Analisis Kasus (Putusan Praperadilan Nomor: 14/Pid.Pra/2017/PN.Mdn Praperadilan-Siwajiraja)

B. Analisis Kasus (Putusan Praperadilan Nomor: 14/Pid.Pra/2017/PN.Mdn Praperadilan-Siwajiraja)

1. Alasan Pengajuan Praperadilan

Putusan Praperadilan bernomor 14/Pid.Pra/2017/PN.Mdn atau yang dikenal dengan Praperadilan Siwajiraja, dijatuhkan pada hari Senin, tanggal 13 Maret 2017 oleh hakim tunggal Erintuah Damanik,SH.,MH. Putusan tersebut diucapkan dalam sidang yang terbuka untuk umum oleh Hakim tersebut dengan dibantu oleh Nikson Hutasoit,SH.,MH selaku panitera pengganti. Dalam pembacaan putusan tersebut, Kuasa Pemohon dan Kuasa Termohon juga turut hadir di persidangan.

Dalam Putusan Nomor: 14/Pid.Pra/2017/PN.Mdn atau yang dikenal luas oleh masyarakat dikota medan dengan kasus Siwajiraja tersangka otak dari penembakan tindak pidana pembunuhan Pemilik Toko Air Soft Gun di Jl. Ahmad Yani, Medan Barat, Kota Medan yang menyebabkan korban meninggal dunia atas nama Indra Gunawan Als.Kuna, dan yang menjadi pihak Termohon adalah Kapolrestabes Medan Cq Kasat Reskrim Polrestabes Medan Cq Penyidik Reskrim Polrestabes Medan. Permohonan pemeriksaan praperadilan dapat diajukan oleh baik tersangka maupun keluarga atau kuasanya. Permohonan diajukan kepada Ketua Pengadilan Negeri dengan menyebutkan alasannya dimana karena kewenangan yang tidak terbatas yang dimiliki Termohon untuk penyidikan atas suatu perkara ( in casu perkara aquo ) dan dalam perkara aquo Termohon langsung Dalam Putusan Nomor: 14/Pid.Pra/2017/PN.Mdn atau yang dikenal luas oleh masyarakat dikota medan dengan kasus Siwajiraja tersangka otak dari penembakan tindak pidana pembunuhan Pemilik Toko Air Soft Gun di Jl. Ahmad Yani, Medan Barat, Kota Medan yang menyebabkan korban meninggal dunia atas nama Indra Gunawan Als.Kuna, dan yang menjadi pihak Termohon adalah Kapolrestabes Medan Cq Kasat Reskrim Polrestabes Medan Cq Penyidik Reskrim Polrestabes Medan. Permohonan pemeriksaan praperadilan dapat diajukan oleh baik tersangka maupun keluarga atau kuasanya. Permohonan diajukan kepada Ketua Pengadilan Negeri dengan menyebutkan alasannya dimana karena kewenangan yang tidak terbatas yang dimiliki Termohon untuk penyidikan atas suatu perkara ( in casu perkara aquo ) dan dalam perkara aquo Termohon langsung

kejanggalan dan kejanggalan-kejanggalan lainnya. 78 Dalam Persidangan perkara praperadilan penamaan para pihak yang

berperkara oleh KUHAP tidak diberikan secara jelas, bahkan dari beberapa pasal KUHAP yang mengatur tentang praperadilan, untuk pihak yang mengajukan pemeriksaan digunakan atau dicantumkan istilah secara tidak konsisten , misalnya dalam KUHAP Pasal 79 sampai 82 ayat (1) huruf a sampai e kecuali b dan c tercantum istilah permintaan yang berarti pihak yang mengajukan permintaan pemeriksaan praperadilan dinamakan sebagai “peminta”. Sedangkan dalam Pasal

82 KUHAP ayat (1) huruf b tercantum istilah “pemohon” dan dalam Pasal 95 digunakan istilah “menuntut” dan “tuntutan”. Akan tetapi dalam praktik istilah yang lazim pada umumnya digunakan adalah istilah permohonan, pemohon dan termohon.

2. Jawaban Termohon

Dalam Putusan Nomor 14/Pid.Pra/2017/PN.Mdn atau yang dikenal luas oleh masyarakat di Kota Medan dengan kasus Siwajiraja, permohonan pemeriksaan praperadilan diajukan oleh Siwajiraja sendiri selaku Tersangka. Dalam hal ini, Siwajiraja merupakan salah satu pihak yang berhak untuk mengajukan permohonan pemeriksaan praperadilan. Pemohon (tersangka,

78 Lihat Dalam Pasal 79 Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1981 Tentang Hukum Acara Pidana.

keluarga, pihak yang berkepentingan atau kuasa hukumnya) mengajukan permintaan/permohonan pemeriksaan praperadilan kepada Ketua Pengadilan Negeri yang berwenang yaitu Pengadilan Negeri yang daerah hukumnya meliputi domisili (kantor) aparat penegak hukum (penyidik/penuntut umum) yang diajukan sebagai Termohon sesuai dengan ketentuan yang diatur didalam Pasal 79-81 KUHAP. Termohon didalam jawabannya tentang penangkapan terhadap Pemohon menyatakan telah menemukan bukti yang cukup yang dimaknai minimal 2 (dua) alat bukti sesuai putusan MK nomor 21/PUU-XII/2014 sebelum dilakukannya penangkapan terhadap Pemohon, berdasarkan kutipan pendapat Yahya Harahap yang menyatakan Hakim tidak memiliki wewenang untuk menguji pembuktian dari alat bukti. Hal ini tidak dapat diuji di Praperadilan lantaran sudah masuk kepada arah substansial, Hakim Praperadilan hanya menguji persyaratan mengenai alat bukti dimana persyaratan yang dimaksud yakni mengenai syarat

formil dan materil karena merupakan kewenangan hakim pada acara biasa. 79

3. Putusan Praperadilan

Dalam Putusan Nomor: 14/Pid.Pra/2017/PN.Mdn atau yang dikenal oleh masyarakat luas di Kota Medan dengan kasus Siwajiraja, domisili POLRESTABES MEDAN selaku Termohon adalah di Medan dan dari pada itu, pengadilan negeri tempat digelarnya pemeriksaan praperadilan adalah Pengadilan Negeri Medan. Sehingga telah sesuai dengan ketentuan yang diatur dalam Pasal 79,80 dan 81 KUHAP. Menurut Pasal 82 ayat (1) huruf (c) KUHAP ditegaskan

79 Lihat Dalam Pasal 79 sampai Pasal 82 dan Pasal 95 Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1981 Tentang Hukum Acara Pidana.

bahwa pemeriksaan praperadilan dilakukan secara cepat (acara pemeriksaan cepat) dan selambat-lambatnya 7 (tujuh) hari hakim yang memeriksa perkara

praperadilan harus sudah menjatuhkan putusannya. 80 Dalam Putusan Nomor: 14/Pid.Pra/2017/PN.Mdn dengan kasus

Siwajiraja, Surat Penetapan Ketua Pengadilan Negeri Medan tentang penunjukan Hakim tertanggal 14 Februari 2017, sementara putusan dijatuhkan pada hari Senin, tanggal 13 Maret 2017. Maka dapat diketahui bahwa pada kasus ini, acara pemeriksaan cepat tidak terwujud, karena putusan dijatuhkan lebih dari 7 (tujuh) hari atau 27 hari lamanya. Pemeriksaan praperadilan dipimpin oleh hakim tunggal yang ditunjuk oleh Ketua Pengadilan Negeri dibantu oleh seorang panitera. 81

Dalam Putusan ini, hakim praperadilan selaku hakim tunggal adalah Erintuah Damanik, sementara yang menjadi panitera praperadilan Nikson Hutasoit. Menegenai bentuk putusan, putusan praperadilan adalah berbentuk penetapan. Hal ini berdasarkan Pasal 96 ayat (1) KUHAP jo. Peraturan

Pemerintah Nomor 27 Tahun 1983 Pasal 7 ayat (2), Pasal 14 ayat (2). 82 Dalam putusan Siwajiraja selain berbentuk penetapan, dapat dikatakan

putusan praperadilannya juga bersifat deklarator yakni putusan yang berisi pernyataan. Mengenai isi putusan, putusan hakim praperadilan memuat uraian pertimbangan secara jelas mengenai dasar alasan (factual grounds) yaitu

80 Lihat Dalam Pasal 82 ayat (2) Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1981 Tentang Hukum Acara Pidana.

81 Lihat Dalam Pasal 78 ayat (2) Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1981 Tentang Hukum Acara Pidana.

82 Lihat Dalam Pasal 96 ayat (1) Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1981 Tentang Hukum Acara Pidana jo. Pasal 7, Pasal 10, Pasal 14 Peraturan Pemerintah No. 27 Tahun 1983 Tentang

Pelaksanaan KUHAP.

mengenai fakta-fakta yang terbukti dan dasar hukum (legal grounds) yaitu ketentuan hukum yang melandasi amar putusannya, sedangkan isi amar putusan (dictum) adalah jawaban terhadap petitum yang berupa Permohonan praperadilan dikabulkan dengan bunyi: Menyatakan Penetapan Tersangka atas diri Pemohon yang dikabulkan oleh Termohon adalah tidak sah. Dalam putusan ini ada hal yang sangat menjadi sorotan berbagai kalangan merupakan hal yang paling esensial terkait tujuan dan komitmen dari fungsi praperadilan itu sendiri.

Putusan praperadilan Pengadilan Negeri Medan yang isinya mengabulkan permohonan praperadilan dari pemohon untuk sebagian, dianggap tidak berdasarkan pengaturan Pasal 77 KUHAP karena penetapan status tersangka bukan merupakan objek praperadilan namun sejalan dengan Pasal 10 ayat (1) Undang-Undang Kekuasaan Pokok Kehakiman No. 48 Tahun 2009 yang menyebutkan: “Pengadilan dilarang menolak untuk memeriksa, mengadili dan memutus suatu perkara yang diajukan dengan dalil bahwa hukum tidak ada atau

kurang jelas melainkan wajib untuk memeriksa dan mengadilinya”. 83 Berdasarkan Putusan Nomor 21/PUU-XII/2014, telah terjadi perubahan

yang fundamental terhadap objek praperadilan. Mahkamah Konstitusi mengabulkan sebagian pengujian Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1981 Tentang KUHAP yang diajukan oleh seorang terpidana kasus korupsi biormediasi fiktif PT. Chevron Pasific Indonesia atas nama Bachtiar Abdul Fatah. Bahwa dalam

83 Lihat Dalam Pasal 77 Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1981 Tentang Hukum Acara Pidana jo. Pasal 10 Undang-Undang Nomor 48 Tahun 2009 Tentang Kekuasaan Kehakiman

Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 21/PUU-XII/2014 menambahkan penetapan status tersangka sebagai objek praperadilan. 84

Bahwa putusan tersebut sudah sesuai dengan Pasal 5 ayat (1) Undang- Undang No.48 Tahun 2009 tentang kekuasaan kehakiman, yakni: “Hakim dan hakim konstitusi wajib menggali, mengikuti dan memahami nilai-nilai hukum dan

rasa keadilan yang hidup dalam masyarakat 85 ”.

Bahwa terhadap putusan/penetapan praperadilan Aquo tidak dapat dimintakan banding. Menurut ketentuan Pasal 83 KUHAP pada prinsipnya terhadap putusan praperadilan tidak dapat dimintakan banding, kecuali terhadap putusan praperadilan yang menetapkan mengenai tidak sahnya penghentian penyidikan atau tidak sahnya penghentian penuntutan, yang untuk itu dapat dimintakan putusan akhir ke Pengadilan Tinggi dalam daerah hukum yang

bersangkutan. 86