ANALISIS HUKUM ISLAM TERHADAP PEMIKIRAN

ANALISIS HUKUM ISLAM TERHADAP PEMIKIRAN IMAM AHMAD IBN HANBAL TENTANG MUHRIM MUSHAHARAH SEBAB LIWAT H (SODOMI) SKRIPSI

Diajukan untuk Memenuhi Tugas dan Melengkapi Syarat Guna Memperoleh Gelar Sarjana S-1 Dalam Ilmu Syari’ah

RUSLAN NIM : 2103047

FAKULTAS SYARI’AH

INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI WALISONGO

SEMARANG 2008

DEPARTEMEN AGAMA RI INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI WALISONGO FAKULTAS SYARI’AH SEMARANG

Jl. Prof. Hamka Km. 02 Ngaliyan Telp (024) 7601291 Semarang 50184

PENGESAHAN

Skripsi Saudara

: Ruslan

Nomor Induk

Judul : Analisis Hukum Islam Terhadap Pemikiran Imam

Ahmad Ibn Hanbal Tentang Muhrim Mushaharah Sebab Liwath (Sodomi)

Telah dimunaqosyahkan oleh Dewan Penguji Fakultas Syari’ah Institut Agama Islam Negeri Walisongo semarang, dan dinyatakan lulus pada tanggal :

29 Januari 2008

Dan dapat diterima sebagai syarat guna memperoleh gelar sarjana Strata 1 tahun akademik 2007/2008

Semarang, 29 Januari 2008 Ketua sidang Sekretaris Sidang

Achmad Arief Budiman, M.Ag Rustam DKAH, M.Ag NIP. 150 274 615

NIP. 150 289 260

Penguji I Penguji II

Prof. DR. H. Ahmad Rofiq, MA Dra. Hj. Siti Amanah, M.Ag NIP. 150 227 471

NIP. 150 218 257

Pembimbing

I Pembimbing II

Drs. H. A. Noer Ali Rustam DKAH, M.Ag NIP. 150 177 474

NIP. 150 289 260

ABSTRAK

Liwath (sodomi) merupakan perilaku seks menyimpang yang diharamkan dalam Islam. Kaum Luth.AS (Kaum Sodom) adalah Kaum yang pertama kali yang melakukan penyimpangan seks tersebut. mereka meninggalkan istri-istri mereka yang halal hanya untuk memenuhi hasrat seksual menyimpang tersebut (QS. As-Syuaro ; 165-166) akibat dari perilaku kaum Luth AS yang melampaui batas tersebut Allah menghancurkan mereka dengan hujan batu dan Kota mereka dibalik kebawah. (lihat QS ; Al-Hijr 73-76)

Para Ulama telah berselisih pendapat tentang liwath (sodomi) apakah ia menyebabkan muhrim nikah karena mushaharah atau tidak. Dalam Al-Qur’an surat An-Nissa ayat 22-23 yang dijadikan dasar pensyariatan muhrim nikah tidak disebutkan bahwa liwath (sodomi) termasuk bagian dari muhrim nikah. Kemudian Kompilasi Hukum Islam di Indonesia (KHI) pasal 39 yang mengatur tentang larangan nikah, juga tidak dicantumkan bahwa liwath (sodomi) termasuk bagian dari muhrim nikah.

Adalah Imam Ahmad Ibn Hanbal pendiri madzhab Hanabillah, yang berpendapat bahwa liwath (sodomi) juga termasuk dari muhrim mushaharah. Pendapat Imam Ahmad Ibn Hanbal tersebut berbeda dengan mayoritas Imam madzhab yang lain. (Hanafi, Maliki, Safi’i). Berdasarkan hal tersebut penulis termotivasi untuk mencoba memaparkan mengenai pendapat Imam Ahmad Ibn Hanbal tentang muhrim mushaharah sebab liwath (sodomi) dan metode istinbath hukum yang ditempuh oleh Imam Ahmad Ibn Hanbal.

Jenis penelitian ini adalah penelitian kepustakaan (Library Research). Adapun dalam pengumpulan data dalam skripsi ini. Penulis menggunakan form pencatatan dokumen-dokumen yang telah disiapkan sebelumnya. Kemudian dianalisa dengan menggunakan metode hermeneuitis (interpretasi).

Hasil analisis penulis bahwa menurut Imam Ahmad Ibn Hanbal, liwath (sodomi) juga termasuk bagian dari muhrim mushaharah sebagaimana zina. Adapun metode istinbath yang ditempuh oleh Imam Ahmad Ibn Hanbal adalah metode Qiyas.

DEKLARASI

Dengan penuh kejujuran dan tanggung jawab, penulis menyatakan bahwa skripsi ini tidak berisi materi yang pernah di tulis oleh orang lain atau di terbitkan. Demikian juga tidak berisi satu pun pikiran-pikiran orang lain kecuali informasi yang terdapat dalam referensi yang dijadikan bahan rujukan.

Deklarator,

Ruslan NIM 2103047

MOTTO

Artinya:

“Hai sekalian manusia bertaqwalah kepada Tuhanmu yang telah menciptakan kamu dari seorang diri, dan dari padanya

Allah menciptakan istrinya, dan dari pada keduanya Allah mengembangbiakkan laki-laki dan perempuan yang banyak”.

(Qs. An-Nisa:1). 1

1 Al-Qur’an dan Terjemahanya, Departemen Agama RI, Semarang; CV. Adi Grafika,

PERSEMBAHAN

Karya sederhana ini aku persembahkan untuk : • Kedua orang tuaku (bapak, emak)ini merupakan bagian dari cita-citamu dan hasil dari tetesan keringatmu, doa dan restumu selalu jadi motivasiku dalam

menjalankan segala aktivitasku. • Adikku tercinta Moh Sugeng, semoga kelak jadi anak yang sholeh dan berbakti pada orang tua. • Semua pihak yang membantu terselesaikannya skripsi ini.

KATA PENGANTAR

Segala puji bagi Allah yang telah melimpahkan rahmat, taufiq, dan hidayah-Nya kepada para hamba-Nya. Shalawat serta salam semoga tercurahkan kepada Nabi Muhammad SAW yang telah mewajibkan generasi muslim untuk selalu giat dalam menuntut ilmu pengetahuan dan teknologi.

Atas Ridlo Allah SWT akhirnya penulis dapat menyelesaikan penyusunan skripsi yang berjudul: Analisis Hukum Islam Terhadap Pemikiran Imam

Ahmad Ibn Hanbal Tentang Muhrim Mushaharah Sebab Liwath (Sodomi),

sebagai persyaratan untuk memperoleh gelar Sarjana Agama pada Fakultas Syari’ah IAIN Walisongo Semarang.

Akhirnya penulis menyampaikan ucapan terima kasih dan penghargaan yang setinggi-tingginya kepada semua pihak yang telah membantu dalam proses penyusunan skripsi ini. Ijinkanlah kami sampaikan kepada:

1. Bapak Drs. H. Muhyiddin, M. Ag. Selaku Dekan Fakultas Syari’ah IAIN Walisongo Semarang.

2. Bapak Drs. H. Noer Ali selaku dosen pembimbing satu yang telah mengarahkan dan membina penulis dalam menyusun skripsi ini.

3. Bapak Rustam DKA Harahap. M. Ag selaku dosen pembimbing dua yang telah mengarahkan dan membina penulis dalam menyusun skripsi ini.

4. Segenap dosen yang telah mengajar penulis di bangku kuliah;

5. Segenap civitas akademika IAIN Walisongo dan pihak-pihak yang telah membantu dalam penyusunan skripsi ini yang tidak dapat kami sebutkan satu persatu.

6. Keluarga penulis; Ayahanda, Ibunda, Adik yang dengan tulus selalu memberi motifasi, kasih sayang, do’a. sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini. Atas bantuan dan jasanya penulis hanya mampu berdoa semoga mendapat

balasan yang setimpal dari Allah SWT. Kami menyadari bahwa meskipun dalam penyusunan skripsi ini penulis sudah berusaha semaksimal mungkin, tentu masih banyak kekurangannya karena keterbatasan penulis. Oleh karena itu saran dan kritik konstruktif sangat kami harapkan untuk penyempurnaan skripsi ini. Semoga bermanfaat.

Semarang, 14 Januari 2008

Penulis,

RUSLAN NIM 2103047

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Islam adalah agama fitrah, yakni sejalan dengan jati diri dan naluri manusia yang normal. Salah satu fitrah manusia bahkan makhluk adalah cenderung kepada lawan jenisnya. Oleh karena itu Islam tidak melarang hubungan seks dengan lawan jenis bahkan Islam menganjurkannya meskipun dengan persyaratan tertentu yaitu melalui pernikahan. Oleh karena itu pula

Islam melarang keras hubungan seks dengan sesama jenis kelamin 1 (liwath/sodomi). 2

Perilaku seks menyimpang ini menurut Yusuf Qardhawi, ”merupakan penyimpangan fitrah, merusak kejantanan dan kejahatan terhadap hak-hak wanita. Merajalelanya perilaku seks menyimpang ini dalam suatu komunitas masyarakat akan merusak kehidupan mereka dan menjadikan mereka sebagai budaknya, lupa akan akhlak, adat dan bahkan selera yang

wajar”. 3 Cukup bagi seorang Muslim suatu peristiwa yang disebutkan dalam Al-Qur’an tentang kaum Nabi Luth as, yang pertama kali melakukan

kebiasaan itu. Mereka meninggalkan istri-istri mereka yang halal hanya untuk

1 M.Quraish Shihab, Fatwa-Fatwa Seputar Ibadah Dan Muamalah. Bandung: Mizan, Cet. Ke-1, 1999, hlm. 82. 2 Liwath berasal dari kata liwathun yang artinya: liwath (perbuatan) homo seksual/sodomi. Bentuk fi’il madhi dari kata liwathun adalah latho yang artinya melakukan liwath

(homoseksual). Attabik Ali, Ahmad Zuhdi Muhdlor, Kamus Kontemporer Arab Indonesia, Yogyakarta: Multi Karya Grafika, Cet . Ke-4, hlm. 1536.

3 Yusuf Qardhawi, Halal Dan Haram Dalam Islam. Solo: Intermedia, Cet. Ke-1, 2000, 3 Yusuf Qardhawi, Halal Dan Haram Dalam Islam. Solo: Intermedia, Cet. Ke-1, 2000,

menceritakan peristiwa kaum Nabi Luth as tersebut dalam al-Qur’an surat As- Syuaro ayat 165-166:

Artinya: “Mengapa kamu mendatangi jenis lelaki di antara seluruh alam dan

kamu tinggalkan apa yang diciptakan untukmu oleh Tuhanmu yakni istri-istri kamu, bahkan kamu adalah orang-orang yang melampaui

batas”. ( Qs. As-Syuaro’: 165-166) 5

Liwath (sodomi) ini banyak terjadi apabila suatu negeri sudah sangat maju dalam hal kemewahan. Orang menjadi bosan dengan perempuan. Will Durant dalam “History of Civilization” menulis bahwa penyakit seperti inipun sangat menular di zaman Yunani dan Romawi purbakala juga di India

purbakala yaitu apabila kekayaan telah memuncak. 6 Agama telah mengatur bagaimana menyalurkan hasrat seksual pada

jalur yang sehat dan benar. Oleh karena itu mestinya seseorang menghindar dari dubur (liwath), karena dubur adalah tempat kotoran dan penyakit. Maka

sudah sewajarnya jika agama melarangnya. 7 Islam telah mengharamkan zina dan sodomi (liwath), akan tetapi

Islam telah membolehkan bahkan menganjurkan pernikahan. Pernikahan

4 Ibid. 5 Al-Qur’an dan Terjemahanya, Departemen Agama RI, Semarang; CV. Adi Grafika,

1994, hlm. 585. 6 HAMKA, Tafsir al-Azhar, Jilid 4, Singapura: Pustaka Nasional, Cet. Ke-3, 1999, hlm.

adalah suatu cara yang dipilih Allah SWT sebagai jalan bagi manusia untuk beranak, berkembang biak dan kelestarian hidupnya setelah masing-masing pasangan siap melakukan peranannya yang positif dalam mewujudkan tujuan

pernikahan. 8 Firman Allah SWT:

Artinya: “Hai sekalian manusia bertaqwalah kepada Tuhanmu yang telah

menciptakan kamu dari seorang diri, dan dari padanya Allah menciptakan istrinya, dan dari pada keduanya Allah mengembangbiakkan laki-laki dan perempuan yang banyak”. (Qs.

An-Nisa:1). 9

Dalam pernikahan hubungan suami istri dan bahkan kemudian hubungan orang tua dan anak, akan mencerminkan hubungan kemanusiaan yang lebih terhormat, sejajar dengan martabat manusia itu sendiri. Dalam banyak hal hubungan suami istri memang harus berbeda dengan hewan yang juga memiliki nafsu seksual. Bedanya hewan, hanya memiliki naluri seks untuk seks; sementara manusia memiliki naluri seks untuk berketurunan dan

sekaligus sebagai salah satu sarana penghambaan diri kepada Allah SWT. 10

Benar bahwa di antara hal yang sangat penting dalam tujuan pernikahan adalah untuk memenuhi kebutuhan seksual, namun sisi yang lain seperti pembinaan hubungan psikis secara baik dan timbal balik antara suami

8 Quraish Shihab, op.cit. hlm. 83. 9 Al-Qur’an dan Terjemahannya, op.cit, hlm. 114.

10 Muhammad Amin Suma, Hukum Keluarga Islam Di Dunia Islam, Jakarta: PT Raja 10 Muhammad Amin Suma, Hukum Keluarga Islam Di Dunia Islam, Jakarta: PT Raja

pernikahan dalam fiqih disebut mushaharah. 11 Kemudian sebab mushaharah ini mengakibatkan larangan pernikahan. Larangan pernikahan dalam bahasa agama disebut mahrom. 12 Adapun wanita-wanita yang dilarang untuk dinikahi karena hubungan tali

pernikahan ada empat macam yaitu: 13

1. Ibu Mertua Ibu mertua diharamkan oleh Islam semata-mata akad yang telah berlangsung terhadap anak perempuannya kendati belum disetubuhi. Sebab ibu dalam hubungannya dengan suami adalah sebagai ibu.

2. Anak tiri perempuan yang ibunya sudah digauli, firman Allah SWT;

Artinya: “ Anak-anak istrimu yang dalam pemeliharaanmu dari istri yang

telah kamu campuri”. ( Qs. Annisa: 23) 14 .

11 Musyoharoh: hubungan kekeluargaan sebab adanya ikatan pernikahan. Al-Azim Ma’ani dan Ahmad al-Jumbur. Hukum-Hukum Dari Al-Qur’an Dan Hadits, Jakarta: Pustaka

Firdaus, hlm. 240. 12 Mahrom atau Muhrim: berasal dari kata harama yang artinya mencegah. Bentuk masdar dari kata harama adalah al-harama yang artinya yang diharamkan atau dilarang dengan demikian maka mahrom secara istilah berarti orang yang haram, dilarang, atau dicegah untuk dinikahi. Qomarudin Sholeh, Ayat-Ayat Larangan Dan Perintah, Bandung: CV Diponegoro, 2002, hlm. 146.

13 Imam Ghozali. Benang Tipis Antara Halal Dan Haram, Surabaya: Putera Pelajar, cet. Ke-1,2002, hlm. 177.

3. Istri anak kandung (menantu) firman Allah SWT:

Artinya: ”(Dan diharamkan bagimu) istri-istri anak kandungmu (menantu)”. ( 15 Qs. Annisa: 23).

4. Ibu tiri Diharamkan seorang anak menikahi ibu tirinya karena pernikahan dengan ayahnya sekalipun belum digaulinya. Firman Allah SWT;

Artinya: “Dan janganlah kamu kawini wanita-wanita yang telah dikawini oleh ayahmu terkecuali pada masa yang telah lampau. Sesungguhnya perbuatan itu amat keji dan dibenci Allah dan

seburuk-buruk jalan (yang ditempuh)”. (Q.S An-Nisa’:22). 16

Di Indonesia larangan pernikahan ini diatur dalam pasal 39 Kompilasi Hukum Islam (KHI). 17 Juga telah berselisih pendapat ulama’

tentang liwath (sodomi) apakah ia menjadi sebab mengharamkan atau tidak? Menurut Tsauri, jika seseorang mensodomi seorang laki-laki, maka haramlah ibu anak laki-laki itu padanya. Demikian juga menurut Auza’i, jika seseorang mensodomi seorang laki-laki, kemudian orang itu mempunyai anak

15 Ibid. 16 Ibid.

17 Abdul Rahman, Kompilasi Hukum Islam di Indonesia, Jakarta: Akademika Presindo,, 17 Abdul Rahman, Kompilasi Hukum Islam di Indonesia, Jakarta: Akademika Presindo,,

Sedangkan dalam fiqh empat madzhab, juga telah terjadi perbedaan pendapat mengenai mushaharah sebab liwath (sodomi). Madzhab Hanafi, Maliki, Syafi’i berpendapat bahwa tidak ada hubungan muhrim sebab liwath ( sodomi). Tetapi menurut Madzhab Hanbali liwath termasuk muhrim mushaharah dalam kitab Kitabul Fiqh ’Ala Madzahibil Arba’ah dikatakan :

Artinya: ”Tetap ada hubungan muhrim mushaharah sebab liwath (sodomi).

Sebagaimana zina, barang siapa melakukan liwath (sodomi) dengan seorang anak laki-laki yang telah mampu bersenggama atau dengan laki-laki dewasa diharamkan di antara keduanya ibu dan anak perempuan mereka secara lahiriyah. Karena sesungguhnya orang yang bersenggama pada lubang yang menggairahkan menyebabkan kemuhriman sebagaimana bersenggama pada perempuan, maka tetap ada kemahroman mushaharah bagi keduanya sebagai akibat hukum pada keduanya”.

Menurut imam hambal liwath (sodomi) juga termasuk bagian dari muhrim mushaharah Dalam kitab al-Muqni’ fi Fiqhi Imamissunnah Ahmad bin Hanbal As- Syaibani r.a juga dikatakan:

18 Abdul Halim Hasan Binjai, Tafsir Ahkam, Jakarta: Kencana, Cet. Ke-1, 2006, hlm. 240. 19 Abdurrahman Al-Juzairi, Kitabul Fiqh ’Ala Madzahibil Arba’ah Juz 5, Beirut,

Artinya: “Dan apabila seseorang melakukan liwath (sodomi) pada seorang

anak laki-laki, maka diharamkan tiap dari seorang keduanya ibu dan anak perempuannya” .

Kalau dilihat dari susunan muhrim mushaharah sebagaimana yang tercantum dalam pasal 39 KHI dan Al-Qur’an surat An-Nisa’ 22-23. Dapat disimpulkan bahwa muhrim mushaharah itu timbul dari pernikahan yang sah dan dilakukan antara laki-laki dan perempuan. Akan tetapi mengapa Imam Ahmad ibn Hanbal berpendapat bahwa liwath (sodomi) termasuk muhrim mushaharah. Padahal liwath (sodomi) jelas-jelas bukan dari pernikahan yang sah dan tidak dilakukan antara laki-laki dan perempuan.

Berpijak dari hal di atas, maka penulis mencoba menganalisis dan mendeskripsikan pendapat Imam Ahmad ibn Hanbal tersebut dalam bentuk skripsi yang berkaitan dengan analisis hukum Islam terhadap pemikiran Imam Ahmad ibn Hanbal tentang muhrim mushaharah sebab liwath (sodomi).

Penulis akan menguraikan pendapat dan metode istinbath hukum Imam Ahmad ibn Hanbal tentang muhrim mushaharah sebab liwath (sodomi).

B. Pokok Permasalahan

Dengan mengamati latar belakang masalah yang ada, penulis merasa tertarik untuk mengkaji dan meneliti beberapa pokok permasalahan yang perlu mendapat penjelasan yang lebih detail untuk dibahas, yaitu:

20 Imam Muwafiquddin ibnu Qudamah, Al-Muqni’ fi Fiqhi Imamissunnah Ahmad bin

1. Bagaimana pendapat Imam Ahmad ibn Hanbal tentang muhrim mushaharah sebab liwath (sodomi).

2. Bagaimana metode istinbath hukum yang digunakan Imam Ahmad ibn Hanbal tentang muhrim mushaharah sebab liwath (sodomi).

C. Tujuan Penulisan Skripsi

Adapun tujuan dari penulisan skripsi ini adalah:

1. Untuk mengetahui pendapat Imam Ahmad ibn Hanbal tentang muhrim mushaharah sebab liwath (sodomi).

2. Untuk mengetahui metode istinbath hukum Imam Ahmad ibn Hanbal tentang muhrim mushaharah sebab liwath (sodomi).

D. Telaah Pustaka

Kajian dan pembahasan mengenai pemikiran mengenai Imam Ahmad bin Hanbal sebenarnya sudah banyak dilakukan oleh penulis sebelumnya. Tetapi pembahasan mengenai muhrim mushaharah sebab liwath (sodomi) belum ada yang membahas. Kemudian dalam skripsi ini akan membahas tentang pemikiran Imam Ahmad ibn Hanbal mengenai muhrim mushaharah sebab liwath (sodomi).

Pendapat ini berbeda dengan pendapat Imam madzhab yang lain sehingga permasalahan ini menarik untuk dikaji lebih lanjut. Mengingat perilaku liwath (sodomi) tidak hanya berhenti pada kebiasaan kaum Nabi Luth as saja, sebagai kaum yang pertama kali melakukan liwath (sodomi), akan tetapi perilaku menyimpang tersebut juga masih dilakukan pada masa sekarang bahkan seakan sulit untuk diberantas.

Untuk mengkaji lebih lanjut tentang permasalahan tersebut diperlukan literatur-literatur yang mendukung dalam penulisan skripsi ini antara lain:

1. Kitab Fiqh Ala Madzahibil Arba’ah karya Imam Al-Juzairi juz 5. Dalam kitab tersebut diterangkan bahwa pendapat Imam Ahmad ibn Hanbal tentang muhrim mushaharah sebab liwath (sodomi) bertantangan dengan pendapat Imam madzhab yang lain (Hanafi, Syafi’i dan Maliki) yaitu madzab Hanbali berpendapat bahwa tetap ada kemahraman (hubungan muhrim) mushaharah sebab liwath (sodomi). Serta kitab tersebut sebagai bahan pokok permasalahan yang akan dikaji dalam skripsi ini.

2. Skripsi yang berjudul “Studi Analisis Pendapat Imam Ahmad ibn Hanbal Tentang Zina Menyebabkan Terjadinya Kemahraman Mushaharah” oleh Budi Mahbul NIM: 21096020. Dalam skripsi tersebut secara khusus telah disinggung mengenai pendapat Imam Ahmad bin Hanbal mengenai zina sebagai sebab timbulnya muhrim mushaharah. Sedangkan dalam skripsi ini membahas tentang kemahraman (hubungan muhrim) mushoharah sebab liwath (sodomi).

3. Jurnal Justisia edisi 25 tahun 2004 yang berjudul Indahnya Kawin Sesama Jenis . Dalam jurnal tersebut secara panjang lebar dipaparkan mengenai asal mula liwath (sodomi), motivasi seseorang melakukan hubungan sesama jenis bahkan tafsir kawin sejenis dikupas secara tuntas dalam jurnal tersebut, akan tetapi dalam skripsi ini akan dibahas tentang pendapat Imam Ahmad ibn Hanbal mengenai kemahraman (hubungan muhrim) mushoharah sebab liwath (sodomi).

4. Kitab Kifayatul Ahyar, Juz 2 karya Imam Taqiyudin Abu Bakar bin Muhammad. Dalam kitab tersebut telah dibahas secara khusus mengenai muhrim mushoharah, syarat dan permasalahan yang menyangkut mushaharah .

5. Kitab Rahmatul Ummah Fihtilafil Aimmah Karya Abi Abdullah Muhammad bin Abdurrahman. Di dalamnya juga diterangkan tentang muhrim nikah serta pandangan Imam madzhab dalam menentukan hukum muhrim nikah, misalnya pendapat Abu Hanifah tentang hubungan muhrim musoharoh sebab zina. Juga pendapat Imam Ahmad ibn Hanbal tentang keharaman menikahi wanita zina sampai dia mau bertobat.

Dari berbagai buku dan kitab-kitab fiqh yang penulis baca kebanyakan tidak menyebut liwath (sodomi) menjadi sebab muhrim mushaharah. Kemudian dalam penulisan skripsi sebelumnya juga belum pernah dikaji mengenai liwath (sodomi) menjadi sebab muhrim mushaharah dan dari skripsi yang penulis tampilkan menunjukkan adanya perbedaan dalam segi pembahasan dengan skripsi yang penulis susun.

E. Metode Penelitian

1. Jenis Penelitian Dalam penelitian ini penulis menggunakan jenis penelitian kepustakaan (library research). Hal ini karena sumber data berasal dari buku-buku yang terkait dengan masalah yang menjadi obyek kajian baik buku-buku maupun kitab-kitab hadits, fiqih dan ushul fiqh.

2. Sumber Data

Sumber data dalam penelitian ini terdiri atas dua macam: Pertama: Sumber Primer yakni Fuqaha’ yang mengekspresikan pemikiranya baik dalam bentuk tulisan maupun lisan. Pemikiran yang diekspresikan dalam bentuk tulisan dapat ditemukan dalam karya tulis yang bersangkutan dalam hal ini penulis memakai kitab al-Muqni’ fi fiqhi imamissunnah Imam Ahmad bin Hanbal Assyaibani r.a. Kedua: Sumber Sekunder yakni bahan pustaka yang merujuk atau yang mengutip kepada sumber primer. Selain itu berupa komentar (syarh) atau

ringkasan (Mukhtashar) atas matan sumber primer. 21 Data itu adalah sebagai berikut:

a. Kitab Al-Muharror.

b. Kitab Rohmatul Ummah Fihtilafil Aimmah.

c. Kitab Fiqh’ Ala Madzahibil Arba’ah

d. Kitab al-mughni

e. kitab al-ihtirotul fiqhiyah min fatwa ibn taimiyyah

f. Dan buku-buku yang lain

3. Pengumpulan data Pada tahap ini, peneliti menghimpun, memeriksa mencatat dokumen-dokumen yang menjadi sumber data penelitian (menggunakan

form 22 pencatatan dokumen yang telah disiapkan sebelumnya) .

4. Metode Analisis Data

21 Cik Hasan Bisri, Metode Penelitian Fiqh, Jilid 1, Bogor: Prenada Media, Cet. Ke-1, 2003, hlm. 221. 22 Sanafiah Faisal, Format-Format Penelitian Sosial, Jakarta: PT Raja Grafindo Persada,,

Setelah data-data terkumpul, berikutnya tinggal menganalisis dan menginterpretasikan data. Karena penelitian ini merupakan fokus penelitian model pemikiran internal (MPI) yakni satuan pemikiran yang mencakup unsur rujukan, kerangka pemikiran, cara kerja, dan substansi pemikiran, maka pilihan metode yang dipandang tepat untuk menganalisis

adalah metode hermeneutis 23 .

Dalam pengertiannya yang sederhana hermeneutis adalah cara untuk menafsirkan teks masa silam dan menerangkan perbuatan pelaku sejarah.

Metode penelitian hermeneutis digunakan dalam memahami dan menafsirkan pemikiran fuqaha’ 24 . Pemikiran fuqaha’ difahami dan

ditafsirkan oleh peneliti (Hermeneut) sehingga dapat disarikan dan dapat dipahami dengan mudah oleh orang lain. Pemikiran yang dinyatakan dalam bentuk ungkapan lisan atau tulisan, pada dasarnya tersusun dalam jumlah pernyataan yang di dalamnya terdiri atas rangkaian huruf, kata dan kalimat. Ia dapat ditafsirkan melalui penafsiran kosa kata, pola kata, pola kalimat, dan konteks sosial budaya.

Dalam hal ini dilakukan pemahaman terhadap pemikiran Imam Ahmad ibn Hanbal di masa lampau kemudian diupayakan penghayatan di masa sekarang dan akan datang.

23 Hermeunetis berasal dari Istilah Yunani dari kata kerja Hermeneuein yang berarti menafsirkan dan kata benda Hermenia yang bermakna interpretasi. Penjelasan dua kata ini

membuka wawasan bagi karakter dasar interpretasi dalam teolog-teolog sastra dan dalam konteks sekarang menjadi keywords untuk memahami hermeneutika modern. Nasarudin Umar, Argumentasi Keseteraan Gender Perspektif Al-Qur’an , Jakarta: Paramadina, 1999, hlm. 31.

F. Sistematika Penulisan Skripsi

Supaya lebih jelas dan lebih mudah dalam mempelajari dan memahami skripsi ini secara keseluruhan skripsi ini dibagi lima bab: BAB I: Pendahuluan berisi tentang latar belakang masalah, rumusan masalah,

tujuan penulisan skripsi, kajian pustaka, metodologi penelitian, sistematika penulisan skripsi.

BAB II: Tinjauan umum tentang muhrim mushaharah dan liwath (sodomi) berisi tentang pengertian muhrim mushaharah, macam-macam muhrim nikah dan dasar hukumnya, pandangan ulama’ tentang muhrim mushaharah, pengertian liwath (sodomi), sejarah dan dasar hukum liwath (sodomi), pandangan ulama’ fiqih tentang liwath (sodomi).

BAB III: Pemikiran Imam Ahmad ibn Hanbal tentang muhrim mushaharah sebab liwath (sodomi) berisi tentang latar belakang Imam Ahmad ibn Hanbal, kehidupan politik Imam Ahmad ibn Hanbal, karya-karya dan murid Imam Ahmad ibn Hanbal, pendapat Imam Ahmad ibn Hanbal tentang muhrim mushaharah sebab liwath (sodomi). Dasar istinbath hukum Imam Ahmad ibn Hanbal, Dasar istinbath hukum Imam Ahmad ibn Hanbal tentang muhrim mushaharah sebab liwath (sodomi).

BAB IV: Analisis hukum Islam terhadap pemikiran Imam Ahmad bin Hanbal tentang muhrim mushaharah sebab liwath (sodomi), berisi tentang analisis hukum Islam terhadap pemikiran Imam Ahmad ibn Hanbal tentang muhrim mushaharah sebab liwath (sodomi), analisis dasar BAB IV: Analisis hukum Islam terhadap pemikiran Imam Ahmad bin Hanbal tentang muhrim mushaharah sebab liwath (sodomi), berisi tentang analisis hukum Islam terhadap pemikiran Imam Ahmad ibn Hanbal tentang muhrim mushaharah sebab liwath (sodomi), analisis dasar

BAB V: Penutup, berisi kesimpulan, saran-saran.

BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG MUHRIM MUSHAHARAH DAN LIWATH (SODOMI)

A. Muhrim Mushaharah

1. Pengertian Muhrim Mushaharah Ditinjau dari segi bahasa muhrim mushaharah terdiri dari dua kata yaitu muhrim dan mushaharah. Muhrim atau mahrom berasal dari kata harama yang artinya mencegah bentuk mashdar dari kata harama adalah

َم َﺮ َﺤ ْﻟا َ yang artinya yang diharamkan atau dilarang. Dengan demikian, maka mahrom secara istilah adalah orang yang

haram, dilarang atau dicegah untuk dinikahi. 25 Sedangkan mushaharah dalam kamus kontemporer Arab Indonesia

terdiri dari beberapa pola kata:

َﺮ َﻬ َﺻ : َﺮ َﻬ ْﺻ َا : َب َﺮ َﻗ : mendekatkan ٌﺮ ْﻬ ِﺻ : istrinya anak (menantu) ٌﺮ ْﻬ ِﺻ : ipar laki-laki

ُﺮ ْﻬ ﱠﺼﻟ َا : hubungan kekerabatan karena pernikahan.

Adapun mushaharah menurut Abdurrahman al-Juzairi dalam kitab Fiqh ala madzahibil arba’ah, adalah :

25 Qomarudin Sholeh, loc.cit. 26 Attabik Ali, Ahmad Zuhdi Muhdlor, op.cit., hlm.1195.

Artinya: Mushaharah yaitu sifat yang menyerupai kekerabatan. Dengan demikian mushaharoh menurut istilah ialah hubungan kekeluargaan sebab adanya ikatan pernikahan. 28 Jadi apabila kata muhrim dan mushaharah digabung dapat diartikan orang-orang yang haram, dilarang atau dicegah untuk dinikahi sebab adanya ikatan kekeluargaan dari hasil suatu pernikahan.

Dalam kitab Bidayatul Mujtahid karangan Ibn Rusyd disebutkan bahwa orang-orang yang haram dinikahi karena mushaharah ada 4 macam yaitu:

a. Ibu dari istri (mertua)

b. Anak (bawaan) istri yang telah dicampuri (anak tiri)

c. Istri bapak (ibu tiri)

d. 29 Istri anak (menantu). Ketentuan tersebut didasarkan kepada firman Allah surat An-Nisa’

Artinya: Dan janganlah kamu kawini wanita-wanita yang Telah dikawini oleh ayahmu, terkecuali pada masa yang Telah

27 Abdurrahman Al-Juzairi, Juz 4, op.cit., hlm.61. 28 Al Azim Ma’ani dan Ahmad al-Jumhur, loc.cit. 29 Ibnu Rusyd, Bidayatul Mujtahid Wanihayatul Muqtasid, Juz 2, Beirut, Lebanon: Darul

Kutub, t.th., hlm.25.

lampau. Sesungguhnya perbuatan itu amat keji dan dibenci Allah dan seburuk-buruk jalan (yang ditempuh) .(QS. An-Nisa

2. Macam-macam Muhrim Nikah dan Dasar Hukumnya Larangan pernikahan (muhrim nikah) ada dua macam : pertama larangan abadi (muabbad), dan kedua larangan dalam waktu tertentu (muaqqat). Larangan abadi diatur dalam pasal 39 Kompilasi Hukum Islam

di Indonesia, 31 yaitu: Dilarang melangsungkan perkawinan antara seorang pria dengan seorang wanita disebabkan:

a. Karena pertalian nasab (hubungan darah)

1) Ibu, nenek (dari garis ibu atau bapak) dan seterusnya ke atas

2) Anak perempuan, cucu perempuan dan seterusnya ke bawah

3) Saudara perempuan sekandung, seayah dan seibu

4) Saudara perempuan ibu (bibi atau tante)

5) Saudara perempuan bapak (bibi atau tante)

6) Anak perempuan saudara laki-laki sekandung (kemenakan)

7) Anak perempuan saudara laki-laki seibu (kemenakan)

8) Anak perempuan saudara laki-laki seayah (kemenakan)

9) Anak perempuan saudara perempuan sekandung (kemenakan)

10) Anak perempuan saudara perempuan seayah (kemenakan)

11) Anak perempuan saudara perempuan seibu (kemenakan)

b. Karena pertalian kerabat semenda (perkawinan/mushaharah)

1) Ibu dari istri (mertua

2) Anak tiri

3) Ibu tiri

4) 32 Istri anak.

c. Karena pertalian susuan

1) Dengan wanita yang menyusuinya menurut garis lurus ke atas

30 Al-Quran dan Terjemahnya, op.cit, hlm.120. 31 Ahmad Rofiq, Hukum Islam di Indonesia, Jakarta: PT. Raja Grafindo, 1998, Cet.ke-.3,

hlm.122. 32 Ibid, hlm.125.

2) Dengan seorang wanita sesusuan dan seterusnya menurut garis ke

atas

3) Dengan seorang saudara sesusuan dan kemenakan sesusuan ke

bawah

4) Dengan seorang wanita bibi sesuan dan nenek bibi sesusuan ke atas

5) Dengan anak yang disusui oleh istrinya dan keturunanya Ketentuan pasal 39 KHI tersebut didasarkan firman Allah surat An-Nisa’ : 23

Artinya: Diharamkan atas kamu (mengawini) ibu-ibumu; anak-anakmu yang perempuan; saudara-saudaramu yang perempuan, Saudara-saudara bapakmu yang perempuan; Saudara-saudara ibumu yang perempuan; anak-anak perempuan dari saudara- saudaramu yang laki-laki; anak-anak perempuan dari saudara- saudaramu yang perempuan; ibu-ibumu yang menyusui kamu; saudara perempuan sepersusuan; ibu-ibu isterimu (mertua); anak-anak isterimu yang dalam pemeliharaanmu dari isteri yang Telah kamu campuri, tetapi jika kamu belum campur dengan isterimu itu (dan sudah kamu ceraikan), Maka tidak berdosa kamu mengawininya; (dan diharamkan bagimu) isteri- isteri anak kandungmu (menantu); dan menghimpunkan (dalam perkawinan) dua perempuan yang bersaudara, kecuali yang

Telah terjadi pada masa lampau; Sesungguhnya Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang .(QS. An-Nisa: 23) 33

Adapun perempuan yang haram dinikah untuk sementara ada 7, yaitu 34

a. Perempuan bersaudara haram dinikahi oleh seorang laki-laki dalam waktu bersamaan, firman Allah surat An-Nisa’: 23

Artinya: (dan diharamkan bagimu) menghimpunkan (dalam perkawinan) dua perempuan yang bersaudara ….. (QS. An-

Nisa: 23) 35

b. Perempuan yang masih terikat satu perkawinan (yang bersuami), firman Allah surat An-Nisa’: 24

Artinya: Dan (diharamkan juga kamu mengawini) wanita yang

bersuami, kecuali budak-budak yang kamu miliki. (Allah Telah menetapkan hukum itu) sebagai ketetapan-Nya atas

kamu 36 ... (QS. An-Nisa: 24)

c. Perempuan yang masih berada dalam massa iddah. Firman Allah surat al-Baqarah : 228

33 Al-Quran dan Terjemahnya, loc.cit, 34 Ahmad Rofiq,op.cit hlm.126. 35 Al-Quran dan Terjemahnya, loc.cit, 36 Ibid

Artinya: Wanita-wanita yang ditalak hendaklah menahan diri (menunggu) tiga kali quru'. tidak boleh mereka menyembunyikan apa yang diciptakan Allah dalam rahimnya, jika mereka beriman kepada Allah dan hari akhirat. dan suami-suaminya berhak merujukinya dalam masa menanti itu, jika mereka (para suami) menghendaki

ishlah ...(QS. Al-Baqarah : 228) 37

d. Perempuan yang telah ditalak tiga haram dinikah oleh bekas suaminya kecuali sudah dinikah oleh orang lain dan sudah diduhul serta telah bercerai tidak direkayasa oleh suami yang pertama. Sabda Nabi:

Artinya : Seorang laki-laki mentalak istrinya dengan talak tiga (bain) kemudian perempuan tersebut dikawin oleh laki-laki lain dan diceraikan sebelum dicampurinya. Laki-laki (bekas suami) yang pertama menginginkan untuk mengawininya. Maka bertanyalah kepada Rasulullah SAW. perihal rencananya itu, Rasul bersabda: “Jangan kecuali suami kedua telah merasakan madunya (mencampurinya), sebagaimana apa yang dirasakan suami pertama” (HR.

Muslim) 38

37 Ibid, hlm.55. 38 Muslim, Shahih Muslim, Jilid I, Jakarta: Dar Ihya’ al-Kutub al-Arabiyah, t.th., hlm.606.

e. Perempuan yang sedang ihram, sabda Nabi:

Artinya: Dari Usman bin Affan r.a sesungguhnya Rasulullah SAW bersabda: Tidak boleh menikah orang yang sedang dalam keadaan ihrom, demikian juga tidak boleh menikahkan dan

khitbah. 39 (HR. Muslim)

f. Perempuan musyrik. Firman Allah surat al-Baqarah : 221

Artinya: Dan janganlah kamu menikahi wanita-wanita musyrik, sebelum mereka beriman. Sesungguhnya wanita budak yang mukmin lebih baik dari wanita musyrik, walaupun dia menarik hatimu. dan janganlah kamu menikahkan orang- orang musyrik (dengan wanita-wanita mukmin) sebelum mereka beriman. Sesungguhnya budak yang mukmin lebih baik dari orang musyrik, walaupun dia menarik hatimu. mereka mengajak ke neraka, sedang Allah mengajak ke surga dan ampunan dengan izin-Nya. dan Allah menerangkan ayat-ayat-Nya (perintah-perintah-Nya) kepada manusia supaya mereka mengambil pelajaran . (QS.

Al-Baqarah : 221) 40

39 Hajar al-Asyqolani, Bulughul Marom, Bandung: Al-Ma’arif, t.th., hlm.147. 40 Al-Quran dan Terjemahnya, op.cit., hlm.53.

g. Perempuan haram dinikah oleh laki-laki yang telah beristri 4, sabda Nabi SAW yang diriwayatkan oleh Abdullah ibn Umar:

Artinya: Sesungguhnya Gailan ibn Salamah masuk Islam dan ia mempunyai 10 (sepuluh) orang istri. Mereka bersama-sama dan masuk Islam. Maka Nabi SAW. memerintahkan kepadanya agar memilih empat saja di antara mereka . (HR. Ahmad, al Tirmidzi, dan disahihkan ibn Hibban)

Larangan nikah (muhrim nikah) untuk sementara tersebut, di Indonesia diatur dalam Kompilasi Hukum Islam (KHI) pasal 40, 41, 42, dan 43. 42

3. Pandangan Ulama fiqh tentang Muhrim Mushaharah Pada pembahasan sebelumnya penulis telah menyebutkan bahwa terjadinya muhrim mushaharah adalah akibat dari pernikahan yang sah. Yang menjadi persoalan dalam hubungan muhrim mushaharah ini adalah apakah keharaman itu disebabkan karena semata-mata akad (pernikahan yang sah), atau dapat juga karena perzinaan. Mengenai hal ini ulama imam mazhab terjadi perbedaan pendapat.

41 Al-San’ani, Subul al-Salam, Juz 3, Kairo: Dar Ihya al-Turas al-Araby, 1960, hlm.124. 42 Ahmad Rofiq, op.cit., hlm.432

Imam Syafi’i berpendapat bahwa larangan pernikahan karena muhrim mushaharah hanya disebabkan karena semata-mata akad saja. Tidak bisa karena perzinaan, dengan alasan tidak layak perzinaan yang

dicela disamakan dengan hubungan mushaharah. 43 Menurut Imam Syafi’i anak perempuan yang lahir dari hubungan zina, dia boleh dinikah, karena dia bukanlah anak yang sah, dengan dalil bahwa ia tidak berhak mendapat

warisan seperti anak yang sah yang lahir dari perkawinan sah. 44 Sebaliknya Imam Abu Hanifah berpendapat larangan perkawinan karena muhrim mushaharah disamping akad yang sah, bisa juga disebabkan karena perzinaan. Perselisihan pendapat ini karena berbeda dalam menafsirkan firman Allah surat an-Nisa’ : 22.

Artinya: Dan janganlah kamu kawini wanita-wanita yang Telah dikawini oleh ayahmu, terkecuali pada masa yang Telah lampau. Sesungguhnya perbuatan itu amat keji dan dibenci Allah dan

seburuk-buruk jalan (yang ditempuh) . (QS. An-nisa: 22) 45

43 Abd. Rahman Ghozali, Fiqih Munakahat, Jakarta: Prenada media, 2003, Cet,ke-1, hlm.108. 44 Salim Bahresy dan Said Bahresy, Terjemah Singkat Tafsir Ibnu Katsier, Jilid 2, Surabaya: PT. Bina Ilmu, 1986, hlm.344. 45 Al-Quran dan Terjemahannya, op.cit., hlm.128.

Menurut Imam Syafi’i kata ﺢﻜﻧﺎﻣ ditafsirkan wanita yang

dikawini ayah secara sah. Sedangkan Imam Hanafi menafsirkan wanita yang diwati oleh ayah, baik dengan pernikahan atau perzinaan. 46

Sedangkan menurut Imam Ahmad ibn Hanbal berpendapat bahwa larangan perkawinan karena mushaharoh bisa juga disebabkan karena wati halal dan haram. Apabila seseorang melakukan zina dengan seorang perempuan, maka perempuan tersebut haram dinikah oleh bapak dan anak laki-lakinya,orang yang telah menzinainya. Dan diharamkan baginya (laki- laki zina) ibu dan anak perempuan dari perempuan yang telah dizinainya.

Dalam kitab al-Mughni disebutkan wati dibagi menjadi 3 yaitu: ب اﺮﺿ ا ﺔﺛ ﻼﺛ ﻰﻠﻋ ء طﻮﻟ او

a. Wati mubah, yaitu wati dari pernikahan yang sah

b. Wati subhat, yaitu wati dari pernikahan yang fasid atau wati terhadap perempuan yang disangka istrinya.

c. Wati haram, yaitu zina maka tetap ada muhrim sebab zina.

B. Liwath (Sodomi)

1. Pengertian Liwath (Sodomi)

46 Abd. Rahman Ghozali, loc.cit. 47 Imam Muwafiquddin ibn Qudamah, Al Mughni, juz 7, Beirut Lebanon : Darul Kutub

al-Alamiyyah, t.th., hlm.479

Dari kamus kontemporer Arab Indonesia kata liwath (sodomi) ini terdiri dari beberapa kata :

طﻻ : melakukan liwath (homoseksual)

ﺔﻃاﻮﻟ , طﻮﻟ : liwath (perbuatan) homoseksual/sodomi.

Sodomi atau seksual analisme ialah pemakaian anus untuk bersenggama. 49

Sedangkan dalam ensiklopedi agama dan filsafat, liwath dalam bahasa Arab artinya melakukan jima’ (persetubuhan) melalui lubang dubur

yang dilakukan oleh sesama pria. 50 Dalam al-Quran perilaku liwath disebut dengan kata fahisyah”.

Firman Allah surat al-A’raf : 80.

Artinya: Dan (Kami juga Telah mengutus) Luth (kepada kaumnya). (Ingatlah) tatkala dia Berkata kepada mereka: "Mengapa kamu mengerjakan perbuatan faahisyah itu, yang belum pernah dikerjakan oleh seorangpun (di dunia ini) sebelummu? " (QS.

Al-A’raf : 80) 51

48 Attabik Ali dan Ahmad Zuhdi Muhdhor, op.cit., hlm.1536. 49 Marzuki Salabah, Perilaku Seks Menyimpang dan Seksualitas Kontemporer Umat

Islam, Jakarta: UII Press, 2001, hlm.148. 50 Mochtar Efendy, Ensiklopedi Agama Filsafat, Surabaya: Universitas Sriwijaya, 2001, Cet.ke-2, hlm.269. 51 Al-Quran dan Terjemahannya, op.cit., hlm.234.

Menurut Muhammad Ali al-Sabuni dalam tafsirnya Shofwah al- Tafasir dijelaskan bahwa kata fahisyah tersebut diartikan: melampiaskan nafsu seks laki-laki kepada sesama jenisnya melalui duburnya. 52 Dari beberapa pengertian di atas maka dapat disimpulkan bahwa liwath (sodomi) ialah hubungan seksual yang dilakukan antara pria dengan pria melalui dubur (anus).

2. Sejarah dan Dasar Hukum Liwath (Sodomi) Dalam tafsirnya Shofwah al-Tafasir Muhammad Ali al-Sabuni menjelaskan bahwa kaum yang pertama kali melakukan liwath (sodomi)

adalah kaum Nabi Luth as yang tinggal di daerah Sodom. 53 Hal ini terbukti

dengan adanya kalimat ( ﻢﻜﻘﺒﺳﺎﻣ ) yang menunjukkan bahwa

orang/kaum yang pertama kali melakukan liwath (sodomi) adalah kaum

Nabi Luth as. 54 Keburukan paling besar dan tiada taranya dari kaum Nabi Luth as. setelah kemusyrikan adalah sodomi. Karena itu, Nabi Luth as mengecam mereka setelah menegaskan ketulusan dan kebebasan motivasinya dari

52 Muhammad Ali al-Sabuni, Shofwah al-Tafasir, Beirut Lebanon: Dar al-Fikr, t.th., hlm.457. 53 Dalam kajian arkeologi kota Sodom berada di wilayah laut mati yang terbentang di antara perbatasan Israel Yordania, lihat kaum Nabi Luth dalam situs info@harunyahya.com. 54 Ali al-Sabuni, loc.cit.

segala kepentingan duniawi. 55 Kecaman Nabi Luth as. terhadap kaumnya

diabadikan oleh Allah dalam al-Quran surat asy-Syuaro : 165-166.

Artinya: Mengapa kamu mendatangi jenis lelaki di antara manusia. dan kamu tinggalkan isteri-isteri yang dijadikan oleh Tuhanmu untukmu, bahkan kamu adalah orang-orang yang melampaui

batas 56 ". (QS. Asy-Syuaro : 165-166)

Kata ( ناﺮآذ ) dzukron adalah bentuk jamak dari kata ( ﺮآذ )

dzakar yakni jenis kelamin laki-laki.

Kata ( ﻦﻴﻤﻟﺎﻌﻟا ) al-alamin adalah bentuk jamak dari kata ( ﻢﻟﺎﻋ

) alam, yaitu kumpulan makhluk hidup sejenis, misalnya alam manusia,

alam binatang, alam malaikat, dan alam tumbuh-tumbuhan. Huruf ( ﻦﻣ )

min , pada kata ( ﻦﻴﻤﻟﺎﻌﻟا ﻦﻣ ) min al-‘alamin dapat dipahami dalam arti

berbeda. Dengan demikian, ayat di atas menyatakan bahwa perbuatan sodomi yang mereka lakukan itu, berbeda dengan jenis-jenis makhluk

yang lain. 57 Makhluk hidup yang lain bila melakukan hubungan seks, maka itu dilakukannya dengan lawan jenisnya, yakni jantan dengan betina,

55 M. Quraish Shihab, Tafsir al-Misbah, Pesan, Kesan dan Keserasian al-Quran, Jakarta: Lentera Hati, 2005, Cet,ke-3, hlm.120. 56 Al-Quran dan Terjemahannya, op.cit., hlm.585. 57 M. Quraish Shihab, loc.cit.

lelaki dengan perempuan, sedangkan kaum Nabi Luth as. melakukannya dengan sesama jenis lelaki.

Kaum Nabi Luth as. itu diberi gelar oleh Nabi Luth as. dengan “qoumun adun”. Kata ‘adun adalah bentuk jamak dari kata adiy yaitu yang melampaui batas haq/kewajaran dengan melakukan kebatilan, pelampauan batas yang menjadi penutup ayat ini mengisyaratkan bahwa kelakuan kaum Nabi Luth as. itu melampaui batas fitrah kemanusiaan, sekaligus menyia-nyiakan potensi mereka yang seharusnya ditempatkan pada

tempatnya yang wajar, guna kelanjutan jenis manusia. 58 Akibat dari perilaku kaum Nabi Luth as. yang melampaui batas

tersebut Allah SWT menghancurkan kaum Nabi Luth as tersebut dengan hujan batu. Ayat yang menerangkan penghancuran kaum ini adalah sebagai berikut:

“Maka mereka dibinasakan oleh suara keras, yang mengguntur, ketika matahari akan terbit. Maka kami jadikan bagian atas kota itu terbalik ke bawah dan kami hujani mereka dengan batu yang keras. Sesungguhnya yang demikian itu terdapat tanda-tanda (kebesaran Kami) bagi orang-orang yang memperhatikan tanda-tanda dan sesungguhnya kota itu benar-benar terletak di jalan yang masih tetap (dilalui manusia)”. (lihat QS. Al-Hijr ; 73-76)

Arkeolog Jerman Werner Keller membenarkan legitimasi ayat ini katanya: “Bersama dengan dasar dari retakan yang sangat lebar ini yang

58 Op.cit., hlm.121.

persis melewati daerah ini, lembah Siddim termasuk Sodom dan Gomoroh, dalam satu hari terjerumus ke kedalaman (laut mati). Kehancuran mereka terjadi melalui sebuah peristiwa gempa bumi dahsyat yang mungkin disertai letusan petir, keluarnya gas alam dan lautan

mati.” 59

3. Pandangan Ulama Fiqh tentang Liwath (Sodomi) Ulama fiqh telah sepakat bahwa menyetubuhi laki-laki adalah dosa besar. Dosa perbuatan ini lebih besar dari pada zina, tanpa ada perbedaan

pendapat di kalangan umat Islam. 60 Hanya saja di antara ulama berbeda pendapat dalam menentukan ukuran hukuman yang harus ditetapkan bagi

pelakunya. Ada tiga pendapat, mengenai hukumannya yaitu:

a. Pendapat yang mengatakan bahwa pelakunya harus dibunuh secara mutlak

b. Pendapat yang mengatakan bahwa pelakunya harus dihadd, sebagaimana had zina, jika pelakunya masih jejaka, maka ia harus di dera, sedangkan jika pelakunya sudah duda (muhson), maka ia harus dirajam.

c. Pendapat yang mengatakan bahwa pelakunya harus diberi sanksi (ta’zir)

Pendapat Pertama

59 Jurnal Justisia, Indahnya Kawin Sesama Jenis, edisi 25 tahun XI 2004, hlm.22 60 Sahal Mahfud dan Mustofa Bisri, Ensiklopedi Ijmak, Jakarta: Pustaka Firdaus, 2003,

Cet.ke-2, hlm.403.

Para sahabat Rasulullah SAW. diantaranya : Nashir, Qosim bin Ibrahim dan al-Syafi’i (dalam satu pendapat) mengatakan bahwa hadd terhadap pelaku liwath adalah hukum bunuh, meskipun pelakunya masih

jejaka (ghoiru muhson),baik ia mengerjakan maupun yang dikerjai. 61 Pendapat ini berdasar dalil-dalil berikut: اﻮﻠﺘﻗ ﺎﻓ طﻮﻟ مﻮﻗ ﻞﻤﻋ ﻞﻤﻌﻳ ﻩﻮﻤﺗ ﺪﺟو ﻦﻣ : لﺎﻗ م ﺎﺻ ﷲا لﻮﺳر ّن ا س ﺎﺒﻋ ﻦﺑ ا ﻦﻋ

62 ﻪﺑ لﻮﻌﻔﻤﻟ او ﻞﻋﺎﻔﻟا Artinya: “Diriwayatkan dari Ikrimah, dari Ibnu Abbas, bahwa ia berkata:

Rasulullah SAW bersabda: Barang siapa mengetahui seseorang telah berbuat liwath (perbuatan kaum Luth), maka bunuhlah keduanya, baik pelakunya maupun partnernya.”(HR. al- Khamsah kecuali an-Nasa’i)

Ahmad Ibn Hanbal juga meriwayatkan, sabda Rasulullah:

63 طﻮﻟ مﻮﻗ ﻞﻤﻋ ﻦﻣ ﷲا ﻦﻌﻟ Artinya: “Allah melaknat orang yang melakukan perbuatan kaum Luth.”

Pendapat Kedua

Para tabi’in diantaranya Sa’id bin Mussayyab, Atha’ bin Abi Rabah, Hasan Qotadah, Nakhai, al-Tsauri, al-Auzai, dan al-Syafii dalam satu pendapat mengatakan bahwa pelaku liwath yang masih jejaka dijatuhi hukuman hadd dera dan dibuang. Sedangkan pelaku liwath yang duda (muhson) dijatuhi hukum rajam.

61 Sayyid Sabiq, Fiqh al-Sunnah, Juz 9, Beirut Lebanon: Dar al-Fikr, t.th., hlm.144. 62 Abu Dawud, Sunan Abi Dawud, Beirut: Daar Al-Fikr, t. th., Jilid I, hlm. 28. 63 Ibn Hanbal, Musnad Ahmad Ibn Hanbal, Beirut: Daar Al-Fikr, t.th., Jlid I, hlm. 24

“Bahwasanya liwath adalah perbuatan sejenis dengan zina, karena liwath itu perbuatan memasukkan kemaluan laki-laki (penis) ke anus laki- laki lain. Dengan demikian maka pelaku liwath dan partnernya sama-sama masuk dalam keumuman dalil dalam masalah zina, baik muhson ataupun

tidak. 64

Pendapat Ketiga

Menurut Abu Hanifah mengatakan bahwa bagi para pelaku liwath tersebut hanya dikenakan ta’zir. Karena dalam liwath tidak ada percampuran nasab dan tidak ada konsekuensi yang ditimbulkan dari hubungan tersebut seperti umumnya hubungan suami istri, yang bisa

menyebabkan hukuman mati bagi laith, karena liwath bukanlah zina. 65

64 Sayyid Sabiq, op. cit., hlm.145. 65 Wahbah Zuhally, Al-Fiqh al-Islam wa Adillatuhu, Juz 7, Beirut: Dar al-Fikr, 1989,

hlm.66.

BAB III PEMIKIRAN IMAM AHMAD IBN HANBAL TENTANG MUHRIM MUSHAHARAH SEBAB LIWATH (SODOMI)

A. Biografi Imam Ahmad Ibn Hanbal

1. Latar Belakang Imam Ahmad ibn Hanbal adalah imam yang keempat dari fuqoha Islam. Dia memiliki sifat-sifat yang luhur dan tinggi, imam umat Islam, imam Darussalam, Mufti di Irak, Zahid dan saleh, sabar menghadapi cobaan, seorang ahli hadits dan contoh teladan bagi orang-orang yang ahli hadits. Sayyid Rasyid Ridho berpendapat bahwa Ahmad ibn Hanbal adalah seorang mujaddid (pembaharu) abad ketiga. Bahkan dalam pandangan peneliti lainnya berpendapat bahwa Imam Ahmad ibn Hanbal lebih utama, dengan gelar tersebut, dari pada Ibnu Suraij, Syafi’i,

Thahawy, al-Khilal dan an-Nasa’i. 1 Imam Ahmad ibn Hanbal al-Syaibany dilahirkan di Baghdad

tepatnya di kota Maru/Mery, kota kelahiran sang ibu, pada bulan Rabiul awal tahun 164 H atau bulan Nopember 780 Masehi. Nama lengkapnya Abu Abdillah Ahmad ibn Muhammad ibn Hanbal ibn Hilal ibn Asad Ibn Idris ibn Abdillah ibn Hayyan ibn Abdillah bin Anas ibn Awf ibn Qasit ibn Mazin ibn Syaiban ibn Zulal ibn Ismail ibn Ibrahim. Dengan kata lain,

1 Imam Munawwir, Mengenal Pribadi 30 Pendekar dan Pemikir Islam dari Masa ke Masa, Surabaya: PT. Bina Ilmu, 1985, Cet.ke-1,hlm.291.

dia keturunan Arab dari suku bani Syaiban, sehingga diberi laqab al- Syaibany. 2 Nasab keturunannya bertemu dengan Rasulullah SAW pada nizar ibn Ma’ad bin Adnan. Pernasaban nama Ibn Hanbal diambil dari nama kakeknya yang bernama Hanbal. Sehingga orang-orang lebih suka memanggil ibn Hanbal, padahal Hanbal sendiri nama kakeknya. Sedangkan ayahnya bernama Muhammad. Itu semua disebabkan karena kakeknya lebih terkenal dari pada ayahnya. Kakeknya, Hanbal ibn Hilal adalah Gubernur di Sarakhs,

Khurasan pada masa Daulah Umayyah. 3 Ayah ibn Hanbal meninggal dunia ketika dia masih kecil. Karena

itulah dia diasuh dan dibesarkan serta dididik oleh ibunya yang bernama Shatiyah binti Maimunah binti Abdul Malik Asy-Syaibani dari Bani Amir. Maka ayah dan bunda dia adalah keturunan Arab asli suku Syaiban yang tinggal di Basrah. Karena itu dia juga diberi gelar al-Basri. Ketika dia berziarah ke Basra dirinya menyempatkan untuk shalat di masjid Mazin bani Syaiban. Dia berkata, “sesungguhnya masjid ini adalah masjid nenek

moyangku.” 4 Ketika ayah ibn Hanbal meninggal dunia, ayahnya hanya

meninggalkan harta pas-pasan untuk menghidupi keluarganya. Sebuah riwayat menyebutkan bahwa jika Ahmad ibn Hanbal ditanya asal usul

2 Al-Fatih Suryadilga (ed), Studi Kitab-kitab hadits, Yogyakarta: TERAS, 2003, Cet.ke-1, hlm.25. 3 Ahmad Asy-Syurbasy, Al-Aimmah al-Arba’ah, Terj. Futuhul Arifin, 4 Mutiara Zaman Biografi Empat Imam Madzhab, Jakarta: Pustaka Qalani, 2003, Cet.ke-1, hlm.168. 4 Ibid, hlm.169.

sukunya, dia mengatakan bahwa ia anak dari suku orang-orang miskin. 5 Dan semenjak kematian ayahnya, ibunya tidak menikah lagi, meskipun dia masih muda dan banyak laki-laki yang melamarnya. Hal itu dilakukan dengan tujuan agar ia bisa memfokuskan perhatian pada Ahmad ibn Hanbal sehingga bisa tumbuh sebagaimana yang ia harapkan.

Ahmad ibn Hanbal dibesarkan di Baghdad dan mendapatkan pendidikan awalnya di kota tersebut hingga usia 19 tahun. Sejak kecil Ahmad disekolahkan kepada seorang ahli Qiroat. Pada umur yang masih relatif muda ia sudah menghafalkan al-Quran, sejak usia enam belas tahun Ahmad juga belajar hadits. Karena kecintaan Ahmad terhadap hadits pagi- pagi buta dia selalu pergi ke masjid-masjid hingga ibunya

merindukannya. 6 Tahun 183 H Ahmad ibn Hanbal pergi ke beberapa kota dalam

rangka mencari ilmu. Dia pergi ke Kuffah pada tahun 183 H, kemudian ke Bashrah pada tahun 186, ke Makkah pada tahun 187, dilanjutkan ke Madinah, Yaman (197), Siria dan Mesa Mesopotamia. Ibn Hanbal mempelajari hadits untuk pertama kalinya dari Abu Yusuf Ya’qub bin

Ibrahim al-Qodhi, 7 seorang ahl alra’yi pengikut Abu Hanifah. Dia belajar fiqih dan hadits dari Abi Yusuf. Karena itulah Abu Yusuf terhitung

sebagai guru pertama bagi Ibn Hanbal.

5 Al-Fatih Suryadilga (ed), op.cit., hlm.25. 6 Ibid, hlm.26. 7 Ahmad As-Syurbasy, op.cit., hlm.171.

Sebagian peneliti berpendapat bahwa pengaruh Abu Yusuf terhadap Ibn Hanbal tidak begitu kuat. Sehingga ada yang mengatakan bahwa Abu Yusuf bukan guru pertamanya melainkan Hasyim 8 bin Basyir bin Abu Hazim al-Wasithy. Sesungguhnya dialah yang memberi pengaruh yang jelas pada diri Ibn Hanbal. Ibn Hanbal berguru pada Hasyim selama

4 tahun dan mengambil hadits dan menulisnya sebanyak 3000 hadits. 9 Imam Syafi’i sebagai salah satu seorang guru dia dikatakan oleh sebagian peneliti adalah sebagai guru yang kedua. Dia bertemu dengan Imam Syafi’i di musim haji ketika sedang mengajar di masjidil Haram. Kesempatan kedua kali mereka bertemu di Baghdad. Waktu akan pindah ke Mesir Imam Syafi’i menyarankan supaya mengikuti dia ke Mesir. Dia menyetujui saran itu, tetapi tidak terlaksana. Ibn Hanbal belajar dari Imam Syafi’i tentang pemahaman istinbath (pengambilan hukum) atau penyimpulan sebuah hukum hingga Muhammad bin Ishak bin Khuzimah

berkata : “Ahmad ibn Hanbal adalah murid imam Syafi’i.” 10 Ibn Hanbal juga pernah belajar dari Ibrahim bin Saad, Yahya bin

Al-Qattan Waki’ dan lain-lain. Dia pernah bercita-cita hendak menuntut ilmu dengan Malik bin Anas, tetapi Imam Malik meninggal sebelum ia

8 Hasyim adalah seorang imam hadits dari Baghdad yang bertakwa, wara’ (menjauhi barang yang haram), seorang tabit-tabi’in banyak mendengar hadits dari imam-imam, imam Malik

dan ulama lainnya banyak meriwayatkan hadits darinya. Hasyim adalah orang yang jenius kuat ingatannya . dilahirkan pada tahun 104 H dan wafat pada tahun 183 H.

9 Ahmad As-Syurbasy, op.cit., hlm.172. 10 Imam Munawwir, op.cit., hlm.296.

menuntut ilmu padanya. Sebagai gantinya dia belajar kepada Sufyan bin Uyainah yang tinggal di Mekkah. 11

Ibn Hanbal menuntut ilmu sepanjang hayatnya, karena terus menuntut ilmu orang pun bertanya pada dia; “sampai kapankah engkau hendak menuntut ilmu, padahal engkau sudah mencapai pada tingkat tertinggi dan menjadi imam bagi umat Islam?” dia menjawab, “dari ujung pena sampai ke pintu kubur.”

Dokumen yang terkait

PENGARUH PEMBERIAN SEDUHAN BIJI PEPAYA (Carica Papaya L) TERHADAP PENURUNAN BERAT BADAN PADA TIKUS PUTIH JANTAN (Rattus norvegicus strain wistar) YANG DIBERI DIET TINGGI LEMAK

23 199 21

KEPEKAAN ESCHERICHIA COLI UROPATOGENIK TERHADAP ANTIBIOTIK PADA PASIEN INFEKSI SALURAN KEMIH DI RSU Dr. SAIFUL ANWAR MALANG (PERIODE JANUARI-DESEMBER 2008)

2 106 1

EFEKTIFITAS BERBAGAI KONSENTRASI DEKOK DAUN KEMANGI (Ocimum basilicum L) TERHADAP PERTUMBUHAN JAMUR Colletotrichum capsici SECARA IN-VITRO

4 157 1

ANALISIS KOMPARATIF PENDAPATAN DAN EFISIENSI ANTARA BERAS POLES MEDIUM DENGAN BERAS POLES SUPER DI UD. PUTRA TEMU REJEKI (Studi Kasus di Desa Belung Kecamatan Poncokusumo Kabupaten Malang)

23 307 16

ANALISIS ISI LIRIK LAGU-LAGU BIP DALAM ALBUM TURUN DARI LANGIT

22 212 2

APRESIASI IBU RUMAH TANGGA TERHADAP TAYANGAN CERIWIS DI TRANS TV (Studi Pada Ibu Rumah Tangga RW 6 Kelurahan Lemah Putro Sidoarjo)

8 209 2

FENOMENA INDUSTRI JASA (JASA SEKS) TERHADAP PERUBAHAN PERILAKU SOSIAL ( Study Pada Masyarakat Gang Dolly Surabaya)

63 375 2

ANALISIS SISTEM PENGENDALIAN INTERN DALAM PROSES PEMBERIAN KREDIT USAHA RAKYAT (KUR) (StudiKasusPada PT. Bank Rakyat Indonesia Unit Oro-Oro Dowo Malang)

160 705 25

ANALISIS PROSPEKTIF SEBAGAI ALAT PERENCANAAN LABA PADA PT MUSTIKA RATU Tbk

273 1263 22

PENGARUH PENGGUNAAN BLACKBERRY MESSENGER TERHADAP PERUBAHAN PERILAKU MAHASISWA DALAM INTERAKSI SOSIAL (Studi Pada Mahasiswa Jurusan Ilmu Komunikasi Angkatan 2008 Universitas Muhammadiyah Malang)

127 505 26