Tugas Dan Wewenang Polisi Negara Republik Indonesia (POLRI)
A. Tugas Dan Wewenang Polisi Negara Republik Indonesia (POLRI)
Tugas pokok Kepolisian Negara Republik Indonesia diatur dalam Pasal
13 Undang-Undang No. 2 Tahun 2002 tentang Polri. Tugas pokok Polri dalam Pasal 13 dimaksud diklasifikasikan menjadi tiga yakni: memelihara keamanan dan ketertiban masyarakat, menegakkan hukum dan memberikan perlindungan pengayoman kepada masyarakat. Didalam menjalankan tugas pokok memelihara keamanan dan ketertiban masyarakat, Polri memiliki tanggung jawab terciptanya
dan terbinanya suatu kondisi yang aman dan tertib dalam kehidupan masyarakat. 65 Menurut pendapat Soebroto Brotodiredjo sebagaimana dikemukakan oleh R.
Abdussalam, bahwa keamanan dan ketertiban adalah bebas dari kerusakan atau kehancuran yang mengancam keseluruhan atau perorangan dan memberikan rasa bebas dari ketakutan atau kekhawatiran, sehingga ada kepastian dan rasa kepastian dari jaminan segala kepentingan atau suatu keadaan yang bebas dari pelanggaran norma-norma hukum.
Dengan demikian tugas pokok Polri dalam memelihara keamanan dan ketertiban masyarakat berusaha menjaga dan memelihara kondisi masyarakat terbebas dari rasa ketakutan atau kekhawatiran, sehingga ada kepastian dan rasa kepastian jaminan dari segala kepentingan, serta terbebas dari adanya pelanggaran norma-norma hukum. Usaha yang dilaksanakan tersebut melalui upaya preventif
65 R. Abdussalam, “Penegakan Hukum Dilapangan Oleh Polri”, (Jakarta: Dinas Hukum Polri, 1997), hlm. 2.
hidupnya. 66 Hidup tertib secara individu sebagai landasan terwujudnya tertib masyarakat. Tertib masyarakat yang didalamnya terkandung kedamaian dan
keadilan.. 67 Menurut Langemeyer mengartikan “ketertiban umum” (openbere orde), sebagai normale rechtniveau atau tingkat ketenangan yang normal. Tingkat ketenangan yang normal ini bisa tercapai apabila keselamatan ditempat-tempat umum dapat terjamin. Zeven Bergen dalam bukunya Enyclopaedie der Rechtswetenschap menyebutkan “ openbare orde ” ada sangkut pautnya dengan masyarakat yang setiap anggotanya tahu akan kewajibannya dan tidak melanggar kepentingan orang lain. Ketertiban ini sebagai refleksi dari adanya keteraturan dan berfungsinya suatu tatanan, yang dipatuhi oleh individu masyarakat.
Dengan demikian ketertiban beranjak dari individu yang kemudian kelompok masyarakat. Didalam melakukan tugas memelihara keamanan dan
66 Soedjono Dirdjosisworo, “Pengantar Ilmu Hukum”, (Jakarta: Raja Grafindo Persada, 1994), hlm. 131-132.
67 Abdurrahman, “Tebaran Pikiran Tentang Studi Hukum dan Masyarakat”, (Jakarta: Media Sarana Press, 1986), hlm. 79.
ketertiban masyarakat tersebut dicapai melalui tugas preventif dan tugas represif. Tugas dibidang preventif dilaksanakan dengan konsep dan pola pembinaan dalam wujud pemberian pengayoman, perlindungan dan pelayanan kepada masyarakat agar masyarakat merasa aman, tertib dan tentram tidak terganggu segala aktivitasnya. Faktor-faktor yang dihadapi pada tatanan preventiv ini sacara teoritis dan tekhnis kepolisian, mencegah adanya Faktor Korelasi Kriminologi (FKK) tidak berkembang menjadi Police Hazard (PH) dan muncul sebagai Ancaman Faktual (AF), sehingga dapat diformulasikan apabila niat dan kesempatan bertemu, maka akan terjadi kriminalitas atau kejahatan (n+k=c), oleh karena itu langkah preventif adalah usaha mencegah bertemunya niat dan kesempatan berbuat jahat sehingga tidak terjadi kejahatan atau kriminalitas.
Pengertian dari Faktor Korelasi Kriminologi (FKK) tersebut adalah situasi dan kondisi yang padat dengan faktor-faktor yang dapat menstimulir terjadinya Police Hazard dan Ancaman Faktual. Police Hazard (PH) adalah situasi dan kondisi sangat potensial untuk menjadi gangguan keamanan dan ketertiban masyarakat dan Ancaman Faktual (AF) adalah ancaman yang nyata dan terwujud dalam bentuk keamanan dan ketertiban masyarakat seperti kejahatan atau
pelanggaran hukum. 68 Tindakan preventif ini biasanya dilakukan melalui cara penyuluhan,
pengaturan, penjagaan, pengawalan, patroli polisi dan lain-lain sebagai teknis dasar kepolisian. Tugas-tugas dibidang represif adalah mengadakan penyidikan atas kejahatan dan pelanggaran dan pelanggaran menurut ketentuan dalam
68 Kunarto, “Prilaku Organisasi Polri”, (Jakarta: Cipta Manunggal, 1997), hlm. 384.
undang-undang. Tugas represif ini sebagai tugas kepolisian dalam bidang peradilan atau penegakan hukum, yang dibebankan kepada petugas kepolisian, sebagaimana dikatakan oleh Harja Bachtiar bahwa petugas kepolisian dibebani dengan tanggung jawab khusus untuk memelihara ketertiban masyarakat dan menangani tindakan-tindakan kejahatan, baik dalam bentuk tindakan terhadap pelaku kejahatan maupun dalam bentuk upaya pencegahan kejahatan agar supaya para anggota masyarakat dapat hidup dan bekerja dalam keadaan aman dan
tentram. 69 Tugas preventif dan represif tersebut pada tataran tertentu menjadi suatu
tugas yang bersamaan, oleh karena itu pekerjaan polisi pun menjadi tidak mudah, pada satu sisi dihadapkan pada struktur sosial dalam rangka memelihara keamanan dan ketertiban masyarakat, disisi lain dihadapkan pada struktur birokrasi dan hukum modern yang memiliki ciri rasional. Dengan demikian tugas- tugas kepolisian menjadi dinamis yang berorientasi pada kepentingan dan perkembangan masyarakat lebih cepat dari pola-pola penegakan hukum ( law enforcement ) yang dilakukan oleh kepolisian, terutama bidang teknologi komunikasi dan informasi. Tugas kepolisian sebagaimana tersebut diatas, selain kepolisian sebagai alat negara penegak hukum yang menjalankan tugas represif yustisil, juga melaksanakan tugas sosial dalam rangka memberikan pengayoman, perlindungan dan pelayanan kepada masyarakat. Kondisi demikianlah menjadi ciri khas pekerjaan kepolisian, disatu sisi harus memelihara ketertiban disisi lain diharuskan memeliharanya dengan jalan hukum. Sehingga kondisi seperti tersebut
69 Sadjijono dan Teguh Bagus Santoso, Op.Cit., hlm. 148.
polisi akan mudah menjadi cercaan masyarakat, sebagaimana dikemukakan oleh Satjipto Rahardjo yang dikutip oleh Achmad Ali bahwa aparat penegak hukum menjalankan dua tugas yaitu disatu pihak untuk mencapai ketertiban (order) dan di pihak lain untuk melaksanakan hukum (law) . Ini tampak pada tugas kepolisian berbeda dua hal yaitu hukum dan ketertiban yang sering bertentangan, maka
pekerjaan polisi pun paling gampang mendapat kecaman dari warga masyarakat. 70 Tugas pokok kepolisian yang dimaksud dalam Pasal 13 Undang-Undang No. 2 Tahun 2002 tersebut diperinci dalam Pasal 14 Undang-Undang No. 2 Tahun 2002 tentang Polri, terdiri dari:
a. Melaksanakan pengaturan, penjagaan, pengawalan dan patroli terhadap kegiatan masyarakat dan pemerintah sesuai dengan kebutuhan
b. Menyelenggarakan segala kegiatan dalam menjamin keamanan, ketertiban dan kelancaran lalu lintas jalan
c. Membina masyarakat untuk meningkatkan partisipasi masyarakat, kesadaran hukum masyarakat serta ketaatan warga masyarakat terhadap hukum dan peraturan perundang-undangan
d. Turut serta dalam pembinaan hukum nasional
e. Memelihara ketertiban dan menjamin keamanan umum
f. Melakukan kordinasi, pengawasan dan pembinaan tekhnis terhadap kepolisian khusus, penyidik pegawai negeri sipil serta bentuk-bentuk swakarsa.
g. Melakukan penyelidikan dan penyidikan terhadap semua tindak pidana sesuai dengan hukum acara pidana dan peraturan perundang-undangan lainnya
h. Menyelenggarakan identifikasi kepolisian, kedokteran kepolisian, laboratorium forensik dan psikologi kepolisian untuk kepentingan tugas kepolisian
i. Melindungi keselamatan jiwa raga, harta benda, masyarakat dan lingkungan hidup dari gangguan ketertiban dan/atau bencana termasuk memberikan bantuan dan pertolongan dengan menjunjung tinggi hak asasi manusia j. Melayani kepentingan warga masyarakat untuk sementara sebelum ditangani oleh instansi dan/atau pihak berwenang
70 Achmad Ali, “Menguak Tabir Hukum”, (Jakarta: Pustaka Prima, 1988), hlm. 139.
k. Memberikan pelayanan kepada masyarakat sesuai dengan kepentingannya dalam lingkup tugas kepolisian l. Melaksanakan tugas lain sesuai dengan peraturan perundang-undangan.
Selain tugas pokok kepolisian diatas, dalam penyelenggaraan kepolisian masih ada bagian tugas yang disebut tugas pembinaan, yakni tugas-tugas dalam rangka memberi bimbingan tekhnis maupun taktis dalam menjalankan fungsi kepolisian. Tugas pembinaan ini diberikan kepada lembaga-lembaga atau masyarakat potensial yang berdasarkan undang-undang diberikan tugas dan tanggungjawab menjalankan fungsi kepolisian, yang dalam istilah lain sebagai alat-alat kepolisian khusus.
Sesuai dengan Pasal 1 Keputusan Presiden No.372 Tahun 1962, yang dimaksud alat-alat kepolisian khusus adalah alat/badan sipil pemerintah yang oleh atau atas kuasa undang-undang diberikan wewenang untuk melakukan tugas-tugas kepolisian dibidangnya masing-masing. Tugas-tugas alat kepolisian khusus tersebut ada kesamaan dan perbedaannya dengan tugas-tugas yang diemban oleh Polri, perbedaanya pada lingkup kewenangan yang terbatas pada bidang masing- masing, antara lain meliputi: penerangan dan penyuluhan, pencegahan dan penindakan. Dengan demikian tugas-tugas kepolisian yang diemban alat kepolisian khusus berdasarkan peraturan perundang-undangan dibidangnya dapat mencakup tugas-tugas pengawasan dan penyidikan dibidangnya masing-masing.
Namun demikian bagi alat kepolisian khusus yang menjalankan tugas- tugas penyidikan tetap dibawah kordinasi dan pengawasan penyidik polri, sebagaimana diamanahkan dalam Pasal 7 ayat (2) Undang-Undang No. 8 Tahun 1981 KUHAP, yakni: Penyidik sebagaimana dimaksud dalam Pasal 6 ayat (1) Namun demikian bagi alat kepolisian khusus yang menjalankan tugas- tugas penyidikan tetap dibawah kordinasi dan pengawasan penyidik polri, sebagaimana diamanahkan dalam Pasal 7 ayat (2) Undang-Undang No. 8 Tahun 1981 KUHAP, yakni: Penyidik sebagaimana dimaksud dalam Pasal 6 ayat (1)
Berdasarkan ketentuan Pasal 3 ayat (1) Undang-Undang No. 2 Tahun 2002 tentang Polri menyebutkan bahwa pengembang fungsi kepolisian adalah Kepolisian Negara Republik Indonesia yang dibantu oleh:
a. Kepolisan khusus
b. Penyidik pegawai negeri sipil
c. Bentuk-bentuk pengamanan swakarsa
Dalam konsep negara hukum bahwa wewenang pemerintahan berasal dari peraturan perundang-undangan. Artinya suatu wewenang yang bersumber dari peraturan perundang-undangan sehingga didalam negara hukum asas legalitas menjadi salah satu prinsip utama yang dijadikan dasar penyelenggaraan pemerintahan “civil law system” eropa kontinental. Dengan demikian setiap penyelenggaraan pemerintah harus memiliki legitimasi yaitu kewenangan yang diberikan oleh undang-undang. Sebagaimana dirumuskan dalam Pasal 2 Undang- Undang No. 2 Tahun 2002 tentang Polri maka asas legalitas menjadi prinsip utama dalam menjalankan tugas dan wewenang kepolisian, karena undang- undang yang memberi legitimasi atas kewenangan kepolisian dalam menjalankan fungsi pemerintahan, terutama dalam memelihara keamanan dan ketertiban masyarakat, penegakan hukum, perlindungan, pengayoman dan pelayanan kepada Dalam konsep negara hukum bahwa wewenang pemerintahan berasal dari peraturan perundang-undangan. Artinya suatu wewenang yang bersumber dari peraturan perundang-undangan sehingga didalam negara hukum asas legalitas menjadi salah satu prinsip utama yang dijadikan dasar penyelenggaraan pemerintahan “civil law system” eropa kontinental. Dengan demikian setiap penyelenggaraan pemerintah harus memiliki legitimasi yaitu kewenangan yang diberikan oleh undang-undang. Sebagaimana dirumuskan dalam Pasal 2 Undang- Undang No. 2 Tahun 2002 tentang Polri maka asas legalitas menjadi prinsip utama dalam menjalankan tugas dan wewenang kepolisian, karena undang- undang yang memberi legitimasi atas kewenangan kepolisian dalam menjalankan fungsi pemerintahan, terutama dalam memelihara keamanan dan ketertiban masyarakat, penegakan hukum, perlindungan, pengayoman dan pelayanan kepada
a. Atribut: Adalah pemberian wewenang pemerintahan oleh pembuat undang-undang kepada organ pemerintah.
b. Delegasi: Adalah pelimpahan wewenang pemerintahan dari satu organ pemerintahan kepada organ pemerintahan lainnya.
c. Mandat: Terjadi ketika organ pemerintahan mengizinkan kewenangannya dijalankan oleh organ lain yang atas namanya. 71
Berkaitan dengan wewenang khusus kepolisian, antara lain meliputi: kewenangan sesuai peraturan Perundang-undangan Pasal 16 ayat (1) Undang- Undang No. 2 Tahun 2002 tentang kepolisian meliputi:
a. Memberikan ijin dan mengawasi kegiatan keramaian umum dan kegiatan masyarakat lainnya.
b. Menyelenggarakan registrasi dan identifikasi kendaraan bermotor.
c. Memberikan surat ijin mengemudi kendaraan bermotor.
d. Menerima pemberitahuan tentang kegiatan politik.
e. Memberikan ijin dan melakukan pengawasan senjata api, bahan peledak dan senjata tajam.
f. Memberikan ijin operasional dan melakukan pengawasan terhadap badan usaha dibidang jasa pengamanan.
g. Memberikan petunjuk, mendidik dan melatih aparat kepolisian khusus dan petugas pengamanan swakarsa dalam bidang tekhnis kepolisian.
h. Melakukan kerja sama dengan kepolisian negara lain dalam menyidik dan memberantas kejahatan internasional.
i. Melakukan pengawasan fungsional kepolisian terhadap orang asing yang berada di wilayah kepolisian terhadap orang asing yang berada di wilayah Indonesia dengan kordinasi instansi terkait. j. Mewakili pemerintah Republik Indonesia dalam organisasi kepolisian internasional k. Melaksanakan kewenangan lain dalam lingkup tugas kepolisian.
71 Sadjijono dan Teguh Bagus Santoso, Op.Cit., hlm. 149-153.
Berkaitan dengan wewenang penyelidikan atau penyidikan proses pidana diatur dalam Pasal 16 ayat (1) Undang-Undang No. 2 Tahun 2002 tentang
kepolisian antara lain meliputi: 72
a. Melakukan penangkapan, penahanan, penggeledahan dan penyitaan.
b. Melarang setiap orang meninggalkan atau memasuki tempat kejadian perkara untuk kepentingan penyidikan.
c. Membawa dan menghadapkan orang kepada penyidik dalam rangka penyidikan.
d. Menyuruh berhenti orang yang dicurigai dan menanyakan serta memeriksa tanda pengenal diri.
e. Melakukan pemeriksaan-pemeriksaan surat.
f. Memanggil orang untuk didengar dan diperiksa sebagai tersangka atau saksi.
g. Mendatangkan orang ahli yang diperlukan dalam hubungannya dengan pemeriksaan perkara.
h. Mengadakan penghentian penyidikan.
i. Menyerahkan berkas perkara kepada penuntut umum. j. Mengajukan permintaan secara langsung kepada pejabat imigrasi yang berwenang ditempat pemeriksaan imigrasi dalam keadaan mendesak atau mendadak untuk mencegah atau menangkal orang yang disangka melakukan tindak pidana. k. Memberi petunjuk dan bantuan penyidikan kepada penyidik pegawai negeri sipil untuk diserahkan kepada penuntut umum. l. Mengadakan tindakan lain menurut hukum yang bertanggung jawab.
Selain kewenangan kepolisian yang diatur dalam Undang-undang No. 2 Tahun 2002 Tentang Kepolisian, wewenang Polri dalam melakukan penyelidikan dan penyidikan tindak pidana diatur dalam Undang-Undang No. 8 Tahun 1981 Tentang KUHAP. Wewenang kepolisian selaku penyelidik dirumuskan dalam Pasal 5, dimana karena kewajibannya penyelidik berwenang: 73
72 Lihat Dalam Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2002 Tentang Kepolisian Negara Republik Indonesia, Pasal 16.
73 Lihat Dalam Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1981 Tentang Hukum Acara Pidana, Pasal 5, 7 & 16.
a. Menerima laporan atau pengaduan dari seseorang tentang adanya tindak pidana.
b. Mencari keterangan dan barang bukti.
c. Menyuruh berhenti seseorang yang dicurigai dan menanyakan serta memeriksa tanda pengenal diri.
Kemudian penyelidik atas perintah penyidik dapat melakukan tindakan berupa:
a. Penangkapan, larangan meninggalkan tempat, penggeledahan dan penyitaan.
b. Pemeriksaan dan penyitaan surat
c. Mengambil sidik jari dan memotret seseorang
d. Membawa dan menghadapkan seseorang pada penyidik.
Atas tindakan penyelidik tersebut, maka penyelidik harus membuat dan menyampaikan laporan hasil pelaksanaan tindakannya kepada penyidik. Disisi lain kewenangan kepolisian selaku penyidik diatur didalam Pasal 7 ayat (1) Undang-Undang No. 8 Tahun 1981 Tentang KUHAP, dimana karena kewajibannya mempunyai wewenang:
a. Menerima laporan atau pengaduan dari seseorang tentang adanya tindak pidana.
b. Melakukan tindakan pertama pada saat ditempat kejadian.
c. Menyuruh berhenti seseorang tersangka dan memeriksa tanda pengenal diri tersangka.
d. Melakukan penangkapan, penahanan, penggeledahan dan penyitaan.
e. Melakukan pemeriksaan dan penyitaan surat.
f. Mengambil sidik jari dan memotret seseorang.
g. Memanggil orang untuk didengar dan diperiksa sebagai tersangka atau saksi.
h. Mendatangkan orang atau ahli yang diperlukan dalam hubungannya dengan pemeriksaan perkara.
i. Mengadakan penghentian penyidikan. j. Mengadakan tindakan lain menurut hukum yang bertanggung jawab.
Kewenangan dalam melakukan tindakan lain menurut hukum yang bertanggung jawab sebagaimana disebutkan dalam pasal 16 ayat (1) huruf 1 dapat dilaksanakan oleh penyelidik atau penyidik dengan syarat:
a. Tidak bertentangan dengan suatu aturan hukum.
b. Selaras dengan kewajiban hukum yang mengharuskan tindakan tersebut dilakukan.
c. Harus patut, masuk akal dan termasuk dalam lingkungan jabatannya.
d. Pertimbangan yang layak berdasarkan keadaan yang memaksa.