LAMPIRAN IA KEBIJAKAN DAN STRATEGI PENYELENGGARAAN DRAINASE LAMPIRAN IB KEBIJAKAN DAN STRATEGI PENGELOLAAN PERSAMPAHAN LAMPIRAN IC KEBIJAKAN DAN STRATEGI PENGELOLAAN AIR LIMBAH
LAMPIRAN I LAMPIRAN IA KEBIJAKAN DAN STRATEGI PENYELENGGARAAN DRAINASE LAMPIRAN IB KEBIJAKAN DAN STRATEGI PENGELOLAAN PERSAMPAHAN LAMPIRAN IC KEBIJAKAN DAN STRATEGI PENGELOLAAN AIR LIMBAH
LAMPIRAN IA
KEBIJAKAN DAN STRATEGI PENYELENGGARAAN DRAINASE
REVISI HAR JANUARI 2013 MENTERI PEKERJAAN UMUM REPUBLIK INDONESIA PERATURAN MENTERI NO TAHUN 2012 TENTANG KEBIJAKAN DAN STRATEGI NASIONAL PENYELENGGARAAN SISTEM DRAINASE PERKOTAAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI PEKERJAAN UMUM REPUBLIK INDONESIA, MENTERI PEKERJAAN UMUM REPUBLIK INDONESIA,
b. bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud pada huruf a, perlu menetapkan Peraturan Menteri Pekerjaan Umum tentang Kebijakan dan Strategi Nasional Penyelenggaraan Sistem Drainase Perkotaan.
Mengingat : 1. Undang-undang Nomor 28 Tahun 2002 tentang Bangunan Gedung (Lembaran Negara Republik
Indonesia Tahun 2002 Nomor 134);
2. Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2004 tentang Sumber Daya Air (Lembaran Negara Republik
Indonesia Tahun 2004 Nomor 32);
3. Undang-Undang Nomor 26 Tahun 2007 tentang Penataan Ruang (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2007 Nomor 68; Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4725)
4. Undang-Undang No. 1 Tahun 2011 tentang
Perumahan
Permukiman (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2011 Nomor 7; Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5188);
dan
Kawasan
2007 Nomor 82; Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4737);
6. Peraturan Pemerintah Nomor 42 Tahun 2008 tentang Penyelenggaraan Sumber Daya Air (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2008 Nomor 82; Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4858);
7. Peraturan Pemerintah Nomor 38 Tahun 2011 tentang Sungai (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2011 Nomor 74; Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5230);
8. Peraturan Presiden Nomor 47 Tahun 2009
tentang
dan Organisasi Pemerintahan Daerah, sebagaimana beberapakali diubah terakhir dengan Peraturan Presiden Nomor 91 Tahun 2011 tentang Perubahan Ketiga Atas Peraturan Presiden Nomor 47 Tahun 2009 Tentang
Pembentukan
Pembentukan
Dan Organisasi
Kementerian Negara;
9. Peraturan Presiden Nomor 24 Tahun 2010
tentang Kedudukan,
Tugas, dan Fungsi Kementerian Negara Serta Susunan Organisasi, Tugas, dan Fungsi Eselon I, sebagaimana beberapakali diubah terakhir dengan Peraturan
Presiden Nomor 92 Tahun 2011 tentang Perubahan Ketiga Atas Peraturan Presiden Nomor
47 Tahun 2009 Tentang Pembentukan dan Organisasi Kementerian Negara;
12. Keputusan Menteri Pekerjaan Umum Nomor 239/KPTS/1987 tentang Pedoman Umum mengenai Pembagian Tugas, Wewenang dan Tanggung Jawab Pengaturan, Pembinaan dan Pengembangan Drainase Kota.
MEMUTUSKAN :
Menetapkan : PERATURAN
PEKERJAAN UMUM TENTANG KEBIJAKAN DAN STRATEGI NASIONAL PENYELENGGARAAN
MENTERI
SISTEM
DRAINASE
PERKOTAAN.
BAB I KETENTUAN UMUM
Bagian Kesatu Pengertian Pasal 1
Dalam Peraturan Menteri ini yang dimaksud dengan:
1. Drainase adalah prasarana dan sarana yang berfungsi
3. Sistem Drainase Perkotaan adalah satu kesatuan sistem teknis dan non teknis dari prasarana dan sarana drainase perkotaan.
4. Penyelenggaraan Sistem Drainase Perkotaan adalah kegiatan merencanakan, membangun, mengoperasikan, dan memelihara, serta memantau dan mengevaluasi penyelenggaraan Sistem Drainase Perkotaan.
5. Pengelola Sistem Drainase Perkotaan adalah badan usaha dan/atau
yang melakukan penyelenggaraan sistem drainase perkotaan.
kelompok
masyarakat
6. Pemerintah Pusat selanjutnya disebut Pemerintah adalah Presiden Republik Indonesia yang memegang kekuasaan pemerintahan Negara Republik Indonesia sebagaimana dimaksud dalam Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia tahun 1945.
7. Menteri adalah menteri yang menyelenggarakan urusan pemerintahan dibidang pekerjaan umum.
8. Pemerintah Daerah adalah Gubernur, Bupati, atau Walikota, dan perangkat daerah sebagai unsur penyelenggara pemerintah daerah berdasarkan peraturan perundang-undangan.
9. Kebijakan dan Strategi Nasional Penyelenggaraan Sistem Drainase Perkotaan, adalah perangkat pengaturan arah Kebijakan dan Strategi Nasional Penyelenggaraan Drainase Perkotaan bagi pemerintah pusat, Pemerintah Daerah, Badan Usaha, dan masyarakat.
Bagian Kedua
Maksud dan Tujuan Maksud dan Tujuan
Pasal 3
Peraturan menteri ini bertujuan untuk :
a. mewujudkan keselerasan antara Pemerintah dan Pemerintah Daerah dalam kebijakan teknis, perencanaan, program, kegiatan dan penyelenggaraan drainase perkotaan;
b. menjamin terwujudnya konsistensi dalam kebijakan teknis, perencanaan, program, kegiatan dan penyelenggaraan sistem drainase perkotaan;
c. mewujudkan penyelenggaraan sistem drainase perkotaan yang efektif, efisien, dan berkelanjutan; dan
d. menciptakan lingkungan perkotaan yang sehat dan bebas dari banjir dan genangan.
Bagian Ketiga
Ruang Lingkup Pasal 4
(1) Ruang lingkup Peraturan Menteri ini meliputi:
a. Asas
b. Visi dan misi;
c. Dasar Kebijakan
(2) Rincian kebijakan dan strategi nasional penyelenggaraan sistem drainase perkotaan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) tercantum dalam lampiran yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari peraturan menteri ini.
BAB II ASAS Pasal 5
Peraturan Menteri ini diselenggarakan berdasarkan asas tanggung jawab, asas berkelanjutan, asas manfaat, asas kesadaran, asas keselamatan, asas keamanan dan asas ekonomi.
BAB III VISI, MISI DAN SASARAN
Bagian Kesatu Visi dan Misi Pasal 6
Visi dari Penyelenggaraan Sistem Drainase Perkotaan adalah Masyarakat hidup sehat, nyaman dengan lingkungan bersih bebas dari genangan.
(1) Membina penyelenggaraan pelayanan prasarana dan sarana drainase perkotaan untuk meningkatkan kualitas kesehatan masyarakat;
(2) Membina SDM yang menangani penyelenggaraan drainase perkotaan dalam hal perubahan iklim global serta dampak – dampaknya dan sistem penanggulangan dampaknya;
(3) Membina pelaksanaan pembangunan dan mengembangkan prasarana dan sarana penyehatan lingkungan permukiman mendukung pencegahan pencemaran lingkungan;
(4) Mendorong peningkatan kapasitas kelembagaan pemerintah daerah dan masyarakat yang efektif dan efisien dan bertanggungjawab;
(5) Mendorong peningkatan upaya-upaya penyelenggaraan drainase secara berwawasan lingkungan (ecodrain) untuk meminimalkan genangan dan banjir yang berdampak negatif;
(6) Mendorong upaya penerapan manajemen risiko penyelenggaraan drainase perkotaan;
(7) Mendorong terciptanya pengaturan berdasarkan hukum (Permen, Perda) yang dapat diterapkan pemerintah pusat maupun Propinsi, Kabupaten/Kota dan masyarakat untuk membangun dan penyelenggaraan drainase Perkotaan demi tercapainya lingkungan permukiman yang sehat dan nyaman;
(8) Mendorong peningkatan kemampuan pembiayaan menuju ke arah kemandirian;
(9) Mendorong peran serta aktif masyarakat dalam proses
pembangunan prasarana dan sarana drainase perkotaan; dan
Bagian Kedua Sasaran Kebijakan
Pasal 8
Sasaran kebijakan Drainase perkotaan adalah sebagai berikut: (1) Terlaksananya sistem penyelenggaraan Drainase perkotaan yang
terdesentralisir, efisien, efektif dan terpadu; (2) Terciptanya pola pembangunan bidang Drainase perkotaan yang
berkelanjutan melalui kewajiban melakukan konservasi air dan pembangunan drainase yang berwawasan lingkungan (ecodrain);
(3) Terwujudnya upaya pengentasan kemiskinan perkotaan yang efektif dan ekonomis melalui minimalisasi resiko biaya sosial dan ekonomi serta biaya kesehatan akibat genangan dan bencana banjir; dan
(4) Terciptanya peningkatan koordinasi antara kabupaten/kota dalam penanganan sistem Drainase perkotaan.
BAB IV DASAR KEBIJAKAN
Bagian Kesatu Isu, Permasalahan, Dan Tantangan Penyelenggaraan Drainase
Perkotaan
(1) adanya perubahan iklim global yang berdampak terhadap
fluktuasi curah hujan yang tinggi dan kenaikan muka laut; (2) terjadinya perubahan fungsi lahan basah yang menyebabkan
yang terganggunya sistem tata air dan berpengaruh terhadap pengendalian banjir perkotaan masih terjadi di kota-kota di Indonesia;
(3) kebutuhan pengendalian debit puncak melalui upaya-upaya structural dan penerapan drainase berwawasan lingkungan (ecodrain);
(4) belum adanya ketegasan fungsi sistem drainase dimana fungsi saluran drainase perkotaan untuk sistem pematusan air hujan masih disatukan dengan pembuangan air limbah rumah tangga
(“grey water”); (5) adanya kebutuhan kelengkapan perangkat peraturan, berupa
sejumlah pengaturan yang meliputi cakupan ruang lingkup drainase,
pembangunan dan operasional dan pemeliharaan oleh unit/sub unit sektro yang terlibat dalam penyelenggaraan drainase serta termasuk pengaturan yang lebih jelas dalam menerjemaahkan pengaturan penyelenggaraan darinase antara Pusat dan Daerah sebagai penjelasan turunan dari PP 38 Tahun 2007 tentang Pembagian Urusan antara Pemerintah Pusat, Provinsi dan Pemerintah Kabupaten/Kota;
kewenangan
pengaturan,
(6) permasalahan teknis dalam penyelenggaraan drainase perkotaan yaitu:
a. Belum optimalnya sistem perencanaan penyelenggaraan drainase, dimana perencanaan sistem drainase belum didasari dengan adanya suatu rencana induk penyelenggaraan sistem a. Belum optimalnya sistem perencanaan penyelenggaraan drainase, dimana perencanaan sistem drainase belum didasari dengan adanya suatu rencana induk penyelenggaraan sistem
e. Operasi dan pemeliharaan sistem drainase belum dilakukan secara optimal.
(7) permasalahan aspek kelembagaan dan pembiayaan dalam penyelenggaraan drainase perkotaan, yaitu:
a. Penyelenggaraan Drainase yang belum terpadu antar unit kerja di masing-masing level pemerintahan;
b. Bentuk kelembagaan penyelenggaraan drainase yang belum sesuai dengan besarnya kewenangan bidang drainase perkotaan yang harus dikerjakan;
c. Penanganan drainase belum menjadi prioritas pembangunan;
d. Keterpaduan penanganan drainase dari lingkungan terkecil hingga wilayah yang lebih luas dalam satu wilayah administrasi maupun antar kabupaten/kota dan provinsi belum terjadi, termasuk integrasi dalam penanganan drainase perkotaan
lintas wilayah administrasi/pemerintahan;
yang
sifatnya
e. Belum diterapkannya manajemen aset yang baik dalam penyelenggaraan drainase perkotaan;
f. Kompetensi dan kualifikasi sumberdaya manusia sebagai salah satu unsur pengelola kelembagaan drainase perkotaan kurang memadai dari jumlah maupun kualifikasinya;
g. Sesuai dengan hal tersebut, maka dibutuhkan penguatan kelembagaan penyelenggaraan drainase di Daerah.
(8) permasalahan aspek kemitraan dan partisipasi masyarakat dalam penyelenggaraan drainase perkotaan, yaitu:
a. Kebutuhan penerapan konsep good governance yang salah satunya memberikan ruang yang lebih luas bagi penyelenggaraan urusan pemerintahan bukan hanya oleh a. Kebutuhan penerapan konsep good governance yang salah satunya memberikan ruang yang lebih luas bagi penyelenggaraan urusan pemerintahan bukan hanya oleh
Bagian Kedua Tantangan Dalam Penyelenggaraan Drainase Perkotaan
Pasal 10
(1) tantangan yang dihadapi dalam penyelenggaraan drainase perkotaan antara lain:
a. Mencegah terjadinya penurunan kualitas kawasan terbangun yang bertumpu pada peran aktif dan swadaya masyarakat serta
semua stakeholders penyelenggara pembangunan dalam menentukan kebutuhan dan seleksi teknologi;
upaya
pemberdayaan
b. Melakukan optimalisasi fungsi pelayanan dan efisiensi terhadap prasarana dan sarana drainase yang sudah terbangun;
c. Melaksanakan peningkatan dan pengembangan sistem yang ada serta pembangunan baru secara efektif dan efisien agar dapat meningkatkan ekonomi masyarakat berpenghasilan rendah;
d. Pemerataan
drainase dengan memperhatikan kondisi ekonomi nasional dan daerah setempat; dan
pembangunan
bidang bidang
b. Peningkatan partisipasi aktif masyarakat dan kemitran antara pemerintah, swasta dan masyarakat harus diteruskan, terutama dalam hal pemeliharaan dan penyelenggaraan pembangunan prasarana dan sarana drainase yang sudah dibangun; dan
c. Potensi pembiayaan dari sumber-sumber pendanaan melalui pola pembiayaan PPP, obligasi, CSR, dan sumber pembiayaan lainnya.
BAB V KEBIJAKAN DAN STRATEGI
Bagian Kesatu Rumusan Kebijakan
Pasal 11
Rumusan kebijakan pengembangan bidang drainase adalah sebagai berikut:
(1) Kebijakan (1): Pemantapan Keterpaduan Dengan Penanganan Pengendalian Banjir Dan Sektor/Sub Sektor Terkait Lainnya Berdasarkan Sistem Tata Air;
(3) Kebijakan (3): Mendorong dan Memfasilitasi Pemerintah Kabupaten/Kota Dalam Pengembangan Sistem Drainase Yang Efektif, Efisien Dan Berkelanjutan;
(4) Kebijakan (4): Meningkatkan Kapasitas Kelembagaan Pengelola Prasarana dan Sarana Drainase Perkotaan;
(5) Kebijakan (5): Mendorong pembiayaan alternatif dalam penyelenggaraan drainase perkotaan
melalui kerjasama
kemitraan dengan Dunia Usaha dan Peran Masyarakat; dan (6) Kebijakan (6): Mengembangkan Tingkat Partisipasi Swasta/Dunia
Usaha dan Peran Masyarakat dalam Penyelenggaraan Drainase Perkotaan.
Bagian Kedua Rumusan Strategi
Pasal 12
Kebijakan kesatu yaitu pemantapan keterpaduan dengan penanganan pengendalian banjir dan sektor/sub sektor terkait lainnya berdasarkan sistem tata air, meliputi strategi sebagai berikut:
(1) Strategi (1): Penyiapan Rencana Induk Sistem Drainase yang terpadu antara sistem Drainase makro, mikro, pengaturan dan penyelenggaraan sungai;
(2) Strategi (2): Mengembangkan sistem Drainase yang berwawasan lingkungan (ecodrain).
Pasal 13
Kebijakan kedua yaitu mengoptimalkan sistem drainase perkotaan yang
pengembangan dan pembangunan baru, meliputi strategi sebagai berikut:
ada,
rehabilitasi/pemeliharaan,
(1) Strategi (1): Pengembangan kapasitas operasi dan pemeliharaan sarana dan prasarana terbangun;
(2) Strategi (2): Penyiapan Prioritas Optimalisasi Sistem.
Pasal 14
Kebijakan ketiga yaitu mendorong dan memfasilitasi pemerintah kabupaten/kota dalam pengembangan sistem drainase yang efektif, efisien dan berkelanjutan, meliputi strategi sebagai berikut:
(1) Strategi (1): Penyiapan peraturan dan produk hukum untuk penanganan drainase, penyusunan NSPM bidang drainase;
(2) Strategi (2): Membantu Kota/Kab dengan bantuan stimulan pembangunan pada simpul-simpul yang tidak tersentuh, serta perkuatan institusinya.
Pasal 15
Kebijakan keempat yaitu meningkatkan kapasitas kelembagaan pengelola prasarana dan sarana drainase perkotaan, meliputi strategi sebagai berikut:
Pasal 16
Kebijakan kelima yaitu mendorong pembiayaan alternatif dalam penyelenggaraan drainase perkotaan melalui kerjasama kemitraan dengan dunia usaha dan peran masyarakat, meliputi strategi sebagai berikut:
(1) Strategi (1) : Mengembangkan sumber pendanaan melalui retribusi lingkungan;
(2) Strategi (2): Mendorong
menfasilitasi pendanaan pengembangan infrastruktur drainase kota melalui pola kemitraan dengan dunia usaha/swasta melalui konsep Kerjasama Pemerintah dan Swasta (KPS).
dan
Pasal 17
Kebijakan kelima yaitu mengembangkan tingkat partisipasi swasta/dunia usaha dan peran masyarakat dalam penyelenggaraan drainase perkotaan, meliputi strategi sebagai berikut:
(1) Strategi (1): Pengembangan kampanye peningkatan peran masyarakat;
(2) Strategi (2): Mendorong swasta/masyarakat ikut berpartisipasi dalam penyelenggaraan drainase.
BAB VI PENDEKATAN PENANGANAN Bagian Kesatu Pengaturan Di Daerah Pasal 18
(1) Dalam hal Daerah belum mempunyai pengaturan tentang Kebijakan dan Strategi Daerah Penyelenggaraan Sistem Drainase Perkotaan, maka pengaturan di daerah perlu disiapkan dan ditetapkan dengan Peraturan Daerah, atau Peraturan Gubernur, atau Peraturan Walikota/Bupati dan mengacu pada Peraturan Menteri ini;
(2) Bagi Daerah yang telah mempunyai Peraturan Daerah tentang Kebijakan dan Strategi Daerah Penyelenggaraan Sistem Drainase Perkotaan sebelum Peraturan Menteri ini diterbitkan, agar peraturan daerah tersebut disesuaikan berdasarkan ketentuan- ketentuan yang dimaksud dalam Peraturan Menteri ini.
Bagian Kedua Tugas Pasal 19
(1) Pemerintah dan Pemerintah Daerah bertugas menjamin terselenggaranya
Strategi Nasional Penyelenggaraan Sistem Drainase Perkotaan dan sesuai dengan tujuan sebagaimana dimaksud dalam Peraturan Menteri ini.
Kebijakan
dan
Pasal 20
Tugas Pemerintah dan Pemerintah Daerah sebagaimana dimaksud dalam Pasal 20 ayat (1) terdiri atas:
a. menumbuhkembangkan dan meningkatkan peran badan usaha dan/atau masyarakat untuk mendukung pelaksanaan Kebijakan dan Strategi Nasional
dan Daerah tentang Sistem Penyelenggaraan Drainase Perkotaan;
b. memfasilitasi prasarana dan sarana penyelenggaraan drainase perkotaan dalam rangka mewujudkan Sistem Penyelenggaraan Drainase Perkotaan yang efektif, efisien, dan berkelanjutan;
c. menyelenggarakan koordinasi antar lembaga pemerintah, badan usaha
rangka keterpaduan penyelenggaraan sistem drainase perkotaan;
dan
masyarakat
dalam
d. mendorong
pengembangan Sistem Penyelenggaraan Drainase Perkotaan.
dan
memfasilitasi
Bagian Ketiga Wewenang Pemerintah Pasal 21
Dalam rangka penyelenggaraan Peraturan Menteri ini, Pemerintah mempunyai kewenangan: Dalam rangka penyelenggaraan Peraturan Menteri ini, Pemerintah mempunyai kewenangan:
c. memfasilitasi dan mengembangkan kerja sama antar daerah lintas provinsi, kemitraan, dan jejaring dalam penyelenggaraan sistem drainase perkotaan;
d. mendorong
pengembangan sistem penyelenggaraan drainase perkotaan;
dan
memfasilitasi
e. menyelenggarakan koordinasi, pembinaan, dan pengawasan kinerja Pemerintah Provinsi dalam penyelenggaraan drainase perkotaan lingkup Provinsi.
Bagian Keempat Wewenang Pemerintah Provinsi Pasal 22
Dalam rangka penyelenggaraan Peraturan Menteri ini, Pemerintah Provinsi mempunyai kewenangan:
a. menetapkan
Provinsi dalam Penyelenggaraan Sistem Drainase Perkotaan sesuai dengan Kebijakan dan Strategi Nasional Penyelenggaraan Sistem Penyelenggaraan Drainase Perkotaan;
Kebijakan
dan
Strategi
b. menetapkan perencanaan dan pemrograman prasarana dan sarana penyelenggaraan drainase perkotaan tingkat Provinsi; b. menetapkan perencanaan dan pemrograman prasarana dan sarana penyelenggaraan drainase perkotaan tingkat Provinsi;
pengembangan Sistem Penyelenggaraan Drainase Perkotaan tingkat Provinsi;
e. mendorong
dan
memfasilitasi
f. menyelenggarakan koordinasi, pembinaan, dan pengawasan kinerja Pemerintah Kabupaten/Kota dalam penyelenggaraan sistem drainase perkotaan.
Bagian Kelima Wewenang Pemerintah Kabupaten/Kota Pasal 23
Dalam rangka penyelenggaraan Peraturan Menteri ini, Pemerintah Kabupaten/Kota mempunyai kewenangan:
Kabupaten/Kota Penyelenggaraan Sistem Drainase Perkotaan sesuai dengan Kebijakan dan Strategi Nasional dan Provinsi Penyelenggaraan Sistem Drainase Perkotaan;
a. menetapkan
Kebijakan
dan
Strategi
b. menetapkan perencanaan dan pemrograman prasarana dan sarana
perkotaan tingkat Kabupaten/Kota;
penyelenggaraan
drainase
c. membangun dan mengembangkan prasarana dan sarana penyelenggaraan
sistem
drainase
perkotaan tingkat perkotaan tingkat
dan
memfasilitasi
pengembangan Sistem
Penyelenggaraan Drainase Perkotaan tingkat Kabupaten/Kota;
f. menyelenggarakan koordinasi dengan Pemerintah, Pemerintah Provinsi dalam penyelenggaraan sistem drainase perkotaan.
BAB VII PRIORITAS PENGEMBANGAN Bagian Kesatu Peran Masyarakat
Pasal 24
(1) Peran masyarakat bertujuan untuk meningkatkan kinerja Kebijakan dan Strategi Nasional dan Daerah Penyelenggaraan Sistem Drainase Perkotaan;
(2) Masyarakat memiliki kesempatan berperan aktif dalam pelaksanaan Kebijakan dan Strategi Nasional dan Daerah
Penyelenggaraan Sistem Drainase; (3) Peran masyarakat sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dapat
berupa:
a. penyampaian informasi dan/atau laporan;
b. pemberian saran, pendapat, usul, keberatan, pengaduan; dan
c. terlibat dalam kegiatan perencanaan, pembangunan, operasi dan pemeliharaan serta pengawasan sistem drainase perkotaan.
Bagian Kedua Pembainaan dan Pengawasan
Pasal 25
(1) Pembinaan dan pengawasan dilakukan pada tahapan penyusunan, pelaksanaan, dan evaluasi;
(2) Pembinaan dan pengawasan kepada Pemerintah Provinsi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan oleh Pemerintah;
(3) Pembinaan dan pengawasan kepada Pemerintah Kabupaten/Kota sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan oleh Pemerintah Provinsi;
(4) Dalam melaksanakan pembinaan dan pengawasan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), Pejabat yang ditunjuk dapat melakukan koordinasi lintas sektoral.
BAB VIII KETENTUAN PERALIHAN Pasal 26
Dengan berlakunya Peraturan Menteri ini, maka pengaturan, proses penyusunan
pelaksanaan kegiatan penyelenggaraan sistem penyelenggaraan drainase perkotaan mengacu pada Peraturan Menteri ini.
rencana,
program,
BAB IX KETENTUAN PENUTUP Pasal 27
Peraturan Menteri ini mulai berlaku pada tanggal ditetapkan. Agar setiap orang mengetahuinya, memerintahkan pengundangan
peraturan menteri ini dalam berita Negara Republik Indonesia.
Ditetapkan di Jakarta Pada tanggal
__________________ MENTERI PEKERJAAN
UMUM REPUBLIK INDONESIA,
Diundangkan di Jakarta Pada Tanggal Menteri Hukum dan HAM Republik Indonesia
AMIR SYAMSUDIN
Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor ……………..
LAMPIRAN IB
KEBIJAKAN DAN STRATEGI PENGELOLAAN PERSAMPAHAN
MENTERI PEKERJAAN UMUM REPUBLIK INDONESIA PERATURAN MENTERI PEKERJAAN UMUM NOMOR: 21/PRT/M/2006 TENTANG KEBIJAKAN DAN STRATEGI NASIONAL PENGEMBANGAN SISTEM PENGELOLAAN PERSAMPAHAN (KSNP-SPP)
MENTERI PEKERJAAN UMUM REPUBLIK INDONESIA PERATURAN MENTERI PEKERJAAN UMUM NOMOR: 21/PRT/M/2006 TENTANG KEBIJAKAN DAN STRATEGI NASIONAL PENGEMBANGAN SISTEM PENGELOLAAN PERSAMPAHAN (KSNP-SPP) DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI PEKERJAAN UMUM
Menimbang:
a. bahwa dalam rangka penyehatan lingkungan permukiman yang
pengembangan sistem pengelolaan persampahan yang ramah lingkungan;
berkelanjutan,
perlu
dilakukan
b. bahwa permukiman yang sehat dengan lingkungan yang bersih sangat diperlukan dalam rangka peningkatan derajat kesehatan masyarakat Indonesia sehingga masyarakat dapat menjadi lebih produktif;
c. bahwa dalam upaya mewujudkan situasi dan kondisi permukiman sehat yang diinginkan sebagaimana dimaksud pada huruf a dan b, diperlukan rencana, program, dan pelaksanaan kegiatan yang terpadu, efisien, dan efektif;
d. bahwa untuk mewujudkan situasi dan kondisi yang diinginkan pada huruf c diperlukan Kebijakan dan Strategi Nasional Pengembangan
Sistem
Pengelolaan
Persampahan yang
3. Undang-Undang No. 23 Tahun 1997 tentang Lingkungan Hidup;
4. Undang-Undang No. 28 Tahun 2002 tentang Bangunan Gedung;
5. Undang-Undang No. 17 Tahun 2003 tentang Keuangan Negara;
6. Undang-Undang No. 7 Tahun 2004 tentang Sumber Daya Air;
7. Undang-Undang No. 25 Tahun 2004 tentang Sistem
Perencanaan Nasional;
8. Undang-Undang No. 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah;
9. Undang-Undang No. 33 Tahun 2004 tentang Perimbangan Keuangan antara Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah;
10. Peraturan Pemerintah No. 47 Tahun 1997 tentang Rencana
Tata Ruang Wilayah Nasional;
11. Peraturan Pemerintah No. 80 Tahun 1999 tentang Kawasan Siap Bangun dan Lingkungan Siap Bangun Berdiri Sendiri;
12. Peraturan Pemerintah No. 16 Tahun 2005 tentang
Pengembangan Sistem Penyediaan Air Minum;
13. Peraturan Pemerintah No. 23 Tahun 2005 tentang Pengelolaan Keuangan Badan Layanan Umum;
14. Peraturan Presiden No. 7 Tahun 2005 tentang Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional 2005-2009;
15. Peraturan Presiden No. 9 Tahun 2005 tentang Kedudukan, Tugas, Fungsi, Susunan Organisasi, dan Tata Kerja Kementerian Negara Republik Indonesia;
16. Peraturan Presiden No. 10 Tahun 2005 tentang Unit Organisasi dan Tugas Eselon I Kementerian Negara Republik Indonesia;
17. Peraturan Presiden No. 107 Tahun 2004 tentang Pembentukan Kabinet Indonesia Bersatu.
2. Adanya Deklarasi sidang-sidang PBB khususnya Deklarasi Habitat dan Agenda 21 tentang tempat tinggal yang layak bagi manusia dan pembangunan permukiman berkelanjutan yang perlu diwujudkan dalam kebijakan dan strategi penanganan persampahan permukiman;
3. Adanya KTT Millenium PBB bulan September 2000 yang menghasilkan Tujuan Pembangunan Milenium atau Millenium Development Goals (MDG) dalam rangka mewujudkan lingkungan kehidupan yang lebih baik.
MEMUTUSKAN:
Menetapkan : PERATURAN MENTERI PEKERJAAN UMUM TENTANG KEBIJAKAN DAN STRATEGI NASIONAL
PENGEMBANGANAN SISTEM PENGELOLAAN PERSAMPAHAN
Pasal 1
Dalam Peraturan Menteri ini yang dimaksud dengan:
1. Kebijakan dan Strategi Nasional Pengembangan Sistem Pengelolaan Persampahan, yang selanjutnya disingkat KSNP-SPP merupakan pedoman untuk pengaturan, penyelenggaraan dan pengembangan sistem pengelolaan persampahan, baik bagi pemerintah pusat, maupun daerah, dunia usaha, swasta, dan masyarakat.
2. KSNP-SPP meliputi uraian tentang visi dan misi pengembanagn sis tem pengelolaan persampahan; isu strategis, permasalahan dan tantangan, pengembangan SPP, tujuan / sasaran; serta kebijakan dan strategi nasional pengembangan sistem pengelolaan persampahan dengan rencana tindak yang diperlukan
Pasal 2
Pasal 3
Peraturan teknis dan pedoman pelaksanaan yang lebih rinci dalam rangka pengaturan, penyelenggaraan, dan pengembangan sistem pengelolaan persampahan sebagai penjabaran dari KSNP-SPP perlu disusun dan ditetapkan lebih lanjut oleh instansi-instansi terkait.
Pasal 4
(1). Dalam hal Daerah belum mempunyai pengaturan sebagaimana dimaksud dalam Pasal
2, maka ketentuan dan rencana pengembangan sistem pengelolaan persampahan di daerah perlu disiapkan dan ditetapkan dengan Peraturan Daerah, mengacu pada Peraturan Menteri ini;
(2). Bagi Daerah yang telah mempunyai Peraturan Daerah tentang pengembangan sistem pengelolaan persampahan sebelum Peraturan Menteri ini diterbitkan, agar peraturan daerah tersebut disesuaikan berdasarkan ketentuan-ketentuan yang dimaksud dalam Peraturan Menteri ini.
Pasal 5
Dengan berlakunya Peraturan Menteri ini, maka pengaturan, proses penyusunan rencana, program, pelaksanaan kegiatan pengembanagn sistem pengelolaan persampahan harus mengacu pada Peraturan Menteri ini.
Pasal 6
(1). Peraturan Menteri ini mulai berlaku pada tanggal yang ditetapkan, dan apabila dikemudian hari terdapat kekeliruan atau kesalahan di dalamnya, segala sesuatunya akan diubah dan diperbaiki sebagaimana mestinya;
(2). Peraturan Menteri ini disebarluaskan kepada para pihak yang bersangkutan untuk diketahui dan dilaksanakan sebagaimana mestinya.
DITETAPKAN DI : JAKARTA PADA TANGGAL : 15 SEPTEMBER 2006 MENTERI PEKERJAAN UMUM DJOKO KIRMANTO
BAB I PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang
Menurunnya kinerja pengelolaan persampahan dalam beberapa tahun terakhir ini tidak lepas dari dampak perubahan tatanan pemerintahan di Indonesia dalam era reformasi, otonomi daerah serta krisis ekonomi yang telah melanda seluruh wilayah di Indonesia. Adanya perubahan kebijakan arah pembangunan infrastruktur perkotaan, menguatnya ego otonomi, menurunnya kapasitas pembiayaan daerah, menurunnya daya beli dan kepedulian masyarakat dalam menjaga kebersihan lingkungan merupakan pemicu terjadinya degradasi kualitas lingkungan perkotaan termasuk masalah kebersihan kota.
Penurunan kinerja tersebut ditunjukkan oleh berbagai hal seperti : menurunnya kapasitas SDM karena banyaknya pergantian personil yang sebelumnya pernah terdidik dalam bidang persampahan melalui program training atau capacity building ; tidak jelasnya organisasi pengelola sampah karena adanya perubahan kebijakan pola maksimal dan pola minimal suatu Dinas; menurunnya alokasi APBD bagi pengelolaan sampah; menurunnya penerimaan retribusi (secara nasional hanya dicapai 22 %); menurunnya tingkat pelayanan (tingkat pelayanan dari data BPS tahun 2000 hanya 40 % yang sebelumnya pernah mencapai 50 %); menurunnya kualitas TPA yang sebagian besar menjadi open dumping dan timbulnya friksi antar daerah / sosial; pengelolaan teknis pembuangan yang tidak bertanggung jawab sehingga menimbulkan korban jiwa seperti dalam kasus longsornya TPA Leuwigajah dan Bantar Gebang; tidak adanya penerapan sanksi atas pelanggaran yang dilakukan oleh masyarakat yang membuang sampah sembarangan, dan lain-lain.
Timbulnya friksi antar daerah/sosial dalam pengelolaan sampah terutama di TPA makin banyak terjadi seperti kasus TPA Bantar Gebang yang diakibatkan oleh pola pengelolaan TPA yang tidak profesional dan cenderung mencemari lingkungan sehingga menimbulkan NIMBY (Not In My Back Yard) Syndrome seperti yang terjadi dalam berbagai kasus.
dioperasikan secara open dumping. Larangan ijin mendirikan bangunan disekitar TPA juga tidak dilakukan sehingga lokasi TPA yang semula jauh dari permukiman kemudian justru dikelilingi oleh permukiman penduduk.
Saat ini hampir seluruh pengelolaan sampah berakhir di TPA sehingga menyebabkan beban TPA menjadi sangat berat, selain diperlukannya lahan yang cukup luas, juga fasilitas perlindungan lingkungan yang sangat mahal. Hal tersebut disebabkan karena belum dilakukannya upaya pengurangan volume sampah secara sungguh-sungguh sejak dari sumber, termasuk pemisahan sampah B3 (Bahan Buangan Berbahaya) rumah tangga.
Mengacu pada berbagai peraturan dan perundangan yang berlaku di Indonesia maka Pemerintah harus menyediakan pelayanan sistem pengelolaan persampahan yang mengikuti kaidah-kaidah teknis, ekonomis, dan lingkungan.
Sesuai dengan Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional maka Departemen Pekerjaan Umum telah menyusun Rencana Strategis tahun 2005 – 2009 yang bertujuan untuk : memberikan akses ke seluruh pelosok tanah air dan menangani tanggap darurat untuk memberikan pelayanan minimal bagi masyarakat dalam melaksanakan kehidupan sosial ekonomi agar terwujud Indonesia yang aman dan damai; membina penyelenggaraan infrastruktur secara transparan dan terbuka dengan melibatkan masyarakat, meningkatkan peran Pemerintah Daerah agar terwujud Indonesia yang adil dan demokratis; serta menyelenggarakan infrastruktur yang efisien, efektif dan produktif agar terwujud Indonesia yang lebih sejahtera.
Disamping itu Pemerintah Indonesia juga telah ikut serta dalam meratifikasi berbagai kesepakatan/komitmen Internasional yang harus diupayakan pemenuhannya sebagai bangsa yang bermartabat. Kesepakatan tersebut mencakup : Agenda 21 mengenai pengurangan volume sampah yang dibuang ke TPA (3R/ Reduce-Reuse-Recycle ), Prinsip Dublin, Kesepakatan Rio, MDGs ( Millenium Development Goals ) mengenai peningkatan separuh dari jumlah masyarakat yang belum mendapatkan akses pelayanan pada tahun 2015, Kyoto Protocol mengenai mekanisme pembangunan bersih (CDM/ Clean Development mechanism ) dan lain-lain;
Untuk mencapai tujuan diatas dan sebagai tindak lanjut amanat PP no 16 tahun 2005 tentang Pengembangan Sistem Penyedaan Air Minum, maka disusunlah KEBJAKAN DAN
STRATEGI NASIONAL
PENGEMBANGAN
SISTEM
PENGELOLAAN
PERSAMPAHAN (KSNP-SPP) yang tegas dan realistis dan dapat digunakan sebagai acuan
Kebijakan dan Strategi Nasional Sistem Pengelolaan Persampahan ini dimaksudkan sebagai pedoman dalam penyusunan kebijakan teknis, perencanaan, pemrograman dan kegiatan lain yang terkait dengan pengelolaan persampahan baik di lingkungan Departemen, Lembaga Pemerintah Non Departemen, Pemerintah Daerah, maupun bagi masyarakat dan dunia usaha.
1.3. Tujuan
Kebijakan dan Strategi Nasional Sistem Pengelolaan Persampahan sebagaimana dimaksud di atas bertujuan untuk mendukung pencapaian sasaran pembangunan persampahan melalui rencana, program, dan pelaksanaan kegiatan yang terpadu, efektif dan efisien.
1.4. Landasan Hukum
Penyusunan Kebijakan dan Strategi Nasional Sistem pengelolaan Persampahan ini memiliki arah kebijakan yang didasarkan pada :
a. UU No. 4 Tahun 1992 tentang Perumahan dan permukiman
b. UU No. 17 Tahun 2003 tentang Keuangan Negara
c. UU No. 7 Tahun 2004 tentang Sumber Daya Air
d. UU No. 25 Tahun 2004 tentang Sistem Perencanaan Nasional
e. UU No. 32 Tahun 2004 tentang Pemerintah Daerah
f. UU No. 18 Tahun 2008 tentang Pengelolaan Persampahan
g. UU No. 32 Tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup
Serta mengikuti Peraturan teknis yang mencakup :
BAB II VISI DAN MISI PENGELOLAAN PERSAMPAHAN
2.1. Visi
Untuk mencapai kondisi masyarakat yang hidup sehat dan sejahtera di masa yang akan datang, baik yang tinggal di daerah perkotaan maupun perdesaan, akan sangat diperlukan adanya lingkungan permukiman yang sehat. Dari aspek persampahan maka kata sehat akan berarti sebagai kondisi yang akan dapat dicapai bila sampah dapat dikelola secara baik sehingga bersih dari lingkungan permukiman dimana manusia beraktivitas di dalamnya. Secara umum, daerah perkotaan atau perdesaan yang mendapatkan pelayanan persampahan yang baik akan dapat ditunjukkan memiliki kondisi sebagai berikut :
a. Seluruh masyarakat, baik yang tinggal di perkotaan maupun di perdesaan memiliki akses untuk penanganan sampah yang dihasilkan dari aktivitas sehari-hari, baik di lingkungan perumahan, perdagangan, perkantoran, maupun tempat-tempat umum lainnya
b. Masyarakat memiliki lingkungan permukiman yang bersih karena sampah yang dihasilkan dapat ditangani secara benar.
c. Masyarakat mampu memelihara kesehatannya karena tidak terdapat sampah yang berpotensi menjadi bahan penularan penyakit seperti diarhea, thypus, disentri, dan lain-lain; serta gangguan lingkungan baik berupa pencemaran udara, air, atau tanah.
d. Masyarakat dan dunia usaha/swasta memiliki kesempatan untuk berpartisipasi dalam pengelolaan persampahan sehingga memperoleh manfaat bagai kesejahteraannya
Kondisi tersebut di atas akan dapat tercapai bila visi pengembangan sistem pengelolaan persampahan dapat dicapai yaitu :
“ Permukiman sehat yang bersih dari sampah”
Visi tersebut di atas selanjutnya dirumuskan dalam beberapa misi sebagai terjemahan lebih lanjut arti visi yang telah ditetapkan; untuk dapat mengidentifikasi arah kebijakan yang akan ditempuh.
2.2. Misi
Untuk dapat mewujudkan visi pengembangan sistem pengelolaan persampahan maka dirumuskan beberapa misi yaitu sebagai berikut :
1. Mengurangi timbulan sampah dalam rangka pengelolaan persampahan yang berkelanjutan
Data sampah di berbagai kota menunjukkan kecenderungan semakin besarnya timbulan sampah yang dihasilkan oleh masyarakat dari tahun ke tahun. Hal ini menyebabkan beban pelayanan persampahan di setiap daerah manjadi semakin berat dari waktu ke waktu. Di pihak lain kemampuan pendanaan daerah tidak menunjukkan peningkatan yang signifikan khususnya untuk bidang persampahan. Agar pengelolaan persampahan dapat dilaksanakan secara berkesinambungan maka sangat diperlukan adanya upaya untuk mengurangi timbulan sampah yang dihasilkan oleh masyarakat.
2. Meningkatkan jangkauan dan kualitas pelayanan sistem pengelolaan persampahan
Pelayanan sistem pengelolaan persampahan haruslah mampu menjangkau setiap anggota masyarakat yang ada di suatu daerah, baik masyarakat golongan mampu maupun mereka yang kurang mampu, baik mereka yang ada di perkotaan maupun di perdesaan. Jumlah anggota masyarakat yang terjangkau oleh pelayanan juga harus meningkat dari waktu ke waktu untuk dapat mencapai sasaran pelayanan yang diharapkan. Disamping itu pelayanan juga harus disediakan/diberikan dengan kualitas yang baik sehingga mampu menjamin tidak ditimbulkannya berbagai masalah
Masyarakat merupakan penghasil sampah; karenanya masyarakat merupakan aktor utama dalam pengelolaan sampah; yang perlu diberdayakan agar mampu melakukan berbagai upaya penanganan yang bermanfaat bagi pengelolaan secara umum. Dalam kondisi keterbatasan kapasitas pelayanan Pemerintah, maka dunia usaha/swasta juga dapat dijadikan sebagai mitra untuk mewujudkan pelayanan pengelolaan sampah yang baik.
4. Meningkatkan kemampuan manajemen dan kelembagaan dalam sistem pengelolaan persampahan sesuai dengan prinsip good and cooperate governance , yang berupa :
a. Penyelenggaraan tata pemerintahan yang baik dalam pengelolaan persampahan
b. Penyelenggaraan pengelolaan persampahan yang transparan, partisipatif, serta akuntabel dalam pengelolaannya
c. Pelibatan semua stakeholder dalam pengelolaan persampahan
d. Pengelolaan persampahan secara efektif, efisien, dan profesional
e. Penguatan kelembagaan dengan penyesuaian struktur dan kewenangan kelembagaan pengelola persampahan
5. Memobilisasi dana dari berbagai sumber untuk pengembangan sistem pengelolaan persampahan
a. Peningkatan prioritas dan alokasi pendanaan bagi penyelenggaraan pelayanan persampahan
b. Pengembangan potensi pendanaan untuk pengelolaan persampahan baik melalui anggaran kota/kabupaten, anggaran provinsi, anggaran pusat, dana luar negeri, termasuk kerjasama dengan dunia usaha/swasta
c. Pengembangan dan perkuatan bagi kota-kota yang belum mampu menyediakan pelayanan minimal
6. Menegakkan hukum dan melengkapi peraturan perundangan utk meningkatkan sistem pengelolaaan persampahan
a. Penegakan hukum dan pemberlakuan sanksi bagi pelanggaran penyelenggaraan pengelolaan persampahan sebagai upaya pembinaan bagi masyarakat, aparat, dan
BAB III
ISU, PERMASALAHAN, DAN TANTANGAN
PENGELOLAAN PERSAMPAHAN
3.1. Isu Strategis dan Permasalahan Pengelolaan Persampahan
Perumusan kebijakan dan strategi pengelolaan persampahan pada dasarnya adalah untuk mewujudkan visi pengelolaan perkotaan yang diharapkan akan dapat terjadi pada masa yang akan datang. Perumusan visi tersebut didasarkan pada isu-isu utama yang dihadapi dalam pengelolaan persampahan pada saat ini. Isu-isu tersebut mencakup :
3.1.1. Kapasitas pengelolaan sampah
a. Makin Besarnya Timbulan Sampah
Peningkatan laju timbulan sampah perkotaan (2 – 4 % / tahun) yang tidak diikuti dengan ketersediaan prasarana dan sarana persampahan yang memadai, berdampak pada pencemaran lingkungan yang selalu meningkat dari tahun ke tahun. Dengan selalu mengandalkan pola kumpul-angkut-buang, maka beban pencemaran akan selalu menumpuk di lokasi TPA (Tempat Pemrosesan Akhir).
Meningkatnya laju pertumbuhan industri dan konsumsi masyarakat secara umum berdampak pula pada perubahan komposisi dan karakteristik sampah yang dihasilkan terutama semakin banyaknya penggunaan plastik, kertas, produk-produk kemasan dan komponen bahan yang mengandung B3 (bahan beracun dan berbahaya) serta non boidegradable.
Pengurangan volume sampah merupakan suatu keharusan untuk menyikapi kondisi tersebut diatas.
b. Rendahnya Kualitas dan Tingkat Pengelolaan Persampahan
Sedangkan masyarakat yang tidak mendapatkan akses pelayanan serta tidak cukup memiliki lahan untuk proses pengolahan setempat cenderung membuang sampahnya disembarang tempat dan melakukan pembakaran sampah secara terbuka.
Selain itu buruknya kualitas TPA telah memicu berbagai kasus protes masyarakat yang diikuti oleh berbagai tindak perusakan fasilitas seperti yang terjadi di TPST Bojong dan TPA Bantar Gebang bahkan korban meninggal seperti yang terjadi di TPA Leuwigajah dan Bantar Gebang.
c. Keterbatasan Lahan TPA
Di kota besar dan metropolitan , fenomena keterbatasan lahan TPA memunculkan kebutuhan pengelolaan TPA bersama secara regional, namun masih terkendala dengan banyak faktor seperti rigiditas otonomi daerah. Keterbatasan lahan TPA juga memaksa dikeluarkannya kebijakan desentralisasi penanganan sampah di sumber yang telah ment riger kreasi pembakaran sampah dengan “incinerator” skala kecil yang tidak ramah lingkungan dan cenderung hanya akan menambah masalah emisi dikemudian hari
3.1.2. Kemampuan kelembagaan
Lembaga atau instansi pengelola persampahan merupakan motor penggerak seluruh kegiatan pengelolaan sampah dari sumber sampai TPA. Kondisi kebersihan suatu kota atau wilayah merupakan output dari rangkaian pekerjaan manjemen pengelolaan persampahan yang keberhasilannya juga ditentukan oleh faktor-faktor lain. Kapasitas dan kewenangan instansi pengelola persampahan menjadi sangat penting karena besarnya tanggung jawab yang yang harus dipikul dalam menjalankan roda pengelolaan yang biasanya tidak sederhana bahkan cenderung cukup rumit sejalan dengan makin besarnya kategori kota.
lembaga pengelola persampahan sehingga menyulitkan pembinaannya. Kapasitas unit kebersihan juga mengalami penurunan kewenangan karena merupakan bagian dari Dinas induknya sehingga semakin sulit untuk membuat rencana pengembangan.
Pelayanan persampahan di lapangan juga dilaksanakan langsung oleh Dinas. Dalam hal ini Dinas yang berffungsi sebagai regulator sekaligus menjalankan kegiatan sebagai operator. Akibatnya sulit dilakukan pengawasan yang obyektif sehingga kualitas pelayanan menjadi tidak terjamin.
Ketimpangan tersebut masih belum didukung oleh SDM (sumber daya manusia) yang memadai terutama ditinjau dari kuantitas dan kualitas. Upaya-upaya peningkatan kualitas personil yang telah dilakukan beberapa waktu yang lalu berupa training bidang persampahan yang dilakukan oleh perbagai pihak baik Pemerintah maupun Pemerintah Daerah baik di dalam maupun luar negeri, tidak ditindak lanjuti oleh Pemerintah Daerah secara memadai. Para tenaga terdidik tersebut pada umumnya telah menempati tugas diluar sektor persampahan.
3.1.3. Kemampuan pembiayaan
Perhatian terhadap pengelolaan persampahan masih belum memadai baik dari pihak kepala daerah maupun DPRD. Secara umum alokasi pembiayaan untuk sektor persampahan masih dibawah 5 % dari total anggaran APBD, rendahnya biaya tersebut pada umumnya karena pengelolaan persampahan masih belum manjadi prioritas dan menggunakan pola penanganan sampah yang ala kadarnya tanpa memperhitungkan faktor keselamatan lingkungan dan kesehatan masyarakat.
Demikian juga dengan rendahnya dana penarikan retribusi (secara nasional hanya mencapai 22 %), sehingga biaya pengelolaan sampah masih menjadi beban APBD. Rendahnya biaya pengelolaan persampahan pada umumnya karena masalah persampahan belum mendapatkan perhatian yang cukup selalu akan berdampak pada
3.1.4. Peran Serta Masyarakat dan Dunia Usaha/Swasta
a. Potensi Masyarakat Belum Dikembangkan Secara Sistematis
Sudah sejak lama masyarakat ( individu maupun kelompok) sebenarnya telah mampu melakukan sebagian sistem pengelolaan sampah baik untuk skala individual maupun skala lingkungan terutama dilingkungan permukimannya. Di kawasan perumahan Tiga Raksa Tangerang telah dilakukan pengelolaan sampah terpadu yang di dukungan LSM dengan mengedepankan konsep 3 R sehingga residu yang dibuang ke TPA hanya tinggal 50 %. Potensi ini perlu dikembangkan secara sistematis dengan pendekatan berbasis mayarakat ( community based ).
b. Rendahnya Investasi Dunia Usaha/Swasta
Sektor persampahan masih belum dapat menarik minat pihak swasta seperti beberapa kasus yang ada di lapangan. Keraguan pihak swasta untuk bermitra dengan pemerintah kota/kabupaten dalam pengelolaan sampah karena tidak adanya iklim yang kondusif serta cenderung menimbulkan biaya tinggi serta merugikan investasi swasta yang telah ditanamkan sebagaimana dalam kasus TPST Bojong.
Upaya untuk menarik pihak swasta kedalam komponen kegiatan pengelolaan sampah belum dilakukan secara memadai termasuk memberikan insentif baik berupa pengurangan pajak bea masuk bahan atau instalasi yang berkaitan dengan proses pengolahan sampah seperti geomembrane untuk lapisan dasar kedap air di TPA, incinerator berteknologi ramah lingkungan dan lain-lain.
Bahkan mungkin masyarakat belum sepenuhnya mengetahui adanya ketentuan dalam penanganan sampah termasuk adanya sanksi hukum yang berlaku.
BAB IV KEBIJAKAN DAN STRATEGI PENGEMBANGAN SISTEM PENGELOLAAN PERSAMPAHAN
4.1. Skenario Pengelolaan Persampahan
Suatu pendekatan atau paradigma baru harus dipahami dan diikuti yaitu bahwa sampah dapat dikurangi, digunakan kembali dan atau didaur ulang; atau yang sering dikenal dengan istilah 3R ( Reduce, Reuse, Recycle ). Hal ini sebenarnya bukan sesuatu yang baru karena sudah banyak dilakukan oleh negara maju dan berhasil meningkatkan efisiensi pengelolaan yang signifikan. Dengan mengurangi sampah sejak di sumbernya maka beban pengelolaan kota akan dapat dikurangi dan anggaran serta fasilitas akan dapat semakin efisien dimanfaatkan. Beban pencemaran dapat dikurangi dan lebih jauh lagi dapat turut menjaga kelestarian alam dan lingkungan.
Sasaran global dari kebijakan dan Strategi Nasional Sistem Pengelolaan Persampahan mengacu pada sasaran terukur yang tertuang dalam RPJMN 2004-2009 dan sasaran dalam pencapaian MDG 2015 serta beberapa sasaran terukur lainnya; disamping sasaran normatif seperti tertuang dalam PP No 16 tahun 2005 tentang Sistem Pengembangan Air Minum.
Sasaran yang tertuang dalam Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional 2004-2009 adalah sebagai berikut :
meningkatkan jumlah sampah terangkut hingga 75% hingga akhir tahun 2009 serta meningkatnya kinerja pengelolaan Tempat Pemrosesan Akhir (TPA) yang berwawasan
lingkungan ( environmental friendly) pada semua kota-kota metropolitan, kota besar, dan kota sedang.
Sasaran yang tertuang dalam Rencana Strategis Departemen Pekerjaan Umum 2005-2009
Disamping kedua sasaran perencanaan tersebut, sasaran pembangunan bidang persampahan juga mengakomodir sasaran Millennium Development Goals tahun 2015 untuk menyediakan akses pelayanan persampahan kepada masyarakat mampu melayani masyarakat dengan kapasitas 80 % atau 104,6 juta jiwa di perkotaan dan 50 % atau 57,5 juta jiwa di perdesaan, dan total seluruh Indonesia mencapai 66 % atau 162,1 juta jiwa.
4.2. Sasaran Kebijakan
Dengan memperhatikan berbagai sasaran yang telah disebutkan sebelumnya dan dengan memperhatikan berbagai kendala, tantangan dan peluang yang ada, maka ditetapkan beberapa sasaran utama yang hendak dicapai pada tahun 2006 - 2010 yang meliputi :
Tercapainya kondisi kota dan lingkungan yang bersih termasuk saluran drainase perkotaan Pencapaian pengurangan kuantitas sampah sebesar 20 % Pencapaian sasaran cakupan pelayanan 60 % penduduk Tercapainya kualitas pelayanan yang sesuai atau mampu melampaui standar pelayanan
minimal persampahan Tercapainya peningkatan kualitas pengelolaan TPA menjadi Sanitary Landfill untuk kota
metropolitan dan kota Besar, serta Controlled Landfill untuk kota Sedang dan kota Kecil; serta tidak dioperasikannya TPA secara Open Dumping
Tercapainya peningkatan kinerja institusi pengelola persampahan yang mantap dan berkembangnya pola kerjasama regional
4.3. Kebijakan dan Strategi Nasional Pengembangan Sistem Pengelolaan Persampahan
Kebijakan dan Strategi Nasional Pengembangan Sistem Pengelolaan Persampahan dirumuskan sebagai berikut: Kebijakan (1)
: Pengurangan sampah semaksimal mungkin dimulai dari
sumbernya
Pengurangan sampah dari sumbernya merupakan aplikasi pengelolaan sampah paradigma baru yang tidak lagi bertumpu pada end of pipe system , dimaksudkan untuk mengurangi volume sampah yang harus diangkut dan dibuang ke TPA dan memanfaatkan semaksimal mungkin material yang dapat di daur ulang. Pengurangan sampah tersebut selain dapat menghemat lahan TPA juga dapat mengurangi jumlah angkutan sampah dan menghasilkan kualitas bahan daur ulang yang cukup baik karena tidak tercampur dengan sampah lain. Potensi pengurangan sampah di sumber dapat mencapai 50 % dari total sampah yang dihasilkan.
Untuk operasionalisasi kebijakan tersebut maka beberapa strategi ditetapkan yaitu :
Strategi (1) : Meningkatkan pemahaman masyarakat akan upaya 3R (Reduce- Reuse-Recycle) dan pengamanan sampah B3 (Bahan Buangan Berbahaya) rumah tangga
Mengingat upaya pengurangan volume sampah di sumber sangat erat kaitannya dengan perilaku masyarakat, diperlukan suatu upaya penyadaran dan peningkatan pemahaman untuk mendorong perubahan perilaku yang dilakukan secara berjenjang baik melalui promosi yang dapat memberi gambaran mengenai nilai pengurangan sampah di sumber dan dampaknya bagi kualitas kesehatan dan lingkungan maupun kampanye yang terus menerus untuk membangun suatu komitmen sosial. Pengurangan sampah di sumber ini dilakukan melalui mekanisme 3 R, yaitu reduce (R1), reuse (R2) dan recycle (R3). R1 adalah upaya yang lebih menitikberatkan pada pengurangan pola hidup konsumtif serta senantiasa menggunakan bahan "tidak sekali pakai" yang ramah lingkungan. R2 adalah upaya memanfaatkan bahan sampah melalui penggunaan yang berulang agar tidak langsung menjadi sampah. R3 adalah setelah sampah harus keluar dari lingkungan rumah, perlu dilakukan pemilahan dan pemanfaatan/pengolahan secara setempat.
Rencana tindak lanjut dari startegi ini adalah pelaksanaan promosi dan kampanye 3R secara luas melalui berbagai media massa untuk menjangkau masyarakat dari berbagai kalangan.
Strategi (2) : Mengembangkan dan menerapkan system insentif dan disinsentif dalam
pelaksanaan 3R
Upaya pengurangan sampah di sumber perlu didukung dengan pemberian insentif yang dapat mendorong masyarakat untuk senantiasa melakukan kegiatan 3R. Insentif tersebut antara lain dapat berupa pengurangan retribusi sampah, pemberian kupon belanja pengganti kantong plastik, penghargaan tingkat kelurahan dan lain-lain.
Penerapan mekanisme insentif/disinsentif tersebut harus diawali dengan kesiapan sistem pengelolaan sampah kota yang memadai
Strategi ini dilaksanakan melalui rencana tindak sebagai berikut:
Penyusunan pedoman insentif dan disinsentif dalam pengelolaan persampahan di sumber
Pelaksanaan uji coba/pengembangan dan replikasi 3R (pemanfaatan sampah melalu pemilahan sampah di sumber, pembuatan kompos dan daur ulang) di permukiman
Pemberian insentif kepada masyarakat dan swasta yang berhasil melaksanakan reduksi sampah
Replikasi model-model best practice
Strategi (3) : Mendorong koordinasi lintas sektor terutama perindustrian & perdagangan
Disinsentif dapat berupa
lain peringatan, peningkatan biaya pengumpulan/pengangkutan untuk jenis sampah tercampur dan lain-lain.
antara
Rencana tindak selanjutnya adalah fasilitasi pembentukan forum koordinasi interdepartemen untuk penerapan 3R sebagai wadah saling bertukar pikiran dan penyusunan program untuk dapat diimplementasikan di masing-masing Departemen terkait.
Kebijakan (2) Peningkatan peran aktif masyarakat dan dunia usaha/swasta sebagai mitra pengelolaan
Untuk melaksanakan pengurangan sampah di sumber dan meningkatkan pola-pola penanganan sampah berbasis masyarakat, diperlukan perubahan pemahaman bahwa masyarakat bukan lagi hanya sebagai obyek tetapi lebih sebagai mitra yang mengandung makna kesetaraan. Tanpa ada peran aktif masyarakat akan sangat sulit mewujudkan kondisi kebersihan yang memadai.
Disamping masyarakat, pihak swasta / dunia usaha juga memiliki potensi yang besar untuk dapat berperan serta menyediakan pelayanan publik ini. Beberapa pengalaman buruk dimasa lalu yang sering membebani dunia usaha sehingga tidak berkembang perlu mendapatkan upaya-upaya perbaikan. Swasta jangan lagi dimanfaatkan bagi kepentingan lain, tetapi perlu dilihat sebagai mitra untuk bersama mewujudkan pelayanan kepada masyarakat sehingga kehadirannya sangat diperlukan
Untuk operasionalisasi kebijakan tersebut maka beberapa strategi ditetapkan yaitu :
Strategi (1) : Meningkatkan pemahaman tentang pengelolaan sampah sejak dini melalui pendidikan bagi anak usia sekolah
Upaya merubah perilaku pembuangan sampah seseorang yang sudah dewasa terbukti
Rencana tindak yang diperlukan adalah pelaksanaan ujicoba / pengembangan dan replikasi sekolah bersih dan hijau untuk memotivasi anak usia sekolah secara dini mengenal dan memahami berbagai metode pengelolaan sampah sederhana di lingkungan sekolahnya
Strategi (2) : Menyebarluaskan pemahaman tentang pengelolaan persampahan kepada masyarakat umum
Pemerintah perlu menyusun berbagai pedoman dan penduan bagi masyarakat agar mereka lebih memahami tentang pengelolaan persampahan sehingga dapat bertindak sesuai dengan yang diharapkan. Berbagai produk panduan dan pedoman ini perlu disebarluaskan melalui berbagai media terutama media massa yang secara efektif akan menyampaikan berbagai pesan yang terkandung di dalamnya.
Rencana tindak yang diperlukan akan mencakup : Penyusunan pedoman / panduan pengelolaan persampahan dan penyebarluasannya melalui media massa
Strategi (3) : Meningkatkan pembinaan masyarakat khususnya kaum perempuan dalam pengelolaan sampah
Selain melalui pendidikan sejak dini yang hasilnya akan dirasakan dalam jangka panjang, strategi pembinaan dalam rangka meningkatkan kemitraan masyarakat terutama kaum perempuan juga sangat diperlukan. Perempuan sangat erat kaitannya dengan timbulan sampah di rumah tangga (75 % sampah kota berasal dari rumah tangga), sehingga diperlukan mekanisme pembinaan yang efektif untuk pola pengurangan sampah sejak dari sumbernya. Forum kaum perempuan yang saat ini eksis di masyarakat seperti PKK perlu dilibatkan sebagai vocal point
Strategi (4) : Mendorong pengelolaan sampah berbasis masyarakat
Masyarakat terbukti mampu melaksanakan berbagai program secara efektif dan bahkan dengan tingkat keberhasilan yang sangat tinggi terutama bila keikutsertaan mereka dilibatkan sejak awal. Kegiatan ini dapat dilaksanakan untuk meningkatkan pengelolaan sampah di lingkungan perumahan melalui pemberdayaan masyarakat setempat, yang selanjutnya dapat dreplikasi di tempat lainnya.
Rencana tindak yang diperlukan adalah pelaksanaan ujicoba/pengembangan/replikasi pengelolaan berbasis masyarakat.
Strategi (5) : Mengembangkan sistem insentif dan iklim yang kondusif bagi dunia usaha/swasta
Iklim yang menarik dan kondusif bagi swasta serta berbagai insentif perlu diciptakan dan dikembangkan agar semakin banyak pihak swasta yang mau terjun dalam bisnis pelayanan publik persampahan. Peninjauan kembali pedoman dan ketentuan penanaman modal swasta dalam bidang persampahan perlu segera dilakukan untuk mengurangi hambatan faktor resiko dan dapat menarik faktor keuntungan yang proporsional.
Pemerintah perlu memberikan fasilitasi dan melakukan ujicoba kerjasama swasta dalam skala yang signifikan di beberapa kota percontohan. Kerjasama ini hendaknya dilakukan secara profesional dan transparan sehingga dapat menjadi contoh untuk multiplikasi di kota lainnya.
Rencana tindak yang diperlukan adalah :
Penyusunan pedoman investasi dan kemitraan
Fasilitasi Pelaksanaan pengembangan kemitraan pengelolaan sampah
Kebijakan (3) :
Peningkatan cakupan pelayanan dan kualitas sistem pengelolaan
Tingkat pelayanan yang 40% pada saat ini menyebabkan banyak dijumpai TPS yang tidak terangkut dan masyarakat yang membuang sampah ke lahan kosong / sungai. Banyak anggota masyarakat yang tidak mendapatkan pelayanan pengumpulan sampah secara memadai. Sementara itu berbagai komitmen internasional sudah disepakati untuk mendorong peningkatan pelayanan yang lebih tinggi kepada masyarakat. Sasaran peningkatan pelayanan nasional pada tahun 2015 yang mengarah pada pencapaian 70% penduduk juga telah ditetapkan bersama.
Untuk operasionalisasi kebijakan tersebut maka beberapa strategi ditetapkan yaitu :
Strategi (1) :
Optimalisasi
pemanfaatan
prasarana dan sarana
persampahan
Rendahnya tingkat pelayanan pengumpulan sampah sering diakibatkan oleh rendahnya tingkat pemanfaatan armada pengangkut. Banyak kota masih mengoperasikan truck sampah dengan ritasi tidak efisien (tidak lebih dari 2 rit / hari). Sehingga diperlukan upaya untuk meningkatkan ritasi kendaraan pengangkut dan peralatan lainnya sehingga lebih banyak sampah terangkut dan lebih banyak masyarakat dapat terlayani.
Rencana tindak yang diperlukan adalah : - Pelaksanaan evaluasi kinerja prasarana dan sarana persampahan
- Penyusunan pedoman manajemen asset persampahan
Strategi (2) : Meningkatkan cakupan pelayanan secara terencana dan berkeadilan Strategi (2) : Meningkatkan cakupan pelayanan secara terencana dan berkeadilan
Strategi (3) : Meningkatkan kapasitas sarana persampahan sesuai sasaran pelayanan
Dalam batas pemanfaatan optimal telah tercapai dan masih dibutuhkan peningkatan cakupan pelayanan maka akan diperlukan adanya peningkatan kapasitas sarana persampahan khususnya armada pengangkutan.
Rencana tindak yang diperlukan adalah penambahan sarana persampahan khususnya armada pengangkut sampah sesuai dengan kebutuhan yang direncanakan.
Strategi (4) : Melaksanakan rehabilitasi TPA yang mencemari lingkungan
Pengelolaan TPA yang buruk dibanyak kota harus diakhiri dengan upaya peningkatan pengelolaan sesuai ketentuan teknis yang berlaku. TPA yang jelas-jelas telah menimbulkan masalah bagi lingkungan sekitarnya perlu segera mendapatkan langkah- langkah rehabilitasi agar permasalahan lingkungan yang terjadi dapat diminimalkan.
Rencana tindak yang diperlukan adalah pelaksanaan rehabilitasi TPA yang mencemari lingkungan sesuai dengan prioritas
Strategi (5) : Meningkatkan kualitas pengelolaan TPA kearah sanitary landfill serta
TPA yang masih dioperasikan dengan jangka waktu relatif lama perlu segera dilakukan upaya peningkatan fasilitas dan pengelolaan mengarah pada metide sanitary landfiull dan Controlled landfill agar tidak menimbulkan masalah lingkungan di kemudian hari.
Rencana tindak yang diperlukan adalah penyusunan pedoman peningkatan pengelolaan TPA yang sangat diperlukan oleh daerah untuk perbaikan fasilitas persampahan yang dmiliki.
Rencana tindak yang diperlukan adalah : - Penyusunan studi lokasi dan kelayakan pengembangan TPA regional
sesuai Tata Ruang - Ujicoba pengelolaan TPA regional secara profesional
Strategi (7) :
Penelitian,
aplikasi teknologi penanganan persampahan tepat guna dan berwawasan lingkungan.
pengembangan, dan
Kekeliruan dalam pemilihan teknologi seperti insinerator tungku yang banyak dilakukan oleh Pemerintah Daerah perlu segera dihentikan dengan memberikan pemahaman akan kriteria teknisnya. Disamping itu juga sangat diperlukan aktivitas penelitian dan pengembangan untuk mendapatkan teknologi yang paling sesuai dengan kondisi sampah di Indonesia pada umumnya.
Rencana tindak yang diperlukan adalah :
Penyusunan pedoman teknologi pengelolaan sampah ramah lingkungan
Penyusunan pedoman pemanfaatan gas TPA
Penyusunan pedoman waste-to-energy
Ujicoba waste-to-energy untuk kota besar /metro
Kebijakan (4) :
Pengembangan kelembagaan, peraturan dan perundangan
Motor penggerak pengelolaan persampahan adalah institusi yang diberi kewenangan untuk melaksanakan seluruh aspek manajemen untuk menghasilkan kualitas pelayanan persampahan yang ramah lingkungan dan berkelanjutan. Untuk itu diperlukan suatu kebijakan yang yang mendukung perkuatan kapasitas kelembagaan pengelola persampahan. Perkuatan kelembagaan tersebut ditinjau dari bentuk institusi yang memiliki kewenangan yang sesuai dengan tanggung jawabya, memiliki fungsi perencanaan, pelaksanaan dan pengendalian serta didukung oleh tenaga yang terdidik
Pengelola Kebersihan (Pemerintah Daerah) belum mengangkut sampah dari TPS sesuai ketentuan; atau mengoperasikan pembuangan sampah secara open dumping. Masyarakat juga memiliki andil kelemahan misalnya dalam hal tidak membayar retribusi sesuai ketentuan, atau membuang sampah sembarangan. Legislatif belum menyediakan anggaran sesuai kebutuhan minimal yang harus disediakan. Pemerintah Pusat belum mampu menyediakan ketentuan peraturan secara lengkap, dan lain-lain.
Untuk mengatasi hal tersebut maka sangat diperlukan adanya kebijakan agar aturan- aturan hukum dapat disediakan dan diterapkan sebagaimana mestinya untuk menjamin semua pemangku kepentingan melaksanakan bagian masing-masing secara bertanggung jawab. Untuk operasionalisasi kebijakan tersebut maka beberapa strategi ditetapkan yaitu :
Strategi (1) : Meningkatkan Status dan kapasitas institusi pengelola
Peningkatan bentuk institusi pengelola persampahan menjadi setingkat Dinas atau Perusahaan Daerah untuk kota besar dan metropolitan didasarkan pada kebutuhan
manajemen untuk menyelesaikan masalah persampahan yang sudah cenderung lebih komplek. Sedangkan untuk kota sedang dan kota kecil diperlukan institusi setingkat "Sub Dinas" atau "Seksi" atau "UPT" (unit pelaksana teknis).
Rencana tindak yang diperlukan adalah penyusunan pedoman kelembagaan pengelolaan persampahan.
Strategi (2) : meningkatkan kinerja institusi pengelola persampahan
Institusi pengelola persampahan perlu meningkatkan diri secara terus menerus dengan melakukan evaluasi kinerja pengelolaan sehingga dapat diidentifikasi berbagai kelemahan yang ada dan melakukan upaya-upaya peningkatan yang terarah.
Profesionalisme pelayanan persampahan saat ini sudah mendesak untuk segera diwujudkan. Sehingga satu institusi yang berperan ganda sebagai operator sekaligus regulator sudah waktunya dipisahkan. Adanya dua peran dalam satu institusi telah menyebabkan kerancuan dalam mekanisme pengawasan pelaksanaan pengelolaan sampah, seperti yang saat ini terjadi.
Apabila intitusi akan berperan sebagai operator maka diperlukan intitusi pengawas yang berperan sebagai regulator . Namun apabila untuk menyelenggarakan pelayanan persampahan dikontrakkan dengan pihak ketiga, maka Dinas/Sub dinas menjadi regulator dengan tetap berkordinasi dengan instansi terkait.
Struktur organisasi suatu Dinas/Perusahaan Daerah/Sub Dinas/Seksi/UPT sebaiknya hanya menangani masalah kebersihan saja dan perlu memiliki fungsi perencanaan, pelaksanaan dan pengendalian yang efisien dan efektif
Rencana tindak yang diperlukan adalah :
Penyusunan Pedoman pemisahan fungsi regulator dan operator
Bantuan teknis pemisahan fungsi regulator dan operator
Strategi (4) : Meningkatkan kerjasama dan koordinasi dengan pemangku kepentingan lain
Perkuatan kapasitas kelembagaan juga akan sangat dipengaruhi oleh pola-pola kerjasama horizontal maupun vertikal termasuk kerjasama antar kota dalam penerapan pola pengelolaan sampah secara regional. Kerjasama antar instansi dibutuhkan untuk berbagai hal yang berkaitan dengan kewenangan instansi lain seperti pengelolaan sampah pasar, drainase / sungai, pihak produsen/industri/perdagangan (penanganan sampah kemasan dan B3 rumah tangga dan bahan-bahan daur ulang), pertanian/kehutanan (pemasaran kompos), bidang pendidikan dan lain-lain. Selain itu kerjasama
dengan
pihak
PLN
(kerjasama penarikan
retribusi), pihak
Dalam rangka peningkatan kapasitas kelembagaan pengelola persampahan, profesionalisme sumber daya manusia (SDM) merupakan salah satu unsur utama yang dapat menggerakkan roda manajemen persampahan secara menyeluruh. Peningkatan kualitas SDM menjadi sangat penting untuk terselenggaranya suatu sistem pengelolaan persampahan yang berkelanjutan.
Rencana tindak yang diperlukan adalah pelaksanaan pendidikan dan pelatihan baik ditingkat pusat, provinsi, dan kota / kabupaten
Strategi (6) : Mendorong pengelolaan kolektif atas penyelenggaraan persampahan skala regional
Keterbatasan lahan TPA (tempat pengolahan akhir) sampah dikawasan perkotaan, memerlukan solusi penanganan bersama secara regional agar lebih efisien. Pengelolaan regional dikembangkan dengan memperhatikan azas manfaat bagi setiap Pemerintah Daerah yang terlibat. Model pengelolaan kolektif untuk 2 kota atau lebih perlu diterapkan secara lebih memadai.
Rencana tindak yang diperlukan adalah penyusunan pedoman organisasi pengelola fasilitas regional
Strategi (7) : Meningkatkan kelengkapan produk hukum/NPSM sebagai landasan dan acuan pelaksanaan pengelolaan persampahan
Produk hukum baik berupa Undang-Undang, Peraturan Pemerintah, Peraturan Daerah, Peraturan Menteri, dll haruslah disediakan secara lengkap dan mampu mengantisipasi segala perkembangan dinamika pengelolaan persampahan.
Rencana tindak yang diperlukan adalah penyusunan dan pengembangan NPSM persampahan Rencana tindak yang diperlukan adalah penyusunan dan pengembangan NPSM persampahan
Rencana tindak yang diperlukan adalah penyusunan pedoman penarapan produk dan sanksi hukum persampahan
Kebijakan (5) : Pengembangan alternatif sumber pembiayaan
Pengelolaan persampahan memang bagian dari pelayanan publik yang harus disediakan oleh Pemerintah untuk mensejahterakan masyarakat. Namun demikian pengelolaan persampahan juga merupakan tanggung jawab masyarakat untuk menjaga keberlanjutannya. Sharing dari masyarakat sangat diperlukan untuk menjaga agar pelayanan pengelolaan persampahan dapat berlangsung dengan baik dan memenuhi kebutuhan masyarakat. Salah satu bentuk sharing dari masyarakat adalah melalui pembayaran retribusi kebersihan yang diharapkan mampu mencapai tingkat yang dapat membiayai dirinya sendiri.
Pemerintah perlu melakukan langkah-langkah investasi untuk menyediakan kebutuhan prasarana dan sarana yang memadai untuk mewujudkan pelayanan tersebut; dan masyarakat secara bertahap memberikan kontribusi untuk membiayai pelaksanaan pengelolaannya.
Strategi (1) : Penyamaan persepsi para pengambil keputusan
Tidak dapat dipungkiri bahwa banyak terdapat perbedaan persepsi akan prioritas dan pentingnya pengelolaan persampahan termasuk perlunya pemulihan biaya pengelolaan; bahkan diantara para pengambil keputusan di Pemerintah Daerah. Untuk itu diperlukan upaya-upaya untuk membangun dan menyamakan persepsi agar pengelolaan
Rencana tindak yang diperlukan adalah : - pelaksanaan sosialisasi prioritas pengelolaan persampahan bagi para
pengambil keputusan baik eksekutif maupun legislatif. - Pengalokasian anggaran yang seimbang / adil bagi pengelolaan persampahan agar dapat menyediakan pelayanan yang baik secara kuantitas maupun kualitas
Strategi (2) : Mendorong peningkatan pemulihan biaya persampahan
Pemerintah Daerah perlu didorong untuk meningkatkan pemulihan biaya dari pengelolaan persampahan agar subsidi bagi pelayanan publik ini dapat dibatasi dan mengupayakan semaksimal mungkin pendanaan dari masyarakat.
Rencana tindak yang diperlukan adalah penyusunan pedoman dan aturan untuk memudahkan Pemerintah Daerah melaksanakan upaya pemulihan biaya pengelolaan persampahan. Pedoman dan aturan tersebut akan meliputi pedoman penyusunan rencana biaya, pedoman pengelolaan keuangan, pedoman penyusunan tarif retribusi; yang akan menjadi acuan yang memudahkan Pemerintah Daerah dalam melaksanakan upaya-upaya pemulihan biaya.
BAB V PENUTUP
Kebijakan dan Strategi Nasional Sistem Pengelolaan Persampahan merupakan arahan dasar yang masih harus dijabarkan ke dalam rencana tindak secara lebih operasional oleh berbagai pihak yang berkepentingan di bidang pengelolaan persampahan, sehingga pada akhirnya Visi yang diharapkan dapat dicapai dengan baik. Penjabaran secara teknis melalui kegiatan penyiapan perangkat pengaturan, perencanaan, pemrograman, pelaksanaan, dan pengendalian serta pengelolaan pembangunan dilakukan secara menyeluruh di semua tingkatan pemerintahan, baik di Pusat maupun Daerah wilayah provinsi, kabupaten, dan kota.
DITETAPKAN DI : JAKARTA PADA TANGGAL : 15 SEPTEMBER 2006 MENTERI PEKERJAAN UMUM DJOKO KIRMANTO
KEBIJAKAN & STRATEGI NASIONAL PENGEMBANGAN PENGELOLAAN PERSAMPAHAN (KSPN-SPP)
KEBIJAKAN
STRATEGI
RENCANA TINDAK
- Promosi dan kampanye 3R nasional semaksimal mungkin dimulai dari
1. Pengurangan timbulan sampah
- Meningkatkan pemahaman masyarakat akan 3R
- Pelaksanaan ujicoba/pengembangan sumbernya
- Mengembangkan dan menerapkan system insentif dan
disinsentif dalam pelaksanaan 3R
dan replikasi 3R di permukiman
- Mendorong koordinasi lintas sektor (perindustrian &
- Fasilitasi pembentukan forum
perdagangan)
koordinasi interdepartemen untuk penerapan 3R
2. Peningkatan peran aktif masyarakat
- Meningkatkan pemahaman tentang pengelolaan
- Pelaksanaan Ujicoba/pengembangan
dan replikasi sekolah bersih dan dan dunia usaha/swasta sebagai
persampahan sejak dini melalui pendidikan di sekolah
- Menyebarluaskan pemahaman tentang pengelolaan
hijau
- Pengembangan pedoman/panduan mitra pengelolaan
persampahan kepada masyarakat umum
- Membina masyarakat khususnya kaum perempuan dalam
pengelolaan sampah
pengelolaan persampahan
- Fasilitasi forum lingkungan oleh kaum
- Mendorong peningkatan pengelolaan berbasis
perempuan
masyarakat
- Pelaksanaan ujicoba/pengembangan/
- Mengembangkan sistem insentif dan iklim yang kondusif
replikasi Pengelolaan sampah
bagi dunia usaha/ swasta
berbasis masyarakat - Penyusunan pedoman kemitraan - Fasilitasi/Ujicoba/pengembangan/
replikasi kemitraan dengan swasta
3. Peningkatan cakupan pelayanan dan
- Pelaksanaan Evaluasi kinerja Prasarana & Sarana Persampahan kualitas sistem pengelolaan
- Optimalisasi Prasarana&Sarana persampahan kota/kab.
- Pedoman manajemen asset
persampahan
- Meningkatkan cakupan pelayanan secara terencana dan
- Penyusunan Masterplan, Studi 809
KEBIJAKAN
STRATEGI
RENCANA TINDAK
berkeadilan
kelayakan, Perencanaan Teknis dan
Manajemen Penambahan prasarana & sarana persampahan sesuai
- Meningkatkan kapasitas sarana persampahan sesuai kebutuhan sasaran pelayanan
- Melaksanakan rehabilitasi TPA yang mencemari
- Pelaksanaan rehabilitasi TPA
lingkungan
- Penyusunan pedoman pengelolaan
- Mengembangkan TPA kearah SLF/CLF
TPA
- Meningkatkan TPA regional
- Penyusunan Studi lokasi dan kelayakan pengembangan TPA
regional sesuai tata ruang
- Uji coba pengelolaan TPA regional secara profesional
- Penyusunan pedoman teknologi pengolahan sampah ramah lingkungan
- Penyusunan pedoman pemanfaatan
- Melaksanakan Litbang dan aplikasi teknologi penanganan gas TPA sampah tepat guna dan berwawasan lingkungan
- Penyusunan pedoman waste-to-
energy - Ujicoba waste-to-energy (kota besar/
metropolitan)
KEBIJAKAN
STRATEGI
RENCANA TINDAK
4. Pengembangan kelembagaan,
- Meningkatkan status & kapasitas institusi pengelola
- Penyusunan pedoman kelembagaan
- Pelaksanaan Evaluasi kinerja lembaga peraturan dan perundangan
- Meningkatkan kinerja institusi pengelola
- Pelaksanaan program Adipura/Kota
Sehat Penyusunan pedoman pemisahan
- Memisahkan fungsi / unit regulator & operator
fungsi regulator dan operator Bantuan teknis pemisahan fungsi
regulator dan operator
- Meningkatkan koordinasi & kerjasama antar stakeholder
Penyusunan pedoman pengembangan kerjasama antar
- Meningkatkan kualitas SDM bidang persampahan
stakeholder di tingkat kota/kab Pelaksanaan pendidikan dan
pelatihan di tingkat pusat, prov, dan
- Mendorong pengelolaan kolektif atas P&S regional
kota/kab. Pedoman organisasi pengelola
- Meningkatkan kelengkapan produk hukum / NPSM
fasilitas regional
pengelolaan persampahan
Penyusunan dan pengembangan NPS K persampahan
Penyusunan pedoman penerapan
- Mendorong implementasi/penerapan hukum bidang
produk dan sanksi hukum
persampahan
persampahan
5. Pengembangan alternatif sumber
- Menyamakan persepsi para pengambil keputusan dalam
- Sosialisasi prioritas pengelolaan
persampahan bagi para pengambil pembiayaan.
pengelolaan persampahan dan kebutuhan anggaran
keputusan (eksekutif & legislatif) - Pengalokasian anggaran persampahan
KEBIJAKAN
STRATEGI
RENCANA TINDAK
- Penyusunan pedoman penyusunan rencana biaya, pengelolaan euangan,
- Mendorong peningkatan pemulihan biaya persampahan
penyusunan tarif retribusi
LAMPIRAN IC KEBIJAKAN DAN STRATEGI PENGELOLAAN AIR LIMBAH
MENTERI PEKERJAAN UMUM REPUBLIK INDONESIA PERATURAN MENTERI PEKERJAAN UMUM
NOMOR: 16/PRT/M/2008
TENTANG KEBIJAKAN DAN STRATEGI NASIONAL PENGEMBANGAN SISTEM PENGELOLAAN AIR LIMBAH PERMUKIMAN
(KSNP-SPALP)
DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI PEKERJAAN UMUM,
Menimbang : a. bahwa dalam rangka penyehatan lingkungan permukiman yang berkelanjutan, dan peningkatan derajat kesehatan masyarakat Indonesia sehingga masyarakat dapat menjadi lebih produktif
Mengingat : 1. Peraturan Pemerintah Nomor 27 Tahun 1999 tentang Analisis Mengenai Dampak Lingkungan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1999 Nomor 59, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3838)
2. Peraturan Pemerintah Nomor 80 Tahun 1999 tentang Kawasan Siap Bangun dan Lingkungan Siap Bangun Berdiri Sendiri (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1999 Nomor 171, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3892);
3. Peraturan Pemerintah Nomor 16 Tahun 2005 tentang Pengembangan Sistem Penyediaan Air Minum (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2005 Nomor 33, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4490);
4. Peraturan Pemerintah Nomor 23 Tahun 2005 tentang Pengelolaan Keuangan Badan Layanan Umum (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2005 Nomor 48, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4502);
5. Peraturan Pemerintah Nomor 38 Tahun 2007 tentang Pembagian Urusan Pemerintahan Antara Pemerintah, Pemerintah Daerah Provinsi dan Pemerintah Daerah Kabupaten/Kota (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2007 Nomor 82, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4737);
6. Peraturan Pemerintah Nomor 26 Tahun 2008 tentang Rencana Tata Ruang Wilayah Nasional (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun
9. Peraturan Presiden Nomor 10 Tahun 2005 tentang Unit Organisasi dan Tugas Eselon I Kementerian Negara Republik Indonesia;
10. Peraturan Presiden Nomor 7 Tahun 2005 tentang Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional 2005-2009;
11. Peraturan Menteri Pekerjaan Umum 01/M/2008 tentang Organisasi dan Tata Kerja Departemen Pekerjaan Umum MEMUTUSKAN :
Menetapkan
PERATURAN MENTERI PEKERJAAN UMUM TENTANG KEBIJAKAN DAN STRATEGI NASIONAL PENGEMBANGAN SISTEM PENGELOLAAN
AIR LIMBAH PERMUKIMAN (KSNP-SPALP)
BAB I KETENTUAN UMUM Bagian Kesatu
Pengertian
Pasal 1
Pasal 2 KSNP-SPALP ini dimaksudkan sebagai pedoman dan arahan dalam penyusunan kebijakan teknis, perencanaan,
pemrograman, pelaksanaan, dan pengelolaan dalam penyelenggaraan dan pengembangan sistem pengelolaan air limbah permukiman, baik bagi pemerintah pusat, maupun daerah, dunia usaha, swasta, dan masyarakat sesuai dengan kondisi setempat.
Pasal 3 Ruang Lingkup KSNP-SPALP meliputi uraian tentang visi dan misi pengembangan sistem pengelolaan air
limbah permukiman; isu strategis, permasalahan dan tantangan, pengembangan sistem air limbah permukiman, tujuan/sasaran; serta kebijakan dan strategi nasional pengembangan sistem pengelolaan air limbah permukiman dengan rencana tindak yang diperlukan.
BAB II KETENTUAN TEKNIS DAN PENGATURAN DI DAERAH
Pasal 4
(1) Ketentuan teknis dan pedoman pelaksanaan yang lebih rinci dalam rangka pengaturan, penyelenggaraan, dan pengembangan sistem pengelolaan air limbah permukiman sebagai penjabaran dari KSNP-SPALP perlu disusun dan ditetapkan lebih lanjut oleh instansi-instansi terkait.
(2) Rincian KSNP-SPALP sebagaimana dimaksud pada ayat (1) tercantum pada lampiran yang merupakan satu kesatuan yang tidak terpisahkan dengan Peraturan Menteri ini.
Pasal 5
(1). Dalam hal Daerah belum mempunyai pengaturan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3, maka ketentuan dan rencana pengembangan sistem pengelolaan air limbah permukiman di daerah perlu disiapkan dan ditetapkan dengan Peraturan Daerah, mengacu pada Peraturan Menteri ini;
BAB IV KETENTUAN PENUTUP
Pasal 7
(1) Peraturan Menteri ini mulai berlaku pada tanggal ditetapkan.
(2) Peraturan Menteri ini disebarluaskan kepada para pihak yang bersangkutan untuk diketahui dan dilaksanakan sebagaimana mestinya.
Ditetapkan di Jakarta Pada tanggal 17 Desember 2008
MENTERI PEKERJAAN UMUM DJOKO KIRMANTO
Lampiran Peraturan Menteri Pekerjaan Umum
Nomor : 16/PRT/M/2008 Tentang : Kebijakan dan Strategi Nasional
Pengembangan Sistem Pengelolaan Air Limbah Permukiman (KSNP- SPALP)
Tanggal : 17 Desember 2008
BAB I PENDAHULUAN
1.1 LATAR BELAKANG
Pertumbuhan penduduk di Indonesia yang begitu cepat terutama di wilayah perkotaan memberikan dampak yang sangat serius terhadap penurunan daya dukung lingkungan. Dampak tersebut harus disikapi dengan tepat, khususnya dalam pengelolaan air limbah, oleh karena kenaikan jumlah penduduk akan meningkatkan konsumsi pemakaian air minum/bersih yang berdampak pada peningkatan jumlah air limbah. Pembuangan air limbah tanpa melalui proses pengolahan akan mengakibatkan terjadinya pencemaran lingkungan, khususnya terjadinya pencemaran pada sumber-sumber air baku untuk air minum, baik air permukaan maupun air tanah.
Pengelolaan air limbah memerlukan prasarana dan sarana penyaluran dan pengolahan. Pengolahan air limbah permukiman dapat ditangani melalui sistem setempat (on site) ataupun melalui sistem terpusat (off site).
Pada umumnya kota-kota di Indonesia masih belum memiliki sistem pengelolaan air limbah secara terpusat. Pada saat ini sistem pengelolaan air limbah terpusat hanya berada di 11 kota saja dengan cakupan pelayanan yang masih rendah. Terdapat berbagai kendala dalam penyelenggaraan pengelolaan air limbah permukiman di Indonesia, baik dalam aspek peraturan perundangan, peran serta masyarakat, pembiayaan, institusi serta aspek teknis teknologis.
Secara global Indonesia terikat upaya mewujudkan pembangunan berkelanjutan, sebagaimana rekomendasi pada KTT Bumi di Johannesburg 2000, dimana salah satu sasarannya adalah bidang penyediaan air minum dan sanitasi.
Sasaran tersebut diagendakan dalam Millenium Development Goals (MDGs) dengan menetapkan horizon pencapaian sasaran pada tahun 2015 dan sasaran kuantitatif; ”Mengurangi 50% proporsi jumlah penduduk yang kesulitan memperoleh akses terhadap air minum aman dan sanitasi yang memadai”. Indonesia yang ikut meratifikasi sasaran MDGs 2015 tersebut harus mempersiapkan langkah pencapaian sasaran tersebut.
Oleh karenanya diperlukan suatu kebijakan dan strategi dalam sistem pengelolaan air limbah permukiman, untuk memberikan arah dalam penyelenggaraan pembangunan sistem pengelolaan air limbah di Indonesia.
1.2 MAKSUD
Kebijakan dan Strategi Nasional Pengembangan Sistem Pengelolaan Air Limbah Permukiman ini dimaksudkan sebagai pedoman dan arahan dalam penyusunan kebijakan teknis, perencanaan, pemrograman, pelaksanaan dan pengelolaan dalam penyelenggaraan pengembangan sistem pengelolaan air limbah permukiman, baik di lingkungan Departemen, Lembaga Pemerintah Non Departemen, Pemerintah Daerah, maupun bagi masyarakat dan dunia usaha.
1.3 TUJUAN
1.4 LANDASAN HUKUM
1.4.1. Arah Kebijakan
Arah kebijakan yang menjadi dasar pemikiran dalam penyusunan Kebijakan dan Strategi Nasional dalam Pengembangan Sistem Pengelolaan Air Limbah Permukiman adalah :
1. Undang-undang RI Nomor 23 Tahun 1992 Tentang Kesehatan;
2. Undang-undang RI Nomor 23 Tahun 1997 Tentang Pengelolaan Lingkungan Hidup;
3. Undang-undang RI Nomor 33 Tahun 2004 Tentang Perimbangan Keuangan Antara Pemerintah Pusat Dengan Pemerintah Daerah;
4. Peraturan Pemerintah RI Nomor 23 Tahun 2005, tentang Pengelolaan Keuangan Badan Layanan Umum;
5. Peraturan Pemerintah Nomor 38 tahun 2007, tentang Pembagian Urusan Pemerintahan Antara
Pemerintah, Pemerintah Daerah Propinsi, dan Pemerintah Daerah Kabupaten/Kota;
6. Peraturan Presiden RI Nomor 7 Tahun 2005, tentang Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional (RPJMN) Tahun 2004 – 2009;
7. Peraturan Menteri PU Nomor 51/PRT/2005, tentang Rencana Strategis Departemen Pekerjaan Umum 2005 – 2009;
8. Kesepakatan Internasional MILLENIUM DEVELOPMENT GOALS (MDGS) untuk mengurangi setengah bagian penduduk yang belum mendapatkan akses air limbah yang aman dan berkelanjutan pada tahun 2015.
1.4.2. Peraturan Teknis
1. Undang-undang RI Nomor 7 Tahun 2004 Tentang Sumber Daya Air;
2. Peraturan Pemerintah Nomor 82 tahun 2001 tentang Pengelolaan Kualitas Air dan Pengendalian Pencemaran Air;
3. Peraturan Pemerintah Nomor 16 tahun 2005 tentang Pengembangan Sistem Penyediaan Air Minum.
2.1. VISI PENYELENGGARAAN SISTEM PENGELOLAAN AIR LIMBAH PERMUKIMAN
Untuk mencapai kondisi masyarakat hidup sehat dan sejahtera dalam lingkungan yang bebas dari pencemaran air limbah permukiman di masa yang akan datang, baik yang berada di daerah perkotaan maupun yang tinggal di daerah perdesaan, memerlukan pengelolaan air limbah permukiman yang memadai, yang dapat melindungi sumber-sumber air baku bagi air minum dari pencemaran pembuangan air limbah baik yang berasal dari aktifitas rumah tangga maupun industri rumah tangga yag berada di tengah-tengah permukiman. Secara umum daerah perkotaan dan perdesaan yang memiliki sistem pengelolaan air limbah secara memadai, memiliki indikator sebagai berikut :
a. Rendahnya angka penyakit yang ditularkan melalui media air (waterborne diseases), seperti disentri, typhus, diare,dan lain sebagainya;
b. Meningkatnya kualitas lingkungan permukiman;
c. Terlindunginya sumber air baik air permukaan maupun air tanah dari pencemaran air limbah permukiman.
Berdasarkan indikator tersebut di atas, maka Visi Pengelolaan Air Limbah Permukiman, ditetapkan sebagai berikut :
“Terwujudnya masyarakat sehat dalam lingkungan yang lestari”
2.2. MISI PENYELENGGARAAN SISTEM PENGELOLAAN AIR LIMBAH PERMUKIMAN MISI MISI
3. Memberdayakan masyarakat dan dunia usaha agar lebih berperan aktif dalam penyelenggaraan sistem pengelolaan air limbah permukiman;
4. Menyiapkan peraturan perundangan dalam penyelenggaraan sistem pengelolaan air limbah permukiman;
5. Meningkatkan kemampuan manajemen dan kelembagaan pengelolaan air limbah permukiman dengan prinsip good corporate governance;
6. Meningkatkan dan mengembangkan alternatif sumber pendanaan dalam penyelenggaraan sistem pengelolaan air limbah permukiman.
BAB III ISU STRATEGIS, PERMASALAHAN DAN TANTANGAN PENGEMBANGAN SISTEM PENGELOLAAN AIR LIMBAH PERMUKIMAN
3.1. ISU STRATEGIS DAN PERMASALAHAN PENGELOLAAN AIR LIMBAH PERMUKIMAN
Isu-isu strategis dan permasalahan dalam pengelolaan air limbah permukiman di Indonesia, antara lain:
3.1.1. Akses masyarakat terhadap pelayanan Pengelolaan Air Limbah Permukiman
1. Akses masyarakat terhadap prasarana sanitasi dasar di perkotaan mencapai 90,5% dan di perdesaan mencapai 67% (Susenas Tahun 2007);
4. Sebagian besar fasilitas pengolahan air limbah setempat masih belum memenuhi standar teknis yang ditetapkan.
3.1.2 Peran Masyarakat
1. Rendahnya kesadaran masyarakat akan pentingnya pengelolaan air limbah permukiman;
2. Terbatasnya penyelenggaraan pengembangan sistem pengelolaan air limbah permukiman yang berbasis masyarakat;
3. Potensi yang ada dalam masyarakat dan dunia usaha terkait sistem pengelolaan air limbah permukiman belum sepenuhnya diberdayakan oleh pemerintah.
3.1.3 Peraturan Perundang-undangan
1. Belum memadainya perangkat peraturan perundangan yang diperlukan dalam sistem pengelolaan air limbah permukiman;
2. Masih lemahnya penegakan hukum terhadap pelanggaran peraturan-peraturan yang terkait dengan pencemaran air limbah ;
3. Belum lengkapnya Norma Standar Pedoman dan Manual (NSPM) dan Standar Pelayanan Minimal (SPM) pelayanan air limbah.
3.1.4 Kelembagaan
1. Lemahnya fungsi lembaga di daerah yang melakukan pengelolaan air limbah permukiman;
2. Belum terpisahnya fungsi regulator dan operator dalam pengelolaan air limbah permukiman;
3. Kapasitas sumber daya manusia yang melaksanakan pengelolaan air limbah permukiman masih rendah;
4. Perlu ditingkatkannya koordinasi antar instansi terkait dalam penetapan kebijakan di bidang air limbah permukiman.
3.1.5 Pendanaan
1. Rendahnya tarif pelayanan air limbah yang mengakibatkan tidak terpenuhinya biaya operasi dan pemeliharaan serta pengembangan sistem pengelolaan air limbah; 1. Rendahnya tarif pelayanan air limbah yang mengakibatkan tidak terpenuhinya biaya operasi dan pemeliharaan serta pengembangan sistem pengelolaan air limbah;
6. Rendahnya skala prioritas penanganan pengelolaan air limbah permukiman baik di tingkat pemerintah pusat maupun daerah.
3.2 TANTANGAN DAN PELUANG DALAM PENYELENGGARAAN SISTEM PENGELOLAAN AIR LIMBAH PERMUKIMAN
3.2.1. Tantangan
3.2.1.1. Tantangan Internal
1. Masih adanya masyarakat buang air besar di sembarang tempat, yang secara nasional sebesar 22,85% (di perkotaan 9,5% dan di perdesaan 33%);
2. Kecenderungan meningkatnya angka penyakit terkait air (waterborne diseases) akibat masih rendahnya cakupan pelayanan baik di perkotaan maupun di perdesaan;
3. Perlunya konservasi sumber air baku untuk menjamin terjaganya kualitas dan kuantitas air baku akibat menurunnya kualitas air tanah dan air permukaan sebagai sumber air baku untuk air minum;
4. Peningkatan kelembagaan yang memungkinkan dilaksanakannya pengelolaan air limbah permukiman secara lebih profesional dengan dukungan sumber daya manusia ahli yang memadai;
5. Penggalian sumber dana untuk investasi dan biaya operasi dan pemeliharaan terutama dari pihak swasta yang harus sinergis dengan penerapan pemulihan biaya (cost recovery) secara bertahap merupakan tantangan yang harus segera diketahui solusinya secara “win-win solution”;
6. Pembagian porsi antara dana APBN dan APBD yang akan dialokasikan dalam pengembangan penyelenggaraan pengelolaan air limbah belum terlihat secara tegas.
3.2.1.2. Tantangan Eksternal
4. Tuntutan penerapan good governance melalui demokratisasi yang menuntut pelibatan masyarakat dalam proses pembangunan;
5. Tuntutan Rencana Aksi Nasional dalam Menghadapi Perubahan Iklim (RAN MAPI);
6. Kondisi keamanan dan hukum nasional yang belum mendukung iklim investasi yang kompetitif.
3.2.2. Peluang
1. Adanya kewajiban bagi setiap orang untuk mencegah dan menanggulangi pencemaran dan kerusakan lingkungan hidup sebagaimana tertuang dalam UU RI Nomor 23 tahun 1997 tentang Pengelolaan Lingkungan Hidup;
2. Pentingnya pengelolaan air limbah untuk mendukung konservasi sumber daya air, seperti yang tertuang dalam UU RI Nomor 7/2004 tentang Sumber Daya Air;
3. Tanggung jawab penyelenggaraan air limbah permukiman sebagaimana ketetapan dalam UU Nomor 32 tahun 2004 dan PP Nomor 38/2007 menjadi kewenangan pemerintah daerah;
4. Tuntutan keterpaduan penanganan air limbah dan pengembangan sistem penyediaan air minum sebagaimana tertuang dalam PP Nomor 16/2005;
5. Adanya potensi peningkatan kesadaran masyarakat baik di perkotaan maupun di perdesaan dalam penyelenggaraan air limbah permukiman.
BAB IV KEBIJAKAN DAN STRATEGI SISTEM PENGELOLAAN AIR LIMBAH PERMUKIMAN
4.1. SKENARIO SASARAN PENYELENGGARAAN SISTEM PENGELOLAAN AIR LIMBAH PERMUKIMAN
4.1.1. SASARAN RPJMN 2010 - 2014
Sasaran pembangunan air limbah yaitu peningkatkan utilitas IPLT dan IPAL yang telah dibangun hingga mencapai minimal 65% di akhir tahun 2014 serta pengembangan lebih lanjut pelayanan sistem pembuangan air limbah dan berkurangnya pencemaran sungai akibat pembuangan tinja hingga 45% di akhir tahun 2014 dari kondisi sekarang. Selain itu di kota-kota metropolitan dan besar secara bertahap dikembangkan sistem air limbah terpusat (sewerage system).
Target akses sanitasi sistem setempat (on site) yang aman untuk tahun 2014, yaitu 80% untuk perkotaan dan 50% untuk perdesaan atau 60% untuk skala nasional.
4.1.2. Sasaran MDGs Pada Tahun 2015
Pada tahun 2007 penduduk Indonesia yang telah memiliki akses terhadap prasarana air imbah telah
Target Cakupan Pelayanan Air Limbah 2015 (Tahun Acuan 1990)
ke- penurunan Target
pddk
Tambahan
Target Jml pddk
pddk
Tambahan Target Jumlah
(jt jiwa)
akses
punya
(jt jiwa)
(juta jiwa)
(jt jiwa)
(jt jiwa)
akses
(juta jiwa)
(jt jiwa)
(jt jiwa)
(jt jiwa)
4.2. SASARAN KEBIJAKAN
Dengan telah terlampauinya target pelayanan prasarana dasar air limbah permukiman berdasarkan target MDGs, maka proyeksi target nasional ditetapkan untuk pencapaian target pelayanan prasarana dan sarana air limbah permukiman yang aman sebesar 60% pada tahun 2014. Selanjutnya untuk kota metropolitan dan besar secara bertahap dikembangkan sistem air limbah terpusat (sewerage system).
4.3. KEBIJAKAN DAN STRATEGI
Kebijakan pengelolaan Air Limbah Permukiman dirumuskan dengan menjawab isu strategis dan permasalahan dalam pengembangan pengelolaan air limbah permukiman. Secara umum kebijakan dibagi menjadi 5 (lima) kelompok yaitu:
1. Peningkatan akses prasarana dan sarana air limbah baik sistem on site maupun off site di perkotaan dan perdesaan untuk perbaikan kesehatan masyarakat;
2. Peningkatan peran masyarakat dan dunia usaha/swasta dalam penyelenggaraan pengembangan sistem pengelolaan air limbah permukiman;
3. Pengembangan perangkat peraturan perundangan penyelenggaraan pengelolaan air limbah permukiman;
4. Penguatan kelembagaan serta peningkatan kapasitas personil pengelola air limbah permukiman;
5. Peningkatan pembiayaan pembangunan prasarana dan sarana air limbah permukiman.
Selanjutnya kebijakan dan strategi penyelenggaraan pengembangan prasarana dan sarana air limbah permukiman dirumuskan sebagai berikut:
Kebijakan ini diarahkan untuk meningkatkan akses prasarana dan sarana air limbah melalui sistem on site dan off site secara bertahap baik pada skala perkotaan maupun perdesaan, dengan prioritas untuk masyarakat berpenghasilan rendah.
Strategi dalam peningkatan akses prasarana dan sarana air limbah, antara lain :
1. Meningkatkan akses masyarakat terhadap prasarana dan sarana air limbah sistem setempat (on site) di perkotaan dan perdesaan melalui sistem komunal;
2. Meningkatkan akses masyarakat terhadap prasarana dan sarana air limbah sistem terpusat (off site) di kawasan perkotaan metropolitan dan besar.
Strategi tersebut dilaksanakan dengan rencana tindak sebagai berikut:
1. Menyelenggarakan sanitasi berbasis masyarakat dengan prioritas di kawasan padat kumuh perkotaan yang belum terlayani dengan sistem pengelolaan air limbah terpusat;
2. Merehabilitasi atau merevitalisasi serta mengekstensifikasi sistem yang ada (Instalasi Pengolahan Lumpur Tinja/IPLT);
3. Menyelenggarakan STBM (Sanitasi Total Berbasis Masyarakat)/ CLTS (Community Lead Total Sanitation) di kawasan perdesaan;
4. Mengoptimalkan kapasitas IPAL terpasang dan peningkatan operasional sewerage terpasang;
5. Meningkatkan kapasitas pengolahan melalui pembangunan IPAL paket;
6. Mengembangkan sistem setempat menjadi sistem terpusat secara bertahap di kota metro dan besar dengan cara mengkombinasikan dan atau menambah dengan sistem yang telah ada secara bertahap.
Kebijakan 2: Peningkatkan peran masyarakat dan dunia usaha/swasta dalam penyelenggaraan
Strategi dalam peningkatan peran masyarakat dan dunia usaha/swasta, antara lain :
1. Merubah perilaku dan meningkatkan pemahaman masyarakat terhadap pentingnya pengelolaan air limbah permukiman;
2. Mendorong partisipasi dunia usaha/swasta dalam penyelenggaraan pengembangan dan pengelolaan air limbah permukiman.
Strategi tersebut dilaksanakan dengan rencana tindak sebagai berikut:
1. Melaksanakan sosialisasi dan kampanye mengenai pentingnya pengelolaan air limbah permukiman;
2. Memberikan pendampingan dan pelatihan kepada masyarakat dalam penyediaan prasarana dan sarana air limbah permukiman;
3. Menyelenggarakan kegiatan percontohan pembangunan prasarana dan sarana pengelolaan air limbah;
4. Menyelenggarakan sosialisasi kepada dunia usaha dan swasta mengenai potensi investasi di bidang pengelolaan air limbah permukiman;
5. Mengembangkan pola investasi untuk penyelenggaraan pengelolaan sistem air limbah permukiman;
6. Memberikan kemudahan dan insentif kepada dunia usaha yang berpartisipasi di dalam pengelolaan air limbah seperti pemberian ijin usaha dan keringanan pajak.
Kebijakan 3: Pengembangan perangkat peraturan perundangan penyelenggaraan pengelolaan air limbah permukiman
Arah kebijakan ini adalah untuk melengkapi perangkat peraturan perundangan terkait penyelenggaraan pengelolaan air limbah permukiman.
permukiman;
3. Menerapkan peraturan perundangan.
Strategi tersebut dilaksanakan dengan rencana tindak sebagai berikut:
1. Menyiapkan undang-undang dan peraturan pendukungnya dalam pengelolaan air limbah permukiman;
2. Mereview dan melengkapi NSPM dalam pengelolaan air limbah permukiman;
3. Mereview Standar Pelayanan Minimal dalam pengelolaan air limbah permukiman;
4. Melaksanakan bantuan teknis penyusunan peraturan daerah dalam penyelenggaraan pengelolaan air limbah permukiman;
5. Mendorong dan melaksanakan bantuan teknis kepada pemerintah daerah untuk menyusun rencana induk prasarana dan sarana air limbah di kawasan perkotaan dan perdesaan;
6. Mensosialisasikan peraturan perundangan terkait penyelenggaraan pengelolaan air limbah permukiman;
7. Mengembangkan sistem informasi tentang penyelenggaraan pengelolaan air limbah permukiman;
8. Memberikan insentif dan disinsentif kepada pemerintah daerah dan dunia usaha/swasta yang menyelenggarakan pengelolaan air limbah permukiman;
9. Mempersyaratkan pembangunan sistem pengelolaan air limbah terpusat di kawasan permukiman baru bagi penyelenggara pembangunan kawasan permukiman baru.
Kebijakan 4: Penguatan kelembagaan dan peningkatan kapasitas personil pengelolaan air limbah permukiman.
Kebijakan ini diarahkan untuk memperkuat fungsi regulator dan operator dalam penyelenggaraan pengelolaan air limbah permukiman.
masyarakat;
2. Mendorong pembentukan dan perkuatan institusi pengelola air limbah permukiman di daerah;
3. Meningkatkan koordinasi dan kerjasama antar lembaga;
4. Mendorong peningkatan kemauan politik (political will) para pemangku kepentingan untuk memberikan prioritas yang lebih tinggi terhadap pengelolaan air limbah permukiman.
Strategi tersebut dilaksanakan dengan rencana tindak sebagai berikut:
1. Memberikan pendampingan pembentukan kelompok swadaya masyarakat dalam pengelolaan air limbah permukiman komunal;
2. Memberikan pelatihan penyelenggaraan pembangunan prasarana dan sarana air limbah serta pengelolaan air limbah permukiman komunal;
3. Mendorong terbentuknya unit yang mengelola prasarana dan sarana air limbah permukiman di daerah, antara lain berupa Unit Pelaksana Teknis, Badan Usaha Milik Daerah, Badan Layanan Umum dan Dinas;
4. Melaksanakan bantuan teknis penguatan kelembagaan pengelolaan air limbah permukiman;
5. Melaksanakan pelatihan kepada personil pengelola dibidang penyelenggaraan air limbah permukiman;
6. Memfasilitasi koordinasi antar lembaga dan antar daerah dalam kerjasama penyelenggaraan pengelolaan air limbah;
7. Melaksanakan sosialisasi kepada lembaga eksekutif dan legislatif mengenai pentingnya penyelenggaraan air limbah permukiman;
8. Menyusun dan mensosialisasikan kisah sukses (best practices) tentang penyelenggaraan pengelolaan air limbah permukiman.
Kebijakan 5 : Peningkatan dan pengembangan alternatif sumber pendanaan pembangunan prasarana dan sarana air limbah pemukiman.
Strategi dalam peningkatan kapasitas pembiayaan, antara lain :
1. Mendorong berbagai alternatif sumber pembiayaan untuk penyelenggaraan air limbah permukiman;
2. Pembiayaan bersama pemerintah pusat dan daerah dalam mengembangkan sistem air limbah Perkotaan dengan proporsi pembagian yang disepakati bersama.
Strategi tersebut dilaksanakan dengan rencana tindak sebagai berikut:
1. Memberikan dana stimulan dalam penyelenggaraan pengelolaan air limbah permukiman untuk mendorong mobilisasi dana swadaya masyarakat;
2. Mendorong peningkatan dan fasilitasi kerjasama pemerintah dan swasta (KPS) dalam penyelenggaraan prasarana dan sarana air limbah;
3. Pemerintah pusat memberikan investasi awal pembangunan sistem pengelolaan air limbah terpusat dan pengembangannya ditindak lanjuti oleh pemerintah daerah.
BAB V PENUTUP
Kebijakan dan Strategi Nasional Pengembangan Sistem Pengelolaan Air Limbah Permukiman, merupakan acuan bagi kegiatan yang terkait dengan penyelenggaraan sistem air limbah permukiman.
Kebijakan dan strategi nasional Pengelolaan air limbah permukiman ini perlu dijabarkan lebih lanjut oleh masing-masing instansi teknis terkait sebagai panduan dalam operasionalisasi kebijakan dan strategi pengembangan sistem air limbah permukiman.
MENTERI PEKERJAAN UMUM DJOKO KIRMANTO
Matriks Kebijakan, Strategi dan Rencana Tindak No
Kebijakan
Strategi
Rencana Tindak
1 Peningkatan akses
sanitasi berbasis prasarana dan sarana air
1. Meningkatkan akses masyarakat terhadap 1. Menyelenggarakan
masyarakat dengan prioritas di kawasan limbah baik sistem on site
prasarana dan sarana air limbah sistem
kumuh perkotaan yang belum terlayani dengan maupun off site di
setempat (on site) di perkotaan dan
system pengelolaan air limbah terpusat. perkotaan dan perdesaan
perdesaan melalui sistem komunal.
2. Meningkatkan akses masyarakat terhadap 2. Merehabilitasi atau merevitalisasi serta untuk perbaikan
mengekstensifikasi sistem yang ada (IPLT). kesehatan masyarakat
prasarana dan sarana air limbah sistem
terpusat (off site) di kawasan perkotaan 3. Penyelenggaraan STBM (Sanitasi Total
Metropolitan dan Besar.
Berbasis Masyarakat)/CLTS (Community Lead Total Sanitation) di kawasan perdesaan.
4. Mengoptimalkan kapasitas IPAL terpasang dan peningkatan operasional sewerage terpasang.
5. Meningkatkan kapasitas pengolahan melalui pembangunan IPAL paket.
6. Mengembangkan sistem setempat menjadi sistem terpusat secara bertahap di kota metro dan besar dengan cara mengkombinasikan dan atau menambah dengan sistem yang telah ada secara bertahap.
2 Peningkatan peran
1. Merubah perilaku dan meningkatkan 1. Melaksanakan sosialisasi dan kampanye masyarakat dan dunia
mengenai pentingnya pengelolaan air limbah usaha/swasta dalam
pemahaman
masyarakat
terhadap
pentingnya pengelolaan air limbah
permukiman
penyelenggaraan
2. Memberikan pendampingan dan pelatihan pengembangan sistem
permukiman
kepada masyarakat dalam penyediaan pengelolaan air limbah
2. Mendorong partisipasi dunia usaha/swasta
prasarana dan sarana air limbah permukiman. permukiman.
dalam penyelenggaraan pengembangan
dan pengelolaan air limbah permukiman
3. Menyelenggarakan kegiatan percontohan 836
No Kebijakan
Strategi
Rencana Tindak
pembangunan prasarana dan sarana air limbah.
4. Menyelenggarakan sosialisasi kepada dunia usaha dan swasta mengenai potensi investasi dibidang pengelolaan air limbah permukiman.
5. Mengembangkan pola investasi untuk penyelenggaraan pengelolaan sisitem air limbah permukiman.
6. Memberikan kemudahan dan insentif kepada dunia usaha yang berpartisipasi di dalam pengelolaan air limbah seperti pemberian ijin usaha, keringanan pajak.
3 Pengembangan
peraturan 1. Menyiapkan undang-undang dan peraturan Perangkat peraturan
3. Menyusun
perangkat
pendukungnya dalam pengelolaan air limbah perundangan
perundangan
yang
mendukung
penyelenggaraan pengelolaan air limbah
permukiman.
penyelenggaraan
2. Mereview dan melengkapi NSPM dalam pengelolaan air limbah
permukiman.
pengelolaan air limbah permukiman. permukiman
4. Menyebarluaskan informasi peraturan
perundangan terkait penyelenggaraan 3. Mereview standar pelayanan minimal dalam
pengelolaan air limbah permukiman.
pengelolaan air limbah permukiman.
5. Menerapkan peraturan perundangan.
4. Melaksanakan bentuan teknis penyusunan peraturan daerah dalam penyelenggaraan pengelolaan air limbah permukiman.
5. Mendorong dan melaksanakan bantuan teknis kepada pemerintah daerah untuk menyusun rencana induk prasarana dan sarana air limbah dikawasan perkotaan dan perdesaan.
6. Mensosialisasikan peraturan perundangan 837
No Kebijakan
Strategi
Rencana Tindak
terkait penyelenggaraan pengelolaan air limbah permukiman.
7. Mengembangkan sistem informasi tentang penyelenggaraan pengelolaan air limbah permukiman.
8. Memberikan insentif dan disinsentif kepada pemerintah daerah dan dunia usaha/swasta yang menyelenggarakan pengelolaan air limbah permukiman.
pembangunan sistem pengelolaan air limbah terpusat di kawasan permukiman baru bagi penyelenggara pembangunan kawasan permukiman baru.
9. Mempersyaratkan
dan 1. Memberikan pendampingan pembentukan dan
4 Penguatan kelembagaan 1. Memfasilitasi
pembentukan
kelompok swadaya masyarakat dalam kapasitas
peningkatan
perkuatan kelembagaan pengelola air
personil
limbah permukiman ditingkat masyarakat
pengelolaan air limbah permukiman komunal. pengelolaan air limbah 2. Mendorong pembentukan dan perkuatan 2. Memberikan pelatihan
penyelenggaraan permukiman
institusi pengelola air limbah permukiman
pembangunan prasarana dan sarana air
di daerah.
limbah serta pengelolaan air limbah
3. Meningkatkan koordinasi dan kerjasama
permukiman komunal.
antar lembaga.
3. Mendorong terbentuknya unit yang mengelola
4. Mendorong peningkatan kemauan politik
prasarana dan sarana air limbah permukiman
(Political Will) para pemangku
di daerah, antara lain berupa UPT, BUMD,
kepentingan untuk memberikan prioritas
BLU, Dinas. yang lebih tinggi terhadap pengelolaan air 4. Melaksanakan bantuan teknis penguatan
limbah permukiman
kelembagaan pengelolaan air limbah permukiman.
No Kebijakan
Strategi
Rencana Tindak
5. Melaksanakan pelatihan kepada personil pengelola dibidang penyelenggaraan air limbah permukiman
6. Memfasilitasi koordinasi antar lembaga dan
antar
dalam kerjasama penyelenggaraan pengelolaan air limbah.
daerah
7. Melaksanakan sosialisasi kepada lembaga eksekutif dan legislatif mengenai pentingnya penyelenggaraan air limbah permukiman.
8. Menyusun dan mensosialisasikan kisah
sukses
practices) tentang penyelenggaraan pengelolaan air limbah permukiman
(best
dana stimulan dalam Pengembangan Alternatif
5 Peningkatan
dan 1. Mendorong berbagai alternatif sumber 1. Memberikan
penyelenggaraan pengelolaan air limbah Sumber Pendanaan
pembiayaan untuk penyelenggaraan air
pemukiman untuk mendorong mobilisasi dana Pembangunan
limbah permukiman.
swadaya masyarakat. Prasarana dan Sarana
2. Pembiayaan bersama pemerintah pusat
dan daerah dalam mengembangkan 2. Mendorong peningkatan dan fasilitasi Air Limbah Permukiman
sistem air limbah Perkotaan dengan
Kerjasama Pemerintah dan Swasta (KPS)
proporsi pembagian yang disepakati
dalam penyelenggaraan PS Air Limbah.
bersama.
3. Pemerintah pusat memberikan investasi awal pembangunan sistem pengelolaan air limbah terpusat dan pengembangannya ditindak lanjuti oleh pemerintah daerah.
BAB IV KEBIJAKAN DAN STRATEGI SISTEM PENGELOLAAN AIR LIMBAH PERMUKIMAN
4.4. SKENARIO SASARAN PENYELENGGARAAN SISTEM PENGELOLAAN AIR LIMBAH PERMUKIMAN
4.4.1. SASARAN RPJMN 2010 - 2014
Sasaran pembangunan air limbah yaitu peningkatkan utilitas IPLT dan IPAL yang telah dibangun hingga mencapai minimal 65% di akhir tahun 2014 serta pengembangan lebih lanjut pelayanan sistem pembuangan air limbah dan berkurangnya pencemaran sungai akibat pembuangan tinja hingga 45% di akhir tahun 2014 dari kondisi sekarang. Selain itu di kota-kota metropolitan dan besar secara bertahap dikembangkan sistem air limbah terpusat (sewerage system).
Target akses sanitasi sistem setempat (on site) yang aman untuk tahun 2014, yaitu 80% untuk perkotaan dan 50% untuk perdesaan atau 60% untuk skala nasional.
4.4.2. Sasaran MDGs Pada Tahun 2015
Target Cakupan Pelayanan Air Limbah 2015 (Tahun Acuan 1990)
ke- penurunan Target
pddk
Tambahan
Target Jml pddk
pddk
Tambahan Target Jumlah
(jt jiwa)
akses
punya
(jt jiwa)
(juta jiwa)
(jt jiwa)
(jt jiwa)
akses
(juta jiwa)
(jt jiwa)
(jt jiwa)
(jt jiwa)
4.5. SASARAN KEBIJAKAN
Dengan telah terlampauinya target pelayanan prasarana dasar air limbah permukiman berdasarkan target MDGs, maka proyeksi target nasional ditetapkan untuk pencapaian target pelayanan prasarana dan sarana air limbah permukiman yang aman sebesar 60% pada tahun 2014. Selanjutnya untuk kota metropolitan dan besar secara bertahap dikembangkan sistem air limbah terpusat (sewerage system).
4.6. KEBIJAKAN DAN STRATEGI
Kebijakan pengelolaan Air Limbah Permukiman dirumuskan dengan menjawab isu strategis dan permasalahan dalam pengembangan pengelolaan air limbah permukiman. Secara umum kebijakan dibagi menjadi 5 (lima) kelompok yaitu:
6. Peningkatan akses prasarana dan sarana air limbah baik sistem on site maupun off site di perkotaan dan perdesaan untuk perbaikan kesehatan masyarakat;
7. Peningkatan peran masyarakat dan dunia usaha/swasta dalam penyelenggaraan pengembangan sistem pengelolaan air limbah permukiman;
8. Pengembangan perangkat peraturan perundangan penyelenggaraan pengelolaan air limbah permukiman;
9. Penguatan kelembagaan serta peningkatan kapasitas personil pengelola air limbah permukiman;
10. Peningkatan pembiayaan pembangunan prasarana dan sarana air limbah permukiman.
Selanjutnya kebijakan dan strategi penyelenggaraan pengembangan prasarana dan sarana air limbah permukiman dirumuskan sebagai berikut:
Kebijakan ini diarahkan untuk meningkatkan akses prasarana dan sarana air limbah melalui sistem on site dan off site secara bertahap baik pada skala perkotaan maupun perdesaan, dengan prioritas untuk masyarakat berpenghasilan rendah.
Strategi dalam peningkatan akses prasarana dan sarana air limbah, antara lain :
3. Meningkatkan akses masyarakat terhadap prasarana dan sarana air limbah sistem setempat (on site) di perkotaan dan perdesaan melalui sistem komunal;
4. Meningkatkan akses masyarakat terhadap prasarana dan sarana air limbah sistem terpusat (off site) di kawasan perkotaan metropolitan dan besar.
Strategi tersebut dilaksanakan dengan rencana tindak sebagai berikut:
7. Menyelenggarakan sanitasi berbasis masyarakat dengan prioritas di kawasan padat kumuh perkotaan yang belum terlayani dengan sistem pengelolaan air limbah terpusat;
8. Merehabilitasi atau merevitalisasi serta mengekstensifikasi sistem yang ada (Instalasi Pengolahan Lumpur Tinja/IPLT);
9. Menyelenggarakan STBM (Sanitasi Total Berbasis Masyarakat)/ CLTS (Community Lead Total Sanitation) di kawasan perdesaan;
10. Mengoptimalkan kapasitas IPAL terpasang dan peningkatan operasional sewerage terpasang;
11. Meningkatkan kapasitas pengolahan melalui pembangunan IPAL paket;
12. Mengembangkan sistem setempat menjadi sistem terpusat secara bertahap di kota metro dan besar dengan cara mengkombinasikan dan atau menambah dengan sistem yang telah ada secara bertahap.
Kebijakan 2: Peningkatkan peran masyarakat dan dunia usaha/swasta dalam penyelenggaraan
Strategi dalam peningkatan peran masyarakat dan dunia usaha/swasta, antara lain :
3. Merubah perilaku dan meningkatkan pemahaman masyarakat terhadap pentingnya pengelolaan air limbah permukiman;
4. Mendorong partisipasi dunia usaha/swasta dalam penyelenggaraan pengembangan dan pengelolaan air limbah permukiman.
Strategi tersebut dilaksanakan dengan rencana tindak sebagai berikut:
7. Melaksanakan sosialisasi dan kampanye mengenai pentingnya pengelolaan air limbah permukiman;
8. Memberikan pendampingan dan pelatihan kepada masyarakat dalam penyediaan prasarana dan sarana air limbah permukiman;
9. Menyelenggarakan kegiatan percontohan pembangunan prasarana dan sarana pengelolaan air limbah;
10. Menyelenggarakan sosialisasi kepada dunia usaha dan swasta mengenai potensi investasi di bidang pengelolaan air limbah permukiman;
11. Mengembangkan pola investasi untuk penyelenggaraan pengelolaan sistem air limbah permukiman;
12. Memberikan kemudahan dan insentif kepada dunia usaha yang berpartisipasi di dalam pengelolaan air limbah seperti pemberian ijin usaha dan keringanan pajak.
Kebijakan 3: Pengembangan perangkat peraturan perundangan penyelenggaraan pengelolaan air limbah permukiman
Arah kebijakan ini adalah untuk melengkapi perangkat peraturan perundangan terkait penyelenggaraan pengelolaan air limbah permukiman.
permukiman;
6. Menerapkan peraturan perundangan.
Strategi tersebut dilaksanakan dengan rencana tindak sebagai berikut:
10. Menyiapkan undang-undang dan peraturan pendukungnya dalam pengelolaan air limbah permukiman;
11. Mereview dan melengkapi NSPM dalam pengelolaan air limbah permukiman;
12. Mereview Standar Pelayanan Minimal dalam pengelolaan air limbah permukiman;
13. Melaksanakan bantuan teknis penyusunan peraturan daerah dalam penyelenggaraan pengelolaan air limbah permukiman;
14. Mendorong dan melaksanakan bantuan teknis kepada pemerintah daerah untuk menyusun rencana induk prasarana dan sarana air limbah di kawasan perkotaan dan perdesaan;
15. Mensosialisasikan peraturan perundangan terkait penyelenggaraan pengelolaan air limbah permukiman;
16. Mengembangkan sistem informasi tentang penyelenggaraan pengelolaan air limbah permukiman;
17. Memberikan insentif dan disinsentif kepada pemerintah daerah dan dunia usaha/swasta yang menyelenggarakan pengelolaan air limbah permukiman;
18. Mempersyaratkan pembangunan sistem pengelolaan air limbah terpusat di kawasan permukiman baru bagi penyelenggara pembangunan kawasan permukiman baru.
Kebijakan 4: Penguatan kelembagaan dan peningkatan kapasitas personil pengelolaan air limbah permukiman.
Kebijakan ini diarahkan untuk memperkuat fungsi regulator dan operator dalam penyelenggaraan pengelolaan air limbah permukiman.
masyarakat;
6. Mendorong pembentukan dan perkuatan institusi pengelola air limbah permukiman di daerah;
7. Meningkatkan koordinasi dan kerjasama antar lembaga;
8. Mendorong peningkatan kemauan politik (political will) para pemangku kepentingan untuk memberikan prioritas yang lebih tinggi terhadap pengelolaan air limbah permukiman.
Strategi tersebut dilaksanakan dengan rencana tindak sebagai berikut:
9. Memberikan pendampingan pembentukan kelompok swadaya masyarakat dalam pengelolaan air limbah permukiman komunal;
10. Memberikan pelatihan penyelenggaraan pembangunan prasarana dan sarana air limbah serta pengelolaan air limbah permukiman komunal;
11. Mendorong terbentuknya unit yang mengelola prasarana dan sarana air limbah permukiman di daerah, antara lain berupa Unit Pelaksana Teknis, Badan Usaha Milik Daerah, Badan Layanan Umum dan Dinas;
12. Melaksanakan bantuan teknis penguatan kelembagaan pengelolaan air limbah permukiman;
13. Melaksanakan pelatihan kepada personil pengelola dibidang penyelenggaraan air limbah permukiman;
14. Memfasilitasi koordinasi antar lembaga dan antar daerah dalam kerjasama penyelenggaraan pengelolaan air limbah;
15. Melaksanakan sosialisasi kepada lembaga eksekutif dan legislatif mengenai pentingnya penyelenggaraan air limbah permukiman;
16. Menyusun dan mensosialisasikan kisah sukses (best practices) tentang penyelenggaraan pengelolaan air limbah permukiman.
Kebijakan 5 : Peningkatan dan pengembangan alternatif sumber pendanaan pembangunan prasarana dan sarana air limbah pemukiman.
Strategi dalam peningkatan kapasitas pembiayaan, antara lain :
3. Mendorong berbagai alternatif sumber pembiayaan untuk penyelenggaraan air limbah permukiman;
4. Pembiayaan bersama pemerintah pusat dan daerah dalam mengembangkan sistem air limbah Perkotaan dengan proporsi pembagian yang disepakati bersama.
Strategi tersebut dilaksanakan dengan rencana tindak sebagai berikut:
4. Memberikan dana stimulan dalam penyelenggaraan pengelolaan air limbah permukiman untuk mendorong mobilisasi dana swadaya masyarakat;
5. Mendorong peningkatan dan fasilitasi kerjasama pemerintah dan swasta (KPS) dalam penyelenggaraan prasarana dan sarana air limbah;
6. Pemerintah pusat memberikan investasi awal pembangunan sistem pengelolaan air limbah terpusat dan pengembangannya ditindak lanjuti oleh pemerintah daerah.
BAB V PENUTUP
Kebijakan dan Strategi Nasional Pengembangan Sistem Pengelolaan Air Limbah Permukiman, merupakan acuan bagi kegiatan yang terkait dengan penyelenggaraan sistem air limbah permukiman.
Kebijakan dan Strategi ini masih bersifat umum sehingga dalam pelaksanaannya memerlukan penjabaran lebih lanjut agar lebih operasional untuk pihak yang berkepentingan. Di tingkat daerah adopsi terhadap kebijakan dan strategi ini memerlukan penyesuaian sesuai dengan karakteristik, kondisi serta permasalahan dari masing-masing daerah yang bersangkutan.
Kebijakan dan strategi nasional Pengelolaan air limbah permukiman ini perlu dijabarkan lebih lanjut oleh masing-masing instansi teknis terkait sebagai panduan dalam operasionalisasi kebijakan dan strategi pengembangan sistem air limbah permukiman.
MENTERI PEKERJAAN UMUM DJOKO KIRMANTO
Matriks Kebijakan, Strategi dan Rencana Tindak
No Kebijakan
Strategi
Rencana Tindak
berbasis prasarana dan
1 Peningkatan akses 1. Meningkatkan
akses
masyarakat 1. Menyelenggarakan
sanitasi
masyarakat dengan prioritas di kawasan sarana air limbah
terhadap prasarana dan sarana air limbah
kumuh perkotaan yang belum terlayani baik sistem on site
sistem setempat (on site) di perkotaan
dengan system pengelolaan air limbah maupun off site di
dan perdesaan melalui sistem komunal.
2. Meningkatkan
akses
masyarakat
terpusat.
perkotaan dan terhadap prasarana dan sarana air limbah 2. Merehabilitasi atau merevitalisasi serta perdesaan untuk
mengekstensifikasi sistem yang ada (IPLT). perbaikan
sistem terpusat (off site) di kawasan
3. Penyelenggaraan STBM (Sanitasi Total kesehatan
perkotaan Metropolitan dan Besar.
Berbasis Masyarakat)/CLTS (Community Lead masyarakat
Total Sanitation) di kawasan perdesaan.
4. Mengoptimalkan kapasitas IPAL terpasang dan peningkatan operasional sewerage terpasang.
5. Meningkatkan kapasitas pengolahan melalui pembangunan IPAL paket.
6. Mengembangkan sistem setempat menjadi sistem terpusat secara bertahap di kota metro dan besar dengan cara mengkombinasikan dan atau menambah dengan sistem yang telah ada secara bertahap.
No Kebijakan
Strategi
Rencana Tindak
2 Peningkatan peran 3. Merubah perilaku dan meningkatkan 1. Melaksanakan sosialisasi dan kampanye masyarakat dan
mengenai pentingnya pengelolaan air limbah dunia
pemahaman
masyarakat
terhadap
pentingnya pengelolaan air limbah
permukiman
2. Memberikan pendampingan dan pelatihan dalam
usaha/swasta
permukiman
kepada masyarakat dalam penyediaan penyelenggaraan
4. Mendorong
partisipasi
dunia
prasarana dan sarana air limbah permukiman. pengembangan
usaha/swasta dalam penyelenggaraan
pengembangan dan pengelolaan air 3. Menyelenggarakan kegiatan percontohan sistem pengelolaan
pembangunan prasarana dan sarana air air limbah
limbah permukiman
limbah.
permukiman.
4. Menyelenggarakan sosialisasi kepada dunia usaha dan swasta mengenai potensi investasi dibidang pengelolaan air limbah permukiman.
5. Mengembangkan pola investasi untuk penyelenggaraan pengelolaan sisitem air limbah permukiman.
6. Memberikan kemudahan dan insentif kepada
dunia usaha yang berpartisipasi di dalam pengelolaan air limbah seperti pemberian ijin usaha, keringanan pajak.
3 Pengembangan
peraturan 1. Menyiapkan undang-undang dan peraturan Perangkat
1. Menyusun
perangkat
pendukungnya dalam pengelolaan air limbah peraturan
perundangan
yang
mendukung
penyelenggaraan pengelolaan air limbah
permukiman.
perundangan
2. Mereview dan melengkapi NSPM dalam penyelenggaraan
permukiman.
2. Menyebarluaskan informasi peraturan
pengelolaan air limbah permukiman.
pengelolaan air perundangan terkait penyelenggaraan 3. Mereview standar pelayanan minimal dalam limbah permukiman
pengelolaan air limbah permukiman.
pengelolaan air limbah permukiman.
No Kebijakan
Strategi
Rencana Tindak
3. Menerapkan peraturan perundangan.
4. Melaksanakan bentuan teknis penyusunan peraturan daerah dalam penyelenggaraan pengelolaan air limbah permukiman.
5. Mendorong dan melaksanakan bantuan teknis kepada pemerintah daerah untuk menyusun rencana induk prasarana dan sarana air limbah dikawasan perkotaan dan perdesaan.
6. Mensosialisasikan peraturan perundangan terkait penyelenggaraan pengelolaan air limbah permukiman.
7. Mengembangkan sistem informasi tentang penyelenggaraan pengelolaan air limbah permukiman.
8. Memberikan insentif dan disinsentif kepada pemerintah daerah dan dunia usaha/swasta yang menyelenggarakan pengelolaan air limbah permukiman.
9. Mempersyaratkan
pembangunan sistem pengelolaan air limbah terpusat di kawasan permukiman baru bagi penyelenggara pembangunan kawasan permukiman baru.
4 Penguatan
dan 1. Memberikan pendampingan pembentukan kelembagaan dan
1. Memfasilitasi
pembentukan
kelompok swadaya masyarakat dalam peningkatan
perkuatan kelembagaan pengelola air
limbah permukiman ditingkat masyarakat.
pengelolaan air limbah permukiman komunal. 851
No Kebijakan
Strategi
Rencana Tindak
kapasitas personil 2. Mendorong pembentukan dan perkuatan 2. Memberikan pelatihan penyelenggaraan pengelolaan
pembangunan prasarana dan sarana air limbah permukiman
air
institusi pengelola air limbah permukiman
di daerah.
limbah serta pengelolaan air limbah
3. Meningkatkan koordinasi dan kerjasama
permukiman komunal.
antar lembaga.
3. Mendorong terbentuknya unit yang mengelola
4. Mendorong peningkatan kemauan politik
prasarana dan sarana air limbah permukiman
(Political Will) para pemangku
di daerah, antara lain berupa UPT, BUMD,
kepentingan untuk memberikan prioritas
BLU, Dinas.
yang lebih tinggi terhadap pengelolaan air limbah permukiman
4. Melaksanakan bantuan teknis penguatan kelembagaan pengelolaan air limbah
permukiman.
5. Melaksanakan pelatihan kepada personil pengelola dibidang penyelenggaraan air limbah permukiman
6. Memfasilitasi koordinasi antar lembaga dan
antar
daerah
dalam
kerjasama
penyelenggaraan pengelolaan air limbah.
7. Melaksanakan sosialisasi kepada lembaga eksekutif dan legislatif mengenai pentingnya penyelenggaraan air limbah permukiman.
8. Menyusun dan mensosialisasikan kisah
sukses
tentang penyelenggaraan pengelolaan air limbah permukiman
(best
practices)
5 Peningkatan dan
1. Mendorong berbagai alternatif sumber 1. Memberikan
dana
stimulan
dalam 852
No Kebijakan
Strategi
Rencana Tindak
Pengembangan
pembiayaan untuk penyelenggaraan air
penyelenggaraan pengelolaan air limbah
pemukiman untuk mendorong mobilisasi dana Alternatif
limbah permukiman.
2. Pembiayaan bersama pemerintah pusat
swadaya masyarakat.
Sumber dan daerah dalam mengembangkan 2. Mendorong peningkatan dan fasilitasi
Kerjasama Pemerintah dan Swasta (KPS) Pendanaan
sistem air limbah Perkotaan dengan
proporsi pembagian yang disepakati
dalam penyelenggaraan PS Air Limbah.
3. Pemerintah pusat memberikan investasi awal Pembangunan
bersama.
pembangunan sistem pengelolaan air limbah Prasarana dan
terpusat dan pengembangannya ditindak lanjuti oleh pemerintah daerah.
Sarana Air Limbah Permukiman