BAB II STATUS HUKUM TENAGA KERJA OUTSOURCING
A. Latar Belakang dan Pelaksanaan Outsourcing dalam Perspektif Hukum
Ketenagakerjaan
Kecenderungan beberapa perusahaan untuk mempekerjakan karyawan dengan sistem outsourcing pada saat ini, umumnya dilatarbelakangi oleh strategi perusahaan
untuk melakukan efisiensi biaya produksi cost production. Dengan menggunakan sistem outsourcing ini, pihak perusahaan berusaha untuk menghemat pengeluaran
dalam membiayai sumber daya manusia SDM yang bekerja di perusahaan yang bersangkutan.
45
Berdasarkan hukum ketenagakerjaan, istilah outsourcing sebenarnya bersumber dari ketentuan yang terdapat dalam Pasal 64 UU Ketenagakerjaan, yang
menyatakan bahwa perusahaan dapat menyerahkan sebagian pelaksanaan pekerjaan kepada perusahaan lainnya melalui perjanjian pemborongan pekerjaan atau penyedia
jasa pekerja yang dibuat secara tertulis. Dalam prakteknya, ketentuan tentang penyediaan jasa pekerja yang diatur dalam peraturan di atas akhirnya memunculkan
pula istilah outsourcing, dalam hal ini maksudnya menggunakan sumber daya manusia dari pihak di luar perusahaan.
45
Adrian Sutedi, Hukum Perburuhan, Jakarta: Sinar Grafika, 2009, hlm.217.
Universitas Sumatera Utara
Outsourcing berasal dari bahasa Inggris yang berarti “alih daya”. Outsourcing mempunyai nama lain yaitu “contracting out” merupakan sebuah pemindahan
operasi dari satu perusahaan ke tempat lain. Hal ini biasanya dilakukan untuk memperkecil biaya produksi atau untuk memusatkan perhatian kepada hal lain. Di
negara-negara maju seperti Amerika dan Eropa, pemanfaatan outsourcing sudah sedemikian mengglobal sehingga menjadi sarana perusahaan untuk lebih
berkonsentrasi pada core businessnya sehingga lebih fokus pada keunggulan produk servisnya. Pemanfaatan outsourcing sudah tidak dapat dihindari lagi oleh perusahaan
Indonesia. Berbagai manfaat dapat dipetik dari melakukan outsourcing, seperti penghematan biaya cost saving, perusahaan bisa memfokuskan kepada kegiatan
utamanya core business, dan akses kepada sumber daya resources yang tidak dimiliki oleh perusahaan.
Salah satu kunci kesuksesan dari outsource adalah kesepakatan untuk membuat hubungan kerja jangka panjang long term relationship, tidak hanya
kepada proyek jangka dekat. Alasannya sangat sederhana, yaitu outsource harus memahami proses bisnis dari perusahaan. Perusahaan juga akan menjadi sedikit
tergantung kepada outsourcer. Namun ternyata hal ini tidak mudah dilakukan di Indonesia. Terlebih-lebih lagi di Indonesia ada banyak masalah dalam menentukan
partner outsourcing ini. Di industri milik pemerintah, seperti BUMN, pemilihan penyedia layanan harus dilakukan dengan melalui tender. Akibatnya pemegang
tender sulit untuk diramalkan. Demikian pula perpanjangan layanan mungkin harus
Universitas Sumatera Utara
ditenderkan lagi. Hubungan baik antara pengguna jasa outsourcing dan penyedia jasa outsourcing sulit terjadi.
Beberapa praktisi hukum ketenagakerjaan sebenarnya banyak yang mengkritik sistem outsourcing, karena secara legal formal perusahaan pemberi kerja
tidak bertanggung jawab secara langsung terhadap pemenuhan hak-hak karyawan yang bersangkutan. Oleh karena itu, dalam rangka melindungi karyawan yang
ditempatkan tersebut ditentukan beberapa syarat untuk meminimalisasi dampak negatif dari sistem outsourcing. Syarat-syarat tersebut wajib dipenuhi oleh
perusahaan penyedia jasa pekerja maupun perusahaan pemberi kerja, agar pekerjaburuh yang bersangkutan tetap terlindungi hak-haknya dan tidak mengalami
eksploitasi secara berlebihan. Syarat-syarat yang wajib dipenuhi adalah sebagai berikut:
1. Perusahaan penyedia jasa pekerja merupakan bentuk usaha berbadan hukum dan
memiliki izin dari instansi yang berwenang 2.
Pekerjakaryawan yang ditempatkan tidak boleh digunakan untuk melaksanakan kegiatan pokok yang berhubungan langsung dengan proses produksi
3. Adanya hubungan kerja yang jelas antara pekerjaburuh dengan perusahaan
penyedia jasa pekerja, sehingga pekerja yang ditempatkan tersebut mendapatkan perlindungan kerja yang optimal sesuai standar minimum ketenagakerjaan
4. Hubungan kerja harus dituangkan dalam perjanjian secara tertulis yang memuat
seluruh hak dan kewajiban para pihak sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan ketenagakerjaan.
Universitas Sumatera Utara
Perkembangan ekonomi global dan kemajuan teknologi yang demikian cepat membawa dampak timbulnya persaingan usaha yang begitu ketat dan terjadi di semua
lingkungan. Lingkungan yang sangat kompetitif ini menuntut dunia usaha untuk menyesuaikan dengan tuntutan pasar yang memerlukan respons yang cepat dan
fleksibel dalam meningkatkan pelayanan terhadap pelanggan. Untuk itu diperlukan suatu perubahan struktural dalam pengelolaan usaha dengan memperkecil rentang
kendali manajemen, dengan memangkas sedemikian rupa sehingga dapat menjadi lebih efektif, efisien dan produktif. Dalam kaitan itulah dapat dimengerti bahwa kalau
kemudian muncul kecenderungan outsourcing yaitu memborongkan satu bagian atau beberapa bagian kegiatan perusahaan yang tadinya dikelola sendiri kepada
perusahaan lain yang kemudian disebut perusahaan penerima pekerjaan.
46
Berikut akan dicoba untuk menguraikan sedikit mengenai pemborongan pekerjaan sebagai latar belakang, sebelum memasuki definisi dari outsourcing.
Tentang isi perjanjian yaitu bahwa pihak yang satu menghendaki hasil dari suatu pekerjaan yang disanggupi oleh pihak yang lainnya untuk diserahkannya dalam suatu
jangka waktu yang ditentukan, dengan menerima suatu jumlah uang sebagai harga hasil pekerjaan tersebut. Perjanjian pemborongan diwajibkan memberikan bahannya
46
Muzni Tambusai, Pelaksanaan Outsourcing dari Aspek Hukum Naker, http:www.nakertrans.go.id250604html. Diakses Tanggal 26 Juni 2009.
Universitas Sumatera Utara
untuk pekerjaan tersebut, dan si pemborong hanya akan melakukan pekerjaannya saja.
47
Pasal 1601b mengartikan pemborongan kerja sebagai suatu persetujuan. Pihak pemborongan mengikatkan diri kepada pihak pemberi borongan untuk menyelesaikan
suatu borongan tertentu, dan sebagai imbalan atas penyelesaian tersebut, pihak pemborong mendapat prestasi harga tertentu sebagai upah. Upah tertentu dalam
pemborongan ini tidak hanya dimaksudkan semata-mata hanya upah yang telah ditentukan lebih dahulu. Tidak itu saja maksudnya, tetapi harus diartikan lebih luas
dari pada itu yaitu, meliputi upah yang dapat ditentukan kemudian.
48
Prestasi upah yang diterima pemborong dalam pemborongan kerja tergantung pada objek kerja yang diborongkan. Bisa saja si pemborong hanya menyediakan
bahan-bahan atau barang-barang borongan. Namun bisa juga sekaligus pemborong itu sendiri yang menyediakan bahan dan menyiapkan kerja borongan. Seperti
memborong bangunan rumah. Seorang pemborong hanya ditugaskan untuk menyediakan bahan bagunan saja, sedangkan pembangunan rumah diserahkan kepada
pemborong lain. Tetapi bisa juga sekaligus alat bangunan dan pembangunan rumah diserahkan kepada seorang pemborong.
49
Satu dan lain membawa perbedaan dalam hal dan tanggung jawabnya. Pemborong atas hasil pekerjaan yang diperjanjikan. Dalam halnya si pemborong
47
R. Subekti, Aneka Perjanjian, Cetakan Kesepuluh, Bandung: Citra Aditya Bakti, 1995, hlm.65.
48
M. Yahya Harahap, Segi-Segi Hukum Perjanjian, Cetakan kedua, Jakarta: Alumni, 1986, hlm.258.
49
Ibid.,
Universitas Sumatera Utara
diwajibkan memberikan bahannya, dan pekerjaannya dengan cara bagaimanapun musnah sebelumnya diserahkan kepada pihak yang memborongkan. Maka segala
kerugian adalah atas tanggungan si pemborong, kecuali apabila pihak yang memborongkan telah lalai untuk menerima hasil pekerjaan itu. Jika si pemborong
hanya diwajibkan melakukan pekerjaan saja, dan pekerjaannya musnah, maka hanya bertanggung jawab untuk kesalahannya Pasal 1605 dan Pasal 1606. Ketentuan yang
terakhir ini mengandung maksud bahwa akibat suatu peristiwa di luar kesalahan salah satu pihak, yang menimpa bahan-bahan yang telah disediakan oleh pihak yang
memborongkan, dipikulkan pada pundak pihak yang memborongkan ini. Baru apabila dari pihaknya pemborong ada kesalahan mengenai kejadian itu, hal mana
harus dibuktikan oleh pihak yang memborongkan. Maka si pemborong dapat dipertanggung jawabkan sekedar kesalahannya itu mengakibatkan kemusnahan
bahan-bahan tersebut.
50
Kemudian, dalam halnya si pemborong hanya diwajibkan melakukan pekerjaan saja, Pasal 1607 KUHPerdata dituturkan bahwa jika musnahnya pekerjaan
itu terjadi di luar sesuatu kelalaian dari pihaknya pemborong, sebelum pekerjaan itu diserahkan, sedang pihak yang memborongkan tidak telah lalai untuk memeriksa dan
menyetujui pekerjaannya. Maka si pemborong tidak berhak atas harga yang
50
Subekti, Op.cit.,
Universitas Sumatera Utara
dijanjikan, kecuali apabila musnahnya barang pekerjaan itu disebabkan oleh suatu cacat dalam bahannya.
51
Dari ketentuan tersebut di atas dapat ditarik kesimpulan bahwa kedua belah pihak menderita kerugian akibat kejadian yang tidak disengaja yang memusnahkan
pekerjaan itu, pihak yang memborongkan kehilangan bahan-bahan yang telah disediakan, sedangkan pihak pemborong kehilangan tenaga dan biaya yang telah
dikeluarkan untuk menggarap pekerjaan. Pihak yang memborongkan hanya dapat menuntut penggantian kerugiannya apabila dapat membuktikan adanya kesalahan
dari si pemborong. Sedangkan pihak pemborong hanya akan dapat menuntut harga yang dijanjikan apabila ia berhasil membuktikan bahwa bahan-bahan yang disediakan
oleh pihak lawannya itu mengandung cacat-cacat yang menyebabkan kemusnahan pekerjaannya.
52
Jika suatu pekerjaan dikerjakan sepotong demi sepotong sebagian demi sebagian atau seukuran demi seukuran, maka pekerjaan itu dapat diperiksa sebagian
demi sebagian. Pemeriksaan tersebut dianggap terjadi dilakukan untuk semua bagian yang telah dibayar apabila pihak yang memborongkan tiap-tiap kali membayar
si pemborong menurut imbangan dari apa yang telah selesai dikerjakan Pasal 1608. Ketentuan ini mengandung maksud bahwa bagian pekerjaan yang sudah dibayar itu
51
Ibid., hlm.66.
52
Ibid.,
Universitas Sumatera Utara
menjadi tanggungan pihak yang memborongkan apabila terjadi suatu peristiwa di luar kesalahan salah satu pihak yang memusnahkan bagian pekerjaan itu.
53
Mengenai pemborongan pembangunan gedung terdapat suatu ketentuan sebagai berikut: jika suatu gedung yang telah diborongkan dan dibuat untuk suatu
harga tertentu, seluruhnya atau sebagian musnah disebabkan karena suatu cacat dalam penyusunannya atau bahkan karena tidak sanggup tanahnya, maka para ahli
pembangunannya serta para pemborongnya adalah bertanggung jawab untuk itu selama sepuluh tahun Pasal 1609. Ketentuan ini meletakkan kepada ahli
pembangunan dan pemborongan suatu kewajiban untuk menjamin mutu pekerjaan yang telah mereka lakukan. Apabila tanahnya tidak cukup kuat untuk didirikan
gedung di atasnya, maka hal itu sepantasnya harus diketahui oleh ahli pembangunan dan pemborong dan karena itu mereka juga dipertanggung jawabkan atas runtuhnya
gedung akibat kurang kuat tanahnya. Dan adalah pantas pula dalam hal pemborongan pembangunan suatu gedung untuk meletakkan kewajiban menanggung hasil karya
mereka itu selama sepuluh tahun.
54
Kemudian dalam hal pemborongan pembangunan gedung itu didapatkan juga ketentuan sebagai berikut: jika seorang ahli pembangunan atau seorang pemborong
telah menyanggupi untuk membuat suatu gedung secara memborong menuntut suatu penambahan harga, baik dengan dalih telah dibuatnya perubahan-perubahan dan
tambahan-tambahan yang tidak termasuk dalam rencana, jika perubahan-perubahan
53
Ibid.,
54
Ibid., hlm.67.
Universitas Sumatera Utara
atau tambahan-tambahan itu tidak telah disetujui secara tertulis dan tentang harganya tidak telah diadakan persetujuan dengan si pemilik Pasal 1610. Ketentuan tersebut
sudah tepat, karena naiknya upah buruh dan harga bahan bangunan turun, itu adalah untungnya pemborong.
55
Pihak yang memborongkan jika menghendaki demikian, boleh menghentikan pemborongannya, meskipun pekerjaan telah dimulai. Asalkan memberikan ganti rugi
sepenuhnya kepada si pemborong untuk segala biaya yang telah dikeluarkan guna pekerjaannya serta untuk keuntungan yang terhilang karenanya. Demikianlah
diterangkan oleh Pasal 1611. Di sini diberikan kemungkinan pengakhiran secara sepihak dengan segala konsekwensinya, yaitu pembayaran ganti rugi kepada
pemborong yang tidak saja terdiri atas segala biaya yang telah dikeluarkan. Tetapi juga atas kehilangan keuntungan yang sedianya akan diperoleh si pemborong apabila
dapat menyelesaikan pekerjaannya.
56
Pemborongan pekerjaan berhenti dengan meninggalnya si pemborong. Namun pihak yang memborongkan diwajibkan untuk membayar kepada para ahli waris.
Harga pekerjaan yang sudah dikerjakan menurut imbangan terhadap harga pekerjaan yang telah dijanjikan dalam perjanjian. Serta harga bahan bangunan yang telah
disediakan, asal pekerjaan atau bahan-bahan tersebut dapat mempunyai sesuatu manfaat baginya Pasal 1612. Tukang-tukang batu, tukang-tukang kayu, tukang-
tukang besi, dan lain-lain tukang yang telah dipakai untuk mendirikan sebuah gedung
55
Ibid.,
56
Ibid., hlm.68.
Universitas Sumatera Utara
atau untuk membuat sesuatu pekerjaan lain yang diborongkan. Tidak mempunyai tuntutan terhadap orang untuk siapa pekerjaan-pekerjaan itu telah dibuatnya,
selainnya untuk suatu jumlah yang orang ini berutang kepada si pemborong pada saat mereka mengajukan tuntutan mereka Pasal 1614.
57
Sebenarnya prinsip-prinsip outsourcing telah dijalankan sejak dulu. Pada waktu itu, bangsa Yunani dan Romawi menyewa prajurit asing untuk bertempur pada
peperangan mereka serta menyewa ahli bangunan untuk membangun kota beserta istana. Dengan perkembangan sosial yang ada, prinsip outsourcing mulai diterapkan
dalam dunia usaha.
58
Definisi outsourcing sendiri adalah pendelegasian operasi dan manajemen harian dari suatu proses bisnis kepada pihak luar pengusaha penyedia jasa
outsourcing dengan tujuan untuk membagi resiko usaha dalam berbagai masalah, termasuk masalah ketenagakerjaan.
59
Sedangkan secara terminology, dalam KUHPerdata telah diatur mengenai masalah tersebut, dengan istilah pemborongan
pekerjaan, yaitu Pasal 1601b KUHPerdata bahwa yang dimaksud dengan pemborongan pekerjaan adalah perjanjian, dengan mana pihak yang satu, si
pemborong, mengikatkan diri untuk menyelenggarakan suatu pekerjaan bagi pihak
57
Ibid.,
58
Chandra Suwondo, Outsourcing Implementasi di Indonesia, Jakarta: Elex Media Komputindo, 2003, hlm.2.
59
Ibid.,
Universitas Sumatera Utara
yang lain, pihak yang memborongkan, dengan menerima suatu harga yang ditentukan.
60
Pada lingkungan persaingan global, outsourcing dapat sangat membantu suatu organisasi atau malah membuat organisasi yang terorganisasi dengan baik menjadi
stabil. Kuncinya adalah menemukan dan memelihara kestabilan. Penstabilan kembali melibatkan suatu penilaian kembali kekuatan, kelemahan dan tantangan dari
organisasi di pasar. Dalam menghadapi tantangan yang tetap, manajemen harus menentukan fungsi-fungsi yang merupakan ”kemampuan inti” dari organisasi dan
mempertahankannya. Setelah mempertahankan inti organisasi, pertahankan kemampuan inti tersebut dengan melakukan outsourcing guna meminimalkan
investasi dan resiko pada organisasi.
61
Keberhasilan suatu outsourcing harus dilakukan melalui langkah-langkah tepat. Kekeliruan yang diambil akan menyebabkan outsourcing tidak efektif, bahkan
dapat mengahsilkan akibat yang membahayakan perusahaan. Melakukan implementasi outsourcing bukanlah hal yang sederhana. Berbagai pertimbangan
harus diperhitungkan dan diputuskan. Kesalahan dapat mengakibatkan masalah, bahkan kehancuran pada perusahaan. Agar efektif, implementasi outsourcing harus
dilakukan dengan langkah-langkah yang tepat seperti dapat diuraikan berikut: a.
Mendefinisikan tujuan outsourcing b.
Indentifikasi fungsi-fungsi yang harus di outsourcing
60
R. Subekti, Kitab Undang-Undang Hukum Perdata, terjemahan.
61
Chandra Suwondo, Op.cit., hlm.148.
Universitas Sumatera Utara
c. Memperhitungkan resiko
d. Mengajukan permintaan tertulis kepada penyedia jasa outsource
e. Menyeleksi vendor yang ada pada daftar permintaan proposal
f. Mengevaluasi proposal
g. Menegosiasi harga akhir
Dalam melakukan implementasi outsourcing, tidak semua fungsi dapat di outsourcingkan dengan segera. Sebelum melakukan outsourcing, setiap
operasiproses bisnis harus dianalisa dan dievaluasi dalam ketentuan kualitas, efektifitas biaya dan efisiensi secara keseluruhan. Selain itu, diperlukan juga
perhitungan dan kalkulasi akurat dalam setiap operasi dan layanan yang akan di outsourcing. Fungsi-fungsi awal yang harus di outsourcing sangat bergantung pada
jenis perusahaan, kondisi perusahaan, tujuan perusahaan, serta situasi dan kondisi makro ekonomi yang melingkupi perusahaan tersebut.
62
Dalam praktek sehari-hari outsourcing selama ini diakui lebih banyak merugikan pekerjaburuh, karena apabila dilihat dari hubungan kerja selalu dalam
bentuk tidak tetapkontrak PKWT, upah lebih rendah, jaminan sosial kalaupun ada hanya sebatas minimal, tidak adanya job security serta tidak adanya jaminan
pengembangan karir dan lain-lain sehingga memang benar dalam keadaan seperti itu
62
Ibid., hlm.119.
Universitas Sumatera Utara
dikatakan praktek outsourcing akan menyengsarakan pekerjaburuh dan membuat kaburnya hubungan industrial.
63
Hal tersebut dapat terjadi karena sebelum adanya Undang-Undang Ketenagakerjaan Nomor 13 Tahun 2003, tidak ada satupun peraturan perundang-
undangan di bidang ketenagakerjaan yang mengatur perlindungan terhadap pekerjaburuh dalam melaksanakan outsourcing. Kalaupun ada, mungkin Permen
Tenaga Kerja Nomor 2 Tahun 1993 tentang Kesepakatan Kerja Waktu Tertentu KKWT, yang hanya merupakan salah satu aspek outsourcing. Walaupun diakui
bahwa pengaturan outsourcing dalam Undang-Undang Ketenagakerjaan Nomor 13 Tahun 2003 belum dapat menjawab semua permasalahan outsourcing yang begitu
luas dan kompleks, namun setidaknya dapat memberikan perlindungan hukum terhadap pekerjaburuh terutama yang menyangkut syarat-syarat kerja, kondisi kerja
serta jaminan sosial dan perlindungan kerja lainnya serta dapat dijadikan acuan dalam menyelesaikan apabila terjadi permasalahan.
64
Praktik outsourcing dalam UU Ketenagakerjaan dapat dilaksanakan dengan persyaratan yang sangat ketat sebagai berikut:
1. Perjanjian pemborongan pekerjaan dibuat secara tertulis
2. Bagian pekerjaan yang diserahkan kepada perusahaan penerima pekerjaan,
diharuskan memenuhi syarat-syarat:
63
Muzni Tambusai, Op.cit.,
64
Ibid.,
Universitas Sumatera Utara
a. Apabila bagian pekerjaan yang tersebut dapat dilakukan secara terpisah dari
kegiatan utama b.
Bagian pekerjaan itu merupakan kegiatan penunjang perusahaan secara keseluruhan sehingga kalau dikerjakan pihak lain tidak akan menghambat
proses produksi secara langsung, dan c.
Dilakukan dengan perintah langsung atau tidak langsung dari pemberi pekerjaan
65
Semua persyaratan di atas, bersifat kumulatif sehingga apabila salah satu syarat tidak terpenuhi, maka bagian pekerjaan tersebut tidak dapat di outsourcingkan.
Perusahaan penerima pekerjaan harus berbadan hukum. Ketentuan ini diperlukan karena banyak perusahaan penerima pekerjaan yang tidak bertanggung jawab dalam
memenuhi kewajiban terhadap hak-hak pekerjaburuh sebagaimana mestinya sehingga pekerjaburuh menjadi terlantar. Oleh karena itu, berbadan hukum menjadi
sangat penting agar tidak bisa menghindar dari tanggung jawab. Dalam hal perusahaan penerima pekerjaan, demi hukum beralih kepada perusahaan pemberi
pekerjaan.
66
Perlindungan kerja dan syarat-syarat kerja bagi pekerjaburuh pada perusahaan penerima pekerja sekurang-kuragnya sama dengan pekerjaburuh pada
perusahaan pemberi kerja. Hal ini berguna agar terdapat perlakuan yang sama
65
Mohd. Syaufii Syamsuddin, Peluang dan Tantangan Penyerahan Sebagian Pekerjaan Kepada Pihak Ketiga Outsourcing, Jurnal Hukum Vol. 3 Tahun VII, 2005.
66
Soedardji, Hukum Ketenagakerjaan di Indonesia, Yogyakarta: Pustaka Yustisia, 2008, hlm.65.
Universitas Sumatera Utara
terhadap pekerjaburuh baik di perusahaan pemberi maupun perusahaan penerima pekerja karena pada hakikatnya bersama-sama untuk mencapai tujuan yang sama,
sehingga tidak ada lagi syarat kerja, upah, dan perlindungan kerja yang lebih rendah. Hubungan kerja yang terjadi pada outsourcing adalah antara pekerjaburuh
dengan perusahaan penerima pekerjaan dan dituangkan dalam perjanjian kerja secara tertulis. Hubungan kerja tersebut pada dasarnya perjanjian kerja waktu tidak tertentu
atau tetap dan bukan kontrak, tetapi dapat pula dilakukan perjanjian kerja waktu tertentukontrak apabila memenuhi persyaratan baik formal maupun materiil
sebagaimana diatur dalam Pasal 59 UU Ketenagakerjaan. Dengan demikian, hubungan kerja pada outsourcing tidak selalu dalam bentuk perjanjian kerja waktu
tertentukontrak, apalagi akan sangat keliru kalau ada yang beranggapan bahwa outsourcing selalu danatau sama dengan perjanjian kerja waktu tertentu.
67
Perusahaan penyedia jasa pekerjaburuh yang merupakan salah satu bentuk dari outsourcing, harus dibedakan dengan Lembaga Penempatan Tenaga Kerja
Swasta Labour Supplier. Sebagaimana diatur dalam Pasal 35, 36, 37, dan 38 UU Ketenagakerjaan, yaitu apabila tenaga kerja telah ditempatkan, maka hubungan kerja
yang terjadi sepenuhnya adalah pekerjaburuh dengan perusahaan pemberi kerja bukan dengan lembaga penempatan tenaga kerja swasta tersebut.
Dalam penyediaan jasa pekerjaburuh, perusahaan pemberi kerja tidak boleh mempekerjakan pekerjaburuh untuk melaksanakan kegiatan pokok atau kegiatan
67
Adrian Sutedi, Hukum Perburuhan, Jakarta: Sinar Grafika, 2009, hlm.221.
Universitas Sumatera Utara
yang berhubungan dengan proses produksi. Dan hanya boleh digunakan untuk melaksanakan kegiatan jasa penunjang atau kegiatan yang tidak berhubungan
langsung dengan proses produksi. Kegiatan dimaksud, antara lain usaha pelayanan kebersihan cleaning service, usaha penyedia makanan bagi pekerjaburuh
catering, usaha tenaga pengaman atau satuan pengamanan security, usaha jasa penunjang di pertambangan, dan perminyakan serta usaha penyedia angkutan
pekerjaburuh.
B. Status Hukum Tenaga Kerja Outsourcing