Kewenangan Hakim dalam Melaksanakan Praperadilan
1. Pihak-Pihak Yang Dapat Mengajukan Praperadilan
Mengenai pihak-pihak yang dapat mengajukan praperadilan, menurut Pasal 79 KUHAP, permintaan tentang sah atau tidaknya suatu penangkapan atau penahanan diajukan oleh tersangka, keluarga atau kuasanya kepada Ketua Pengadilan Negeri dengan menyebutkan alsannya. Menurut Pasal 80 KUHAP,
50 Ratna Nurul Afiah, Op.Cit., hlm. 76. 51 Pedoman Pelaksanaan KUHAP, Op.Cit., hlm. 131.
permintaan untuk memeriksa sah atau tidaknya suatu penghentian penyidikan atau penuntutan dapat diajukan oleh penyidik atau penuntut umum pihak ketiga yang berkepentingan kepada Ketua Pengadilan Negeri dengan menyebutkan alasannya. Menurut pasal 81 KUHAP, permintaan ganti kerugian dan atau rehabilitasi akibat sah atau tidaknya penghentian atau penuntutan diajukan oleh tersangka atau pihak ketiga yang berkepentingan kepada Ketua Pengadilan Negeri dengan menyebutkan alasannya. Selanjutnya Pasal 95 ayat (2) menyebutkan bahwa tuntutan ganti kerugian oleh tersangka atau ahli warisnya atas penangkapan atau penahanan serta tindakan lain tanpa alasan yang berdasarkan undang-undang atau karena kekeliruan mengenai orang atau hukum yang diterapkan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) yang perkaranya tidak diajukan ke pengadilan negeri diputus disidang praperadilan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 77, begitu juga
dengan rehabilitasi yang diatur didalam Pasal 97 ayat (3) KUHAP. 52
2. Acara Pemeriksaan Praperadilan
Dalam surat permintaan pemeriksaan praperadilan dicantumkan nama orang yang mengajukan permintaan pemeriksaan praperadilan, terhadap siapa, duduk perkara disertai dengan alasan-alasan permintaan dan apa yang diminta dalam pemeriksaan sidang praperadilan. Selanjutnya setelah surat permintaan pemeriksaan praperadilan diterima dan dicatat dalam buku register perkara praperadilan di Bagian Kepaniteraan Pengadilan Negeri yang bersangkutan, maka surat tersebut disampaikan kepada Ketua Pengadilan Negeri. Berdasarkan Pasal
52 Ratna Nurul Afiah, Op.Cit., hlm. 82-84.
78 ayat (2) KUHAP Ketua Pengadilan Negeri menunjuk seorang hakim untuk memimpin sidang praperadilan dengan dibantu oleh seorang panitera. Dalam waktu tiga (3) hari setelah diterimanya permintaan, hakim yang ditunjuk menetapkan hari sidang (Pasal 82 ayat (1) huruf (a) KUHAP) dan para pihak dipanggil untuk menghadap pada sidang praperadilan yang telah ditentukan itu. Kemudian dilanjutkan dengan agenda Hakim mendengarkan alasan permohonan praperadilan oleh Pemohon, dilanjutkan dengan pengajuan jawaban oleh Termohon, balasan jawaban Pemohon terhadap Termohon (Replik), pemeriksaan saksi-saksi beserta barang bukti yang diajukan oleh Pemohon dan Termohon dan masuklah pada agenda terakhir yakni agenda putusan sidang praperadilan.
Sifat pemeriksaan praperadilan tercantum dalam Pasal 82 ayat (1) huruf c KUHAP menyebutkan bahwa acara praperadilan dilakukan secara cepat dan selambat-lambatnya tujuh (7) hari hakim sudah harus menjatuhkan putusannya. Selanjutnya Pasal 82 ayat (1) huruf d KUHAP menyebutkan bahwa dalam hal suatu perkara sudah dimulai diperiksa oleh pengadilan negeri, sedangkan pemeriksaan mengenai permintaan kepada praperadilan belum selesai maka permintaan tersebut gugur.
Setelah mengajukan permintaan pemeriksaan praperadilan pada tingkat penyidikan, dapat diajukan pada tingkat penuntutan. Karena dalam Pasal 82 ayat (1) huruf e KUHAP disebutkan bahwa putusan praperadilan pada tingkat penyidikan tidak menutup kemungkinan untuk mengadakan pemeriksaan Setelah mengajukan permintaan pemeriksaan praperadilan pada tingkat penyidikan, dapat diajukan pada tingkat penuntutan. Karena dalam Pasal 82 ayat (1) huruf e KUHAP disebutkan bahwa putusan praperadilan pada tingkat penyidikan tidak menutup kemungkinan untuk mengadakan pemeriksaan
3. Isi Putusan Praperadilan
Bahwa didalam Pasal 82 ayat (2) KUHAP disebutkan putusan adalah acara pemeriksaan praperadilan mengenai hal sebagaimana dimaksud dalam Pasal 79, Pasal 80 dan Pasal 81 harus memuat dengan jelas dasar dan alasannya. Ayat (3) menyebutkan isi putusan selain memuat ketentuan sebagaimana dimaksud ayat (2) juga memuat hal-hal sebagai berikut:
a. Dalam hal putusan menetapkan bahwa sesuatu penangkapan atau penahanan tidak sah, maka penyidik atau jaksa penuntut umum pada tingkat pemeriksaan masing-masing harus segera membebaskan tersangka.
b. Dalam hal putusan menetapkan bahwa sesuatu penghentian penyidikan atau penuntutan tidak sah, penyidikan atau penuntutan terhadap tersangka wajib dilanjutkan.
c. Dalam hal putusan menetapkan bahwa suatu penangkapan atau penahanan tidak sah maka dalam putusan dicantumkan jumlah besarnya ganti kerugian dan rehabilitasi yang diberikan, sedangkan dalam hal suatu penghentian penyidikan adalah sah dan tersangkanya tidak ditahan maka dalam putusan dicantumkan rehabilitasinya.
d. Dalam hal putusan menetapkan bahwa benda yang disita ada yang tidak termasuk alat pembuktian, maka dalam putusan dicantumkan bahwa benda
53 Ratna Nurul Afiah, Op.Cit., hlm. 88-92.
tersebut harus segera dikembalikan kepada tersangka atau dari siapa benda itu disita. 54
Amar putusan penetapan praperadilan dapat berupa pernyataan yang berisi:
a. Sah atau tidaknya Penangkapan atau Penahanan
b. Sah atau tidaknya Penghentian Penyidikan atau Penuntutan
c. Diterima atau ditolaknya Permintaan Ganti Kerugian Atau Rehabilitasi
d. Perintah Pembebasan dari Tahanan
e. Perintah Melanjutkan Penyidikan atau Penuntutan
f. Besarnya Ganti Kerugian
g. Berisi Pernyataan Pemulihan Nama Baik Tersangka
h. Memerintahkan Segera Mengembalikan Sitaan 55
Hakim hanya memutus tentang apa yang diminta oleh pemohon. Permohonan pemohon dapat diterima seluruhnya atau diterima sebagian lagi ditolak, atau ditolak untuk seluruhnya. Isi putusan praperadilan sebelum memuat bunyi amar putusan terlebih dahulu menyebutkan pertimbangan hakim mengenai faktor-faktor hukum yang dijadikan dasar dan alasan dalam menjatuhkan putusan praperadilan dan memuat pula ketentuan yang sifatnya memerintahkan kepada
pihak yang dikalahkan untuk berbuat sesuatu. 56