Perjanjian Kerja Menurut KUHPerdata

dikehendaki. Walaupun demikian kekuasaan itu harus dibatasi, yakni di dalam lingkungan apa yang oleh pemerintah yang dianggap layak. Dalam perjanjian pada umumnya dan perjanjian kerja pada khususnya asas kebebasan berkontrak tetap menjadi asas yang utama, namun dalam ketentuan yang mengatur tentang itu terdapat ketentuan-ketentuan tersendiri, hal ini dikarenakan antara pihak yang mengadakan perjanjian kerja terdapat perbedaan-perbedaan tertentu, baik mengenai kondisi, kedudukan hukum dan berbagai hal antara mereka yang membuat perjanjian kerja. Pihak yang satu, dalam hal ini pekerja mempunyai kedudukan yang lebih rendah jika dibandingkan dengan kedudukan dan kondisi dari pihak lainnya yaitu pihak pengusaha atau majikan. Dengan adanya kenyataan bahwa antar para pihak yang mengadakan perjanjian kerja tersebut ada perbedaan, yaitu kondisi dan kedudukan yang berbeda dan tidak seimbang sehingga diperlukan adanya intervensi dari pihak ketiga yaitu pemerintah guna memberikan perlindungan bagi pihak yang lemah terutama sewaktu mengadakan perjanjian kerja.

1. Perjanjian Kerja Menurut KUHPerdata

Perjanjian kerja dalam bahasa Belanda disebut arbeidsoverencom mempunyai beberapa pengertian. KUHPerdata memberikan pengertian perjanjian kerja sebagai suatu perjanjian di mana pihak kesatu buruh mengikatkan dirinya untuk di bawah perintah yang lain yaitu majikan untuk sewaktu-waktu terhenti melakukan suatu Universitas Sumatera Utara perjanjian dengan menerima upah. 79 Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan memberikan pengertian perjanjian kerja adalah suatu perjanjian antara pekerjaburuh dan pengusaha atau pemberi kerja yang memuat syarat-syarat kerja hak dan kewajiban kedua belah pihak. 80 Selain pengertian normatif di atas, pada dasarnya hubungan kerja yaitu hubungan buruh dan majikan yang terjadi setelah diadakan perjanjian oleh buruh dengan majikan. Di mana buruh menyatakan kesanggupannya untuk bekerja pada majikan dengan menerima upah dan di mana majikan menyatakan kesanggupannya untuk mempekerjakan buruh dengan membayar upah. 81 Perjanjian yang demikian itu disebut perjanjian kerja. Istilah perjanjian kerja menyatakan bahwa perjanjian ini mengenai kerja, yakni dengan adanya perjanjian kerja timbul salah satu pihak untuk bekerja. Jadi berlainan dengan perjanjian perburuhan yang tidak menimbulkan hak atas dan kewajiban untuk melakukan pekerjaan tetapi memuat syarat-syarat tentang perburuhan. 82 Dengan demikian adalah kurang tepat bila menggunakan istilah perburuhan untuk menunjuk istilah perjanjian kerja. Sedangkan untuk perjanjian kerja beliau menggunakan istilah persetujuan perburuhan bersama. 83 Dan kurang tepat juga 79 Pasal 1601 a KUHPerdata 80 Pasal 1 angka 14 Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003 81 Imam Soepomo, Pengantar Hukum Perburuhan, Jakarta; Edisi Revisi 2003, hlm. 70. 82 Ibid. 83 Wirjdono Prodjodikoro, Hukum Perdata Tentang Persetujuan-Persetujuan Tertentu dalam Imam Soepomo, Ibid. Universitas Sumatera Utara apabila menggunakan istilah persetujuan perburuhan untuk perjanjian kerja sedangkan perjanjian perburuhan diberi nama persetujuan perburuhan kolektif. 84 Dari pengertian yang dikemukakan oleh para pakar tersebut di atas menunjukkan bahwa posisi yang satu pekerjaburuh adalah tidak sama dan seimbang yaitu di bawah. Apabila dibandingkan dengan posisi dari pihak majikan dengan demikian dalam melaksanakan hubungan hukum atau kerja maka posisi hukum antara kedua belah pihak jelas tidak dalam posisi yang sama dan seimbang. Jika menggunakan Pasal 1313 KUHPerdata, batasan pengertian perjanjian adalah suatu perbuatan di mana seseorang atau lebih mengikatkan diri pada orang lain untuk melakukan sesuatu hal. Bekerja pada pihak lainnya menunjukan bahwa pada umumnya hubungan itu sifatnya adalah bekerja di bawah pihak lain. Sifat ini perlu dikemukakan untuk membedakan dari hubungan antara dokter misalnya dengan sesorang yang berobat. Di mana dokter itu melakukan pekerjaan untuk orang yang berobat namun tidak berada di bawah kepemimpinannya. Karena perjanjian antara dokter dengan orang yang berobat bukanlah merupakan perjanjian kerja melainkan perjanjian melakukan pekerjaan tertentu. Jadi dokter bukanlah buruh dan orang yang berobat bukanlah majikan dan hubungan antara mereka bukanlah hubungan kerja. Adanya buruh ialah hanya jika bekerja di bawah pimpinan pihak lainnya serta menerima upah. Dan adanya majikan jika memimpin pekerjaan yang dilakukan pihak 84 Subekti dan Tjitrosudibio, Kitab Undang-Undang Hukum Perdata, Cetakan Keempat, hlm. 358 dan 362 dalam Imam Soepomo, Ibid. Universitas Sumatera Utara kesatu. Hubungan buruh dan majikan tidak juga terdapat pada pemborongan pekerjaan yang ditujukan kepada hasil pekerjaan. Bedanya perjanjian pemborongan pekerjaan dengan perjanjian melakukan tertentu ialah bahwa perjanjian melakukan pekerjaan ini tidak melihat hasil yang dicapai. Jika orang yang berobat itu tidak menjadi sembuh bahkan akhirnya meninggal dunia, dokter itu telah memenuhi kewajibannya menurut perjanjian. 85 Menyimak perjanjian kerja menurut KUHPerdata seperti tersebut di atas tampak bahwa ciri khas perjanjian kerja adalah ”di bawah perintah pihak lain”. Di bawah perintah itu menunjukkan bahwa hubungan antara pekerja dengan pengusaha adalah hubungan antara bawahan dengan atasan subordinasi. Pengusaha sebagai pihak yang lebih tinggi secara sosial ekonomi, memberikan perintah kepada pihak pekerjaburuh yang secara sosial ekonomi mempunyai kedudukan yang lebih rendah untuk melakukan pekerjaan tertentu. Adanya wewenang perintah inilah yang membedakan antara perjanjian kerja dengan perjanjian yang lainnya. Berdasarkan pengertian perjanjian kerja di atas dapat ditarik beberapa unsur dari perjanjian kerja, yaitu: 86 a. Adanya unsur pekerjaan Dalam suatu perjanjian kerja harus ada pekerjaan yang diperjanjikan obyek perjanjian. Pekerjaan tersebut haruslah dilakukan sendiri oleh pekerja dan hanya dengan seizin majikanlah pekerja dapat menyuruh orang lain. Hal ini dijelaskan 85 Ibid,. hlm. 52. 86 Lalu Husni, Op.Cit., hlm. 56. Universitas Sumatera Utara dalam KUHPerdata Pasal 1603 a yang berbunyi: ”Buruh wajib melakukan sendiri pekerjaannya; hanya dengan seizin majikan ia dapat menyuruh orang ketiga untuk menggantikannya”. Sifat pekerjaan yang dilakukan oleh pekerja itu sangat pribadi karena bersangkutan dengan keterampilankeahliannya. Maka menurut hukum jika pekerja meninggal dunia, perjanjian kerja tersebut putus demi hukum. b. Adanya unsur perintah Manifestasi dari pekerjaan yang diberikan kepada pekerja oleh pengusaha adalah pekerja yang bersangkutan harus tunduk pada perintah pengusaha untuk melakukan pekerjaan yang diperjanjikan. Di sinilah perbedaan hubungan kerja dengan hubungan lainnya, misalnya hubungan antara dokter dengan pasien dan pengacara dengan kliennya. Hubungan tersebut bukan merupakan hubungan kerja karena dokter dan pengacara tidak tunduk pada perintah pasien dan klien. c. Adanya waktu tertentu Dalam melakukan pekerjaan haruslah dilakukan sesuai dengan waktu yang ditentukan dalam perjanjian kerja atau peraturan perundang-undangan. Oleh karena itu dalam melakukan pekerjaannya tidak boleh sekehendak hati dari majikan atau dilakukan seumur hidup. Pekerja harus dilakukan sesuai dengan waktu yang ditentukan pada perjanjian kerja atau peraturan dan pelaksanaannya tidak boleh bertentnagan dengan peraturan perundang-undangan, kebiasaan dan ketertiban umum. Universitas Sumatera Utara d. Adanya upah Upah memegang peranan penting dalam hubungan perjanjian kerja. Bahkan dapat dikatakan tujuan utama seorang pekerja, bekerja pada pengusaha adalah untuk memperoleh upah. Sehingga jika tidak ada unsur upah maka suatu hubungan tersebut bukanlah merupakan hubungan kerja. Seperti seorang narapidana yang diharuskan melakukan pekerjaan tertentu atau seorang mahasiswa perhotelan yang sedang melakukan praktek di sebuah hotel. Sebagai bagian dari perjanjian pada umumnya maka perjanjian kerja harus memenuhi syarat sahnya perjanjian sebagaimana diatur dalam Pasal 1320 KUHPerdata maksudnya bahwa pihak-pihak yang melakukan perjanjian kerja harus sepakat, seiya sekata mengenai hal-hal yang diperjanjikan. Apa yang dikehendaki pihak yang satu harus dikehendaki pihak yang lain. Pihak pekerja menerima pekerjaan yang ditawarkan dan pihak pengusaha menerima pekerja tersebut untuk dipekerjakan. Kemampuan atau kecakapan kedua belah pihak yang membuat perjanjian merupakan syarat mutlak, maksudnya pihak pekerja maupun pengusaha harus dalam keadaan cakap membuat perjanjian. Seseorang dipandang cakap membuat perjanjian jika yang bersangkutan telah cukup umur. Ketentuan hukum ketenagakerjaan memberikan batas umur minimal 18 tahun. 87 Selain itu seseorang dikatakan cakap membuat perjanjian jika orang tersebut tidak terganggu kesehatannya waras. 87 Pasal 1 angka 26 Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003 Tentang Ketenagakerjaan. Universitas Sumatera Utara Adanya pekerjaan yang diperjanjikan dalam istilah Pasal 1320 KUHPerdata adalah hal tertentu. Pekerjaan yang diperjanjikan merupakan obyek dari perjanjian kerja antara pekerja dengan pengusaha yang akibat hukumnya melahirkan hak dan kewajiban para pihak. Obyek perjanjian yaitu pekerjaan harus halal, yakni tidak boleh bertentangan dengan undang-undang, ketertiban umum dan kesusilaan. Jenis pekerjaan yang diperjanjikan merupakan salah satu unsur perjanjian kerja yang harus disebutkan secara jelas. Keempat syarat tersebut bersifat kumulatif artinya harus dipenuhi semuanya baru dapat dikatakan bahwa perjanjian kerja tersebut sah. Syarat kemauan bebas kedua belah pihak dan kemampuan atau kecakapan kedua belah pihak dalam membuat perjanjian dalam hukum perdara disebut sebagai syarat subyektif karena menyangkut mengenai orang yang membuat perjanjian sedangkan syarat adanya pekerjaan yang diperjanjikan dan pekerjaan yang diperjanjikan tersebut harus hala sebagai syarat obyektif karena menyangkut obyek perjanjian. Kalau syarat obyektif tidak dipenuhi perjanjian itu batal demi hukum artinya dari semula perjanjian tersebut dianggap tidak pernah ada. Jika yang dipenuhi adalah syarat subyektif maka akibat dari hukum dari perjanjian tersebut dapat dibatalkan, pihak-pihak yang tidak memberikan persetujuan secara bebas demikian juga oleh orang tuawali atau pengampun bagi pihak yang tidak cakap membuat perjanjian dapat meminta pembatalan kepada hakim. Dengan demikian perjanjian tersebut mempunyai kekuatan hukum selama belum dibatalkan hakim. Universitas Sumatera Utara

2. Perjanjian Kerja Menurut UU No. 13 Tahun 2003 Tentang

Dokumen yang terkait

Perlindungan Hukum Terhadap Tenaga Kerja Atas Pemutusan Hubungan Kerja (PHK) Sepihak Dihubungkan Dengan Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003 Tentang Ketenagakerjaan

0 6 1

Implementasi Perlindungan Tenaga Kerja Penyedia Jasa (Outsourcing) ditinjau dari Undang-undang Nomor 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan

3 16 136

Perlindungan Hukum Terhadap Tenaga Kerja Dalam Hal Teradi Pemutusan Hubungan Kerja Berdasarkan Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003 Tentang Ketenagakerjaan

0 4 26

TENAGA KERJA OUTSOURCING (KONTRAK) STUDI TENTANG ASPEK PERLINDUNGAN HUKUM MENURUT UNDANG-UNDANG NO. 13 TAHUN 2003 TENTANG KETENAGAKERJAAN DI PT. TYFOUNTEX KARTASURA.

0 2 16

PERLINDUNGAN HUKUM PEKERJA OUTSOURCING YANG TIDAK DIIKUTSERTAKAN DALAM PROGRAM JAMSOSTEK DIHUBUNGKAN DENGAN UNDANG-UNDANG NO. 13 TAHUN 2003 TENTANG KETENAGAKERJAAN.

0 0 2

Perlindungan Hukum Tenaga Kerja Kontrak Dalam Perjanjian Kerja Waktu Tertentu Berdasarkan Undang-Undang No. 13 Tahun 2003 Tentang Ketenagakerjaan Muhammad Wildan

0 0 9

KARAKTERISTIK UNDANG-UNDANG KETENAGAKERJAAN DALAM PERLINDUNGAN HUKUM TERHADAP TENAGA KERJA

0 0 21

PERLINDUNGAN HUKUM BAGI TENAGA KERJA OUTSOURCING (Studi Komparasi antara Hukum Islam dan Undang-Undang No. 13 Tahun 2003 Tentang Ketenagakerjaan) - Raden Intan Repository

0 0 105

PERLINDUNGAN HUKUM TERHADAP TENAGA KERJA WANITA DI KOTA MAKASSAR BERDASARKAN UNDANG-UNDANG NOMOR 13 TAHUN 2003 TENTANG KETENAGAKERJAAN

0 1 75

PERLINDUNGAN HUKUM TERHADAP PEKERJA/ BURUH OUTSOURCING BERDASARKAN UNDANG-UNDANG NOMOR 13 TAHUN 2003 -

0 1 62