Alat Pengumpulan Data Menurut Kitab Undang-Undang Hukum Perdata

berhubungan dengan objek telaahan penelitian ini, yang dapat berupa peraturan perundang-undangan, buku-buku, dan karya ilmiah lainnya.

4. Alat Pengumpulan Data

Dalam penelitian ini, pengumpulan data yang dilakukan dengan studi dokumen yang dikumpulkan dengan mempergunakan studi pustaka sebagai alat pengumpulan data yang dilakukan di Perpustakaan, baik melalui penelusuran katalog maupun browsing internet. Pada tahap awal pengumpulan data dilakukan inventaris seluruh data dan atau dokumen yang relevan dengan topik pembahasan. Selanjutnya dilakukan pengkategorian data-data tersebut berdasarkan rumusan permasalahan yang telah ditetapkan.

5. Analisis Data

Analisis merupakan hal terpenting dalam suatu penelitian dalam rangka memberikan jawaban terhadap permasalahan yang diteliti. Setelah diperoleh data sekunder yakni berupa bahan hukum primer, bahan hukum sekunder dan bahan hukum tertier, maka dilakukan pengklasifikasian data, kemudian data disusun secara sistematis untuk mempermudah proses analisa. Analisa data dilakukan dengan pendekatan kualitatif. Selanjutnya ditarik suatu kesimpulan yang bersifat deduktif sebagai jawaban atas permasalahan yang diteliti. Menurut Lexy J. Moleong, analisa data kualitatif ini adalah upaya yang dilakukan dengan jalan bekerja dengan data, memilah-milahnya menjadi satuan yang dapat dikelola, mensintesiskannya, mencari dan menemukan pola, menemukan apa Universitas Sumatera Utara yang penting dan apa yang dipelajari, dan memutuskan apa yang dapat diceritakan kepada orang lain. 44 44 Lexy J. Moleong, Metode Penelitian Kualitatif, Bandung: PT. Remaja Rosdakarya, 2006, hlm.248. Universitas Sumatera Utara

BAB II STATUS HUKUM TENAGA KERJA OUTSOURCING

A. Latar Belakang dan Pelaksanaan Outsourcing dalam Perspektif Hukum

Ketenagakerjaan Kecenderungan beberapa perusahaan untuk mempekerjakan karyawan dengan sistem outsourcing pada saat ini, umumnya dilatarbelakangi oleh strategi perusahaan untuk melakukan efisiensi biaya produksi cost production. Dengan menggunakan sistem outsourcing ini, pihak perusahaan berusaha untuk menghemat pengeluaran dalam membiayai sumber daya manusia SDM yang bekerja di perusahaan yang bersangkutan. 45 Berdasarkan hukum ketenagakerjaan, istilah outsourcing sebenarnya bersumber dari ketentuan yang terdapat dalam Pasal 64 UU Ketenagakerjaan, yang menyatakan bahwa perusahaan dapat menyerahkan sebagian pelaksanaan pekerjaan kepada perusahaan lainnya melalui perjanjian pemborongan pekerjaan atau penyedia jasa pekerja yang dibuat secara tertulis. Dalam prakteknya, ketentuan tentang penyediaan jasa pekerja yang diatur dalam peraturan di atas akhirnya memunculkan pula istilah outsourcing, dalam hal ini maksudnya menggunakan sumber daya manusia dari pihak di luar perusahaan. 45 Adrian Sutedi, Hukum Perburuhan, Jakarta: Sinar Grafika, 2009, hlm.217. Universitas Sumatera Utara Outsourcing berasal dari bahasa Inggris yang berarti “alih daya”. Outsourcing mempunyai nama lain yaitu “contracting out” merupakan sebuah pemindahan operasi dari satu perusahaan ke tempat lain. Hal ini biasanya dilakukan untuk memperkecil biaya produksi atau untuk memusatkan perhatian kepada hal lain. Di negara-negara maju seperti Amerika dan Eropa, pemanfaatan outsourcing sudah sedemikian mengglobal sehingga menjadi sarana perusahaan untuk lebih berkonsentrasi pada core businessnya sehingga lebih fokus pada keunggulan produk servisnya. Pemanfaatan outsourcing sudah tidak dapat dihindari lagi oleh perusahaan Indonesia. Berbagai manfaat dapat dipetik dari melakukan outsourcing, seperti penghematan biaya cost saving, perusahaan bisa memfokuskan kepada kegiatan utamanya core business, dan akses kepada sumber daya resources yang tidak dimiliki oleh perusahaan. Salah satu kunci kesuksesan dari outsource adalah kesepakatan untuk membuat hubungan kerja jangka panjang long term relationship, tidak hanya kepada proyek jangka dekat. Alasannya sangat sederhana, yaitu outsource harus memahami proses bisnis dari perusahaan. Perusahaan juga akan menjadi sedikit tergantung kepada outsourcer. Namun ternyata hal ini tidak mudah dilakukan di Indonesia. Terlebih-lebih lagi di Indonesia ada banyak masalah dalam menentukan partner outsourcing ini. Di industri milik pemerintah, seperti BUMN, pemilihan penyedia layanan harus dilakukan dengan melalui tender. Akibatnya pemegang tender sulit untuk diramalkan. Demikian pula perpanjangan layanan mungkin harus Universitas Sumatera Utara ditenderkan lagi. Hubungan baik antara pengguna jasa outsourcing dan penyedia jasa outsourcing sulit terjadi. Beberapa praktisi hukum ketenagakerjaan sebenarnya banyak yang mengkritik sistem outsourcing, karena secara legal formal perusahaan pemberi kerja tidak bertanggung jawab secara langsung terhadap pemenuhan hak-hak karyawan yang bersangkutan. Oleh karena itu, dalam rangka melindungi karyawan yang ditempatkan tersebut ditentukan beberapa syarat untuk meminimalisasi dampak negatif dari sistem outsourcing. Syarat-syarat tersebut wajib dipenuhi oleh perusahaan penyedia jasa pekerja maupun perusahaan pemberi kerja, agar pekerjaburuh yang bersangkutan tetap terlindungi hak-haknya dan tidak mengalami eksploitasi secara berlebihan. Syarat-syarat yang wajib dipenuhi adalah sebagai berikut: 1. Perusahaan penyedia jasa pekerja merupakan bentuk usaha berbadan hukum dan memiliki izin dari instansi yang berwenang 2. Pekerjakaryawan yang ditempatkan tidak boleh digunakan untuk melaksanakan kegiatan pokok yang berhubungan langsung dengan proses produksi 3. Adanya hubungan kerja yang jelas antara pekerjaburuh dengan perusahaan penyedia jasa pekerja, sehingga pekerja yang ditempatkan tersebut mendapatkan perlindungan kerja yang optimal sesuai standar minimum ketenagakerjaan 4. Hubungan kerja harus dituangkan dalam perjanjian secara tertulis yang memuat seluruh hak dan kewajiban para pihak sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan ketenagakerjaan. Universitas Sumatera Utara Perkembangan ekonomi global dan kemajuan teknologi yang demikian cepat membawa dampak timbulnya persaingan usaha yang begitu ketat dan terjadi di semua lingkungan. Lingkungan yang sangat kompetitif ini menuntut dunia usaha untuk menyesuaikan dengan tuntutan pasar yang memerlukan respons yang cepat dan fleksibel dalam meningkatkan pelayanan terhadap pelanggan. Untuk itu diperlukan suatu perubahan struktural dalam pengelolaan usaha dengan memperkecil rentang kendali manajemen, dengan memangkas sedemikian rupa sehingga dapat menjadi lebih efektif, efisien dan produktif. Dalam kaitan itulah dapat dimengerti bahwa kalau kemudian muncul kecenderungan outsourcing yaitu memborongkan satu bagian atau beberapa bagian kegiatan perusahaan yang tadinya dikelola sendiri kepada perusahaan lain yang kemudian disebut perusahaan penerima pekerjaan. 46 Berikut akan dicoba untuk menguraikan sedikit mengenai pemborongan pekerjaan sebagai latar belakang, sebelum memasuki definisi dari outsourcing. Tentang isi perjanjian yaitu bahwa pihak yang satu menghendaki hasil dari suatu pekerjaan yang disanggupi oleh pihak yang lainnya untuk diserahkannya dalam suatu jangka waktu yang ditentukan, dengan menerima suatu jumlah uang sebagai harga hasil pekerjaan tersebut. Perjanjian pemborongan diwajibkan memberikan bahannya 46 Muzni Tambusai, Pelaksanaan Outsourcing dari Aspek Hukum Naker, http:www.nakertrans.go.id250604html. Diakses Tanggal 26 Juni 2009. Universitas Sumatera Utara untuk pekerjaan tersebut, dan si pemborong hanya akan melakukan pekerjaannya saja. 47 Pasal 1601b mengartikan pemborongan kerja sebagai suatu persetujuan. Pihak pemborongan mengikatkan diri kepada pihak pemberi borongan untuk menyelesaikan suatu borongan tertentu, dan sebagai imbalan atas penyelesaian tersebut, pihak pemborong mendapat prestasi harga tertentu sebagai upah. Upah tertentu dalam pemborongan ini tidak hanya dimaksudkan semata-mata hanya upah yang telah ditentukan lebih dahulu. Tidak itu saja maksudnya, tetapi harus diartikan lebih luas dari pada itu yaitu, meliputi upah yang dapat ditentukan kemudian. 48 Prestasi upah yang diterima pemborong dalam pemborongan kerja tergantung pada objek kerja yang diborongkan. Bisa saja si pemborong hanya menyediakan bahan-bahan atau barang-barang borongan. Namun bisa juga sekaligus pemborong itu sendiri yang menyediakan bahan dan menyiapkan kerja borongan. Seperti memborong bangunan rumah. Seorang pemborong hanya ditugaskan untuk menyediakan bahan bagunan saja, sedangkan pembangunan rumah diserahkan kepada pemborong lain. Tetapi bisa juga sekaligus alat bangunan dan pembangunan rumah diserahkan kepada seorang pemborong. 49 Satu dan lain membawa perbedaan dalam hal dan tanggung jawabnya. Pemborong atas hasil pekerjaan yang diperjanjikan. Dalam halnya si pemborong 47 R. Subekti, Aneka Perjanjian, Cetakan Kesepuluh, Bandung: Citra Aditya Bakti, 1995, hlm.65. 48 M. Yahya Harahap, Segi-Segi Hukum Perjanjian, Cetakan kedua, Jakarta: Alumni, 1986, hlm.258. 49 Ibid., Universitas Sumatera Utara diwajibkan memberikan bahannya, dan pekerjaannya dengan cara bagaimanapun musnah sebelumnya diserahkan kepada pihak yang memborongkan. Maka segala kerugian adalah atas tanggungan si pemborong, kecuali apabila pihak yang memborongkan telah lalai untuk menerima hasil pekerjaan itu. Jika si pemborong hanya diwajibkan melakukan pekerjaan saja, dan pekerjaannya musnah, maka hanya bertanggung jawab untuk kesalahannya Pasal 1605 dan Pasal 1606. Ketentuan yang terakhir ini mengandung maksud bahwa akibat suatu peristiwa di luar kesalahan salah satu pihak, yang menimpa bahan-bahan yang telah disediakan oleh pihak yang memborongkan, dipikulkan pada pundak pihak yang memborongkan ini. Baru apabila dari pihaknya pemborong ada kesalahan mengenai kejadian itu, hal mana harus dibuktikan oleh pihak yang memborongkan. Maka si pemborong dapat dipertanggung jawabkan sekedar kesalahannya itu mengakibatkan kemusnahan bahan-bahan tersebut. 50 Kemudian, dalam halnya si pemborong hanya diwajibkan melakukan pekerjaan saja, Pasal 1607 KUHPerdata dituturkan bahwa jika musnahnya pekerjaan itu terjadi di luar sesuatu kelalaian dari pihaknya pemborong, sebelum pekerjaan itu diserahkan, sedang pihak yang memborongkan tidak telah lalai untuk memeriksa dan menyetujui pekerjaannya. Maka si pemborong tidak berhak atas harga yang 50 Subekti, Op.cit., Universitas Sumatera Utara dijanjikan, kecuali apabila musnahnya barang pekerjaan itu disebabkan oleh suatu cacat dalam bahannya. 51 Dari ketentuan tersebut di atas dapat ditarik kesimpulan bahwa kedua belah pihak menderita kerugian akibat kejadian yang tidak disengaja yang memusnahkan pekerjaan itu, pihak yang memborongkan kehilangan bahan-bahan yang telah disediakan, sedangkan pihak pemborong kehilangan tenaga dan biaya yang telah dikeluarkan untuk menggarap pekerjaan. Pihak yang memborongkan hanya dapat menuntut penggantian kerugiannya apabila dapat membuktikan adanya kesalahan dari si pemborong. Sedangkan pihak pemborong hanya akan dapat menuntut harga yang dijanjikan apabila ia berhasil membuktikan bahwa bahan-bahan yang disediakan oleh pihak lawannya itu mengandung cacat-cacat yang menyebabkan kemusnahan pekerjaannya. 52 Jika suatu pekerjaan dikerjakan sepotong demi sepotong sebagian demi sebagian atau seukuran demi seukuran, maka pekerjaan itu dapat diperiksa sebagian demi sebagian. Pemeriksaan tersebut dianggap terjadi dilakukan untuk semua bagian yang telah dibayar apabila pihak yang memborongkan tiap-tiap kali membayar si pemborong menurut imbangan dari apa yang telah selesai dikerjakan Pasal 1608. Ketentuan ini mengandung maksud bahwa bagian pekerjaan yang sudah dibayar itu 51 Ibid., hlm.66. 52 Ibid., Universitas Sumatera Utara menjadi tanggungan pihak yang memborongkan apabila terjadi suatu peristiwa di luar kesalahan salah satu pihak yang memusnahkan bagian pekerjaan itu. 53 Mengenai pemborongan pembangunan gedung terdapat suatu ketentuan sebagai berikut: jika suatu gedung yang telah diborongkan dan dibuat untuk suatu harga tertentu, seluruhnya atau sebagian musnah disebabkan karena suatu cacat dalam penyusunannya atau bahkan karena tidak sanggup tanahnya, maka para ahli pembangunannya serta para pemborongnya adalah bertanggung jawab untuk itu selama sepuluh tahun Pasal 1609. Ketentuan ini meletakkan kepada ahli pembangunan dan pemborongan suatu kewajiban untuk menjamin mutu pekerjaan yang telah mereka lakukan. Apabila tanahnya tidak cukup kuat untuk didirikan gedung di atasnya, maka hal itu sepantasnya harus diketahui oleh ahli pembangunan dan pemborong dan karena itu mereka juga dipertanggung jawabkan atas runtuhnya gedung akibat kurang kuat tanahnya. Dan adalah pantas pula dalam hal pemborongan pembangunan suatu gedung untuk meletakkan kewajiban menanggung hasil karya mereka itu selama sepuluh tahun. 54 Kemudian dalam hal pemborongan pembangunan gedung itu didapatkan juga ketentuan sebagai berikut: jika seorang ahli pembangunan atau seorang pemborong telah menyanggupi untuk membuat suatu gedung secara memborong menuntut suatu penambahan harga, baik dengan dalih telah dibuatnya perubahan-perubahan dan tambahan-tambahan yang tidak termasuk dalam rencana, jika perubahan-perubahan 53 Ibid., 54 Ibid., hlm.67. Universitas Sumatera Utara atau tambahan-tambahan itu tidak telah disetujui secara tertulis dan tentang harganya tidak telah diadakan persetujuan dengan si pemilik Pasal 1610. Ketentuan tersebut sudah tepat, karena naiknya upah buruh dan harga bahan bangunan turun, itu adalah untungnya pemborong. 55 Pihak yang memborongkan jika menghendaki demikian, boleh menghentikan pemborongannya, meskipun pekerjaan telah dimulai. Asalkan memberikan ganti rugi sepenuhnya kepada si pemborong untuk segala biaya yang telah dikeluarkan guna pekerjaannya serta untuk keuntungan yang terhilang karenanya. Demikianlah diterangkan oleh Pasal 1611. Di sini diberikan kemungkinan pengakhiran secara sepihak dengan segala konsekwensinya, yaitu pembayaran ganti rugi kepada pemborong yang tidak saja terdiri atas segala biaya yang telah dikeluarkan. Tetapi juga atas kehilangan keuntungan yang sedianya akan diperoleh si pemborong apabila dapat menyelesaikan pekerjaannya. 56 Pemborongan pekerjaan berhenti dengan meninggalnya si pemborong. Namun pihak yang memborongkan diwajibkan untuk membayar kepada para ahli waris. Harga pekerjaan yang sudah dikerjakan menurut imbangan terhadap harga pekerjaan yang telah dijanjikan dalam perjanjian. Serta harga bahan bangunan yang telah disediakan, asal pekerjaan atau bahan-bahan tersebut dapat mempunyai sesuatu manfaat baginya Pasal 1612. Tukang-tukang batu, tukang-tukang kayu, tukang- tukang besi, dan lain-lain tukang yang telah dipakai untuk mendirikan sebuah gedung 55 Ibid., 56 Ibid., hlm.68. Universitas Sumatera Utara atau untuk membuat sesuatu pekerjaan lain yang diborongkan. Tidak mempunyai tuntutan terhadap orang untuk siapa pekerjaan-pekerjaan itu telah dibuatnya, selainnya untuk suatu jumlah yang orang ini berutang kepada si pemborong pada saat mereka mengajukan tuntutan mereka Pasal 1614. 57 Sebenarnya prinsip-prinsip outsourcing telah dijalankan sejak dulu. Pada waktu itu, bangsa Yunani dan Romawi menyewa prajurit asing untuk bertempur pada peperangan mereka serta menyewa ahli bangunan untuk membangun kota beserta istana. Dengan perkembangan sosial yang ada, prinsip outsourcing mulai diterapkan dalam dunia usaha. 58 Definisi outsourcing sendiri adalah pendelegasian operasi dan manajemen harian dari suatu proses bisnis kepada pihak luar pengusaha penyedia jasa outsourcing dengan tujuan untuk membagi resiko usaha dalam berbagai masalah, termasuk masalah ketenagakerjaan. 59 Sedangkan secara terminology, dalam KUHPerdata telah diatur mengenai masalah tersebut, dengan istilah pemborongan pekerjaan, yaitu Pasal 1601b KUHPerdata bahwa yang dimaksud dengan pemborongan pekerjaan adalah perjanjian, dengan mana pihak yang satu, si pemborong, mengikatkan diri untuk menyelenggarakan suatu pekerjaan bagi pihak 57 Ibid., 58 Chandra Suwondo, Outsourcing Implementasi di Indonesia, Jakarta: Elex Media Komputindo, 2003, hlm.2. 59 Ibid., Universitas Sumatera Utara yang lain, pihak yang memborongkan, dengan menerima suatu harga yang ditentukan. 60 Pada lingkungan persaingan global, outsourcing dapat sangat membantu suatu organisasi atau malah membuat organisasi yang terorganisasi dengan baik menjadi stabil. Kuncinya adalah menemukan dan memelihara kestabilan. Penstabilan kembali melibatkan suatu penilaian kembali kekuatan, kelemahan dan tantangan dari organisasi di pasar. Dalam menghadapi tantangan yang tetap, manajemen harus menentukan fungsi-fungsi yang merupakan ”kemampuan inti” dari organisasi dan mempertahankannya. Setelah mempertahankan inti organisasi, pertahankan kemampuan inti tersebut dengan melakukan outsourcing guna meminimalkan investasi dan resiko pada organisasi. 61 Keberhasilan suatu outsourcing harus dilakukan melalui langkah-langkah tepat. Kekeliruan yang diambil akan menyebabkan outsourcing tidak efektif, bahkan dapat mengahsilkan akibat yang membahayakan perusahaan. Melakukan implementasi outsourcing bukanlah hal yang sederhana. Berbagai pertimbangan harus diperhitungkan dan diputuskan. Kesalahan dapat mengakibatkan masalah, bahkan kehancuran pada perusahaan. Agar efektif, implementasi outsourcing harus dilakukan dengan langkah-langkah yang tepat seperti dapat diuraikan berikut: a. Mendefinisikan tujuan outsourcing b. Indentifikasi fungsi-fungsi yang harus di outsourcing 60 R. Subekti, Kitab Undang-Undang Hukum Perdata, terjemahan. 61 Chandra Suwondo, Op.cit., hlm.148. Universitas Sumatera Utara c. Memperhitungkan resiko d. Mengajukan permintaan tertulis kepada penyedia jasa outsource e. Menyeleksi vendor yang ada pada daftar permintaan proposal f. Mengevaluasi proposal g. Menegosiasi harga akhir Dalam melakukan implementasi outsourcing, tidak semua fungsi dapat di outsourcingkan dengan segera. Sebelum melakukan outsourcing, setiap operasiproses bisnis harus dianalisa dan dievaluasi dalam ketentuan kualitas, efektifitas biaya dan efisiensi secara keseluruhan. Selain itu, diperlukan juga perhitungan dan kalkulasi akurat dalam setiap operasi dan layanan yang akan di outsourcing. Fungsi-fungsi awal yang harus di outsourcing sangat bergantung pada jenis perusahaan, kondisi perusahaan, tujuan perusahaan, serta situasi dan kondisi makro ekonomi yang melingkupi perusahaan tersebut. 62 Dalam praktek sehari-hari outsourcing selama ini diakui lebih banyak merugikan pekerjaburuh, karena apabila dilihat dari hubungan kerja selalu dalam bentuk tidak tetapkontrak PKWT, upah lebih rendah, jaminan sosial kalaupun ada hanya sebatas minimal, tidak adanya job security serta tidak adanya jaminan pengembangan karir dan lain-lain sehingga memang benar dalam keadaan seperti itu 62 Ibid., hlm.119. Universitas Sumatera Utara dikatakan praktek outsourcing akan menyengsarakan pekerjaburuh dan membuat kaburnya hubungan industrial. 63 Hal tersebut dapat terjadi karena sebelum adanya Undang-Undang Ketenagakerjaan Nomor 13 Tahun 2003, tidak ada satupun peraturan perundang- undangan di bidang ketenagakerjaan yang mengatur perlindungan terhadap pekerjaburuh dalam melaksanakan outsourcing. Kalaupun ada, mungkin Permen Tenaga Kerja Nomor 2 Tahun 1993 tentang Kesepakatan Kerja Waktu Tertentu KKWT, yang hanya merupakan salah satu aspek outsourcing. Walaupun diakui bahwa pengaturan outsourcing dalam Undang-Undang Ketenagakerjaan Nomor 13 Tahun 2003 belum dapat menjawab semua permasalahan outsourcing yang begitu luas dan kompleks, namun setidaknya dapat memberikan perlindungan hukum terhadap pekerjaburuh terutama yang menyangkut syarat-syarat kerja, kondisi kerja serta jaminan sosial dan perlindungan kerja lainnya serta dapat dijadikan acuan dalam menyelesaikan apabila terjadi permasalahan. 64 Praktik outsourcing dalam UU Ketenagakerjaan dapat dilaksanakan dengan persyaratan yang sangat ketat sebagai berikut: 1. Perjanjian pemborongan pekerjaan dibuat secara tertulis 2. Bagian pekerjaan yang diserahkan kepada perusahaan penerima pekerjaan, diharuskan memenuhi syarat-syarat: 63 Muzni Tambusai, Op.cit., 64 Ibid., Universitas Sumatera Utara a. Apabila bagian pekerjaan yang tersebut dapat dilakukan secara terpisah dari kegiatan utama b. Bagian pekerjaan itu merupakan kegiatan penunjang perusahaan secara keseluruhan sehingga kalau dikerjakan pihak lain tidak akan menghambat proses produksi secara langsung, dan c. Dilakukan dengan perintah langsung atau tidak langsung dari pemberi pekerjaan 65 Semua persyaratan di atas, bersifat kumulatif sehingga apabila salah satu syarat tidak terpenuhi, maka bagian pekerjaan tersebut tidak dapat di outsourcingkan. Perusahaan penerima pekerjaan harus berbadan hukum. Ketentuan ini diperlukan karena banyak perusahaan penerima pekerjaan yang tidak bertanggung jawab dalam memenuhi kewajiban terhadap hak-hak pekerjaburuh sebagaimana mestinya sehingga pekerjaburuh menjadi terlantar. Oleh karena itu, berbadan hukum menjadi sangat penting agar tidak bisa menghindar dari tanggung jawab. Dalam hal perusahaan penerima pekerjaan, demi hukum beralih kepada perusahaan pemberi pekerjaan. 66 Perlindungan kerja dan syarat-syarat kerja bagi pekerjaburuh pada perusahaan penerima pekerja sekurang-kuragnya sama dengan pekerjaburuh pada perusahaan pemberi kerja. Hal ini berguna agar terdapat perlakuan yang sama 65 Mohd. Syaufii Syamsuddin, Peluang dan Tantangan Penyerahan Sebagian Pekerjaan Kepada Pihak Ketiga Outsourcing, Jurnal Hukum Vol. 3 Tahun VII, 2005. 66 Soedardji, Hukum Ketenagakerjaan di Indonesia, Yogyakarta: Pustaka Yustisia, 2008, hlm.65. Universitas Sumatera Utara terhadap pekerjaburuh baik di perusahaan pemberi maupun perusahaan penerima pekerja karena pada hakikatnya bersama-sama untuk mencapai tujuan yang sama, sehingga tidak ada lagi syarat kerja, upah, dan perlindungan kerja yang lebih rendah. Hubungan kerja yang terjadi pada outsourcing adalah antara pekerjaburuh dengan perusahaan penerima pekerjaan dan dituangkan dalam perjanjian kerja secara tertulis. Hubungan kerja tersebut pada dasarnya perjanjian kerja waktu tidak tertentu atau tetap dan bukan kontrak, tetapi dapat pula dilakukan perjanjian kerja waktu tertentukontrak apabila memenuhi persyaratan baik formal maupun materiil sebagaimana diatur dalam Pasal 59 UU Ketenagakerjaan. Dengan demikian, hubungan kerja pada outsourcing tidak selalu dalam bentuk perjanjian kerja waktu tertentukontrak, apalagi akan sangat keliru kalau ada yang beranggapan bahwa outsourcing selalu danatau sama dengan perjanjian kerja waktu tertentu. 67 Perusahaan penyedia jasa pekerjaburuh yang merupakan salah satu bentuk dari outsourcing, harus dibedakan dengan Lembaga Penempatan Tenaga Kerja Swasta Labour Supplier. Sebagaimana diatur dalam Pasal 35, 36, 37, dan 38 UU Ketenagakerjaan, yaitu apabila tenaga kerja telah ditempatkan, maka hubungan kerja yang terjadi sepenuhnya adalah pekerjaburuh dengan perusahaan pemberi kerja bukan dengan lembaga penempatan tenaga kerja swasta tersebut. Dalam penyediaan jasa pekerjaburuh, perusahaan pemberi kerja tidak boleh mempekerjakan pekerjaburuh untuk melaksanakan kegiatan pokok atau kegiatan 67 Adrian Sutedi, Hukum Perburuhan, Jakarta: Sinar Grafika, 2009, hlm.221. Universitas Sumatera Utara yang berhubungan dengan proses produksi. Dan hanya boleh digunakan untuk melaksanakan kegiatan jasa penunjang atau kegiatan yang tidak berhubungan langsung dengan proses produksi. Kegiatan dimaksud, antara lain usaha pelayanan kebersihan cleaning service, usaha penyedia makanan bagi pekerjaburuh catering, usaha tenaga pengaman atau satuan pengamanan security, usaha jasa penunjang di pertambangan, dan perminyakan serta usaha penyedia angkutan pekerjaburuh.

B. Status Hukum Tenaga Kerja Outsourcing

1. Menurut Kitab Undang-Undang Hukum Perdata

Terminologi outsourcing terdapat dalam Pasal 1601b KUHPerdata yang mengatur perjanjian-perjanjian pemborongan pekerjaan yaitu suatu perjanjian dimana pihak yang ke satu, pemborong, mengikatkan diri untuk membuat suatu kerja tertentu bagi pihak yang lain, yang memborongkan dengan menerima bayaran tertentu. 68 Ada beberapa prinsip yang berlaku dalam pemborongan pekerjaan sebagaimana diatur dalam ketentuan KUHPerdata, yakni sebagai berikut: 69 a. Jika telah terjadi kesepakatan dalam pemborongan pekerjaan dan pekerjaan telah mulai dikerjakan, pihak yang memborongkan tidak bisa menghentikan pemborongan pekerjaan. 68 R. Subekti, Kitab Undang-Undang Hukum Perdata, Op.cit., 69 Lalu Husni, Hukum Ketenagakerjaan Indonesia, Edisi revisi, Jakarta: PT. Raja Grafindo persada, 2009, hlm.188-189. Universitas Sumatera Utara b. Pemborongan pekerjaan berhenti dengan meninggalnya si pemborongg, namun pihak yang memborongkan diwajibkan membayar kepada ahli waris si pemborong harga pekerjaan yang telah dikerjakan sesuai dengan pekerjaan yang telah dilakukan. c. Si pemborong bertanggung jawab terhadap perbuatan-perbuatan orang-orang yang telah dipekerjakan olehnya. d. Buruh yang memegang suatu barang kepunyaan orang lain, untuk mengerjakan sesuatu pada barang tersebut, berhak menahan barang itu sampai biaya dan upah- upah yang dikeluarkan untuk barang itu dipenuhi seluruhnya, kecuali jika pihak yang memborongkan telah memberikan jaminan secukupnya untuk pembayaran biaya dan upah-upah tersebut.

2. Menurut UU No. 13 Tahun 2003 Tentang Ketenagakerjaan

Dokumen yang terkait

Perlindungan Hukum Terhadap Tenaga Kerja Atas Pemutusan Hubungan Kerja (PHK) Sepihak Dihubungkan Dengan Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003 Tentang Ketenagakerjaan

0 6 1

Implementasi Perlindungan Tenaga Kerja Penyedia Jasa (Outsourcing) ditinjau dari Undang-undang Nomor 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan

3 16 136

Perlindungan Hukum Terhadap Tenaga Kerja Dalam Hal Teradi Pemutusan Hubungan Kerja Berdasarkan Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003 Tentang Ketenagakerjaan

0 4 26

TENAGA KERJA OUTSOURCING (KONTRAK) STUDI TENTANG ASPEK PERLINDUNGAN HUKUM MENURUT UNDANG-UNDANG NO. 13 TAHUN 2003 TENTANG KETENAGAKERJAAN DI PT. TYFOUNTEX KARTASURA.

0 2 16

PERLINDUNGAN HUKUM PEKERJA OUTSOURCING YANG TIDAK DIIKUTSERTAKAN DALAM PROGRAM JAMSOSTEK DIHUBUNGKAN DENGAN UNDANG-UNDANG NO. 13 TAHUN 2003 TENTANG KETENAGAKERJAAN.

0 0 2

Perlindungan Hukum Tenaga Kerja Kontrak Dalam Perjanjian Kerja Waktu Tertentu Berdasarkan Undang-Undang No. 13 Tahun 2003 Tentang Ketenagakerjaan Muhammad Wildan

0 0 9

KARAKTERISTIK UNDANG-UNDANG KETENAGAKERJAAN DALAM PERLINDUNGAN HUKUM TERHADAP TENAGA KERJA

0 0 21

PERLINDUNGAN HUKUM BAGI TENAGA KERJA OUTSOURCING (Studi Komparasi antara Hukum Islam dan Undang-Undang No. 13 Tahun 2003 Tentang Ketenagakerjaan) - Raden Intan Repository

0 0 105

PERLINDUNGAN HUKUM TERHADAP TENAGA KERJA WANITA DI KOTA MAKASSAR BERDASARKAN UNDANG-UNDANG NOMOR 13 TAHUN 2003 TENTANG KETENAGAKERJAAN

0 1 75

PERLINDUNGAN HUKUM TERHADAP PEKERJA/ BURUH OUTSOURCING BERDASARKAN UNDANG-UNDANG NOMOR 13 TAHUN 2003 -

0 1 62