Konteks ensambel

4.2.2 Konteks ensambel

Berbicara mengenai ensambel, dalam pembahasan ini penulis memfokuskan penjelasan penggunaan sulim ke dalam ensambel yang berkembang pada masyarakat Batak Toba dari masa dahulu hingga masa kini. Ensambel yang dimaksud adalah gondang hasapi dan ensambel brass band atau yang dikenal dengan musik tiup. Masuknya peran penggunaan sulim ke dalam berbagai ensambel tersebut dibedakan ke dalam era zaman yang berbeda. Sejarah penggunaan sulim yang mulai diintegrasikan dengan gondang hasapi diawali dari masuknya era opera Batak pada tahun 1920-an hingga 1970-an, sedangkan peran atau penggunaan sulim yang dipadukan dengan ensambel brass band ditandai dari Berbicara mengenai ensambel, dalam pembahasan ini penulis memfokuskan penjelasan penggunaan sulim ke dalam ensambel yang berkembang pada masyarakat Batak Toba dari masa dahulu hingga masa kini. Ensambel yang dimaksud adalah gondang hasapi dan ensambel brass band atau yang dikenal dengan musik tiup. Masuknya peran penggunaan sulim ke dalam berbagai ensambel tersebut dibedakan ke dalam era zaman yang berbeda. Sejarah penggunaan sulim yang mulai diintegrasikan dengan gondang hasapi diawali dari masuknya era opera Batak pada tahun 1920-an hingga 1970-an, sedangkan peran atau penggunaan sulim yang dipadukan dengan ensambel brass band ditandai dari

4.2.2.1 Konteks gondang hasapi

Secara historis, kehadiran sulim dalam gondang hasapi tidak diketahui secara pasti. Penggabungan sulim dengan gondang hasapi maupun dengan ensambel yang lain mulai dikenal sejak munculnya bentuk seni pertunjukan pada masyarakat Batak Toba yang dikenal dengan opera Batak.

Opera Batak adalah pertunjukan opera bergaya Batak, istilah ini bukanlah istilah baku dalam entitas kebudayaan Batak. Di kalangan Batak tidak jarang sebutan itu dianggap sebagai bagian dari tradisi kebatakan karena para pelopor opera Batak pada awal kemunculannya pada tahun 1920-an adalah orang-orang Batak, seperti Tilhang Gultom. Umumnya, ceritanya menghadirkan pesan moral bagi siapa saja yang menyaksikan.

Puncak kejayaan Opera Batak pada tahun 1960-an, ketika penampilannya sudah bertaraf nasional atas undangan presiden Republik Indonesia Soekarno di Istana Merdeka. Opera Batak bisa saja menjadi suatu entitas baru dalam kebudayaan Batak setelah Batak harus berubah dari tradisi klasiknya dengan berbagai bentuk upacara (teater awal) dan tradisi pertunjukan seperti teater boneka sigale -gale dan hoda-hoda (semacam Jaran Kepang di Jawa), dan lain-lain. Perlu dipahami bahwa opera Batak bukanlah kebudayaan tradisi asli. Kehadirannya merupakan suatu situasi transisi dalam masyarakat dan kebudayaan Batak.

Awalnya opera Batak berasal dari tanah kurang subur, tepatnya di Sitamiang, Onan Runggu (Samosir) sebagai kelompok penggembala kerbau. Salah Awalnya opera Batak berasal dari tanah kurang subur, tepatnya di Sitamiang, Onan Runggu (Samosir) sebagai kelompok penggembala kerbau. Salah

Pada awalnya pertunjukan dilakukan di rumah-rumah sebelum undangan dari luar daerah. Pemainnya berjumlah 12 (dua belas) orang yang sebagiannya adalah anggota keluarga Gari Gultom abang ayahnya Tilhang Gultom. Pada tahun1927 Tilhang Gultom kemudian pindah ke Tigadolok (Simalungun) dan mempunyai pemain sebanyak 50 (lima puluh) orang . Kurun waktu antara tahun 1914-1938, muncul gerakan identitas dan nasionalisme Batak yang dikenal dengan nama Dos Ni Roha, dan ini menjadi sponsor utama grup Tilhang. Sehingga pada tahun 1934 pertunjukan keliling dimulai sampai ke Penang dan semenanjung Melayu (Daniel Perret, 2010:338-350) .

Sebagai grup Tilhang Opera Batak mulai dikenal pada 1928-1930. Perubahan nama grup masih dilakukan Tilhang sampai tahun 1937, antara lain

Tilhang Batak Hindia Toneel, Ria TOR, dan Tilhang Toneel Gezelschaap. Pada masa kolonial Jepang di Indonesia, grup Tilhang bernama Sandiwara Asia Timur

Raya dengan jumlah anggota sebanyak 40 (empat puluh) orang. Selanjutnya, setelah kemerdekaan nama grup ini berubah menjadi Panca Ragam Tilhang dan Serindo (Seni Ragam Indonesia).

Demikianlah sejarah singkat awal tumbuh dan berkembangnya opera Batak sebagai teater tradisi (teater rakyat) yang telah memiliki ketenaran pada zamannya. Melakukan pertunjukan dari kampung ke kampung, terutama ke daerah-daerah yang baru selesai panen, karena ticket (oleh masyarakat lebih dikenal dengan sebutan karcis) untuk menonton opera Batak dulunya bisa dilakukan dengan

32 E.K. Siahaan, 1981 hal. 10.

menukarkan hasil panen, dan hiburan rakyat ini sangat dinikmati masyarakat pada masa itu.

Secara dramaturgi, opera Batak merupakan suatu pertunjukan variatif yang menampilkan ceritera yang berisikan pesan moral, cerita rakyat dan merupakan suatu seni pertunjukan dengan nilai-nilai yang terkandung dalam kearifan lokal masyarakat. Sebagai contoh, cerita “Si Jonaha Penipu Ulung”. Ceritera ini mengisahkan seorang lelaki bernama Jonaha yang suka menipu, sehingga dia menjadi komoditas perdagangan manusia, karena suka berhutang dan berjudi, sehingga ketika tidak mampu membayar hutang, dia diperjual belikan. Naskah ini ditampilkan dalam 4 (empat) bahasa yaitu Karo, Simalungun, Toba, dan Bahasa Indonesia), dan latar tempatnya dari Tanah Karo, Simalungun dan Tapanuli. Cerita ini berisi pesan moral; tidak boleh menipu sesama manusia, terutama melakukan hal yang merugikan orang lain.

Para pemain opera Batak juga terdiri dari berbagai agama, suku dan daerah asal. Sehingga dengan keberagaman itu, masing-masing bisa bebas mengekspresikan dirinya sesuai dengan latar belakang etnisnya masing-masing.

Untuk elemen seni, selain menampilkan seni teater, opera Batak juga memadukan hal lain yang bernuansakan keberagaman, seperti seni musik yang menyajikan paduan instrumen dan vokal (ensambel musik tradisional Batak Toba, Melayu, Jawa dan lagu-lagu) dan seni tari . Dalam tarian juga ada dikenal namanya

Tortor Lima Puak (Lima Suku Batak) dan menampilkan tarian Melayu . Walaupun pertunjukan tersebut menampilkan musik dan lagu dari berbagai suku/etnis khususnya suku yang ada di Sumatera Utara, namun instrumen yang

33 Dikutip dari google : Kesenian yang tertinggal 33 Dikutip dari google : Kesenian yang tertinggal

Pada pertunjukan opera Batak, musik merupakan salah satu unsur yang sangat penting dalam penggarapan sebuah cerita. Kehadiran musik dalam opera Batak berfugsi untuk membangun suasana dalam setiap adegan, baik sebagai pengiring tarian maupun pengiring nyanyian. Selain itu, keseluruhan instrumen musik kadangkala dimainkan sebagai musik instrumentalia yang bertujuan untuk mendemonstrasikan alat-alat musik tersebut dalam suatu pertunjukan. Oleh karena itu, hampir semua instrumen yang ada pada masyarakat Batak Toba selalu ditampilkan dalam setiap pertunjukan opera Batak, bahkan kadang-kadang juga menyertakan instrumen di luar etnis Batak Toba seperti biola, gitar dan

sebagainya. Dalam konteks pertunjukannya, penggunaan instrumen musik tradisional selalu disesuaikan dengan karakter maupun adegan yang disajikan, misalnya : gondang sabangunan biasanya digunakan untuk mengiringi tarian, gondang hasapi digunakan sebagai pengiring tarian dan kadangkala digunakan juga untuk mengiringi nyanyian-nyanyian. Selain dalam ensambel, sulim bersama instrumen tunggal lainnya seperti sordam, tulila, dan saga-saga juga sering dimainkan secara tunggal untuk menggambarkan suasana cerita yang hening atau pun sedih.

Setelah awalnya sulim hanya dipakai sebagai instrumen tunggal, dengan kehadiran opera Batak, sulim berkembang menjadi instrumen penting dalam memainkan perannya sebagai instrumen melodis. Tidak hanya mampu memainkan lagu-lagu Batak Toba tetapi juga acapkali digunakan sebagai pembawa melodi

34 Dikutip dari skripsi Martogi Sitohang yang berjudul “Sulim Batak Toba : Suatu Kajian

dalam konteks Gondang Hasapi” halaman 51 dalam konteks Gondang Hasapi” halaman 51

Dilihat dari segi fungsinya, sulim dalam pertunjukan opera Batak merupakan sebuah instrumen yang paling komplit dibandingkan yang lain, sebab sulim mampu memaksimalkan perannya sebagai instrumen melodis dalam kajian yang lebih luas, baik dari segi konteks penggunaannya dalam bentuk solo dan ensambel maupun segi pengembangan nada-nada atau alur melodi musik yang dimainkan.

4.2.2.2 Konteks ensambel musik tiup

Sejarah munculnya ensambel brass band di tanah Batak sesungguhnya dimulai dari masuknya pengaruh agama Kristen. Sebelum kekristenan muncul di tanah Batak, musik yang digunakan di dalam acara adat tradisi, ataupun acara ritual lainnya adalah gondang sabangunan dan gondang hasapi yang digunakan memanggil arwah nenek moyang dan dalam konteks acara adat lainnya.

Masuknya agama Kristen ke tanah Batak membawa pengaruh yang mengakibatkan adanya perubahan mendasar dalam kehidupan tradisi margondang (menyajikan gondang) oleh masyarakat Batak Toba. Beberapa aturan yang diterbitkan

oleh badan zending, membatasi bahkan melarang kegiatan pertunjukan gondang dalam beberapa konteks upacara adat Batak Toba yang memeluk agama Kristen, dan gereja sebagai perpanjangan tangan badan misi ini membuat aturan kebijakan yang dilegalisasi melalui hukum yang harus dipatuhi masyarakat Batak Toba pemeluk oleh badan zending, membatasi bahkan melarang kegiatan pertunjukan gondang dalam beberapa konteks upacara adat Batak Toba yang memeluk agama Kristen, dan gereja sebagai perpanjangan tangan badan misi ini membuat aturan kebijakan yang dilegalisasi melalui hukum yang harus dipatuhi masyarakat Batak Toba pemeluk

Pembatasan dan bahkan pelarangan yang dilakukan pihak gereja membawa konsekuensi kepada sebuah perubahan kegiatan pertunjukan musikal masyarakat. Missionaris yang membawa paham agama Kristen dalam kesempatan ini mulai memperkenalkan musik Barat, diawali dengan satu alat tiup terompet dan selanjutnya menjadi sebuah ensembel musik tiup (brass music) yang dipergunakan untuk kegiatan ibadah di gereja sebagai pengiring dalam ibadah. Berbagai alat musik tiup tersebut terbuat dari logam yang terdiri dari terompet, saxofon, trombon, tuba dan 1 (satu) set drum.

H al ini menunjukkan terjadinya infiltrasi (memasukkan sebagian unsur budaya asing ke dalam budaya sendiri) dari Budaya Barat ke Budaya Batak, hal ini dapat kita lihat dari adanya perubahan yang membentuk orang Batak dalam ajaran kepercayaan lama beralih menjadi penganut ajaran agama Kristen Protestan dengan segala akibat yang ditimbulkan. Pendekatan sistematis budaya Barat ini dilakukan dalam dua hal pokok, yakni membawa ajaran agama ini di satu pihak, dan terbangunnya sistem tata tertib sosial kemasyarakatan menurut metoda Barat, menyentuh ke seluruh sendi kehidupan, salah satunya adalah tradisi musikal gondang . Para missionaris dalam penginjilannya membawa tradisi Barat yaitu H al ini menunjukkan terjadinya infiltrasi (memasukkan sebagian unsur budaya asing ke dalam budaya sendiri) dari Budaya Barat ke Budaya Batak, hal ini dapat kita lihat dari adanya perubahan yang membentuk orang Batak dalam ajaran kepercayaan lama beralih menjadi penganut ajaran agama Kristen Protestan dengan segala akibat yang ditimbulkan. Pendekatan sistematis budaya Barat ini dilakukan dalam dua hal pokok, yakni membawa ajaran agama ini di satu pihak, dan terbangunnya sistem tata tertib sosial kemasyarakatan menurut metoda Barat, menyentuh ke seluruh sendi kehidupan, salah satunya adalah tradisi musikal gondang . Para missionaris dalam penginjilannya membawa tradisi Barat yaitu

35 Batak. Sejak itu, masyarakat ini mulai mengalami hal baru dan asing sebagai

tatanan hidup baru perihal kehidupan sosial masyarakat dan keagamaan. Terjadinya proses transmisi dua budaya yang berbeda pada pokoknya adalah dimana satu kebudayaan menerima nilai-nilai kebudayaan lain, nilai baru masuk bercampur dalam kebudayaan lama. Dua kebudaya an yang berbeda bertemu dan memberi pengaruh satu sama lain.

Dengan kondisi tersebut, musik tiup yang dikenal sebagai musik yang sebelumnya dekat dengan gedung gereja saja, bergeser keluar (transpalanted) dari lingkungan gereja menuju ranah kehidupan adat religi dan ritual masyarakat Batak Toba dan mengikis peranan dan aktivitas gondang Batak sebagai kearifan lokal, yang sengaja ditinggalkan akibat perubahan sosial oleh tekanan budaya asing dan diterima masyarakat Batak Toba sebagai tindakan kemapanan dalam merespon kebudayaan baru. Hal ini mendapat tempat akibat adanya pemahaman bahwa gondang yang dulunya dianggap sakral dan memiliki aspek mistis sebagai bagian dari kegiatan kebudayaan, dapat digantikan oleh peranan musik tiup sebagai

komoditas baru untuk menyelenggarakan posisi fungsi dan kegunaan gondang. Selain mengalami perubahan penggunaannya dari musik gereja kepada musik adat masyarakat Batak Toba, musik tiup yang awalnya dikenal sebagai

35 Lihat J.R. Hutauruk, 2010 hal. 26.

36 Sebagian masyarakat memiliki budaya lokal yang kuat dan dilatari oleh agama suku atau

agama tribal menaruh lex non scripta bahwa semua yang milik sendiri adalah yang paling mulia dan semua yang di luar lingkungannya dianggap buruk. Lihat selanjutnya, penekanan oleh kolonial Belanda terhadap upacara-upacara ritual parugamo Batak Toba menunjukkan legimitasi dari misi kekristenan oleh badan zending dan pelarangan yang terjadi secara periodik dan setengah hati oleh gereja, karena bagian-bagian tertentu dari upacara adatnya dianggap bertentangan dengan kepercayaan Kristen (Van Den End, 1989:308) agama tribal menaruh lex non scripta bahwa semua yang milik sendiri adalah yang paling mulia dan semua yang di luar lingkungannya dianggap buruk. Lihat selanjutnya, penekanan oleh kolonial Belanda terhadap upacara-upacara ritual parugamo Batak Toba menunjukkan legimitasi dari misi kekristenan oleh badan zending dan pelarangan yang terjadi secara periodik dan setengah hati oleh gereja, karena bagian-bagian tertentu dari upacara adatnya dianggap bertentangan dengan kepercayaan Kristen (Van Den End, 1989:308)

Pada tahun 1980-an, masa kejayaan Opera Batak mulai meredup dan hampir tidak kedengaran lagi. Meski Opera Batak semakin redup namun tidak demikian halnya dengan eksistensi sulim sebagai salah satu instrumen pendukungnya. Setelah habisnya masa kejayaan Opera Batak di akhir tahun 1970- an, eksistensi sulim masih terus berlanjut hingga kepada lahirnya fenomena musik tiup yang sangat dikenal pada era tahun 1980-an.

Menurut Marsius Sitohang, tidak diketahui secara pasti siapa yang pertama sekali yang mempopulerkan instrumen sulim ke dalam ensambel musik tiup. Beliau mengatakan bahwa awal tahun 1980-an sudah ada group musik yang memadukan ensambel musik tiup logam dengan alat musik tradisional Batak Toba. Namun awalnya keberadaan group tersebut masih kurang diterima di tengah-tengah masyarakat Batak Toba. Hal ini terjadi karena adanya anggapan bahwa masyarakat Batak Toba yang telah menganut kepercayaan Kekristenan kembali lagi kepada kepercayaan tradisional yang menggunakan alat musik tradisi yang identik dengan kemagisan. Hingga pada tahun 1987, dibentuklah sebuah group musik Batak yang bernama Horas Musik, dimana Marsius Sitohang juga turut menjadi salah satu personil yang mempopulerkan sulim pada masa itu.

Beliau juga menambahkan bahwa dengan kehadiran Horas Musik sebagai group musik baru yang berperan sebagai pengiring acara-acara adat masyarakat Batak Toba ternyata memberikan dampak yang cukup besar bagi eksistensi group musik Batak Toba pada masa itu. Dengan hadirnya konsep baru yang ditawarkan oleh Horas Musik, penggabungan alat musik tradisional dengan ensambel musik tiup mulai diterima. Menurut beliau, hal ini disebabkan oleh penyajian musik yang mereka tampilkan memiliki keunikan tersendiri dibandingkan group musik Batak Toba yang lain. Keunikan tersebut terlihat ketika mereka menyuguhkan musik yang memadukan musik modern dengan musik tradisional dengan membawakan berbagai lagu populer pada masa itu dan ditambah dengan masuknya lagu-lagu gereja yang juga mampu dibawakan oleh alat musik tradisional yang akhirnya menghilangkan paradigma bahwa alat musik tradisi hanya mampu membawakan

lagu-lagu Batak Toba saja. Sulim sebagai salah satu instrumen tradisional menjadi sebuah sosok yang

paling disorot pada masa itu. Sebab di antara alat musik tradisional yang lain, sulim merupakan instrumen utama yang berfungsi membawakan melodi dari setiap lagu atau repertoar yang disajikan. Di samping ada berbagai instrumen lain yang juga mampu sebagai instrumen melodis, sulim seakan menjadi instrumen yang paling menonjol di antara berbagai instrumen melodis lainnya. Karena sulim biasa ditampilkan dengan improvisasi nada yang unik dan berbeda serta menjadi daya tarik tersendiri bagi pendengarnya. Tentunya kemahiran serta profesionalitas

37 Tidak dapat dipungkiri bahwa populariitas Marsius Sitohang yang mendunia pada saat

itu juga berpengaruh terhadap pola pikir sebagaian masyarakat Batak Toba yang kemudian secara perlahan dapat menerima keberadaan sulim ini dalam konteks adat, agama, maupun hiburan. Pada masa ini, Marsius juga dikenal sebagai Si Raja Seruling Batak.

sipemain juga menjadi salah satu faktor yang menyebabkan sulim menjadi perhatian bagi barang siapa yang menyaksikan penampilan musik tersebut.

Banyak orang bahkan berbagai musisi tradisional Batak Toba menganggap bahwa Marsius Sitohang merupakan salah satu pencetus masuknya sulim ke dalam ensambel musik tiup logam yang kemudian menjadikan Horas Musik menjadi barometer group musik Batak Toba pada masa itu. Sehingga dengan kehadiran group Horas Musik tersebut, seiring perkembangan zaman banyaklah bermunculan berbagai group musik Batak Toba yang lain dengan sajian yang sama dengan porsi yang berbeda-beda.

Perkembangan musik tiup dari era 1980-an hingga pada masa kini sudah menunjukkan berbagai fenomena perubahan baik dari segi komposisi musik maupun formasi alat musik yang disajikan. Jika kita membandingkan dengan musik tiup yang disuguhkan pada masa kini, sudah merupakan hal yang wajar apabila hanya menampilkan tiga instrumen saja dalam satu ensembel seperti sulim, keyboard (kibot), taganing, dan sulim yang bahkan sesungguhnya tidak ada satupun diantara beberapa instrumen tiup logam tersebut ditampilkan yang harusnya menjadi ciri khas dari musik tiup itu sendiri. Oleh karena itu, seiring perkembangan zaman pandangan masyarakat Batak Toba terhadap eksistensi musisi Batak Toba juga berubah, yakni walau hanya biasa menggunakan ketiga instrumen seperti keyboard , taganing, dan sulim tanpa didukung adanya beberapa alat musik tiup logam para musisi tersebut kadang-kadang juga masih dianggap sebagai pemusik

38 tiup .

38 Sebagaimana sudah disebutkan pada bab-I, nama lain dari formasi sulim, kibot, taganing