Istilah Ekowisata
2.9.1 Istilah Ekowisata
Ecotourism atau Ekowisata mulai dikenal akibat pertumbuhan kegiatan pariwisata yang tidak terbendung maupun terencana dengan baik, khususnya di wilayah yang masih alami. Akibat negatif yang ditimbulkan akibat kegiatan pariwisata yang tidak terencana dengan baik sangat banyak. Diantaranya adalah penurunan mutu lingkungan dan permasalahan sosial yang timbul. Kondisi ini tentunya sangat merugikan, khususnya bagi masyarakat setempat yang harusnya dapat memperoleh manfaat dari adanya kegiatan pariwisata. Kecenderungan ini membuat para peneliti maupun praktisi di bidang pembangunan dan lingkungan menyimpulkan perlunya suatu konsep ’pariwisata’ yang dapat memperhatikan lingkungan dan masyarakat di sekitarnya. Kemudian munculah istilah seperti ’pariwisata yang bertanggung jawab’ (responsible tourism), ’pariwisata alternatif’ (alternative tourism), dan ’pariwisata yang ber-etika’ (ethical tourism). Ketiganya memiliki maksud yang kurang lebih sama, yaitu menuntut tanggung jawab yang lebih dari para pengembang maupun pelaku pariwisata, khususnya dalam memperhatikan dampak negatif yang ditimbulkan oleh kegiatan pariwisata. Disisi lain, pergeseran pasar wisata maupun istilah ecotourism muncul ketika Ceballos- Lascurain pada tahun 1985 mendefinisikannya sebagai
”...kunjungan ke daerah-daerah yang masih bersifat alami yang relatif masih belum terganggu dan terpolusi dengan tujuan spesifik untuk belajar, mengagumi, dan menikmati pemandangan alam dengan tumbuhan dan satwa liarnya serta budaya (baik masa lalu
maupun masa sekarang) yang ada di tempat tersebut”. Pengertian ini kemudian menyebarluaskan penggunaan istilah ecotourism sebagai ’kegiatan di alam terbuka kawasan hutan’ yang belum tersentuh oleh kegiatan lain. Pada perkembangannya kemudian memunculkan pula istilah seperti adventure travel, off-the beaten track ataupun special interest yang biasanya digunakan oleh tour operator dalam memasarkan produknya. Bila dikaji lebih lanjut, substansi pengertian ini hanya merujuk pada ’tempat’ melakukan kegiatan (di alam terbuka kawasan hutan) dan ’kondisi lingkungan’ (yang masih bersifat alami), namun belum menyentuh substansi maupun masa sekarang) yang ada di tempat tersebut”. Pengertian ini kemudian menyebarluaskan penggunaan istilah ecotourism sebagai ’kegiatan di alam terbuka kawasan hutan’ yang belum tersentuh oleh kegiatan lain. Pada perkembangannya kemudian memunculkan pula istilah seperti adventure travel, off-the beaten track ataupun special interest yang biasanya digunakan oleh tour operator dalam memasarkan produknya. Bila dikaji lebih lanjut, substansi pengertian ini hanya merujuk pada ’tempat’ melakukan kegiatan (di alam terbuka kawasan hutan) dan ’kondisi lingkungan’ (yang masih bersifat alami), namun belum menyentuh substansi
filosofis dimaksudkan sebagai suatu pertanggungjawaban dari pengembang dan wisatawan atas pemanfaatan lingkungan, dengan mempertanyakan apa yang seharusnya dilakukan (Sekartjakrarini, 1993). Konsep sikap perilaku ini yang seharusnya dikaji dalam memahami pengertian ecotourism. Hubungan yang erat antara pariwisata dengan masyarakat setempat diperlukan, karena merupakan mekanisme penting dalam mendukung usaha perlindungan kawasan (Ziffer, 1990) dan pemanfaatan menuju perlindungan lingkungan (Sekartjakrarini, 2003). Dalam penerapan ekowisata harus mencerminkan prinsip-prinsip sebagai berikut:
1) Prinsip Konservasi
Ekowisata lebih mempergunakan pendekatan pelestarian dibandingkan pemanfaatan. Pengembangan ekowisata harus mampu memperbaiki dan/ melindungi sumber daya alam secara lestari dalam bentuk pembangunan lingkungan dan tidak memiliki degradasi pada sumber daya. Praktek-praktek konservasi yang bertanggung jawab yang berhubungan dengan kegiatan internal dan eksternal mengandung pengertian proteksi, konservasi, atau perluasan sumber daya alam dan lingkungan fisik untuk menjamin kehidupan jangka panjang dan keberlangsungan ekosistem Pemanfaatan lahan yang berlebihan akan mengakibatkan penurunan daya dukung lingkungan secara cepat. Di samping itu, pembangunan juga perlu memperhatikan kapasitas maksimum yang dapat diberikan oleh lingkungan tersebut.
2) Prinsip Edukasi
Pengembangan ekowisata harus mengandung unsur pendidikan untuk mengubah prilaku dan membentuk sikap seseorang menjadi memiliki kepedulian, tanggung jawab dan komitmen terhadap pelestarian lingkungan. Prinsip edukasi ini menyangkut seluruh pihak, baik itu komunitas, pemerintah, LSM dan wisatawan itu sendiri.
3) Prinsip Ekonomi
Pengembangan ekowisata harus mampu memberikan manfaat untuk masyarakat, khususnya masyarakat setempat dan menjadi penggerak ekonomi di wilayahnya untuk memastikan bahwa daerah yang masih alami dapat mengembangkan pembangunan berimbang antara kebutuhan pelestarian dan kepentingan semua pihak. Keuntungan jangka panjang (ekonomi) untuk sumberdaya, industri dan komunitas lokal dan mendorong tumbuh dan berkembangnya ekonomi lokal, bisnis dan komunitas untuk menjamin kekuatan ekonomi dan keberlanjutan (sustainability). Walaupun demikian, ketahanan ekonomi masyarakat di daerah ecotourism harus diperhatikan dengan mendapat manfaat dari adanya konservasi dan pengelolaan lingkungan tersebut. Aktivitas ekonomi akan dengan sendirinya tumbuh apabila ada kunjungan ke daerah ekowisata tersebut. Peningkatan pengetahuan dan keterampilan yang berkaitan dengan kepariwisataan merupakan bekal utama untuk menggerakkan ekonomi tersebut. Oleh karena itu perlu diberikan pembelajaran secara optimal bagi masyarakat di wilayah ekowisata.
4) Prinsip Partisipasi dan Pemberdayaan Masyarakat
Pengembangan ekowisata harus didasarkan atas hasil musyawarah dengan masyarakat setempat serta peka dan menghormati nilai-nilai sosial budaya dan tradisi keagamaan yang dianut masyarakat tersebut. Salah satu faktor penentu keberhasilan pengembangan ekowisata di suatu daerah adalah sikap masyarakat lokal terhadap kegiatan tersebut. Sikap masyarakat positif antara lain Pengembangan ekowisata harus didasarkan atas hasil musyawarah dengan masyarakat setempat serta peka dan menghormati nilai-nilai sosial budaya dan tradisi keagamaan yang dianut masyarakat tersebut. Salah satu faktor penentu keberhasilan pengembangan ekowisata di suatu daerah adalah sikap masyarakat lokal terhadap kegiatan tersebut. Sikap masyarakat positif antara lain