Pemikiran Imam Ahmad ibn Hanbal tentang muhrim Mushaharah Sebab Liwath (sodomi)
B. Pemikiran Imam Ahmad ibn Hanbal tentang muhrim Mushaharah Sebab Liwath (sodomi)
Imam Ahmad ibn Hanbal adalah imam termuda dari keempat imam madzhab. Dia seorang ahli hadits dan ahli fiqh. Dalam bidang fiqh ia
mempunyai tidak kurang dari 60.000 fatwa. 37 Imam Ahmad ibn Hanbal tidak memberi fatwa kecuali pada masalah yang telah terjadi. Dia tidak suka pada
masalah-masalah yang diasumsi atau menggambarkan masalah atau memecah cabang-cabang masalah. Karya-karya Ahmad dalam bidang fiqh lebih banyak disusun oleh sahabat-sahabat dan murid-murid dia dalam bentuk kitab fiqh
35 Muh. Zuhri, op.it., hlm.124. 36 Jaih Mubarok, Op Cit, hlm. 120. 37 Al-Fatih Suyadilaga (ed)., op.cit., hlm.24.
yang merupakan himpunan pendapat-pendapat dia seperti kitab “Al-Jami’ al- Kabir ” yang terdiri dari 20 jilid yang oleh Ahmad bin Muhammad al-Hillal dan lain-lain.
Salah satu pendapat Imam Ahmad ibn Hanbal adalah liwath (sodomi) termasuk bagian dari muhrim mushaharah. Pendapat Imam Ahmad ini terdapat dalam kitab al-Muqni fi Fiqhi Imam Ahmad ibn Hanbal. Karya Imam ibn Qudamah Muwaffiquddin yaitu ulama yang terkenal melanjutkan pemikiran Imam Ahmad ibn Hanbal. Adapun pendapatnya sebagai berikut:
Artinya: “Tetap ada muhrim mushaharah sebab wati halal dan haram, dan
apabila seseorang melakukan liwath (sodomi) pada seorang anak laki-laki, diharamkan setiap seorang dari keduanya ibu dan anak perempuannya .”
Dalam kitab rahmatul ummah fihtilafil aimmah juga dikatakan;
Artinya; “Abu Hanifah berkata, tetap ada hubungan muhrim mushaharah
sebab zina dan ahmad menambahi, ahmad berkata “ketika seseorang melakukan liwath dengan seorang anak laki-laki maka diharamkan kepadanya ibu dan anak perempuan anak laki-laki tersebut.”
Dalam kitab Almuharrar fi Fiqhi ‘ala Madzahibi Imam Ahmad ibn Hanbal juga dikatakan;
38 Imam Muwafuqquddin ibn Qudamah,Al -muhgni, loc.cit. 39 Abi Abdullah Muhammad bin Abdurrahman, rahmatul ummah fihtilafil aimmah, bairut
lebanon; darul kutub al-alamiyah, t.th.hlm.217.
Artinya; “Dan barang siapa melakukan liwath dengan seorang anak laki-
laki diharamkan salah satu diantara keduanya ibu dan anak perempuannya.”
Dalam kitab Madzhahibil Arba’ah karya Imam Abdurrahman al- Jazairi dikatakan bahwa pendapat Imam Ahmad ibn Hanbal ini berbeda dengan pendapat imam madzhab yang lain. Dalam kitab tersebut dikatakan:
Artinya: Madzhab Hanafi, Syafi’i dan Maliki, berpendapat : tidak ada
hubungan muhrim mushaharah sebab liwath. Madzhab Hanbali berpendapat : tetap ada hubungan muhrim mushaharah sebab liwath (sodomi). Sebagaimana zina, barang siapa melakukan liwath (sodomi) dengan seorang anak yang telah mampu bersenggama atau dengan laki-laki dewasa diharamkan di antara keduanya itu dan anak perempuan mereka secara lahiriyah. Karena sesungguhnya orang yang bersenggama pada lubang yang menggairahkan menyebabkan kemuhriman sebagaimana bersenggama pada perempuan, maka tetap ada kemahroman
mushaharah bagi keduanya (pelaku sodomi) sebagai akibat
hukum bg keduanya.
Dari pernyataan di atas jelas bahwa Imam Ahmad berpendapat bahwa liwath (sodomi) termasuk bagian dari muhrim mushaharah, sebagaimana ketika seseorang melakukan zina. Untuk memperjelas pendapat Imam Ahmad ibn Hanbal mengenai liwath (sodomi) menyebabkan muhrim mushaharah
40 Imam Mujdiddin abi Barkat, Almuharrar fi Fiqhi ‘ala Madzahibi Imam Ahmad ibn Hanbal , Bairut Lebanon; Darul Kutub al-Arabi, t.th.hlm.19. 41 Abdurrahman Al-Juzairi, loc.cit 40 Imam Mujdiddin abi Barkat, Almuharrar fi Fiqhi ‘ala Madzahibi Imam Ahmad ibn Hanbal , Bairut Lebanon; Darul Kutub al-Arabi, t.th.hlm.19. 41 Abdurrahman Al-Juzairi, loc.cit
Artinya: “dan wathi haram menyebabkan kemuhriman sebagaimana
wathi halal dan wathi subhat.”
Yakni, sesungguhnya wathi haram tetap ada hubungan muhrim mushaharah . Maka apabila ada seseorang berzina pada perempuan maka haram bagi perempuan tersebut menikah dengan bapak dan anak laki-laki orang yang telah menzinainya. Dan haram bagi laki-laki pezina menikah dengan ibu dan anak perempuan orang yang telah dizinainya. Sebagiamana apabila seseorang wathi pada seorang perempuan, baik wathi subhat atau wathi halal. Dan apabila seseorang telah wathi dengan ibu seorang perempuan atau anak perempuan dari perempuan tersebut maka haram bagi laki-laki tersebut menikah dengan perempuan tersebut. Demikian menurut Imam
Ahmad ibn Hanbal di dalam riwayat jama’ah. 43 Dan juga telah meriwayatkan dari Imron ibn Husain telah berkata, Hasan, ‘Ato, Thowus, Mujahid, Nakha’i,
Tsauri dan Ashaburra’yi. Dan tidak ada perbedaan antara zina pada qubul (vagina) dan dubur (anus). Kerena sesungguhnya hal tersebut terkait dengan kemuhriman. Dan apabila seseorang melakukan liwath (sodomi) dengan seorang anak maka juga
42 Imam Muwafiqudin ibnu Qudamah, Al-Mughni, Juz 7, op.cit, hlm. 484. 43 Ibid, hlm. 482.
terkait kemuhriman. Oleh kerena itu haram bagi laith menikahi ibu anak tersebut dan anak perempuan anak tersebut. Dan bagi anak tersebut haram baginya menikahi ibunya laith dan anak perempuan laith. Demikian pendapat
Imam Ahmad ibn Hanbal. 44
Sedangkan menurut Auzai, apabila seseorang melakukan liwath (sodomi) dengan seorang anak laki-laki, kemudian anak laki-laki tersebut mempunyai anak perempuan maka haram bagi dia menikahi anak perempuan itu, karena dia telah mesodomi ayah anak perempuan tadi. Karena menurut Auzai sesungguhnya liwath (sodomi) itu wathi pada farji. Maka memperluas
kemuhriman sebagaimana wathi pada perempuan. 45 Dari uraian diatas dapat dipahami bahwa “menurut Imam Ahmad ibn
Hanbal liwath (sodomi) merupakan bagian dari muhrim mushaharah karena liwath (sodomi) merupakan klasifikasi wathi haram sebagaimana zina. Dan menurut Imam Ahmad ibn Hanbal wathi haram juga menyebabkan kemuhriman sama seperti wathi halal dan wathi subhat.