Konteks kolaborasi instrumen

4.2.4 Konteks kolaborasi instrumen

Konteks kolaborasi insturmen yang penulis maksudkan di sini adalah bahwa sulim juga telah digunakan bersama instrumen yang lain di luar instrumen tradisional Batak Toba baik itu instrumen Barat maupun instrumen tradisional Batak atau etnis yang lain.

Hendrik Parangin-angin selaku seorang musisi yang dikenal multi talenta dalam memainkan berbagai instrumen Barat dan tradisional, baik Batak Karo maupun etnis Batak yang lain mengatakan bahwa konsep kolaborasi musikal seperti penulis maksudkan di atas sudah berlangsung sejak awal 1990-an. Saat itu sebuah group yang bernama Incidental Music mulai dirintis oleh beliau sendiri yang berperan sebagai pimpinan group. Bahkan masyarakat mengganggap bahwa Incidental Music yang merupakan sebuah group yang bergenre World Music adalah sebuah group yang mempelopori hadirnya konsep kolaborasi multi instrumen tersebut di kota Medan. Sebab menurut pengakuan berbagai kalangan masyarakat,

39 Asumsi ini dikutip dari berbagai golongan masyarakat Batak Toba khususnya jemaat-

jemaat gereja yang sudah kerap mendengarkan lagu yang dibawakan oleh paduan suara atau vokal group yang biasa ditampilkan dengan menghadirkan musik tradisional Batak Toba.

sebelum hadirnya suguhan musik yang ditampilkan oleh Incidental Music, belum pernah ada sebelumnya terdengar kolaborasi dengan konsep demikian.

Namun seiring berkembangnya popularitas Incidental Music yang mulai memperoleh legitimasi (pengakuan) serta mendapat tempat di hati masyarakat pendukungnya, kemudian di awal tahun 2000-an mulailah banyak dibentuk berbagai group lain dengan gaya atau genre yang hampir sama dengan Incidental

Music seperti Cindai, Sumateran Ethnic, Metronom dan lain-lain. Jika berbicara tentang struktur melodi yang dimaikan oleh sulim ketika dipadukan bersama dengan instrumen yang lain, penulis memandang bahwa struktur melodi yang dimainkan selalu didasarkan pada konsep dan komposisi lagu yang disajikan. Jikalau tema komposisi tersebut bernuansa repertoar musik Batak Toba, maka gaya permainan atau alur melodi yang dimainkan persis sama dengan ketika memainkan instrumen tersebut dalam sebuah ensambe uning-uningan Batak Toba. Artinya, teknik yang dimainkan tidak jauh berbeda dari yang biasa ditampilkan pada saat memainkan lagu atau repertoar bersama instrumen-instrumen Batak Toba yang lain. Yang menjadi keunikannya adalah hanya terletak pada adanya berbagai instrumen Barat dan tradisional lain yang berperan untuk memperindah serta memperkaya konsep musikal yang dimainkan.

Namun ketika tema komposisi lagu tersebut bernuansa musik Barat atau pun di luar tema musik Batak Toba, konsep penggunaan sulim sedikit berbeda atau keluar dari yang biasanya. Jika biasanya sulim digunakan untuk memainkan alur melodi yang bernuansa Batak Toba sebagai ciri khasnya, dalam konteks ini fungsinya sedikit bergeser sebagai instrumen yang mampu memainkan peran ganda. Peran ganda sulim yang dimaksud adalah terkadang dimainkan berdasarkan

40 Lihat, Jefri Hutagalung, 2011 hal. 2.

gaya permainan sulim sebagaimana biasanya, tetapi juga terkadang dimainkan dengan menggunakan teknik-teknik yang kerap ada dalam gaya permainan flute yang sedikit banyak memiliki karakteristik permainan yang berbeda dari sulim.

Gaya musikal teknik permainan seperti staccato, slur, arpeggio dan lain sebagainya kerap digunakan untuk menambah serta memperkaya pola permainan yang ada pada sulim itu sendiri. Oleh karena itu penulis menilai bahwa hadirnya sulim sebagai unsur pembawa melodi dengan kekayaan karakter dalam memainkan setiap komposisinya menjadi keunikan tersendiri bagi para pendengar khususnya kalangan masyarakat yang mampu beradaptasi dengan budaya Barat atau budaya lain di luar budaya Batak Toba.

41 Staccato ialah cara membunyikan nada-nada; terpisah, satu persatu dengan tajam; slur

ialah busur, legato (bersambung); arpeggio ialah permainan nada-nada dengan cepat secara berurutan seperti petikan pada alat arpa (Latifah Kodijat, 1983 hal. 5, 67, 70.)