Ekowisata dan Pembangunan Berkelanjutan

2.9.2 Ekowisata dan Pembangunan Berkelanjutan

Konsep pembangunan berkelanjutan terdiri dari antara 3 (tiga) pilar penting dalam pembangunan, yaitu;

I. Lingkungan,

II. Ekonomi, dan

III. Sosial Kebudayaan Konsep pembangunan berkelanjutan memiliki tujuan untuk meningkatkan kualitas hidup manusia dan dalam waktu yang bersamaan turut mempertahankan daya dukung ekosistem agar kesetaraan perolehan peluang pemanfaatan antargenerasi sekarang dan generasi mendatang dapat tetap terpelihara. Tujuan tersebut mengisyaratkan bahwa pembangunan pada intinya adalah memanfaatkan lingkungan dengan mengarahkan untuk perlindungan lingkungan itu sendiri, agar tetap memiliki kemampuan untuk memberikan manfaat secara terus menerus kepada penggunanya (users) (WTO, 1995). Ecotourism sendiri telah diakui sebagai salah satu alat pembangunan berkelanjutan oleh banyak pakar di bidang pembangunan dan lingkungan (Linberg dan EnriQuez, 1994; Gunn, 1994). Sebagaimana telah disebutkan sebelumnya, ecotourism memiliki batasan untuk dapat mensinergiskan berbagai kepentingan dalam: (1) melindungi suatu wilayah, (2) meningkatkan kualitas hidup masyarakat,

(3) membangun awareness dan kecintaan terhadap lingkungan, (4) mengembangkan perekonomian daerah, dan (5) menyediakan jasa wisata untuk menjawab pergeseran pasar. Dalam pemanfaatan lingkungan, kelima syarat tersebut berkecukupan untuk saling terkait sebagai konsekuensi agar kemampuan lingkungan untuk mendukung keberlanjutan pemanfaatannya tetap terjaga dengan baik.

Ecotorism sebagai Sarana Perlindungan Wilayah

Ecotourism, seperti yang telah dirumuskan oleh Departemen Kebudayaan dan Pariwisata, menawarkan konsep pemanfaatan lingkungan yang secara fundamental diletakkan dengan membangun hubungan saling tergantung antara pariwisata dan lingkungan yang berlandaskan pada prinsip-prinsip pemanfaatan untuk perlindungan dan penggalian serta penyajian produk wisata yang diselaraskan dengan potensi dan karakter lingkungan setempat. Untuk itu ecotourism mengarahkan pengembangan dan penyelenggaraan pemanfaatan lingkungan untuk:

1. Perlindungan sumber-sumber dalam mempertahankan kelangsungan ekologi lingkungan dan kelestarian budaya masyarakat setempat, dan

2. Pengelolaan operasional kegiatan dengan dampak negatif terhadap lingkungan minimal atau sekecil mungkin.

Dalam konteks pengembangan suatu wilayah untuk pariwisata, konsep ecotourism menjanjikan perlindungan terhadap sumber-sumber pembangunan pariwisata wilayah tersebut, termasuk di dalamnya alam maupun budaya. Pengendaliannya dilakukan dengan kebijakan-kebijakan yang mencakup pengelolaan operasional kegiatan dengan dampak negatif lingkungan seminimal mungkin. Pada penyelenggaraannya, ecotourism mensyaratkan agar secara proporsional mengembalikan biaya yang ditanggung akibat pemanfaatan lingkungan untuk perlindungan jangka panjang. Hal ini dilakukan untuk menghindari pengaruh negatif terhadap pariwisata dan lingkungan yang dimanfaatkan termasuk degradasi mutu lingkungan yang pada akhirnya dapat mengakibatkan pariwisata kehilangan potensinya.

Ecotourism sebagai Sarana Peningkatan Kualitas Hidup Masyarakat

Konsep ecotourism sebagai seuatu konsep pengembangan dan penyelenggaraan pariwisata mensyaratkan masyarakat untuk berpartisipasi secara aktif. Konsep ini mengakui eksistensi masyarakat adat dan lokal sebagai bagian dari ekosistem setempat, dan melalui suatu mekanisme aturan main, memiliki ’hak’ keikutsertaan dan ’akses’ terhadap perolehan keuntungan atas pemanfaatannya (Sekartjakrarini dan Legoh, 2004). Konsep ini fundamental dalam pengembangan suatu wilayah untuk ecotourism karena pemanfaatannya harus berlandaskan pada prinsip:

1. Pemberian akses kepada masyarakat, lembaga dan organisasi masyarakat untuk memperoleh dan memanfaatkan hak ekonomi dan sosialnya atas pemanfaatan lingkungan guna peningkatan kesejahteraan dan mutu kehidupan.

2. Pemberian akses kepada masyarakat untuk terlibat dalam proses pengambilan keputusan perencanaan pemanfaatan kawasan dan untuk ikut menilai permasalahan yang berkembang.

3. Kepentingan ekonomi dan sosial masyarakat terpenuhi secara berimbang dalam skema hubungan timbal balik yang saling bergantung dan saling mempengaruhi dengan kepentingan-kepentingan lainnya.

Ecotourism sebagai Sarana Cinta Lingkungan

Produk ecotourism, yang sering dikenal dengan interpretation, adalah suatu kemasan dengan muatan pada penafsiran nilai-nilai substantif sumber-sumber (alam dan atau budaya), untuk memenuhi harapan wisatawan dalam mempelajari lingkungan setempat. Sebagai sebuah produk, interpretation dapat diartikan sebagai kegiatan atau fasilitas pelayanan pariwisata, dan dalam waktu yang bersamaan dapat pula dipahami sebagai sebuah proses untuk menumbuhkembangkan cinta lingkungan yaitu untuk menumbuhkembangkan apresiasi pengunjung dan juga para pemangku kepentingan lainnya terhadap lingkungan dan Produk ecotourism, yang sering dikenal dengan interpretation, adalah suatu kemasan dengan muatan pada penafsiran nilai-nilai substantif sumber-sumber (alam dan atau budaya), untuk memenuhi harapan wisatawan dalam mempelajari lingkungan setempat. Sebagai sebuah produk, interpretation dapat diartikan sebagai kegiatan atau fasilitas pelayanan pariwisata, dan dalam waktu yang bersamaan dapat pula dipahami sebagai sebuah proses untuk menumbuhkembangkan cinta lingkungan yaitu untuk menumbuhkembangkan apresiasi pengunjung dan juga para pemangku kepentingan lainnya terhadap lingkungan dan

1) Atraksi kawasan,

2) Fasilitas dan pelayanan kawasan,

3) Akses menuju kawasan,

4) Citra kawasan, dan

5) Harga produk yang harus dibayar oleh pengguna (users). Kelima komponen ini akan mendorong terciptanya lapangan kerja yang pada akhirnya dapat mengembangkan sektor ekonomi suatu kawasan. Aksesibilitas yang dibangun menuju kawasan wisata, misalnya akan menghubungkan kawasan wisata dengan daerah-daerah lain dan atau antarwilayah lainnya, sehingga perekonomian di suatu wilayah dapat ikut berkembang. Dalam perkembangannya, ecotourism juga menawarkan lapangan kerja yang layak dan ramah lingkungan spesifik dan penggerak perekonomian rakyat karena kawasan pengembangan haruslah memiliki syarat-syarat kecukupan sebagaimana dalam batasannya dan mengedepankan masyarakat sebagai inti dari pengembangan wilayah.

Ecotourism sebagai Penyedia Jasa Wisata

Sebagai penyedia jasa wisata, ecotourism mensyaratkan pengendalian pengembangan sarana dan prasarana wisata agar:

a. Besaran perubahan lingkungan yang diakibatkan masih dalam ‘batas perubahan yang dapat diterima’ (limit of acceptable change), dan

b. Penampakan bentuk dan konstruksi bangunan tidak mempengaruhi keindahan dan keasrian lingkungan.

Dalam konteks penyediaan jasa pariwisata, ecotourism juga mensyaratkan pengendalian dampak yang terbawa dalam penyelenggaraannya, seperti: limbah yang terproduksi, polusi udara, polusi suara, pemakaian energi yang dapat berakibat pada pemanasan global, penggunaan bahan-bahan kimia yang dapat berakibat terkontaminasinya lingkungan. Keseluruhan hal ini jika tidak diproses secara benar, maka akan berpotensi mengakibatkan kerusakan lingkungan secara permanen atau minimal adalah penurunan mutu lingkungan. Terkait dengan pengembangan sarana pelayanan, konsep fundamental ekowisata diletakkan menyatu dengan lingkungan dan berdampak minimal, dengan berlandaskan kepada prinsip-prinsip: (1) perubahan fisik lingkungan seminimal mungkin, (2) keseimbangan ekologi dan estetika lingkungan tetap terjaga, (3) penyelenggaraan operasional berdampak minimal, dan (4) selaras dengan perkiraan segmen pasar yang dituju.