Buletin Planolog Volume 7 Edisi 1 Tahun 2011

Menu Buletin Suyitno

Era Baru Ditjen Planologi……………………………….

1 Desain Grafis :

Percepatan Pengukuhan Membangun Kesatuan Emma Yusrina Wulandari Pengelolaan Hutan………………………………………

14 Niken Pramest Sehangat Minyak Kayu Putih …………………………

Rapat Koordinasi Kesatuan Pengelolaan Hutan (KPH)

17

22

Implikasi Triple Strategi Berbasis Pedesaan …………...

32

Pertemuan Konsultasi (MUKON)……………………..

35

Status Kemajuan Implementasi Prepres No.85 ………..

41

Partisipasi Masyarakat Sekitar Hutan…………………..

48

Rapat Koordinasi Teknis (RAKORNIS)………………

51

Jabatan Fungsional Menuju PNS Profesional…………..

55

Mekanisme Pinjam Pakai Kawasan Hutan……………...

58

Cybercrime di Indonesia……………………………….

61

Metode E-learning……………………………………..

65

Menulis dan Mengirimkan Surat Via E-Mail…………..

70

Anda Bertanya Kami Menjawab………………………

Sekretariat :

Bagian Program dan Evaluasi Direktorat Jenderal Planologi Kehutanan Kementerian Kehutanan

Gd. Manggala Wanabakti Blok I Lantai 8 Telp. (021) 5730289

E ‐mail : datainformasi.planologi@gmail.com buletin.planolog@gmail.com

Pelindung :

ERA BARU DITJEN PLANOLOGI

S udah dua tahun Badan Panologi Kehutanan berubah kembali menjadi Direktorat Jenderal di Kementerian Kehutanan. Eksistensinya makin ditantang oleh pesatnya

perubahan dan perkembangan zaman. Dan, tak kalah peliknya, tuntutan layanan dari para pemangku kepentingan juga makin beragam dan kompleks. Segudang persoalan yang menjadi tanggung jawab institusi yang dulu bernama Ditjen Inventarisasi dan Tata Guna Hutan era Menteri Kehutanan Hasjrul Harahap ini pun sudah menunggu

Sebut saja, soal tata batas yang tak Lantas bagaimana langkah konkret kunjung tuntas, lalu soal penyelesaian Rencana

jajaran aparatur Ditjen Planologi Kehutanan, Tata Ruang Wilayah (RTRW) – yang sarat

berikut kami sampaikan publikasi ulang dengan kepentingan, juga sebagian masih

wawancara Ir. Bambang Soepijanto, MM., terkatung-katung. Belum lagi persoalan lain yang

Direktur Jenderal Planologi Kehutanan dengan juga tak kalah urgensinya, seperti izin pinjam

wartawan Majalah Tropis pada Majalah Tropis pakai kawasan hutan untuk keperluan

Edisi 01/ Tahun IV/Maret 2011 adalah sebagai pertambangan dan kegiatan lainnya di luar

berikut:

kehutanan, kemudian masalah penanganan Berkaitan tata ruang, dunia usaha menilai tidak pelepasan kawasan hutan untuk perkebunan ada kepastian, hingga ragu dalam berusaha? atau transmigrasi. Masalah lain, yang juga terkait Harusnya tidak ada keraguan. Sebelum masalah dengan Ditjen Planologi adalah menyangkut tata ruang selesai, kan sudah ada TGHK (Tata

dukungan terhadap komitmen Pemerintah Guna Hutan Kesepakatan). Dan ini sudah sejak Indonesia untuk berpartisipasi menurunkan emisi

tahun 80-an. TGHK ini merupakan kesepakatan gas rumah kaca hingga 26 persen. para pemangku hutan. Lagipula, dalam

Ini semua masalah prioritas yang penyelesaian RTRWP itu kan ada dua institusi membutuhkan jawaban cepat, lugas dan tuntas,

yang harus serasi; Kemenhut dan Pekerjaan dengan mengedepankan aspek profesionalitas.

Umum. Keduanya harus matching dan Tentu saja semuanya mengacu pada visi

dipaduserasikan. Kalau sudah selesai ya segera maupun misi baru (2010-2014) yang diemban

diperdakan, dan berlaku untuk semua. Tapi kalau Ditjen Planologi, yang antara lain bertekad

belum matching, itu yang menjadi persoalan. mewujudkan kepastian kawasan hutan dan

Apalagi pengaturan ruang itu kan bagian optimalisasi penatagunaan kawasan hutan; 1 Pekerjaan Umum.

mengendalikan penggunaan kawasan hutan; Kalau begitu kalau menetapkan RTRW ini memantapkan prakondisi pengelolaan kawasan

Kemenhut tidak sendiri?

hutan; serta mewujudkan kesatuan pengelolaan Ya, tidak. peran dari Pekerjaan Umum sangat hutan dan optimalisasi penyiapan areal besar, karena ini berkaitan dengan ruang. pemanfaatan hutan. Kementerian Kehutanan itu sifatnya hanya

penetapan kawasan. Artinya kawasan mana saja penetapan kawasan. Artinya kawasan mana saja

produksi dan kawasan lindung. Apa yang menjadi kesulitan dalam

menyelesaikan perubahan tersebut? Sebenarnya kalau lurus-lurus, misalnya untuk kepentingan umum saja, biasanya mudah. Tapi kalau sudah masuk berbagai kepentingan, ini yang agak sulit karena harus mengakomodir semua kepentingan yang ada. Apalagi Pemda sekarang mengharapkan nilai tambah dari perubahan tersebut.

Mengapa RTRW selalu menjadi persoalan dalam berinvestasi? Sebenarnya, tidak akan timbul permasalahan, bila Kepala Daerah tetap menggunakan TGHK (Tata GUna Hutan Kesepakatan). TGHK sudah menetapkan berapa luas hutan, letaknya dimana saja. “kan semua sudah ditetapkan dalam TGHK”. Bukankah TGHK itu merupakan kesepakatan tertinggi dari semua pemangku kehutanan. Kalau itu kawasan lindung dan kawasan hutan produksi, jangan diberikan izin untuk kelapa sawit atau kegiatan non kehutanan. Semua dalam TGHK sudah jelas.

Tapi nyatanya kebanyakan seperti itu seakan mengabaikan keberadaan TGHK? Ya kebanyakan para Bupati atau pejabat di daerah tersebut tidak sabar. Ini mungkin karena didesak peningkatan PAD (Pendapatan Asli Daerah), mereka mengundang investor di daerahnya untuk berinvestasi. Lantaran keterbatasan lahan, mungkin terhadap kawasan hutan pun mereka keluarkan izin. Semestinya tidak demikian, mereka punya hak untuk mengusulkan perubahan tata ruang wilayah.

Maksudnya, mereka mengusulkan ke Pemerintah Pusat? Benar. Karena penetapan kawasan, khususnya kehutanan, itu wewenang pusat. Dalam hal ini Menteri Kehutanan. Mereka usulkan perubahan ke Menteri Kehutanan, kalau ada perubahan. Tapi bisa juga mengusulkan tidak ada perubahan. Bagi yang tidak ada perubahan, Menteri hanya menetapkan kembali tata ruang yang lama. Gubernur declare bahwa Provinsi tersebut tidak ada perubahan tata ruang. Dalam dinamikanya, tata ruang itu memang bisa berubah, ini disebabkan pemekaran daerah, pembangunan infrastruktur dan lain-lain yang membutuhkan ruang untuk menampung semua perubahan itu.

Usul tersebut tidak serta merta disetujui kan? Tidak. Ini semua melalui proses. Bagi daerah yang mengajukan perubahan, harus dilihat dulu cakupan luasnya, strategis tidaknya. Nah, untuk menentukan itu, Kementerian Kehutanan menurunkan, Tim Terpadu –yang beranggotakan instansi dan lembaga, termasuk LIPI dan Perguruan Tinggi. Tim Terpadulah yang berperan sebagai penentu. Menteri Kehutanan sifatnya hanya menetapkan, dan itupun bila sudah mendapat persetujuan DPR-RI.

Artinya keputusan tertinggi ada pada Tim Terpadu? Ya. Tapi sebelumnya, Tim Terpadu melakukan paparan di hadapan Menteri kehutanan dan sejumlah Pejabat Daerah, termasuk Gubernur dan Bupati, serta instansi yang terkait. Dalam paparan ini, pejabat daerah yang mengusulkan diberikan kesempatan untuk mempertanyakan, bila hasil kajian Tim Terpadu tidak sesuai dengan yang mereka usulkan. Tim Terpadu ini sifatnya independen, dan diberikan hak penuh untuk memutuskan bahwa layak atau tidak layak kawasan itu diubah. Sebut saja misalnya pengajuan perubahan 100 Ha tapi hanya disetujui 20 Ha, itulah yang harus disepakati.

Kalau begitu, usulan Gubernur dan Bupati bisa saja tidak disetujui Tim terpadu? Bisa saja. Tim Terpadu punya pertimbangan sendiri berdasarkan hasil kajiannya. Tim Terpadu bekerja atas dasar amanah Undang-Undang. Jadi tidak ada lagi tim yang bisa menentukan selain Tim Terpadu. Maka disitulah kenapa kedua Tim Terpadu dan Instansi Independen, biasanya dari LIPI. Karena sebagai lembaga penelitian LIPI dianggap independen. Bagi kehutanan tidak ada sandaran yang lain dalam memutuskan, boleh tidaknya perubahan, selain dari hasil penelitian kajian Tim Terpadu.

Apa saja biasanya yang menjadi pertimbangan Tim terpadu dalam memutuskan suatu wilayah boleh berubah atau tidak? Masalah geografis. Wilayah tersebut sudah ada perkampungan. Di dalamnya berdiri fasilitas umum, seperti jalan raya, pelabuhan, dan lain- lain. Terhadap kawasan hutan yang seperti ini, Tim Terpadu punya pertimbangan lain. Kendati demikian, Tim Terpadu tidak bisa memutihkan keterlanjuran penggunaan kawasan hutan. Undang-Undang tidak memperkenankan adanya pemutihan terhadap keterlanjuran penggunaan kawasan hutan. Amanat Undang-Undang tidak Apa saja biasanya yang menjadi pertimbangan Tim terpadu dalam memutuskan suatu wilayah boleh berubah atau tidak? Masalah geografis. Wilayah tersebut sudah ada perkampungan. Di dalamnya berdiri fasilitas umum, seperti jalan raya, pelabuhan, dan lain- lain. Terhadap kawasan hutan yang seperti ini, Tim Terpadu punya pertimbangan lain. Kendati demikian, Tim Terpadu tidak bisa memutihkan keterlanjuran penggunaan kawasan hutan. Undang-Undang tidak memperkenankan adanya pemutihan terhadap keterlanjuran penggunaan kawasan hutan. Amanat Undang-Undang tidak

Terhadap yang keterlanjuran ini, seperti halnya di Kalimantan Tengah, bagaimana solusinya? Akan kita selesaikan secara adil. Ada beberapa pertimbangan. Terhadap perusahaan yang memiliki izin berdasarkan kepada perundangan yang berlaku, hanya mungkin mereka kurang prosedural, harus diberlakukan dengan adil. Tapi tidak terhadap yang bodong, tanpa izin, ini jelas akan ditindak. Inventarisasi terhadap persoalan ini sudah dilakukan sejak 2010 kemarin. Dan terhadap beberapa kasus yang berinvestasi tanpa izin, dari Kemenhut ditargetkan 2011 sudah selesai.

Terjemahan secara adil itu bagaimana? Adil itu bisa terima semua pihak. Kebetulan, saya ditunjuk sebagai ketua, dalam proses penyelesaian masalah itu. Persoalan itu menyangkut kepentingan nasional, telah membuka lapangan kerja, mendorong pertumbuhan, dan mengentaskan kemiskinan. Kita targetkan selesai dalam 3 tahun. Dalam penyelesaian kasus ini, tidak semua harus dihukum atau dipidanakan. Bukankah ada istilah di bidang hukum, lebih baik melepaskan 1000 orang yang bersalah, daripada memenjarakan 1 yang tidak salah.

Sebenarnya dalam kasus ini dimana letak kesalahan? Ada kecederaan dalam proses. Hanya memang dalam posisi saat ini, tidak terlalu jelas mana yang salah dan mana yang benar. Apalagi kalangan investor merasa mereka telah mendapat izin dari Pemda setempat. Dan bagi Pemda sendiri pun punya alasan, memberikan pemasukan bagi daerah, demi peningkatan PAD. Jadi penyelesaian yang terbaik adalah bagaimana kita berlaku adil, bisa diterima semua pihak.

Lalu strategi penyelesaian yang akan Anda lakukan? Ada berbagai tipologi. Misalnya, izin benar tapi ruangannya salah. Atau sebaliknya. Ada yang tanap izin. Tipologi ini harus dipilah-pilah. Makanya di dalam penyelesaian ini, anggotanya lengkap. Ada kejaksaan, Bareskrim, Kepolisian, Kehutanan, Pekerjaan Umum, Pemda. Jadi ketika diusulkan, semua pihak menerima jangan sampai nantinya hanya pihak kehutanan saja yang dipersalahkan dalam kasus ini, seperti yang sudah-sudah.

Apa hikmah dari persoalan ini? Ini pembelajaran bagi Pemda agar tidak mudah menggunakan wewenang dalam memberikan izin tanpa memperhatikan TGHK atau tata ruang. Kalau itu tidak selesai, maka keadaannya seperti sekarang ini, menjadi sumber kemelut. Di daerah banyak batas-batas yurisdiksi yang hilang, tidak jelas, dihilangkan oleh alam, dll.

Persoalan tata batas, hingga saat ini masih berapa panjang yang belum dilaksanakan tata batas, dan bagaimana program Anda ke depan? Sampai saat ini masih ada 63.267 Km yang masih belum terselesaikan dari target awal seluas 282.873 Km. Sebelumnya untuk jangka waktu 5 tahun ini, sampai tahun 2014, diprogramkan 25.000 Km. Tapi kami memandang, kalau dituntaskan semua, 63 ribu Km hingga 2014, mengapa tidak. Bukankah lebih cepat lebih baik, sehingga ke depan, tata batas ini, bukan lagi menjadi hambatan, baik yang berkaitan dengan kehutanan maupun di luar kehutanan.

Apa mungkin? Saya akan minta bantuan Bapenas dan Kemenkeu untuk anggaran. Dan prinsipnya mereka tidak ada masalah. Artinya soal financial aman. Sekarang, kita tinggal fokus pada SDM. Nah, soal ini, kita akan outsourcing dengan konsultan-konsultan. Jadi tidak lagi mengandalkan SDM kehutanan saja.

Soal perizinan yang berkaitan dengan konservasi lahan atau pinjam pakai, sering dikeluhkan terlampau lamban. Apa program Anda? Nah, Planologi sebagai lokomotif namun masih Senja Utama yang masih bisa ditabrak oleh Agro Bromo karena lambat. Maka “kepala” ini saya ganti Shinkansen. Kita berharap dengan Shinkansen bisa lebih cepat. Langkah awal untuk perizinan ini, bahwa terhadap perizinan yang belum tuntas akan dipercepat, sehingga pada akhir Januari pada posisi 0 *(nol). Kalau permohonan itu memenuhi syarat, kita teruskan ke Menteri Kehutanan, dan yang tidak, kita tolak.

Kita sudah masuk babak baru, babak percepatan? Kita berharap seperti itu. Sehingga permohonan- permohonan yang baru itu masuk kepada speed up gaya baru. Tidak boleh bertele-tele lagi.

Berapa lama target waktu sebelum permohonan mulai dari tahap awal sampai naik ke meja Menteri? Kemarin dihitung masih 140 hari karena Berapa lama target waktu sebelum permohonan mulai dari tahap awal sampai naik ke meja Menteri? Kemarin dihitung masih 140 hari karena

berurusan dengan Ditjen Planologi bisa cepat? sudah selesai semua, kemudian kalau menunggu

Begini tegasnya, Ditjen Planologi harus terdepan, dengan instansi lain, kita tunggu sampai 15 hari

membukakan jalan buat unit-unit lainnya dalam kerja. Sesungguhnya 30 hari kerja bisa selesai.

menjalankan program kehutanan dan non Yang saya inginkan hanyalah kepastian waktu

kehutanan. Non kehutanan, seperti industri yang paling singkat sehingga, katakanlah 140,

perkebunan dan pertambangan, yang sebagian maka pada hari ke 130, si pemohon sudah

besar memanfaatkan kawasan hutan. berandai-andai miliknya akan pasti keluar 10 hari

Bagaimana Anda memaknai Rencana Kehutanan lagi. Pokoknya asal syarat dan kecukupannya

Tingkat Nasional (RKTN) dalam proses oke, maka hanya akan menunggu 140 hari

pembangunan kehutanan ?

selambat-lambatnya. RKTN itu kita ibaratkan Matahari yang menyinari

Apa program dan stategi Anda hingga eksistensi rencana strategis kehutanan. Adapun rencana Planologi tak sekadar menjadi pelengkap pada

strategis itu, rembulan yang member cahaya unit-unit di Kementerian Kehutanan ini?

pada Rencana Kerja Tahunan Kementerian Kementerian Kehutanan, memang merupakan

Kehutanan yang di dalamnya ada rencana tipe organisasi yang terintegrasi. Mulai dari

Kementerian antar lembaga.

perencanaan hingga controlling, itu ada pada Maksud Anda biar arah pembangunan kehutanan unit-unit yang berbeda. Berbeda dengan

lebih jelas?

organisasi di Kementerian lain. Sebagai unit yang Kita berharap seperti itu. Tak ada lagi kisruh memiliki tugas pokok dan fungsi, melaksanakan karena soal tata ruang, atau persoalan tata batas kebijakan dan standarisasi teknis di bidang wilayah. Tata ruang wilayah itu harus match perencanaan makro bidang kehutanan, dengan kawasan hutan. Pemberian izin untuk

semestinya peran dari Direktorat Jenderal kegiatan investasi yang bukan pada lokasinya Planologi Kehutanan sangat strategis dalam

tidak terulang lagi. Semua sudah jelas, mana menyiapkan prakondisi pengelolaan hutan. kawasan hutan dan mana non kawasan.

Lantas sekarang, Anda melihatnya? Respon Anda terhadap rekomendasi KPK, apa Kita memang masih dituntut kerja keras.

rencana aksinya?

Semestinya, Direktorat Jenderal Planologi Rekomendasi KPK itu utamanya adalah Kehutanan ini ibarat gerbong kereta api, adalah perbaikan peraturan perundangan kehutanan lokomotifnya; menarik gerbong lainnya. Dan yang wewenangnya Menteri Kehutanan. Yang sekarang, kita ingin memerankan Ditjen Planologi kedua adalah perbaikan peta. Peta provinsi yang seperti itu, sebagai lokomotif dari unit-unit lain di ada sekarang adalah skala 1:250.000 sedangkan

Kementerian Kehutanan. KPK minta 1:50.000. Namun hal itu tidak

Apa mereka mau memahami, tentang keinginan mungkin karena terlalu besar jadinya. Anda menempatkan Ditjen Planologi seperti itu?

Apa sebab?

Kita sudah sampaikan, mereka cukup Ya….kalau skala 1:50.000 itu di unit pengelola. memahami, bahwa peran Ditjen Planologi Tapi nantinya akan dibuatkan di Kabupaten peta sebagai perumus kebijakan makro dan berskala 1:100.000. Namun target Ditjen perencanaan kawasan hutan, memang harus Planologi adalah ada peta kawasan hutan tingkat menjadi penunjuk arah bagi pembangunan desa. Supaya aparat desa ikut mengawal batas- kehutanan keseluruhan. itu, tugas besar Ditjen batas yang dia miliki. Jadi nantinya, peta Planologi. kawasan itu ada ditingkat kabupaten berskala

Jadi dengan lokomotif ini, Anda berharap semua 1:100.000 dan didesa skala 1:50.000. tidak di bisa ketarik?

kecamatan, karena kecamatan itu ‘kan tidak Keinginan seperti itu. Tapi saat ini, Ditjen

punya wilayah, sifatnya koordinator. Yang punya Planologi masih berupa lokomotif Senja Utama

wilayah itu desa. Sama dengan Gubernur, ada yang bisa ditabrak Agro Bromo karena lambat.

provinsi yang tidak punya wilayah, yang punya Makanya, kedepan lokomotifnya kita ganti

adalah Kabupaten.

dengan Shinkansen (kereta Jepang yang cepatnya luar biasa).

PERCEPATAN PENGUKUHAN MEMBANGUN KESATUAN PENGELOLAAN HUTAN

OLEH SUDJOKO PRAJITNO

PENDAHULUAN

KPHL dan KPHP; Pembentukan/ Usulan Penetapan KPHL dan KPHP; Penetapan KPHL

Perencanaan Kehutanan sebagaimana diatur

dan KPHP.

dalam Peraturan Pemerintah Nomor 44 Tahun 2004 merupakan mandat Undang-Undang

Tata Hutan dan Penyusunan Rencana Nomor 41 Tahun 1999 tentang Kehutanan.

Pengelolaan Hutan : Tata hutan yang meliputi Sesuai Peraturan Menteri Kehutanan Nomor

kegiatan inventarisasi hutan, pembagian P.42/Menhut-II/2010 tentang Sistem kedalam blok, pembagian kedalam petak, tata Perencanaan Kehutanan, Rencana Kehutanan

batas dalam wilayah KPHL/KPHP, pemetaan; terdiri dari rencana kawasan hutan dan

Rencana pengelolaan hutan meliputi rencana rencana pembangunan kehutanan. Rencana

pengelolaan hutan jangka panjang 10 tahun kawasan hutan dalam skala geografis, terdiri

dan rencana pengelolaan hutan jangka pendek dari Rencana Kehutanan Tingkat Nasional

1 tahun;

(RKTN), Rencana Kehutanan Tingkat Provinsi (RKTP), Rencana Kehutanan Tingkat

Pengukuhan kawasan hutan secara bertahap Kabupaten (RKTK) dan Rencana Pengelolaan

dansimultan dapat dilaksanakan Hutan di Tingkat Kesatuan Pengelolaan Hutan

percepatannya dengan langkah-langkah (RKPH). Rencana Kehutanan Tingkat Nasional

kebijakan identifikasi permasalahan, analisa (RKTN) Tahun 2011-2030 sesuai Peraturan

kebijakan, pengendalian dan pengawasan. Menteri Kehutanan Nomor P.49/Menhut- II/2011 tanggal 28 Juni 2011 merupakan

Pelaksanaan seminar dalam rangka arahan makro indikatif pemanfaatan dan

pengembangan jabatan fungsional lingkup penggunaan spasial/ ruang disusun

Direktorat Jenderal Planologi Kehutanan berdasarkan hasil inventarisasi hutan nasional.

dimaksudkan untuk memberikan peluang/ aktivitas kepada pejabat fungsional

Perencanaan kehutanan meliputi kegiatan sebagaimana tema seminar yaitu antara lain:

”Terwujudnya Peran Aktif Pejabat Fungsional untuk Pencapaian Target

Pengukuhan Hutan : penunjukan kawasan

Percepatan Tata Batas dalam rangka

hutan sesuai fungsi dan peruntukannya;

Pemantapan Kawasan Hutan”.

proyeksi batas; pemancangan patok batas; pengukuran dan pemetaan termasuk

Tujuan yang diharapkan dapat dicapai adalah pemasangan pal batas; pembuatan Berita

”Terbangunnya Dinamika Pembangunan

Acara Tata Batas. penetapan kawasan hutan

Kehutanan yang Serasi, Seimbang dan

sesuai status, batas, dan luas wilayah

Sukses Progresif untuk Mewujudkan

hutannya.

Sistem Manajemen Hutan Lestari ”.

Penatagunaan Hutan : penetapan fungsi

IDENTIFIKASI PERMASALAHAN

kawasan hutan; penetapan penggunaan kawasan hutan;

Pengukuhan kawasan hutan sebagai kegiatan Pembentukan Wilayah Pengelolaan Hutan :

prakondisi sebelum kegiatan perencanaan Penyusunan rancang bangun KPHL dan KPHP

kawasan hutan lanjutan, dalam realitanya oleh Gubernur dengan pertimbangan Bupati/

banyak mengalami hambatan dan kendala. Walikota; penetapan arahan pencadangan

Berdasarkan data Statistik Kehutanan

Indonesia tahun 2009, pengukuhan batas Acara Tata Batas mencapai 703.283,01 km, kawasan hutan tahun 2005 – 2009 sampai

dan penyelesaian penetapan kawasan hutan tahap penataan batas kawasan hutan

seluas 159.807,60 hektar sebagaimana tabel sepanjang 2.218,99 km, pengesahan Berita

berikut.

Tabel 1 : Perkembangan Penataan Batas Luar Kawasan Hutan Tahun 2005 – 2009. No. Provinsi

Tahun (km)

Jumlah

2005 2006 2007 2008 2009 (km)

1 N. A.Darussalam

2 Sumatera Utara

3 Sumatera Barat

6 Sumatera Selatan

9 Bangka Belitung

10 Kepulauan Riau

11 D.K.I Jakarta

12 Jawa Barat

13 Jawa Tengah

14 D.I Yogyakarta

15 Jawa Timur

18 N. T. Barat

19 N. T. Timur

20 Kalimantan Barat

21 Kalimantan Tengah

22 Kalimantan Selatan

23 Kalimantan Timur

24 Sulawesi Utara

25 Sukawesi Tengah

26 Sulawesi Selatan

27 Sulawesi Tenggara

29 Sulawesi Barat

31 Maluku Utara

32 Papua Barat

33 Papua

- Jumlah 342,95

977,12 2 218,99 Sumber : Statistik Kehutanan Indonesia Tahun 2009

Tabel 2 : Perkembangan Pengesahan Berita Acara Tata Batas Luar Kawasan Hutan Tahun 2005 – 2009.

Jumlah No. Provinsi

Unit km Unit km Unit km Unit km Unit km Unit km

1 N.A. Darussalam -

2 Sumatera Utara - - - - - - --5 198 927,26 5 198 927,26

3 Sumatera Barat 3 74,55 --- - --8 200 071,56 11 200 146,11

4 Riau

- - --- - --7 284 177,02 7 284 177,02

- - --- - --1 14 910,00 1 14 910,00

9 Bangka Belitung -

- - 1 8,26

10 Kepulauan Riau

11 D.K.I Jakarta

12 Jawa Barat

13 Jawa Tengah

14 D.I Yogyakarta

15 Jawa Timur

18 N. T. Barat

19 N. T.Timur - - --- - - - 5 122.91 5 122.91

20 Kalimantan - - --- - - - 2 60,39 2 60,39 Barat

Kalimantan

21 2 78,28 --- - - - 2 40,00 4 118,28 Tengah

Selatan Kalimantan

23 4 169,74 - - - - 1 33,82 11 325,70

Timur

24 Sulawesi Utara - - - - - - - - 3 43,40 3 43,40 Sukawesi

25 --- - - - -- 29 1 576,08 29 1 576,08

Tengah Sulawesi

26 Selatan

1 86,71 --- - - - 6 260,21 7 346,92 Sulawesi

27 - - --- - --91 036,56 9 1 036,56

29 Sulawesi Barat

31 Maluku Utara

32 Papua Barat - - --- - --61 045,32 6 1 045,32

33 Papua

1 43,72 --- - - - 2 51,70 3 95,42

96 702647,11 112 703 283,01 Sumber : Statistik Kehutanan Indonesia Tahun 2009

Jumlah

14 593,82 - - - - 2 42,08

Tabel 3 : Perkembangan Penetapan Kawasan Hutan Tahun 2005 - 2009

Jumlah No. Provinsi

Unit ha Unit ha Unit ha Unit ha Unit

ha Unit ha

1 N.A. Darussalam -

- - - - - - 1 80,00 1 80,00

2 Sumatera Utara -

----- -12 372,40 1 2 372,40

3 Sumatera Barat

----- -6 10 642,30 6 10 642,30

5 Jambi

----- -1 13 529,40 1 13 529,40

6 Sumatera

----- -5 63 416,01 5 63 416,01 Selatan

7 Bengkulu -

----- -2 6 30- 2 6 30-

8 Lampung

- - - - - - 1 175,00 1 175,00

9 Bangka Belitung -

----- --

10 Kepulauan Riau -

----- --

11 D.K.I Jakarta

----- --

12 Jawa Barat

13 Jawa Tengah

14 D.I Yogyakarta -

----- --

15 Jawa Timur

----- --

16 Banten

----- --

17 Bali

----- --

18 N. T. Barat

19 N. T. Timur

20 Kalimantan Barat

21 Kalimantan

- - Tengah

----- --

22 Kalimantan

- - Selatan

----- --

23 Kalimantan Timur -

----- --

24 Sulawesi Utara

25 Sukawesi

- - Tengah

11 502,00 - - - - - - -

26 Sulawesi Selatan -

----- --

27 Sulawesi

- - Tenggara

----- --

28 Gorontalo

----- --

29 Sulawesi Barat -

1 105,30 - - - - - - -

31 Maluku Utara

----- --

32 Papua Barat

----- --

33 Papua

----- --

25 121 479,99 32 159 807,60 Sumber : Statistik Kehutanan Indonesia Tahun 2009.

Jumlah

Pemantapan kawasan hutan merupakan satu

7. Dokumen pengukuhan batas hutan belum langkah awal (prakondisi) dalam mewujudkan

diperlakukan sebagaimana dokumen kehutanan yang efisien, efektif, rasional dan

negara yang harus dikelola secara benar, progresif. Hasil pembangunan kawasan hutan

cepat, aman, spesial, prioritas. terutama pengukuhan batas kawasan hutan

8. Kebijakan perencanaan kurang telah mengalami pasang surut, baik karena:

memperhatikan target akhir atau titik - terbatasnya tenaga terampil dan tenaga ahli

terselesaikannya pengukuhan batas hutan dalam pengukuran, pemetaan dan penataan

dan sanksinya.

batas hutan serta dalam proses

9. Penganggaran pengukuhan batas hutan pengukuhan;

belum menjadi pertimbangan pertama dan - terbatasnya anggaran pemerintah;

terbesar.

- belum optimalnya cara pandang nilai prioritas pengukuhan batas hutan dalam

ANALISA KEBIJAKAN

pembangunan kehutanan; Berdasarkan Keputusan Menteri Kehutanan - konsistensi

kebijakan yang tidak nomor 399/Kpts-II/1990 tanggal 6 Agustus mendukung dan hal-hal lain;

1990 tentang Pedoman Pengukuhan Hutan, sehingga setelah berjalan lama hasil

yang dimaksud dengan :

pemantapan kawasan hutan dengan fakta dan

a. Pengukuhan hutan adalah kegiatan yang juridis batas hutan dilapangan masih sangat

berhubungan dengan penataan batas kecil yaitu kurang dari 25 %.

suatu wilayah yang telah ditunjuk sebagai Permasalahan dan kendala yang dihadapi

wilayah hutan guna memperoleh secara berjenjang dapat dipahami sebagai

kepastian hukum mengenai status dan berikut :

batas kawasan hutan.

b. Penataan batas adalah kegiatan yang daerah masih sebatas slogan ”prioritas”

1. Kebijakan pemerintah dan pemerintah

meliputi proyeksi batas, pemancangan tidak sesuai dengan kebijakan nyata.

patok batas, pengukuran dan pemetaan

2. Kebijakan dalam pengaturan hak wewenang termasuk pemasangan pal batas serta dan tanggung jawab pemerintah,

pembuatan BATB.

pemerintah daerah dan masyarakat

c. Berita Acara Pengumuman Trayek Batas terhadap pelaksanaan pengukuhan dan

adalah berita acara yang di dalamnya pemeliharaan batas hutan tidak konsisten.

memuat penjelasan tentang ada atau tidak

3. Pengukuhan Batas Hutan seolah berdiri adanya hak-hak pihak ketiga. sendiri, sedang amanah Undang Undang

d. Berita Acara Tata Batas adalah berita nomor 41 Tahun 1999 pada Pasal 1 amar

acara tentang penataan batas yang

14, Pasal 4, Pasal 5, Pasal 18 dan Pasal disusun oleh Panitia Tata Batas dengan

19, jelas mengatur bahwa keberadaan dan dilampiri peta tata batas, berita acara penggunaan kawasan hutan menjadi

pengumuman pemancangan batas, surat- mandat Negara kepada Pemerintah Pusat.

surat bukti yang diperlukan serta

4. Terbatasnya tenaga terampil dan tenaga

penjelasannya.

ahli, baik dalam jumlah, persebaran,

e. Penetapan adalah suatu penegasan pembinaan maupun pengadaannya.

tentang kepastian hukum mengenai

5. Biaya tata batas hutan sangat mahal dan status, batas, dan luas suatu wilayah tidak menjanjikan dalam kontribusinya

hutan menjadi kawasan hutan tetap. terhadap Pendapatan Asli Daerah (PAD).

f. Kesatuan Pengelolaan Hutan adalah

6. Kebijakan prioritas pelaksanaan wilayah pengelolaan hutan sesuai fungsi pengukuhan batas hutan parsial belum

pokok dan peruntukannya, yang dapat menempatkan terbentuknya Unit

dikelola secara efisien dan lestari. Pengelolaan Hutan secara de facto dan de

jure sebagai kebutuhan/ kepentingan utama untuk mewujudkan manajemen hutan yang stabil/ mantap, efisien, efektif, progresif dan optimal lestari.

Alur kegiatan pelaksanaan pengukuhan batas kawasan hutan sebagai berikut :

ARSIPARIS

←←←←←←←← DOKUMEN NEGARA

tentang KAWASAN HUTAN

KEPUTUSAN MENTERI

Status, luas, letak, fungsi KEHUTANAN

PENETAPAN

↑ DITJEN PLANOLOGI

B.A.T.B dan Peta KEHUTANAN

VERIFIKASI DAN

PENGESAHAN

dilampiri B.A.P.T.B.

B.A.T.B

serta Draf S.K. Penetapan

↑ KEPALA BPKH + PANITIA

BERITA ACARA

B.A.T.B dan Peta

TATA BATAS HUTAN

TATA BATAS

dilampiri B.A.P.T.B.

HUTAN

PENGUKURAN, PEMETAAN

Pal beton atau kayu kelas I

DAN PEMASANGAN PAL

TIM TATA BATAS

BATAS

HUTAN ↑ KETUA TIM, KEPALA

Penandatanganan DESA, CAMAT, KEPALA

B.A.P.T.B. DAN PETA

PEMANCANGAN TRAYEK

BPKH

BATAS

↑ TIM TATA BATAS,

Rintis dan Tanda Batas KEPALA DESA DAN

PENGUMUMAN TRAYEK

Hutan dilapangan dan Peta MASYARAKAT

BATAS HUTAN

Trayek Batas Hutan ↑ TIM, KEPALA DESA,

Hak-Hak Pemilikan, Hak Guna Bangunan, PANITIA TATA BATAS

INVENTARISASI DAN

Hak Adat, Hak Penggunaan, Hak HUTAN

PENYELESAIAN HAK-HAK

PIHAK KETIGA

Pemanfaatan

↑ TIM DAN KEPALA

PEMANCANGAN PATOK

DESA

BATAS

↑ KEPALA BPKH +

RAPAT PANITIA TATA BATAS

PANITIA TATA BATAS

HUTAN

HUTAN ↑ FUNGSIONAL SURTA

PEMBUATAN PETA KERJA

BPKH

TRAYEK BATAS HUTAN

↑ KEP.MENTERI

PENUNJUKAN KAWASAN

KEHUTANAN →

HUTAN

Keterangan : B.A.P.T.B = Berita Acara Pengumuman Trayek Batas Hutan. B.A.T.B. = Berita Acara Tata Batas Hutan.

Tim Tata Batas = Fungsional SURTA, PEH dari BPKH dan Anggota dari Dinas/ Pemda.

Kegiatan pengukuhan hutan dilaksanakan

2. Pembenahan organisasi dengan melalui tahapan sebagai berikut:

menyertakan Kepala Kesatuan

1. Persiapan yang terdiri dari penyusunan Pengelolaan Hutan setempat sebagai peta kerja dan konsep trayek batas

Anggota Panitia Tata Batas Hutan.

2. Penyelenggaraan rapat-rapat Panitia Tata

3. Kebijakan prioritas bahwa keberhasilan Batas

pengukuhan batas luar kawasan hutan

3. Pemancangan patok batas sebagai tolok ukur keberhasilan

4. Inventarisasi dan penyelesaian hak-hak pelaksanaan tugas seorang Kepala Balai pihak ketiga yang berkaitan dengan trayek

Pemantapan Kawasan Hutan. batas

4. Optimalisasi dan penambahan serta mutasi

5. Pengumuman trayek batas tenaga fungsional Survei dan Pemetaan

6. Pembuatan dan penanda-tanganan Berita (SURTA) terutama tingkat terampil ke Acara Pengumuman Trayek Batas

wilayah Balai Pemantapan Kawasan

7. Pengukuran dan pemetaan serta

Hutan.

pemasangan pal batas

5. Penyelenggaraan Sistem Kearsipan

8. Pembuatan dan penanda-tanganan Berita Elektronik Dokumen Negara untuk seluruh Acara Tata Batas

dokumen pengukuhan kawasan hutan 9.

menjadi Dokumen Negara Bidang Penetapan kawasan hutan

Kehutanan.

Percepatan pengukuhan batas kawasan hutan dapat ditempuh melalui beberapa pilihan

Berdasarkan kelebihan dan kekurangan yang kebijakan :

dihadapi dalam pelaksanaan pengukuhan kawasan hutan dapat disusun rencana sebagai

1. Sinkronisasi pengukuhan batas kawasan

berikut :

hutan sebagai bagian dari pembangunan Kesatuan Pengelolaan Hutan dalam perencanaan pembangunan terpadu.

Tabel. Standar Kegiatan (Pegunungan Jawa Barat)

Biaya Kegiatan Teknis Buruh (Rp)

Tenaga (orang)

Hari

Inventarisasi Trayek Batas dan Identifikasi Hak-Hak Pihak Ketiga (1 lks/35 km)

50 92.045.000; Pemancangan Batas Sementara ( 1 lks/35 km)

12 55 144.020.000; Penataan Batas Definitif (1 lks/ 35 km)

Tenaga teknis untuk setiap lokasi diperlukan 1 Balai Pemantapan Kawasan Hutan dibantu orang fungsional SURTA. Beban kerja yang

Kepala Seksi.

dapat diberikan kepada setiap orang tenaga fungsional SURTA adalah 2 (dua) kali atau 2

PENGENDALIAN PENGAWASAN

(dua) lokasi penataan batas untuk Penentuan ukuran kemajuan dimaksudkan menyelesaikan penataan batas sepanjang 70

dengan menetapkan tolok ukur selesai km. Berdasarkan perhitungan diatas maka

proses pengukuhan kawasan hutan sesuai pelaksanaan pengukuhan batas hutan perlu

penanggung jawab dan penilaian kinerja optimalisasi anggaran sesuai jumlah tenaga

seorang pemangku jabatan pengukuhan hutan fungsional SURTA yaitu M orang SURTA x 2 x

dalam tiga tahap yaitu :

Rp. 482.230.000; dengan hasil kerja setiap

1) Tahap penataan batas hutan. akhir tahun 70 M km. Penyelesaian Berita

Tahap penataan batas kawasan hutan Acara Tata Batas menjadi tugas utama Kepala

adalah tahapan proses pengukuhan batas kawasan hutan sampai penataan batas

pembinaannya dilaksanakan oleh Direktorat Tata Batas Hutan dan Gubernur. Tahap ini

Jenderal Planologi Kehutanan untuk merupakan tanggung jawab Kepala Balai

menetapkan kebijakan pemeliharaan dan Pemantapan Kawasan Hutan.

rekonstruksi batas hutan.

Oleh karena itu efisiensi, efektivitas dan kecepatan penyelesaian tata batas fisik

KESIMPULAN DAN SARAN

lapangan dan penandatanganan Berita Berdasarkan beberapa permasalahan dan Acara Tata Batas Hutan oleh Panitia Tata

alternatif serta rencana pelaksanaan dapat Batas Hutan dan Gubernur dapat sebagai

disimpulkan sebagai berikut :

tolok ukur keberhasilan pelaksanaan tugas

1. Pekerjaan utama dari Planologi seorang Kepala Balai Pamantapan

Kehutanan adalah menyiapkan Kawasan Hutan.

keberadaan hutan, kawasan hutan dan

2) Tahap Pengesahan Berita Acara Tata penggunaannya secara de facto dan de

Batas Hutan.

jure yang didukung oleh konsistensi, Tahap Pengesahan Berita Acara Tata

transparansi Kebijakan Pemerintah dalam Batas Hutan adalah tahapan proses

perencanaan, pelaksanaan dan pengukuhan batas kawasan hutan sampai

penetapan tolok ukur pelaksanaan pengesahan Berita Acara Tata Batas

pengukuhan dan pemeliharaan batas Hutan dilampiri draf Surat Keputusan

hutan.

Penetapan Kawasan Hutan.

2. Sebagaimana amanah Undang Undang Oleh karena itu efisiensi, efektivitas dan

nomor 41 Tahun 1999 pada Pasal 1 amar kecepatan penyelesaian pengesahan

14, Pasal 4, Pasal 5, Pasal 18 dan Pasal Berita Acara Tata Batas Hutan dan usulan

19, bahwa keberadaan dan penggunaan Penetapannya dapat sebagai tolok ukur

kawasan hutan menjadi mandat Negara keberhasilan pelaksanaan tugas oleh

kepada Pemerintah Pusat. Oleh karena itu Direktorat Pengukuhan dan Penatagunaan

seluruh kegiatan pengukuhan, Hutan.

pemeliharaan dan rekonstruksi batas

3) Tahap Penetapan Kawasan Hutan. kawasan hutan menjadi wewenang dan Tahap Penetapan Kawasan Hutan adalah

tanggung jawab Pemerintah. tahapan proses pengukuhan batas

3. Pengadaan dan peremajaan tenaga kawasan hutan telah selesai secara fisik

terampil dan tenaga ahli SURTA baik dan hukum. Tindak lanjut penetapan

dalam jumlah, persebaran, pembinaan kawasan hutan diperlukan untuk kearsipan

harus disesuaikan dengan beban kerja sebagai Dokumen Negara Bidang

untuk pengukuhan, pemeliharaan dan Kehutanan. Penetapan, Dokumentasi, dan

rekonstruksi batas hutan.

Sosialisasi status kawasan hutan dan

4. Biaya tata batas hutan sangat mahal dan Perencanaan penggunaan menjadi

tidak menjanjikan dalam kontribusinya tanggung jawab Kementerian Kehutanan

terhadap Pendapatan Asli Daerah (PAD). c.q Direktorat Jenderal Planologi

Oleh karena itu harus tetap menjadi beban Kehutanan.

Pemerintah.

5. Kebijakan prioritas pelaksanaan Perkembangan pengukuhan batas kawasan

pengukuhan batas hutan parsial harus hutan perlu dipantau secara sistematis untuk

dapat menempatkan pembentukan Unit mengetahui dan mengambil kebijakan yang

Pengelolaan Hutan secara de facto dan diperlukan, baik proses maupun tindak lanjut

de jure sebagai kebutuhan/ kepentingan dalam pemanfaatan dan penggunaan kawasan

utama untuk mewujudkan manajemen hutan.

hutan yang stabil/ mantap, efisien, efektif, Berdasarkan tolok ukur diatas dapat dipantau

progresif dan optimal lestari. kualitas dan kuantitas pengukuhan hutan yang

6. Dokumen pengukuhan batas hutan harus secara obyektif dapat sebagai landasan

diperlakukan sebagaimana dokumen kebijakan pengelolaan hutan. Pemantauan

negara yang dikelola secara benar, cepat,

penempatan dan penilaian seorang

7. Kebijakan pimpinan harus mengutamakan Aparatur Pengukuhan Kawasan Hutan. kredibilitas seorang Kepala Balai

5. Optimalisasi tenaga fungsional SURTA Pemantapan Kawasan Hutan maupun

yang ada di BPKH dan penempatan Sub Direktorat Pengukuhan dalam

tenaga fungsional SURTA yang ada di memenuhi tolok ukur keberhasilan

Pusat ke BPKH perlu dipertimbangkan pengukuhan hutan dalam penempatan

dalam percepatan pengukuhan batas pejabatnya.

kawasan hutan.

6. Dokumen pengukuhan kawasan hutan

Saran Alternatif dan Rencana

harus diperlakukan sebagaimana

1. Penempatan nilai prioritas utama kegiatan Dokumen Negara lainnya dan disimpan pengukuhan kawasan hutan secara nyata

dalam Sistem Kearsipan Elektronik baik kebijakan, kegiatan, dan

maupun penyimpanannya secara baik penganggarannya harus menjadi

7. Sinkronisasi pengukuhan batas kawasan kesepakatan para penentu kebijakan

hutan sebagai bagian dari pembangunan Kementerian Kehutanan.

Kesatuan Pengelolaan Hutan dalam

2. Kegiatan yang bersifat ”syiar” perlu perencanaan pembangunan terpadu. pembatasan untuk dialokasikan kepada

Pembenahan organisasi dengan menyertakan kegiatan pengukuhan hutan.

Kepala Kesatuan Pengelolaan Hutan setempat

3. Perencanaan pengukuhan kawasan hutan sebagai Anggota Panitia Tata Batas Hutan di harus mempunyai tolok ukur selesai

wilayah kerjanya.

kapan dan berapa secara rialita, bukan

sekedar menetapkan angka 25.000 km per tahun yang belum tentu didukung kemampuan dan kebijakan apa yang harus segera diterbitkan.

4. Penetapan tolok ukur keberhasilan pengukuhan hutan sebagaimana Tahap

Penataan Batas Hutan, Tahap Pengesahan Berita Acara Tata Batas Hutan, Tahap Penetapan Kawasan

RAPAT KOORDI NASI KESATUAN PENGELOLAAN HUTAN (KPH) MENUJU PEMENUHAN TARGET BEROPERASI NYA 120 KPH TAHUN 2014

30 Mei - 1 Juni 2011

Oleh : Ubaidillah Salabi

Bertempat di Hotel Permata, Bogor, pada dilanjutkan paparan materi seputar permasalahan tanggal 30 Mei s.d. 1 Juni 2011, Direktorat

KPH oleh Kepala KPHL Rinjani Barat, Kepala Wilayah Pengelolaan dan Penyiapan Areal

KPHL Batu Tegi kemudian disusul Kepala KPHP Pemanfaatan Kawasan Hutan Banjar. menyelenggarakan kegiatan “Rapat Koordinasi Kesatuan Pengelolaan Hutan (KPH)”. Rakor

Dalam arahannya, Direktur Jenderal Planologi KPH dihadiri berbagai stake holder dari Pusat

antara lain menyatakan bahwa untuk dan Daerah, diantaranya 33 Kepala KPH (KKPH)

mewujudkan pengelolaan hutan di tingkat tapak dan calon KKPH, 20 Kepala Dinas Kehutanan

pada tahap awal dibangun KPH Model sebagai Provinsi, 8 Kepala Dinas Kehutanan Kabupaten,

stimulan. Pada saat ini organisasi KPH didesain Bappenas, Eselon I Lingkup Kementerian

eseloneering, namun nantinya Kehutanan, Perguruan Tinggi, NGO, Mitra, dan

memiliki

diharapkan dapat menjadi Badan Layanan Umum Donor.

(BLU). Di masa mendatang KPH diharapkan menjadi organisasi profesional berbasis bisnis

Penyelenggaraan Rakor KPH bertujuan untuk yang mampu menghidupi organisasi menjadi menggali beberapa hal pokok yaitu:

mandiri. Dengan adanya KPH yang mandiri akan

a. Mengidentifikasi isu utama pembangunan terbentuk pusat-pusat pertumbuhan ekonomi KPH dan percepatan pembangunan KPH,

yang berbasis kawasan hutan. Dalam

b. Mengidentifikasi kegiatan-kegiatan pengelolaan hutan perlu ditumbuhkan semangat

pengelolaan hutan pada wilayah KPH yang dan kreatifitas berbisnis serta think out of the box. akan dijadikan bahan untuk melakukan konvergensi kegiatan Eselon I dengan lokus

Forum Rakor berlanjut dengan tanggapan dari wilayah KPH, dan

beberapa Narasumber seperti Ir. Soetrisno, M.M.,

c. Merumuskan rincian kegiatan dalam tata Dr. Hadi Pasaribu, M.Sc., Prof. Dr. Hariadi hubungan kerja antara KPH-Dinas

Kartodihardjo, Prof. Dr. Soeyitno, Dr. Agus Kehutanan Prov./Kab./Kota-Kementerian

Setyarso, M.Sc., dan Ir. Karta Sirang, M.S. Para Kehutanan.

narasumber memberikan beberapa catatan penting sebagai bahan diskusi berikutnya. Rakor kemudian berlanjut dengan diskusi sebagai

persiapan diskusi utama yang akan diselenggarakan pada esok harinya.

Diskusi pada hari ke-2 dilakukan dalam dua Focus Groups Discussion (FGD) yaitu FGD A dan FGD B dengan tujuan mengidentifikasi isu- isu pembangunan KPH, kegiatan-kegiatan pengelolaan dalam KPH dan mengindentifikasi peran KPH, Dinas Kehutanan Kab./Kota, Dinas Kehutanan Provinsi dan Kementerian Kehutanan

Gb : Arahan Dirjen Planologi, Ir. Bambang Soepijanto,

untuk setiap kegiatan.

MM. (Dok. Dit. WP3H)

Hari pertama, Rakor KPH dibuka dengan Arahan Direktur Jenderal Planologi Kehutanan,

Pembagian Kelompok FGD

Kelompok A

Kelompok B

Dinas Kehutanan

Riau, Sijunjung, Jambi, Merangin, Kalbar,

Sorolangun, Babel, Lampung, Kalteng, Bali,

Kalsel, Gorontalo, DIY, Banjar, Sulbar,

Papua Barat, Sorong, Sumsel, Kaltim,

Tarakan, Kapuas Hulu, Sultra KPH

Malinau

Pocut Meurah Intan, Sungai Beram Hitam,

Sijunjung, Sorolangun, Batu Tegi, Banjar,

Merangin, Merakai, Sintang, Bali Barat,

Bali Tengah, Pohuwato, Kapuas, Lalan,

Bali Timur, Dampelas Tinombo, Sorong,

Muara Dua, Yogyakarta, Berau, Rinjani

Kapuas, Madina, Lakitan, Gedong Wani,

Barat, Lariang, Biak Numfor, Wae Sapalewa

Kapuas Hulu, Malinau, Jeneberang, Gunung Sinopa, Poigar

Kementerian Kehutanan Donor dan NGO

2. Sumber Daya Hutan

Isu sumber daya hutan yang dapat diidentifikasi meliputi ketersediaan data dan informasi sumber daya hutan yang tidak memadai, penentuan nilai manfaat sumber daya hutan untuk menentukan core business KPH, pemanfaatan sumber daya hutan illegal, konflik dengan masyarakat adat dan tekanan terhadap sumber daya hutan yang semakin meningkat.

3. Sumber Daya Manusia

Dari aspek sumber daya manusia, muncul beberapa isu pokok, yakni : penempatan personil sangat dipengaruhi oleh dinamika politik lokal yang seringkali tidak

Gb. Suasana Selama Diskusi FGD B (Dok. Dit WP3H)

mempertimbangkan kompetensi personil, Focus Groups Discussion yang dipandu seorang

keterbatasan jumlah dan kualifikasi tenaga Fasilitator dan Narasumber menghasilkan

teknis kehutanan yang bertugas di identifikasi permasalahan yang berkembang di

pemerintah daerah, dan perlunya masing-masing daerah. Beberapa kata kunci

mekanisme yang memungkinkan yang dibahas dalam grup diskusi adalah

memberikan insentif bagi personil KPH berbagai isu pembangunan KPH, langkah-

sesuai dengan kinerja pengelolaan hutan. langkah percepatan pembangunan KPH,

4. Organisasi

kegiatan utama KPH, tata hubungan kerja KPH- Aspek organisasi yang mengemuka sebagai Pemda-Kemenhut, dan dukungan Eselon I

isu pembangunan KPH meliputi: terhadap KPH.

a. Organisasi KPH lebih dipandang sebagai Isu-isu utama pembangunan KPH yang dapat

penambahan beban bagi daerah diidentifikasi meliputi enam aspek, yakni :

dibanding sebagai penyelesaian masalah

1. Kawasan

pengelolaan hutan.

Isu-isu kawasan yang mengemuka

b. Pembentukan organisasi KPH sesuai mencakup konflik tenurial, tumpang tindih

Permendagri Nomor 61 tahun 2010 kawasan, pengukuhan yang belum selesai,

memerlukan waktu lama. kepastian batas kawasan, izin pemanfaatan

c. Belum ada kriteria tipe organisasi KPH yang tidak aktif dan masih adanya

sebagai tindak lanjut Permendagri Nomor kontradiksi peraturan pengukuhan kawasan

61 tahun 2010.

hutan. Khusus untuk wilayah pengelolaan

d. Hirarki tatakelola dan tata hubungan KPH, masih adanya ketidaksepakatan

kerja yang belum jelas.

dalam pembentukan wilayah KPH lintas

e. Kehutanan dalam PP Nomor 41 Tahun kabupaten/kota dan wilayah KPH dalam

2007 merupakan urusan pilihan sehingga kabupaten/kota.

terdapat Gubernur/Bupati/Walikota yang kurang serius dalam pembentukan

organisasi KPH.

Berdasarkan Inpres 3/2010, Kemenhut

5. Sarana Prasarana ditargetkan membangun 60 unit KPH Dalam pemenuhan sarana dan prasarana

Model dan 20% berlembaga. Sebagai KPH, dukungan pemerintah

tindak lanjutnya, Menhut perlu membuat provinsi/pemkab/pemkot masih kurang.

instrumen kebijakan yang diturunkan ke

6. Dana UPT sebagai arahan untuk mendukung Isu pendanaan merupakan isu yang sangat

target Inpres tersebut.

krusial dalam pembangunan KPH. Beberapa

b. Perlu tim pendamping guna melakukan isu pendanaan yang diidentifikasi adalah :

road show ke daerah untuk percepatan

a. Keterbatasan APBD untuk pembangunan

pembangunan KPH.

4. Organisasi dan sarpras adalah isu politis. kemampuan daerah dan atau kurangnya

KPH yang disebabkan oleh keterbatasan

Oleh karenanya, perlu Surat Edaran Menteri political will dalam alokasi anggaran

Dalam Negeri kepada Gubernur terkait untuk pembangunan kehutanan di

Permendagri No. 61 Tahun 2010. Selain itu daerah.

diperlukan pula Surat Menteri Kehutanan ke

b. Dana pembangunan kehutanan masih Gubernur, Bupati/Walikota untuk banyak terfokus di UPT Pusat.

memformulasikan political will daerah dalam

c. KPH tidak memiliki kewenangan untuk pembangunan KPH, khususnya mengenai mengelola cash flow anggaran.

pembentukan kelembagaan dan sararan

d. Mekanisme pendanaan rumit dan dana

prasarana KPH.

dekonsentrasi sulit masuk ke kabupaten.

5. Perlu dibentuk Sekretariat Nasional (Seknas) sebagai instrumen nasional yang

Rakor KPH juga telah melakukan identifikasi memperkuat pembangunan KPH. Relevansi kegiatan pengelolaan hutan dalam wilayah KPH. Seknas KPH sangat penting terkait dengan Hasil identifikasi ini akan menjadi bahan dalam tata kelola pemerintahan, mekanisme penyusunan konvergensi kegiatan eselon I dalam REDD, dan bagian dari mekanisme lokus wilayah KPH. Sebagaimana tujuan Rakor,

penurunan GRK 26%.

Rakor KPH juga telah memberikan masukan

6. Revisi peraturan perundangan yang menjadi penyempurnaan rincian kegiatan dalam tata kendala dalam implementasi pembangunan hubungan kerja antara KPH-Dinas

KPH.

Prov/Kab/Kota-Kemenhut yang draftnya telah

7. KPH adalah organisasi yang (diharapkan) disiapkan oleh Direktorat Jenderal Planologi mandiri. Untuk itu, diperlukan kreatifitas Kehutanan. pengelola KPH untuk melakukan inovasi-

Selain apa yang telah dicapai di atas, Rakor juga inovasi kegiatan. Perlu dipertimbangkan opsi menghasilkan rumusan rekomendasi sebagai

lain KPH mendapatkan dana selain BLU berikut :

atau badan usaha.

1. Program jangka panjang mengenai

8. Konvergensi UPT masih berjalan sendiri- transformasi kelembagaan nasional. Pusdal

sendiri, sehingga diperlukan sinergitas bertugas memastikan perencanaan di

program.

tingkat regional termasuk evaluasinya.

9. Perlu sosialisasi kelembagaan KPH di Pusdal sebagai brigade planologi di tingkat

tingkat provinsi, kabupaten/kota untuk regional bertugas memastikan rencana-

mentransformasi kelembagaan KPH sesuai rencana regional.

dengan Permendagri 61/2010 agar KPH

2. KPH mengubah total bangunan tidak menjadi bentuk lain dari Dinas. kelembagaan kehutanan. Oleh karena itu

10. Kawasan dan sumber daya hutan (SDH) perlu dirumuskan strategi pembangunan

merupakan kewenangan KPH, jika manusia kehutanan. SDM kehutanan akan

mengikuti hukum positif maka tidak ada sangat tergantung dari pendidikan dan

kawasan clear and clean. Keberadaan KPH latihan.

menjadi percepatan untuk penyelesaian

3. Agenda penting Pokja Percepatan

masalah.

Pembangunan KPH:

a. Jangka pendek : melihat peran UPT dalam pembangunan KPH. Perlu rapat khusus Pokja untuk memastikan

SEHANGAT MINYAK KAYU PUTIH, SEHANGAT PROSPEK PENGELOLAAN HUTAN PADA KESATUAN PENGELOLAAN HUTAN (KPH) YOGYAKARTA

oleh: Deazy Rachmi Trisatya

(Fungsional Pengendali Ekosistem Hutan Pertama pada Direktorat Wilayah Pengelolaan dan Penyiapan Areal Pemanfaatan Kawasan Hutan, Ditjen Planologi Kehutanan)

Di pagi yang cerah itu, rombongan peserta Sosialisasi Pembangunan Kesatuan Pengelolaan Hutan (KPH) melakukan peninjauan lapangan ke lokasi KPH Yogyakarta. Peninjauan lapangan ini bertujuan untuk meningkatkan pemahaman para pengelola KPH melalui berbagi pengalaman dalam pengelolaan KPH yang sudah beroperasi di tingkat tapak dengan melihat secara langsung dan berdiskusi dengan pengelola KPH Yogyakarta.

Dua unit bus yang membawa rombongan peserta tiba di lokasi peninjauan pertama yaitu Pabrik Minyak Kayu Putih Sendangmole di Gunung Kidul sekitar pukul 09.30 WIB. Rombongan disambut dengan bau semerbak khas kayu putih dan hawa yang terasa lebih ‘hangat’ jika tidak dapat dikatakan panas. Setelah sambutan dan penjelasan mengenai pengelolaan Pabrik Minyak Kayu Putih (Gambar 1) dalam konteks KPH Yogyakarta dari Kepala Balai KPH Yogyakarta,

Kepala Pabrik Minyak Kayu Putih, Staf Ahli Bidang Hubungan Antar Lembaga dan Tim Pokja Percepatan Pembangunan KPH (Dr. Agus Setyarso), peserta dibagikan sampel minyak kayu putih hasil produksi Pabrik Minyak Kayu Putih Sendangmole. Peserta sangat antusias menerimanya dan beberapa peserta terlihat langsung membaui aroma minyak kayu putih tersebut (Gambar 2).

Minyak kayu putih merupakan salah satu hasil hutan non kayu yang berpotensi untuk terus dikembangkan. Minyak kayu putih merupakan hasil destilasi ranting dan daun Kayu Putih (Melaleuca leucadendron) yang banyak ditanam di KPH Yogyakarta. Pada awalnya tanaman Kayu Putih ditanam pada tahun 1950 di RPH Dlingo (Kabupaten Bantul) dan di kawasan Gunung Kidul pada tahun 1960 sebagai upaya konservasi tanah dan air

Gambar 1. Sambutan dan penjelasan pengelolaan Pabrik Minyak Kayu Putih

Sumber: Trisatya (tidak dipublikasikan)

Gambar 2. Peserta yang tampak antusias menerima sampel Minyak Kayu Putih

Sumber: Trisatya (tidak dipublikasikan)

Dalam kegiatan peninjauan lapangan ini, peserta berkesempatan melihat proses penyulingan Minyak Kayu Putih di pabrik

dengan luas 446 m 2 yang terletak di Bagian

Daerah Hutan (BDH) Playen ini. Penyulingan daun Minyak Kayu Putih yang dilakukan di Pabrik Minyak Kayu Putih Sendangmole saat ini telah mempertimbangkan nilai ekonomis dan finansial antara lain dengan digantinya peralatan lama dengan peralatan yang sistem pengolahannya lebih maju. Hal ini diakui oleh Kepala Balai KPH Yogyakarta, Ir. Sri Haryanto yang mengemukakan bahwa untuk menuju beroperasi dan berproduksinya KPH diperlukan proses yang panjang dan tidak sebentar sehingga diperlukan

strategi yang tepat untuk menyakinkan pemerintah daerah untuk memberikan dukungan pendanaan. Strategi yang dilakukan oleh KPH Yogyakarta adalah menggunakan APBN untuk pemanfaatan tanaman Kayu Putih. Setelah tanaman Kayu Putih tersebut berhasil menyumbangkan Pendapatan Asli Daerah (PAD), pengelola KPH melakukan lobby dengan anggota Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) untuk mengalokasikan Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) bagi pembangunan KPH. Pada awalnya kegiatan pemanenan daun Kayu Putih dilakukan setiap dua tahun sekali dan setelah mendapatkan dukungan pemerintah daerah kegiatan pemanenan dilakukan setiap satu tahun sekali, sehingga ada perubahan bentuk pemanenan dari pemanfaatan menjadi pengusahaan. Selain kegiatan pemanenan Kayu Putih, KPH Yogyakarta melakukan kegiatan penyadapan Pinus. Alokasi APBD Provinsi DIY tahun 2009 untuk KPH Yogyakarta sebesar Rp. 16.000.610.891,- dengan fokus kegiatan sebesar 80% dialokasikan untuk pembangunan Pabrik Minyak Kayu Putih karena memberikan hasil PAD yang cukup signifikan. Dalam satu hari, Pabrik Minyak Kayu Putih Sendangmole dapat memproduksi Minyak Kayu Putih sebanyak 170-190 liter. Gambar 3 menunjukkan produksi Minyak Kayu Putih di Pabrik Minyak Kayu Putih Sendangmole pada tahun 2000-2009.

Dokumen yang terkait

Analisis Pengaruh Pengangguran, Kemiskinan dan Fasilitas Kesehatan terhadap Kualitas Sumber Daya Manusia di Kabupaten Jember Tahun 2004-2013

21 388 5

PENGALAMAN KELUARGA DALAM MERAWAT ANGGOTA KELUARGA DENGAN GANGGUAN JIWA (SKIZOFRENIA) Di Wilayah Puskesmas Kedung Kandang Malang Tahun 2015

28 256 11

Analisis Pertumbuhan Antar Sektor di Wilayah Kabupaten Magetan dan Sekitarnya Tahun 1996-2005

3 59 17

DAMPAK INVESTASI ASET TEKNOLOGI INFORMASI TERHADAP INOVASI DENGAN LINGKUNGAN INDUSTRI SEBAGAI VARIABEL PEMODERASI (Studi Empiris pada perusahaan Manufaktur yang Terdaftar di Bursa Efek Indonesia (BEI) Tahun 2006-2012)

12 142 22

A DISCOURSE ANALYSIS ON “SPA: REGAIN BALANCE OF YOUR INNER AND OUTER BEAUTY” IN THE JAKARTA POST ON 4 MARCH 2011

9 161 13

Hubungan antara Kondisi Psikologis dengan Hasil Belajar Bahasa Indonesia Kelas IX Kelompok Belajar Paket B Rukun Sentosa Kabupaten Lamongan Tahun Pelajaran 2012-2013

12 269 5

Improving the Eighth Year Students' Tense Achievement and Active Participation by Giving Positive Reinforcement at SMPN 1 Silo in the 2013/2014 Academic Year

7 202 3

Peningkatan keterampilan menyimak melalui penerapan metode bercerita pada siswa kelas II SDN Pamulang Permai Tangerang Selatan Tahun Pelajaran 2013/2014

20 223 100

Pengaruh kualitas aktiva produktif dan non performing financing terhadap return on asset perbankan syariah (Studi Pada 3 Bank Umum Syariah Tahun 2011 – 2014)

6 101 0

Implementasi Program Dinamika Kelompok Terhada Lanjut Usia Di Panti Sosial Tresna Werdha (Pstw) Budi Mulia 1 Cipayung Jakarta Timur

10 166 162