Proses Pembuatan

3.3 Proses Pembuatan

Proses pembuatan sulim dikerjakan oleh tangan yang dibantu dengan peralatan-peralatan yang sederhana. Sebelum pada tahap proses pembuatan, penulis akan menjelaskan lebih dahulu bahan material dan alat-alat yang digunakan.

3.3.1 Bahan material

Material yang digunakan dalam pembuatan sulim relatif sederhana. Pembuatan sulim tidaklah sesulit pembuatan instrumen Batak Toba yang lain seperti taganing yang membutuhkan material yang kompleks dengan proses yang sulit dan butuh waktu yang relatif lama. Sulim adalah salah satu instrumen Batak Toba yang relatif sederhana dalam proses pembuatannya. Sebab bahan utama yang digunakan dalam pembuatan sulim hanya seruas bambu saja.

Jenis bambu yang baik untuk dijadikan sebuah sulim adalah bambu yang sudah tua dan matang. Hal ini dimaksudkan agar bambu tersebut tidak mengalami perubahan fisik dan tidak mudah kisut/susut sewaktu dikeringkan. Dibuat dari seruas bambu dengan panjang ruas bambu yang ideal biasanya berkisar antara 30 cm s/d 75 cm dengan ketebalan bambu yang berkisar antara 0,1 cm s/d 0,3 cm.

3.3.2 Peralatan yang digunakan

Selain bahan material yang sederhana, peralatan yang digunakan juga tidak terlalu banyak, yakni hanya membutuhkan gergaji, pisau belati kecil ataupun sebilah besi bulat dengan ukuran tertentu, meter atau seutas daun pisang dan bara api. Namun, bilahan besi bulat tersebut memiliki ukuran diameter yang berbeda- beda tergantung besar kecilnya bambu yang akan dibuat.

Gergaji atau parang berfungsi untuk memotong bambu dari pohonnya serta memotong bilahan bambu menjadi beberapa ruas tergantung seberapa banyak sulim yang akan dibuat.

Gambar-4. Parang

Pisau belati kecil dan besi bulat panjang berfungsi untuk membuat lobang tiupan dan lobang nada sesuai dengan ukuran yang ditentukan.

Gambar-5. Pisau belati

Gambar-6. Besi bulat panjang

Meter atau seutas tali dipakai sebagai alat untuk mengukur jarak antara lobang tiupan, lobang vibrasi, dan lobang nada, atau jarak antar lobang yang satu dengan yang lainnya

Gambar-7. Mengukur lobang tiupan

Api berfungsi untuk memanaskan besi yang telah diukur agar mampu menembus bambu dalam proses pelobangannya.

Gambar-8. Memanaskan besi pembuat lobang sulim

3.3.3 Langkah-langkah pembuatan

Dalam bahasan ini, penulis akan memaparkan langkah-langkah pembuatan sulim secara umum yang tentunya tidak mengandung unsur magis atau makna ritual tertentu.

Untuk menghasikan sulim yang baik, harus melalui tahapan yang baik pula sebagai berikut :

a) Pemilihan bambu

b) Pemotongan badan bambu

c) Pemotongan ruas bambu

d) Pengeringan

e) Pelobangan

f) Pengornamentasian

3.3.3.1 Pemilihan bambu

Seperti yang penulis jelaskan sebelumnya, bambu yang baik untuk dijadikan sebuah sulim adalah bambu yang sudah tua dan matang. Kematangan bambu dapat dilihat dari ciri-ciri kulit batang bambu yang sudah berwarna hijau tua, daun berwarna hijau kecoklatan, ruas batang yang sudah cukup banyak dan biasanya sedikit ditumbuhi lumut atau tumbuhan fungi lainnya pada batangnya yang paling bawah. Hal ini bertujuan agar bambu tidak mudah kisut/susut sewaktu dikeringkan atau pun setelah sulim sudah terbentuk.

Dalam proses pemilihan bambu, ternyata tidak semua kategori bambu cocok untuk dijadikan sebuah sulim. Menurut berbagai narasumber yang sudah berpengalaman dalam membuat sulim seperti Bapak Sinurat, Marsius Sitohang,

Junihar Sitohang, bambu yang ideal untuk dijadikan sebuah sulim yang kokoh dan tahan lama sebaiknya dipilih bambu telur (bulu tolor). Karena tipikal bambu ini tidaklah terlalu tebal dan tidak terlalu tipis, juga memiliki diameter yang tidak terlalu besar yang setidaknya sangat ideal untuk dijadikan sebuah sulim.

Gambar-9. Pohon bambu telur (bulu tolor)

3.3.3.2 Pemotongan badan bambu

Setelah bambu pilihan ditemukan, dilakukanlah penebangan atau pemotongan bambu. Pemotongan dapat dilakukan dengan memakai parang ataupun gergaji. Cara memotong badan bambu yang baik adalah potonglah bambu mulai dari pangkalnya jangan dari ujungnya. Karena ketebalan bambu tersebut ada pada Setelah bambu pilihan ditemukan, dilakukanlah penebangan atau pemotongan bambu. Pemotongan dapat dilakukan dengan memakai parang ataupun gergaji. Cara memotong badan bambu yang baik adalah potonglah bambu mulai dari pangkalnya jangan dari ujungnya. Karena ketebalan bambu tersebut ada pada

Gambar-10. Memotong ruas bambu

3.3.3.3 Pemotongan ruas bambu

Ketika bambu sudah selesai ditebang, potonglah ruas-ruas bambu menjadi beberapa bagian sesuai dengan jumlah sulim yang direncanakan akan dibuat. Hal yang perlu diperhatikan dalam memotong ruas bambu adalah pemotongan dilakukan harus dari atas buku bambu. Sebab posisi lobang tiupan sulim yang baik adalah harus berada di bawah bukunya bukan di atas buku bambu tersebut.

Gambar-11. Ruas bambu sebagai bahan sulim

3.3.3.4 Pengeringan

Dalam proses pengeringan bambu, tidak terlalu memakan waktu yang begitu panjang sebab bambu yang telah dipilih sudah dalam kondisi tua dan matang artinya bambu dengan tingkat kekeringan 70% sd. 80% sudah cukup untuk dibentuk menjadi sulim. Tujuan pengeringan sebenarnya adalah agar ketahanan bambu lebih terjamin ketika nantinya sulim sudah siap dipakai untuk jangka waktu yang lebih lama seperti yang diharapkan.

Tahapan pengeringan dilakukan dengan cara meletakkan bambu yang sudah dipotong menjadi beberapa ruas ke atas tungku perapian atau pun di suatu tempat kering yang tidak terkena langsung oleh teriknya sinar matahari.

3.3.3.5 Pelobangan

Inti dari tahapan pembuatan sulim adalah pembuatan lobang melalui proses pelobangan dengan mengikuti pola aturan pengukuran tertentu. Pelobangan dapat dilakukan dengan memakai pisau belati kecil yang ujungnya tajam ataupun dengan memakai besi bulat yang bagian ujungnya runcing dengan ukuran tertentu.

Tahapan pelobangan yang pertama dimulai dari lobang tiupan kemudian dilanjutkan ke lobang nada secara berurutan.

Gambar-12. Membuat lobang tiupan dengan besi yang dipanaskan

Gambar-13. Pelobangan lobang nada pertama

Gambar-14 Pelobangan lobang nada ke-2

Gambar-15. Pelobangan lobang nada ke-3

Gambar-16. Pelobangan nada ke-4

Gambar-17. Pelobangan nada ke-5

Gambar-18. Pelobangan nada ke-6

Gambar-19. Sulim sederhana seusai tahapan pengelobangan Pada saat lobang tiupan selesai dibuat sebenarnya situkang tersebut sudah dapat menafsirkan nada dasar dari sulim tersebut. Sebab pada sulim ditiup tanpa memiliki lobang, itu sama halnya dengan meniup sulim dengan menutup semua lobang nada, dimana akan menghasilkan nada do (1) yang menjadi nada dasar sulim tersebut. Hanya saja jika nada (pitch)nya kurang memenuhi atau kurang tinggi dari nada dasar yang diperkirakan maka solusi yang dilakukan adalah dengan sedikit demi sedikit memperbesar diameter lobang tiupan sesuai dengan nada yang diharapkan dan sampai pada batas besar lobang tiupan yang wajar. Sebab jika Gambar-19. Sulim sederhana seusai tahapan pengelobangan Pada saat lobang tiupan selesai dibuat sebenarnya situkang tersebut sudah dapat menafsirkan nada dasar dari sulim tersebut. Sebab pada sulim ditiup tanpa memiliki lobang, itu sama halnya dengan meniup sulim dengan menutup semua lobang nada, dimana akan menghasilkan nada do (1) yang menjadi nada dasar sulim tersebut. Hanya saja jika nada (pitch)nya kurang memenuhi atau kurang tinggi dari nada dasar yang diperkirakan maka solusi yang dilakukan adalah dengan sedikit demi sedikit memperbesar diameter lobang tiupan sesuai dengan nada yang diharapkan dan sampai pada batas besar lobang tiupan yang wajar. Sebab jika

Oleh karena itu, perlu ketelitian dalam penentuan besar lobang tiupan. 19 Kemudian setelah lobang tiupan selesai dibuat, maka lobang yang akan

dibuat selanjutnya adalah keenam lobang nada. Dari keenam lobang nada yang akan dibuat, lobang nada pertama yang akan dibuat adalah lobang nada bawah, kemudian lobang nada bawah ke dua, dan seterusnya hingga lobang nada yang keenam. Biasanya setiap membuat lobang nada, sulim tersebut selalu ditiup dahulu untuk memastikan nada yang diinginkan. Demikianlah seterusnya hingga keseluruhan lobang nada selesai dibuat sesuai dengan ketentuan nada yang diinginkan.

Sebagai tambahan, lobang pemecah suara biasanya dibuat setelah lobang tiupan berikut dengan seluruh lobang nada selesai dibentuk. Setelah lobang pemecah terbentuk, kemudian dibalut dengan kertas tipis atau plastik tipis. Jika tahapan ini selesai, maka selesailah sudah tahapan pelobangan sulim. Adapun aturan-aturan atau pola pengukuran jarak antar lobang dalam membuat sebuah sulim adalah sebagai berikut :

19 Penetapan/penentuan nada (pitch) akan dibahas lebih mendalam pada bagian “sistem

pelarasan nada” sub bab berikutnya.

BF

Gambar-20. Pola jarak antar lobang sulim

Keterangan gambar:  Jarak antara lobang tiupan (C) dengan ruas bambu = panjang diameter

bambu (B)  Jarak antara lobang tiupan (C) dengan lobang nada atas (D) = 2 x keliling bambu (A)  Jarak antara lobang nada atas (D) dengan lobang nada bawah (E) = 2 x

keliling bambu (A)  Jarak antara lobang nada bawah (E) dengan lobang tonika (F) = 1 x keliling bambu (A)  Jarak antara masing-masing keenam lobang nada = jarak antara lobang

nada bawah dengan lobang nada atas kemudian dibagi 5 untuk mendapatkan 4 lobang nada berikutnya.

 Posisi lobang yang ditutup oleh selembar kertas tipis (G) berada pada pertengahan jarak antara lobang tiupan (C) dengan lobang nada atas (D)

3.3.3.6 Ornamentasi

Setelah proses pelobangan selesai, sebenarnya tahap pembuatan sulim secara sederhana sudah dianggap selesai. Sebab tidak semua sulim yang dapat kita lihat secara umum memiliki ornamentasi. Ada tidaknya ornamentasi pada sulim tergantung pada selera sipemilik atau si pembuat. Tapi ada kalanya ornamentasi menjadi ciri khas dari seorang pembuat sulim yang bahkan itu bisa menjadi salah Setelah proses pelobangan selesai, sebenarnya tahap pembuatan sulim secara sederhana sudah dianggap selesai. Sebab tidak semua sulim yang dapat kita lihat secara umum memiliki ornamentasi. Ada tidaknya ornamentasi pada sulim tergantung pada selera sipemilik atau si pembuat. Tapi ada kalanya ornamentasi menjadi ciri khas dari seorang pembuat sulim yang bahkan itu bisa menjadi salah

Bentuk pengornamentasian pada sulim sangat beragam tergantung kebiasaan dari sipembuat itu sendiri. Ada kalanya seorang pembuat sulim hanya memiliki satu jenis ornamentasi yang menjadikan itu sebagai ciri khas, tetapi ada juga orang yang mampu membuat sulim dengan beragam jenis ornamentasi sesuai seleranya. Sebab tidak ada aturan atau batasan-batasan tertentu dalam pembuatan ornamentasi sulim. Ada orang membuat ornamentasi berupa gorga (seni lukis atau seni ukir Batak Toba), ada juga yang membuat hanya dengan menambahkan lobang-lobang ornamentasi yang sama sekali tidak mempengaruhi kualitas bunyi, ada juga yang ornamentasi hanya dengan mengukir nama atau tulisan tertentu di bagian badan sulim tersebut, bahkan ada yang membuat dengan ketiga jenis ornamentasi tersebut, dan masih banyak jenis ornamentasi yang lain. Hal ini dapat kita lihat dari sekian banyaknya sulim yang beredar di tengah-tengah masyarakat yang menunjukkan bahwa setiap sulim tidak memiliki jenis ornamentasi yang sama kecuali ornamentasi tersebut dibuat oleh orang yang sama.

Berikut ini adalah jenis berbagai sulim dengan bentuk ornamentasi yang berbeda-beda.

Gambar-21. Sulim polos tanpa ornamentasi

Gambar-22. Ornamentasi lobang

Gambar-23. Ornamentasi gorga

Gambar-24. Ornamentasi nama

Gambar-25. Ornamentasi simbol

3.3.4 Kontinuitas dan perubahan fisik sulim

Berbicara tentang kontinuitas dalam konteks fisik, berarti berbicara tentang adanya hal-hal yang masih tetap eksis, dipertahankan, dan masih berlanjut hingga pada saat ini yang berkaitan dengan kondisi fisik instrumen itu sendiri. Hal yang tetap dipertahankan sebagai wujud kontinuitas fisik sulim adalah bahwasanya dari zaman dahulu hingga pada saat ini bentuk sulim selalu sama/tetap dan tidak pernah berubah-ubah, tetap terbuat dari bambu bahkan jumlah lobang penentu kualitas bunyi selalu sama yakni memiliki satu lobang hembusan dan 6 (enam) buah lobang nada.

Secara umum, bentuk fisik sulim tidak ada yang berubah. Yang berubah adalah proses pembuatannya dan adanya pengembangan metode baru dalam menciptakan sulim yang lebih kaya terkait akan fungsi dan penggunaannya. Kristenisasi pada masyarakat Batak Toba membawa pengaruh atas munculnya oknum-oknum tertentu yang membawa praktek ritual pembuatan sulim. Pada masa reformasi ini, pembuatan sulim dengan melakukan ritual sudah sangat jarang ditemukan baik di perkotaan maupun di pedesaan. Menurut Bapak J.Sinurat, salah seorang pemain dan pembuat sulim mengatakan bahwa selama beliau menjadi pengrajin sulim, ritual pembuatan sulim tidak pernah lagi dilakukan. Beliau juga menambahkan, bahwa menurut beliau ritual pembuatan sulim diabaikan karena nilai kepemilikan sulim pada masa sekarang ini sudah mengalami perubahan. Tujuan seorang pengrajin sulim sudah lebih dominan kepada tujuan dagang dengan mengutamakan keuntungan secara ekonomis dan waktu yang relatif lebih singkat dibandingkan dengan aspek-aspek proses pembuatan dan proses ritualnya. Maka tidak heran kalau praktek ritual tersebut diabaikan, sebab pada prakteknya pun untuk membuat satu buah sulim membutuhkan waktu yang relatif lama.

Selain daripada perubahan dalam proses pembuatan yang dulunya memakai ritual menjadi non-ritual, hal yang berubah adalah adanya metode baru dalam menciptakan sebuah sulim yang lebih kaya akan fungsi dan penggunaannya. Dahulu awalnya sulim tidaklah memiliki nada dasar tetap yang sudah ditentukan pada masa itu, sebab sulim awalnya tidak dimainkan dalam sebuah ensambel yang disesuaikan dengan nada dasar dan mengikuti pola akord tertentu. Sehingga dulunya sulim memiliki bentuk ukuran yang berbeda-beda yang sifatnya bebas tanpa harus mengikuti pola,aturan pembuatan tertentu. Dalam arti bahwa ketika itu nada-nada yang dihasilkan oleh sulim belum sesuai dengan standardisasi nada yang dihasilkan oleh piano.

Sedangkan pada masa kini, sulim sudah diciptakan dengan berbagai inovasi. Tanpa harus menghilangkan ciri khas warna bunyinya, sulim sudah tersedia dengan aturan pembuatan tertentu yang diselaraskan dengan standardisasi bunyi piano. Tidak hanya dari kunci atau nada dasar tertentu saja bahkan sulim juga sudah diciptakan berdasarkan 12 (dua belas) nada yang ada pada wilayah (range) satu oktaf nada piano mulai dari nada C standard hingga c’ (C oktaf). Hal ini bisa terjadi karena semakin meningkatnya permintaan dan kebutuhan masyarakat pendukungnya terhadap penyajian sulim itu sendiri. Salah satu bukti yang paling signifikan adalah dengan hadirnya sulim dalam mengiringi lagu ibadah gereja, berbagai lagu dalam paduan suara, dan juga dalam komposisi musik lagu Batak tradisional maupun populer dalam industri rekaman dimana situasi tersebut memaksa supaya sulim juga harus disesuaikan dengan nada dasar lagu ataupun repertoar yang diinginkan

Kemudian selain daripada itu, aspek lain yang bisa dilihat adalah ketika sulim tidak lagi hanya memainkan nada-nada pentatonis, tetapi juga mampu Kemudian selain daripada itu, aspek lain yang bisa dilihat adalah ketika sulim tidak lagi hanya memainkan nada-nada pentatonis, tetapi juga mampu