Mekanisme POLRI Didalam Melakukan Penetapan Status Tersangka Pada Tindak Pidana

B. Mekanisme POLRI Didalam Melakukan Penetapan Status Tersangka Pada Tindak Pidana

Suatu peristiwa meliputi soal apakah benar telah terjadi peristiwa pidana dan siapa pelakunya (deder) maksud pemeriksaan itu pertama-tama supaya penyidik dapat mempertimbangkan benar tidaknya terjadi tindak pidana tersebut. Dalam hal ini di dunia ilmu pengetahuan hukum memiliki beberapa sistem penyidikan yaitu:

a. Sistem penyidikan inquisitor

b. Sistem penyidikan accusatoir

a. Sistem penyidikan inquisitor (arti kata penyidikan)

Sistem ini menganggap si terdakwa itu sebagai suatu objek, suatu barang yang harus diperiksa wujudnya berhubungan dengan suatu pendakwaan. Pada abad pertengahan dan abad ke-18, sifat hukum acara pidana menganut sistem inquisitoir ini bahwa si pemeriksa tidak jarang menggunakan bangku pemeriksa/penyidik agar si tersangka mengakui saja perbuatannya itu. Jadi disini cara pembuktian itu sangat tergantung dari pemeriksaan sendiri. Penyidikan wujud ini berupa pendengaran si tersangka tentang dirinya pribadi.

74 Sadjijono dan Teguh Bagus Santoso, Op.Cit., hlm. 159.

Oleh karena sudah ada pendakwaan yang sedikit banyak telah diyakini kebenarannya oleh yang mendakwa melalui sumber-sumber pengetahuan pendorong kepada tersangka supaya mengikuti saja kesalahannya. Minat mendorongkan ke arah suatu pengakuan salah ini biasannya berhubung dengan tabiat pendakwa sebagai seorang manusia belaka adalah begitu hebat sehingga dalam praktek pendorongan ini berupaya penganiayaan. Sistem ini dipakai ditingkat penyidikan pendahuluan dan sistem penyidikan ini terjadi sewaktu berlakunya HIR di bumi Indonesia.

b. Sistem penyidikan accusatoir (arti kata : menuduh)

Sistem ini menganggap seorang tersangka/terdakwa sebagai suatu subjek yang berhadapan dengan pihak lain yang mendakwa, yaitu kepolisian atau kejaksaan sedemikian rupa sehingga kedua belah pihak itu masing-masing mempunyai hak-hak yang sama nilainya dan hakim diatas kedua belah pihak lain untuk menyelesaikan soal perkara antara mereka menurut peraturan hukum yang berlaku. Bahwa sifat sistem ini mulai nampak setelah Revolusi Perancis tahun 1791 melalui Code Penal Perancis, cara pemeriksaan pada tingkat penghabisan dilakukan dimuka umum, sehingga tindakan sewenang-wenang berakhir. Begitu juga kepada terdakwa telah diberikan kesempatan untuk membela diri. Hal ini juga sama kedudukannya (keadaannya) di Negeri Belanda yang pada waktu itu

telah termasuk kedalam kekuasaan Perancis. 75

75 Martiman Prodjohamidjojo, “Kedudukan Tersangka dan Terdakwa Dalam Pemeriksaan”, (Bandung: Ghalia Indonesia, 1982), hlm. 19.

Di Indonesia keadaan seperti ini dipertegaskan lagi, hal ini termuat didalam Undang-undang No. 48 Tahun 2009 Tentang Kekuasaan Kehakiman Pasal 8 ayat (1) yang menyebutkan bahwa setiap orang yang disangka, ditangkap, ditahan, dituntut dan atau dihadapkan didepan pengadilan wajib dianggap tidak bersalah sebelum adanya putusan pengadilan yang menyatakan kesalahannya dan memperoleh kekuatan hukum yang tetap sehingga terdakwa didalam hal ini berkedudukan sebagai subjek yang berhadapan dengan subjek penuntut

umum/jaksa. 76 Berdasarkan Peraturan Kapolri (Perkap) Nomor 14 Tahun 2012 Tentang

Manajemen Penyidikan Tindak Pidana mekanisme dalam Proses Penyidikan sampai dengan Penahanan Oleh Polisi Negara Republik Indonesia diatur dalam Pasal 1-10, yaitu: 77

1. Menerima Laporan/Pengaduan Laporan adalah pemberitahuan yang disampaikan oleh seseorang karena hak atau kewajiban berdasarkan undang-undang kepada pejabat yang berwenang tentang telah atau sedang atau diduga akan terjadinya peristiwa pidana. Pengaduan adalah pemberitahuan disertai permintaan oleh pihak yang berkepentingan kepada pejabat yang berwenang untuk menindak menurut hukum yang berlaku terhadap seseorang yang telah melakukan tindak pidana yang merugikannya, yakni memuat tentang;

a. Peristiwa yang terjadi, terdiri dari:

76 Lihat Dalam Undang-Undang Nomor 48 Tahun 2009 Tentang Kekuasaan Kehakiman, Pasal 8.

77 Lihat Dalam Peraturan Kapolri Nomor 14 Tahun 2012 Tentang Manajemen Penyidikan Tindak Pidana Pasal 1-10.

1) Waktu kejadian

2) Tempat kejadian

3) Apa yang terjadi

4) Siapa pelaku dan korban

5) Bagaimana terjadinya

6) Menyertakan hari dan tanggal

b. Tindak pidana yang terjadi

c. Barang bukti Barang bukti adalah barang-barang baik yang berwujud bergerak atau tidak bergerak yang dapat dijadikan alat bukti dan fungsinya untuk diperlihatkan kepada terdakwa ataupun saksi dipersidangan guna mempertebal keyakinan Hakim dalam menentukan kesalahan terdakwa.

d. Nama dan alamat saksi

e. Uraian singkat yang dilaporkan

f. Tindakan yang telah dilakukan, yang meliputi:

1) Membuat laporan polisi

2) Menyita barang bukti

3) Melakukan pemeriksaan terhadap tersangka dan saksi; Tersangka adalah seorang yang karena perbuatannya atau keadannya berdasarkan bukti permulaan patut diduga sebagai pelaku tindak pidana. Saksi adalah orang yang dapat memberikan keterangan guna kepentingan penyidikan, penuntutan dan peradilan tentang suatu perkara pidana yang didengar, dilihat dan atau didalami sendiri.

4) Melaporkan kepada pimpinan

2. Mengeluarkan Surat Pemberitahuan Dimulainya Penyidikan (SPDP) dimana berdasarkan laporan hasil penyelidikan (LHK) adalah surat pemberitahuan kepada Kepala Kejaksaan tentang dimulainya penyidikan yang dilakukan oleh penyidik Polri, memuat antara lain:

a. Berdasarkan rujukan:

1) Pasal 109 ayat (1) KUHAP : “Dalam hal penyidik telah mulai melakukan penyidikan suatu peristiwa yang merupakan tindak pidana, penyidik memberitahukan hal itu kepada penuntut umum”.

2) UU No. 2 Tahun 2002 tentang Kepolisian Negara Republik Indonesia

3) Laporan polisi

4) Surat perintah penyidikan

b. Dengan ini diberitahukan kepada kepala/pimpinan bahwa pada hari dan tanggal yang ditentukan telah dimulai penyidikan tindak pidana sebagaimana yang dimaksud yang dilakukan oleh tersangka.

3. Surat Perintah Penyidikan berdasarkan Surat Perintah Dimulainya Penyidikan (SPDP) yang telah dikeluarkan sebelumnya sesuai dengan administrasi penyidikan berisi tentang:

a. Pertimbangan, bahwa untuk kepentingan penyidikan tindak pidana, maka perlu mengeluarkan surat perintah penyidikan

b. Yang dida lamnya berdasarkan dasar hukum; Pasal 7: “Penyidik karena kewajibannya mempunyai wewenang berdasarkan undang-unda ang”, Pasal 8 : “Membuat Berita Acara tentang pelaksanaan tindakan”, Pasal

9 : “Penyelidik dan Penyidik mempunyai wewenang tugas masing- masing pada umumnya diseluruh wilayah Indonesia khususnya didaerah hukum masing-masing dimana ia diangkat sesuai undang- 9 : “Penyelidik dan Penyidik mempunyai wewenang tugas masing- masing pada umumnya diseluruh wilayah Indonesia khususnya didaerah hukum masing-masing dimana ia diangkat sesuai undang-

diberikan pelimpahan wewenang dari penyidik”, Pasal 12: “Penyidik Pembantu membuat Berita Acara dan menyerahkan berkas perkara kepada Penyidik kecuali perkara dengan acara pemeriksaan singkat”, Pasal 106 : “Penyidik yang mengetahui, menerima laporan atau pengaduan tentang terjadinya suatu peristiwa yang patut diduga merupakan tindak pidana wajib segera melakukan tindakan penyidikan

yang diperlukan”, Pasal 109 ayat (1): “Penyidik yang telah mulai melakuan penyidikan suatu peristiwa yang merupakan tindak pidana, penyidik memberitahukan hal itu kepada Penuntut Umum”, Pasal 110 ayat (1) , “Dalam hal Penyidik telah selesai melakukan penyidikan, Penyidik wajib segera menyerahkan berkas perkara itu kepada Penuntut

Umum” didalam KUHAP dan Undang-undang no. 2 tahun 2002 tentang Kepolisian Negara Republik Indonesia

c. Perintah kepada penyidik yaitu Polri untuk melakukan penyidikan, membuat rencana penyidikan, melaporkan setiap perkembangan kepada pimpinan.

4. Membuat Berita Acara Pemeriksaan Saksi pada saat melakukan pemeriksaan saksi-saksi, penyidik menanyakan tentang peristiwa yang terjadi sehingga terjadi tanya jawab antara penyidik dengan saksi.

5. Membuat Berita Acara Pemeriksaan Tersangka pada saat melakukan pemeriksaan tersangka, penyidik menanyakan tentang peristiwa yang terjadi sehingga terjadi tanya jawab antara penyidik dan tersangka.

6. Mengeluarkan Surat Perintah Penangkapan Surat Perintah Penangkapan adalah surat yang dikeluarkan untuk melakukan suatu penangkapan dilakukan terhadap seseorang yang diduga keras melakukan tindak pidana berdasarkan bukti permulaan yang cukup oleh Penyidik terhadap Penyelidik untuk kepentingan Penyelidikan atas perintah Penyidik yang berisikan:

a. Pertimbangan, untuk kepentingan penyelidikan dan penyidikan tindak pidana dan atau bagi pelaku pelanggaran, perlu untuk melakukan a. Pertimbangan, untuk kepentingan penyelidikan dan penyidikan tindak pidana dan atau bagi pelaku pelanggaran, perlu untuk melakukan

b. Sesuai dengan dasar hukum yang diatur didalam Pasal 7 ayat (1) huruf

d, Pasal 5 huruf b angka 1, Pasal 11, Pasal 16, Pasal 17, Pasal 18 ayat (2): “Tentang tertangkap tangan penangkapan dilakukan tanpa Surat Perintah” didalam KUHAP dan Undang-undang no. 2 tahun 2002 tentang Kepolisian Negara Republik Indonesia

c. Memerintahkan kepada penyidik dan penyidik pembantu untuk melakukan penangkapan terhadap tersangka dengan membuat Berita Acara Penangkapan

7. Mengeluarkan Surat Perintah Penahanan Surat Perintah Penahanan adalah surat yang dikeluarkan untuk melakukan suatu penahanan dilakukan terhadap seseorang yang diduga keras melakukan tindak pidana berdasarkan bukti permulaan yang cukup oleh Penyidik terhadap Penyelidik untuk kepentingan Penyelidikan atas perintah Penyidik yang berisikan:

a. Pertimbangan bahwa untuk kepentingan penyidikan dan berdasarkan hasil pemeriksaan diperoleh bukti yang cukup tersangka diduga keras melakukan tindak pidana yang dapat dikenakan penahanan, tersangka dikhwatirkan akan melarikan diri, merusak atau menghilangkan barang bukti dan atau melindungi tindak pidana maka perlu dikeluarkan Surat Perintah Penahanan

b. Sesuai dengan dasar hukum yang diatur didalam, Pasal 7 ayat (1) huruf

d, Pasal 11, Pasal 20, Pasal 21, Pasal 22 dan Pasal 24 ayat 1 KUHAP dan Undang-undang no. 2 tahun 2002 tentang Kepolisian Negara Republik Indonesia

c. Memerintahkan kepada penyidik dan penyidik pembantu untuk melakukan penahanan terhadap tersangka, menempatkan tersangka untuk menjalani penahanan di Rumah Tahanan Polisi (RTP) selama 20 hari dan segera melaporkan pelaksanaannya lalu membuat Berita Acara Penahanannya.

8. Mengeluarkan Surat Perintah Penyitaan Surat Perintah Penyitaan adalah surat yang dikeluarkan untuk melakukan suatu penyitaan barang bukti untuk dijadikan alat bukti dilakukan terhadap seseorang yang diduga keras melakukan tindak pidana berdasarkan bukti 8. Mengeluarkan Surat Perintah Penyitaan Surat Perintah Penyitaan adalah surat yang dikeluarkan untuk melakukan suatu penyitaan barang bukti untuk dijadikan alat bukti dilakukan terhadap seseorang yang diduga keras melakukan tindak pidana berdasarkan bukti

a. Pertimbangan untuk kepentingan penyidikan, penuntutan dan peradilan perlu untuk melakukan tindakan hukum berupa penyitaan barang bukti

b. Sesuai dengan dasar hukum yang diatur didalam Pasal 1 butir 16, Pasal

15 ayat (1) huruf b angka 1, Pasal 7 ayat (1) huruf d dan e, Pasal 11, Pasal 38 ayat (1), Pasal 39, Pasal 42, Pasal 43, Pasal 44 dan Pasal 45 KUHAP.

c. Memerintahkan kepada penyidik dan penyidik pembantu untuk melakukan penyitaan terhadap alat ataupun benda yang ada kaitan/hubungannya dengan terjadinya tindak pidana dengan membuat Berita Acara Penyitaan.

9. Mengeluarkan Surat Permintaan Persetujuan Penyitaan Barang Bukti Surat Permintaan Persetujuan Penyitaan Barang Bukti adalah surat yang dikeluarkan untuk melakukan suatu penyitaan dimana harus disertai dengan persetujuan seseorang yang diduga keras melakukan tindak pidana berdasarkan bukti permulaan yang cukup oleh Penyidik terhadap Penyelidik untuk kepentingan Penyelidikan atas perintah Penyidik yang berisikan:

a. Sesuai dengan dasar hukum yang diatur didalam Pasal 38 ayat (1), Pasal 47 ayat (1) KUHAP dan Undang-undang no. 2 tahun 2002 tentang Kepolisian Negara Republik Indonesia mengenai surat perintah penyidikan serta surat perintah penyitaan.

b. Memberitahukan kepada Ketua Pengadilan Negeri bahwa berdasarkan hasil pemeriksaan terhadap tersangka telah didapat bukti permulaan yang cukup bahwa tersangka diduga keras telah melakukan tindak pidana.

c. Dalam keadaan yang sangat perlu dan mendesak penyidik telah melakukan tindakan hukum berupa penyitaan terhadap benda atau barang.

d. Guna keperluan penyidikan diharapkan Ketua Pengadilan Negeri dapat menerbitkan Surat Penetapan Persetujuan Penyitaan.

10. Mengeluarkan Surat Permintaan Perpanjangan Penahanan Terhadap Tersangka Surat Permintaan Perpanjangan Penahanan Terhadap Tersangka adalah surat yang dikeluarkan untuk melakukan perpanjangan masa penahanan dilakukan terhadap Tersangka yang diduga keras melakukan tindak pidana berdasarkan bukti permulaan yang cukup oleh Penyidik yang berisikan:

a. Berdasarkan:

1) Pasal 29 KUHAP ayat (2) menjelaskan: “Perpanjangan tersebut pada ayat (1) diberikan untuk paling lama 30 (tiga puluh) hari dan dalam hal penahanan tersebut masih diperlukan dapat diperpanjang lagi untuk paling lama 30 (tiga puluh) hari ”. Ayat (4): “Penggunaan kewenangan perpanjangan penahanan oleh pejabat tersebut pada ayat (3) dilakukan secara bertahap dengan penuh tanggungjawab”. Ayat (6): “Setelah waktu 60 (enam puluh) hari, walaupun perkara tersebut belum selesai diperiksa atau belum diputus tersangka atau terdakwa harus segera dikeluarkan dari tahanan demi hukum”.

2) Laporan Polisi

3) Surat Pemberitahuan Dimulainya Penyidikan

4) Surat Perintah Penahanan

b. Sebagai bahan pertimbangan dilampirkan resume hasil penyidikan tindak pidana yang bersangkutan.

11. Mengeluarkan Surat Perintah Titip Rawat Barang Bukti Surat Perintah Titip Rawat Barang Bukti adalah surat yang dikeluarkan untuk melakukan penitipan dan perawatan barang bukti kepada Unit Tahti (Tahanan dan Barang Bukti) pada Polri maupun pada Penuntut Umum yang diperoleh dari seseorang yang diduga keras melakukan tindak pidana berdasarkan bukti permulaan yang cukup oleh Penyidik yang berisikan:

a. Pertimbangan untuk kepentingan penyidikan tindak pidana, dipandang perlu dilakukan tindakan hukum berupa penyitaan terhadap barang- barang yang diduga ada kaitannya baik secara langsung maupun tidak langsung dengan tindak pidana yang telah terjadi, namun karena situasi dan kondisi barang bukti tersebut memerlukan pengamanan khusus maka perlu dikeluarkan Surat Perintah Titip Rawat Barang Bukti.

b. Sesuai dengan dasar hukum yang diatur didalam Pasal 5 huruf b angka

1, Pasal 7 ayat (1) huruf d dan j, Pasal 11, Pasal 38 dan Pasal 44 KUHAP.

c. Perintah kepada penyidik dan penyidik pembantu untuk melakukan penitipan barang yang diduga ada kaitannya dengan tindak pidana yang terjadi guna disimpan dan disiapkan apabila sewaktu-waktu dibutuhkan untuk kepentingan penyidikan, penuntutan atau peradilan. Setelah melaksanakan surat perintah ini maka harus membuat Berita Acara Titip Rawat Barang Bukti.