KESIMPULAN DAN REKOMENDASI
VI. KESIMPULAN DAN REKOMENDASI
6.1. Kesimpulan
a. Masih terdapat kesenjangan persepsi mengenai KPH yang cukup lebar dalam internal Kementerian maupun Pusat- Daerah.
b. Keberadaan terminasi KPH model dan bukan model dengan argumentasi “mekanisme pembiayaan” mengkondisikan KPH adalah proyek pusat, bukan milik dan kebutuhan bersama para pihak untuk efisiensi pengelolaan menuju manfaat optimal sumberdaya hutan.
c. Dari aspek Rule dan Role, masih terkondisi pembentukan sampai dengan beroperasinya KPH adalah sepenuhnya tugas pokok dan fungsi Ditjen Planologi, padahal secara jelas perundangan telah memberikan batasan ; (1) Pembentukan KPH adalah pemenuhan syarat harus dan perlu keberadaan entitas unit manajemen yang terukur bagi kinerja prakondisi pengelolaan hutan yang efisien dalam kerangka syarat tata kelola hutan yang baik (Muara mandat PP no. 44 tahun 2004 tentang Perencanaan Kehutanan) inilah batasan tugas pokok fungsi Ditjen Planologi dengan Kelembagaannya menjadi tugas Sekjen, dan (2) Beroperasinya KPH adalah pemenuhan syarat kecukupan wujud kinerja eksplorasi dan transformasi multi fungsi manfaat sumberdaya hutan menjadi barang dan jasa nyata bagi kesejahteraan kehidupan secara luas (Muara PP no. 6 tahun 2006 juncto PP 3 tahun 2007 tentang Tata Hutan dan Rencana Pengelolaan Hutan ) yang merupakan tugas fungsi Eselon I teknis sesuai fungsi hutannya (Con : lead KPHP adalah Ditjen BUK, lead KPHK adalah Ditjen PHKA dst).
d. Dari aspek risk dan revenue, maka dalam rangka percepatan pembentukan pelembagaan dan beroperasinya KPH dengan ketergantungan minimal Daerah pada
Pusat, masih diperlukan pemenuhan penguatan bahan diseminasi KPH yang hal mendasar dalam syarat harus dan
dikemas dalam bentuk indikasi proyeksi / perlu serta kecukupannya, yaitu : (1)
prospek benefit ekonomi dari implikasi Penguatan persepsi di semua lini dari
keberadaan KPH sebagai entitas profit cara pandang “proyek kehutanan
centre langsung dan tidak langsung Pusat” menuju “milik dan pemenuhan
pada pembangunan wilayah. kebutuhan bagi peningkatan
c. Tata hubungan kerja antar unit satuan kesejahteraan bersama (konkurensi)
kerja di Daerah perlu segera dipertegas, yang bersifat bukan sektor tunggal,
walaupun dengan konsekuensi bila melainkan multi sektor”. (2)
diperlukan adanya penyederhanaan Mengedepankan indikasi distribusi
organisasi Pusat di Daerah. dari keuntungan dari nilai ekonomi
d. Agar operasionalisasi KPH sesuai tujuan utuh hutan (termasuk monetasi nilai
efiensi, diperlukan batasan pelimpahan jasa lingkungan/nilai ekonomi
kewenangan Menteri yang mendukung pengurangan resiko bencana), pada
debirokratisasi pelayanan, pertimbangan perekonomian rumah tangga
bentuk dan mekanisme yang mendukung masyarakat lokal, wilayah, dan
legalitas insentif yang berkorelasi kontribusi pada kesejahteraan sosial
dengan kinerja pengelola KPH (system masyarakat secara luas, selain aspek
remunerasi), serta demokratisasi dalam teknis pembagian luas KPH, (3)
bentuk kejelasan dimungkinkannya Kejelasan insentif pada inisiasi
ragam bentuk KPH yang berbeda sesuai pembentukan dan pengoperasionalan
karakteristik kondisi biofisik hutan dan KPH oleh Daerah, dan (4) Komitmen
sosek (site specific).
implementasi desentralisasi serta demokratisasi proses.
VII. PENUTUP
e. Implementasi secara obyektif Kajian ini ditulis dengan penuh ketulusan otonomi, insentif dan demokratisasi
rasa memiliki kami sebagai rimbawan, proses masih perlu penguatan, seperti
dimana di dalam era reformasi yang pelimpahan otorisasi, fleksibilitas
menuntut semangat keterbukaan, dan bentuk organisasi KPH, dan
kesetaraan setiap insan berkewajiban dukungan bentuk dan mekanisme
berkontribusi positif sesuai bidangnya. insentif.
Mudah-mudahan bermanfaat.
f. Fakta berkembangnya potensi usaha kehutanan langsung oleh rakyat nyata
*) Fungsional Perencana Madya
di tanah miliknya (pro poor) yang memenuhi syarat harus dan perlu serta syarat kecukupan manajemen hutan di tingkat tapak, belum menjadi alternatif pencapaian pembentukan dan beroperasinya +/- 120/ 600 KPH.
6.2. Rekomendasi
a. Dalam rangka menanggulangi batasan kerancuan tugas pokok dan fungsi, agar dibentuk Satgas Percepatan yang operasional lintas Eselon I Kementerian dan Sektor terkait (Bappenas, Kemendagri, Kemenpan) yang bertugas secara simultan meyakinkan Kepala Daerah serta mengawal prioritasisasi pembentukan dan beroperasinya KPH sesuai target jumlah dan waktu.
b. Dalam rangka mendukung tumbuh kembangnya mutual trust, mutual benefit di antara para pihak, agar disiapkan
31