey: Summy-Birchard Music, 1979), 37.

5.4.1.6 Analisis formula melodi (bentuk)

Terdapat beberapa istilah yang lazim digunakan untuk mengidentifikasi garapan formula melodi sebuah komposisi musik.

a. Repetitif dapat digunakan untuk menggambarkan bentuk nyanyian yang memakai formula melodi yang relatif pendek dan selalu diulang-ulang.

b. Iteratif yaitu nyanyian dengan formula melodi yang kecil dengan kecenderungan pengulangan-pengulangan dalam keseluruhan nyanyian.

c. Apabila dalam nyanyian terjadi pengulangan pada frase pertama setelah terjadi penyimpangan-penyimpangan melodi, bentuk ini disebut reverting.

d. Jika salah satu dari bentuk tersebut diulang dengan formalitas yang sama tetapi dengan teks nyanyian yang cenderung baru, disebut strofic.

e. kalau bentuknya selalu berubah dengan menggunakan materi teks yang selalu baru, ini disebut progressive. 64

Bentuk dapat diartikan sebagai hubungan-hubungan diantara bagian-bagian dari sebuah komposisi yang merupakan struktur dari keseluruhan sebuah komposisi, termasuk hubungan diantara unsur-unsur melodis dan ritmis. Hubungan- hubungan antara bagian-bagiannya tersebut biasanya digambarkan dengan kode huruf, yaitu A, B, C, dan seterusnya. Selanjutnya dua bagian yang bermiripan tetapi tidak persis sama digambarkan dengan tambahan angka di atas baris; misalnya, A,

64 Malm., op. cit., 17.

A1 dan A2 adalah dua bagian yang dianggap sebagai variasi dari bahan musikal yang sama.

Dalam mendeskripsikan bentuk sebuah komposisi, terlebih dahulu kita harus membaginya ke dalam bagian-bagian. Patokan yang bisa dipakai dalam pembagian tersebut adalah: 1) pengulangan—bagian komposisi yang diulangi bisa dianggap sebagai satu unit; 2) frasa-frasa dan istirahat—istirahat atau pengurangan intensitas suara (decressendo) mungkin menunjukkan batas akhir sebuah unit; pengulangan dengan perubahan—umpamanya, transposisi lagu atau pengulangan pola ritmis dengan nada-nada lain; 4) satuan teks dalam musik vokal, seperti kata atau baris (dalam sajak atau pantun).

Dengan mengacu pada patokan pembagian di atas dan setelah dihubungkan dengan perjalanan melodi yang menjadi sampel dalam tulisan ini maka penulis menyimpulkan bahwa perjalanan melodi di atas terdiri dari 5 bentuk yang terrinci sebagai berikut :

a. Bentuk pertama terbagi atas intro dan interlude. Oleh karena alur meodi antara intro dan interlude percis sama, maka bentuk ini diberi lambang huruf yang sama yakni bentuk A.

b. Bentuk kedua terbagi atas bridge I (melodi jembatan I) dan bridge II (melodi jembatan II). Oleh karena alur melodi kedua bridge tersebut memiliki kemiripan walaupun tidak percis sama, maka bentuk ini dibagi menjadi dua yakni dibedakan atas bentuk B (bridge I) dan B2 (bridge II).

c. Bentuk yang ketiga terdiri atas bagian ending (penutupan) yakni dinamakan bentuk C.

Contoh bentuk A dapat dilihat pada bagian intro pada bar yang ke-10 hingga bar yang ke-14, dan bagian interlude yakni pada bar yang ke-47 hingga bar yang ke-45 yakni sebagai berikut :

Contoh bentuk B (bridge I) dapat dilihat mulai dari bar yang ke16, bar 22, bar 24, bar 30, bar 38, hingga bar 40 yakni sebagai berikut :

Contoh bentuk B2 (bridge II) dapat dilihat mulai dari bar yang ke-57, bar

63, bar 65, bar 71, bar 79, bar 81, bar 83, bar 87, bar 89, bsr 91, bar 93, bar 95, bar

99 yakni sebagai berikut :

Contoh bagian bentuk C dapat dilihat pada bagian penutupan (ending) seperti berikut :

5.4.1.7 Identifikasi tema (thematic material)

Yang dimasksud dengan identifikasi tema (thematic material) di sini ialah unsur-unsur musik yang dijadikan dasar dari suatu komposisi. Dasar komposisi Yang dimasksud dengan identifikasi tema (thematic material) di sini ialah unsur-unsur musik yang dijadikan dasar dari suatu komposisi. Dasar komposisi

unsur lagu yang terdiri dari sejumlah nada yang dipersatukan dengan suatu gagasan atau ide. 66 Motif biasanya selalu diulang-ulang dan dikembangkan dalam suatu

komposisi. Untuk menganalisis motif melodi sulim pada komposisi di atas, penulis mengelompokkannya menjadi motif [a,b,c,d,e,f,g]. Pertimbangan yang paling utama dalam pengelompokan motif ini adalah berdasarkan susunan nada-nadanya. Motif yang selalu diulang-ulang diberi identitas dengan menambah angka dibelakang identitas motifnya—misalnya, motif [a1, a2, dst] adalah ulangan dari motif [a] dengan atau tanpa penambahan (augmentation) atau pun pengurangan (diminution) satu atau pun beberapa nada dari motif dasarnya, atau motif [b1, b2, dst] adalah ulangan dari motif [b]. Sedangkan untuk motif yang hanya satu kali saja muncul, dijadikan sebagai motif baru.

Motif [a] memiliki dua kali pengulangan yakni [a1,a2] terdapat pada bar yang ke-16, bar 57, dan bar 65. Bentuk motif tersebut yakni sebagai berikut :

Motif [b] memiliki dua kali pengulangan yakni [b1,b2] terdapat pada bar yang ke-24, 40, dan bar 81. Bentuk motif tersebut yakni sebagai berikut :

Motif [c] memiliki tiga kali pengulangan yakni [c1,c2,c3] terdapat pada bar yang ke-22, 30, 63, dan bar 71. Bentuk motif tersebut yakni sebagai berikut :

65 George Thadeus Jones, Music Theory (New York: Barnes and Noble Book, 1979), 102.

66 Karl-Edmund Prier SJ, op. cit., 3 dan 26-27

Motif [d] memiliki memiliki satu kali pengulangan yakni [d1] terdapat pada bar yang ke-79 dan bar 91. Bentuk motif tersebut yakni sebagai berikut :

Motif [e] memiliki tiga kali pengulangan yakni [e1,e2,e3] terdapat pada bar yang ke-89, 93, 95, dan bar 99. Bentuk motif tersebut yakni sebagai berikut :

Motif [f] hanya sekali terdapat pada bar yang ke-38. Bentuk motif tersebut yakni sebagai berikut :

Motif [g] juga hanya sekali yakni terdapat pada bar yang ke-83. Bentuk motif tersebut yakni sebagai berikut :

5.4.1.8 Analisis kontur melodi

Kontur adalah garis melodi yang terdapat pada sebuah komposisi musik yang dapat diidentifikasi berdasarkan pergerakan melodinya dan diperlihatkan Kontur adalah garis melodi yang terdapat pada sebuah komposisi musik yang dapat diidentifikasi berdasarkan pergerakan melodinya dan diperlihatkan

a. Bila gerak melodinya naik disebut ascending;

b. bila menurun disebut descending;

c. bila melengkung bergelombang disebut pendulous;

d. bila berjenjang disebut terraced;

e. dan apabila gerakan-gerakan intervalnya sangat terbatas disebut static.

Dengan mengacu pada identifikasi kantur di atas, dan dengan melihat grafik melodi sulim pada lagu Tole Endehon tersebut jelas terlihat bahwa kontur melodi dari komposisi tersebut adalah pendulous (melengkung bergelombang).