Kebijakan Pemerintahan SBY – JK Dalam Konteks Politik Pangan 2004.

(1)

KEBIJAKAN PEMERINTAHAN SBY – JK DALAM KONTEKS

POLITIK PANGAN 2004

Diajukan guna memenuhi persyaratan untuk meraih gelar Sarjana Sosial dan Ilmu Politik

DISUSUN OLEH : SRI GUSTIAYYU

060906033

Dosen Pembimbing : Drs. P. Anthonius Sitepu, M.Si Dosen Pembaca : Indra Fauzan, S.H. I, M.Soc, Sc

DEPARTEMEN ILMU POLITIK

FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

MEDAN 2010


(2)

DAFTAR ISI

DAFTAR ISI ... i

DAFTAR TABEL ... iii

KATA PENGANTAR ... iv

ABSTRAK ... vii

BAB I PENDAHULUAN 1. Latarbelakang ... 1

2. perumusan masalah ... 6

3. tujuan Penelitian ... 6

4. Manfaat Penelitian ... 6

5. Kerangka Teori 5.1 Teori Pemerintah 5.1.1 Pengertian Pemerintahan ... 7

5.1.2 Sistem Pemerintahan ... 7

5.1.2.1 Sistem Presidensial ... 8

5.1.2.2 Sistem Parlementer ... 9

5.2 Teori Kebijakan 5.2.1 Pengertian Kebijakan ... 12

5.2.1 Proses Perumusan Kebijakan ... 12

5.2.3 Implementasi Kebijakan ... 14

5.3 Teori Ketahanan Pangan 5.3.1 Pengertian Ketahanan Pangan... 17


(3)

5.3.3 Kebijakan Perberasan ... 22 6. Metodologi Penelitian ... 23 7. Sistematika Penelitian ... 25

BAB II GAMBARAN UMUM PEMERINTAHAN SBY – JK

2.1 Pemilihan Presiden secara Langsung pada masa SBY – JK ... 26 2.2 Pemerintahan SBY – JK ... 29 2.3 Kondisi Pemerintahan SBY – JK Di Bidang Pertanian ... 34

BAB III KEBIJAKAN PEMERINTAHAN SBY – JK DALAM KONTEKS POLITIK PANGAN 2004

3.1 Politik Pangan SBY – JK ... 41 3.2 Dampak Politik Pangan SBY – JK ... 59

BAB IV

1. Kesimpulan ... 69 2. Saran ... 72


(4)

DAFTAR TABEL

Skema Praktik Implementasi Tabel 1 Manajemen Implementasi

Tabel 2 keadaan Gizi Buruk dan Gizi Kurang di Indonesia menurut Propinsi tahun 2003


(5)

KATA PENGANTAR

Puji dan syukur penulis panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa yang telah memberikan rahmat dan karunia-Nya, sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi dengan judul ” Kebijakan Pemerintahan SBY – JK Dalam Konteks Politik Pangan 2004”.

Skripsi ini diajukan guna memenuhi persyaratan dalam menyelesaikan pendidikan Strata Satu (S1) Jurusan Ilmu Politik, Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Sumatera Utara.

Skripsi ini merupakan hasil dari penelitian yang dilakukan oleh penulis terhadap Kebijakan Pemerintahan SBY-JK Dalam Konteks Politik Pangan. Ketertarikan penulis untuk membahas penelitian ini adalah untuk mengetahui kebijakan SBY-JK dalam menangani masalah politik pangan misalnya pada impot beras.

Penulis menyadari bahwa skripsi ini belumlah sempurna. Oleh karena itu dengan kerendahan hati mohon kritik dan saran yang sifatnya membangun intelektualitas untuk perbaikan skripsi ini, sehingga skripsi ini dapat bermanfaat bagi kita semua.

Pada kesempatan ini Penulis mengucapkan terimah kasih yang tak terhingga kepada Kedua Orang Tua Penulis Ayah Saya Suwedi dan Ibunda Saya Anna Br Purba yang merupakan sumber inspirasi dan sebagai motivator yang senantiasa memberikan kasih sayang, bimbingan, motivasi, nasehat, dukungan moril, materil serta doa yang tak pernah hentinya kepada saya anaknya. Saya berharap dengan berhasilnya saya menyandang gelar Sarjana Sosial ini dapat memberikan suatu kebahagian di kemudian hari.

Demikian juga kepada Kakak, Abang, adik saya ucapkan banyak terima kasih atas dukungan moril dan doanya kepada saya.

Dalam menyusun Skripsi ini, Saya banyak memperoleh bantuan, bimbingan dan pengarahan dari berbagai pihak. Dengan kerendahan hati, Saya mengucapkan terima kasih kepada:


(6)

1. Bapak, Prof. Dr. Baddaruddin, M.Si selaku Dekan Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Sumatera Utara.

2. Bapak, Drs. Heri Kusmanto, MA selaku Ketua Departemen Ilmu Politik Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Sumatera Utara.

3. Bapak, Drs. Antonius Sitepu, MSi selaku Dosen Pembimbing yang telah memberikan bimbingan dan banyak saran selama penulisan skripsi ini. 4. Bapak, Indra Fauzan, S.H.I.,M.Soc.Sc selaku Dosen Pembaca yang telah

memberikan arahan dan petunjuk dalam penulisan skripsi ini.

5. Bapak Drs. Zakaria Taher, MSi selaku Dosen Penguji yang telah membantu saya untuk menyempurnakan skripsi ini.

6. Bapak dan Ibu Dosen Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Sumatera Utara Jurusan Ilmu Politik yang telah meberikan bekal ilmu yang tak ternilai harganya selama kuliah.

7. Kepada Staf Pegawai Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Sumatera Utara yang telah banyak memberikan bantuan kepada saya semasa kuliah sampai selesai terkhusus Bang Rusdi.

8. Khususnya kepada sahabat-sahabat saya yang sangat baik sekali yang sangat banyak membantu saya dalam penyelesaian skripsi ini sekaligus teman diskusi saya dan juga Ali Armadi, Brando Sinurat, Hendra Manurung, Edo Manurung, Zafar, Tigor Manalu, Sabar Manalu, Amran, Jeffri, Nadiasi, Idaman Zebua, Marco Bangun, Debie, Emy, Imelda, Maria, Bella, Eka, Stella, Adel, Marda. Ayu, Silfi, Kiki, Astri, Adit dan semua teman-teman ilmu politik angkatan 06 terima kasih atas dukungan, doa dan kerja samanya.

9. Kepada M. Faisal Martua lubis dan juga sahabat-sahabatku diluar perkuliahan, saya ucapkan banyak terima kasih atas dukungannya dan kerjasamanya selama ini.


(7)

Akhirnya penulis berharap semoga skripsi ini berguna bagi pihak pembaca dan penulis khususnya. Mudah - mudahan Allah SWT tetap melindungi dan melimpahkan rahmat-Nya pada kita semua serta memberikan petunjuk dalam setiap gerak dan langkah dan kepada-Nya kita berserah diri.

Sekali lagi sebelum dan sesudahnya penulis mengucapkan terima kasih atas dukungan, dorongan baik moril maupun materil sehingga dalam penulisan skripsi ini dapat terselesaikan.

Amin Ya Robbal Alamin.

Medan, 16 Desember 2010

Penulis


(8)

ABSTRAK

Skripsi saya ini berjudul ” Kebijakan Pemerintan SBY – JK Dalam Konteks Politik Pangan 2004”. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk

menganalisa dan mendeskripsikan kebijakan politik pangan pada masa pemerintahaan SBY-JK serta memahami apakah kebijakan tersebut terealisali atau tidak. Data yang saya gunakan dalam penelitian ini adalah bersumber dari buku-buku, surat kabar, majalah dan internet. Metode analisis yang digunakan dalam penelitian ini adalah deskriptif kualitatif.

Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa Penerapan kebijakan SBY-JK kebijakan pangan menandakan pemerintah pro kepada kapital yaitu semakin dekat neolibralisme. Melihat kondisi pangan Indonesia yang masih harus bergantung pada impor maka unsur kemandirian pangan juga harus diperhatikan. Dimana negeri kita yang kaya akan sumber daya alam, kini harus mengekspor bahan pangan dari luar, betapa tidak efektifnya kebijakan pemerintah SBY-JK dalam menanggulangi permasalahan pangan khusunya beras.

Oleh sebab itu, untuk meningkatkan pertanian dan kesejahteraan petani Indonesia beberapa langkah yang dapat dan mendesak untuk dilaksanakan oleh pemerintah Indonesia antara lain: Memprioritaskan pengembangan lahan tanaman pangan melalui program pembaruan agraria, untuk menurunkan jumlah impor dan menjamin ketersediaan pangan dalam negeri. Selain itu, mengubah arah kebijakan subsidi pertanian agar ditujukan langsung kepada keluarga-keluarga tani dan bukannya kepada perusahaan penghasil sarana produksi ataupun distributor besar.

Kata Kunci : Kebijakan, Politik Pangan dan Pemerintahan


(9)

ABSTRAK

Skripsi saya ini berjudul ” Kebijakan Pemerintan SBY – JK Dalam Konteks Politik Pangan 2004”. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk

menganalisa dan mendeskripsikan kebijakan politik pangan pada masa pemerintahaan SBY-JK serta memahami apakah kebijakan tersebut terealisali atau tidak. Data yang saya gunakan dalam penelitian ini adalah bersumber dari buku-buku, surat kabar, majalah dan internet. Metode analisis yang digunakan dalam penelitian ini adalah deskriptif kualitatif.

Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa Penerapan kebijakan SBY-JK kebijakan pangan menandakan pemerintah pro kepada kapital yaitu semakin dekat neolibralisme. Melihat kondisi pangan Indonesia yang masih harus bergantung pada impor maka unsur kemandirian pangan juga harus diperhatikan. Dimana negeri kita yang kaya akan sumber daya alam, kini harus mengekspor bahan pangan dari luar, betapa tidak efektifnya kebijakan pemerintah SBY-JK dalam menanggulangi permasalahan pangan khusunya beras.

Oleh sebab itu, untuk meningkatkan pertanian dan kesejahteraan petani Indonesia beberapa langkah yang dapat dan mendesak untuk dilaksanakan oleh pemerintah Indonesia antara lain: Memprioritaskan pengembangan lahan tanaman pangan melalui program pembaruan agraria, untuk menurunkan jumlah impor dan menjamin ketersediaan pangan dalam negeri. Selain itu, mengubah arah kebijakan subsidi pertanian agar ditujukan langsung kepada keluarga-keluarga tani dan bukannya kepada perusahaan penghasil sarana produksi ataupun distributor besar.

Kata Kunci : Kebijakan, Politik Pangan dan Pemerintahan


(10)

BAB I PENDAHULUAN 1. Latarbelakang

Perjalanan panjang yang telah dilalui pada masa Orde Lama sampai Reformasi masih saja diwarnai oleh berbagai macam permasalahan termasuk hanya sekedar untuk memenuhi kebutuhan pangan. Seperti Kisah busung lapar yang terjadi di daerah Nusa Tenggara dan bayi kekurangan gizi yang pernah terjadi di Kalimantan dan Jawa Barat menjadi sebuah uraian akan melimpahnya kekayaan di negeri ini Pada kenyataannya pemenuhan kebutuhan pangan pada pemerintahan SBY-JK sangat buruk sekali, misalnya muncul kelaparan di papua dan akses terhadap bahan pangan yang masih kurang.

Apabila dibandingkan jumlah petani di Inggris hanyalah sebesar 9% akan tetapi mampu memenuhi kebutuhan pangan bagi 90% warganya dan bahkan sudah mampu melakukan ekspor, sedangkan Indonesia yang 60% warganya petani, sampai saat ini harus mengimpor bahan pangan terutama beras untuk menjamin ketersediaan dan stabilitas pangan di indonesia. Inilah bukti nyata yang terjadi bahwa kita tidak terlepas dari peran pemerintah sebagai pembuat kebijakan publik.

Sampai saat ini, pemerintah masih mendasarkan kebijakan pangannya pada Undang – undang No. 7 Tahun 1996 Tentang pangan.1

1

H. Amidhan. Pengaturan dan Realisasi Pemenuhan Hak Atas Pangan Yang Layak. Jakarta: Komnas HAM, 2005. Hal.29

Selain dari pada itu, Melihat kenyataan bahwa pangan khususnya beras masih merupakan suatu komoditi stategis, maka jelas Indonesia harus berusaha untuk mandiri dalam pengadaan beras. Namun ini bukan berarti produksi beras di dalam negeri harus


(11)

selamanya di proteksi, karena pengalaman selama Orde Baru menunjukkan bahwa kebijakan proteksi yang berlebihan dan terlalu lama bukannya membuat ekonomi Indonesia menjadi kuat tetapi sebaliknya menjadi sangat lemah. Buktinya, baik industri pengelolahan maupun pertanian nasional belum juga memiliki daya saing global yang tinggi. Ketergantungan Indonesia terhadap impor, baik produk – produk manufaktur maupun komoditi – komoditi pertanian saat ini sudah sangat tinggi.

Pada Tahun 1998 Indonesia mengalami krisis beras yang paling parah. Harga terus meningkat di satu pihak, sedangkan dipihak lain pendapatan riil masyarakat semakin berkurang dan jumlah orang miskin terus bertambah karena krisis moneter dan ekonomi yang berlangsung sejak pertengahan 1997, sehingga sebagian masyarakat sulit menjangkau beras yang tersedia dipasar, dan harganya tidak stabil. Berbagai kebijakan konvensional dan kebijakan baru diterapkan namun demikian belum mampu sepenuhnya meredam kenaikan harga beras dalam negeri dan memperbaiki daya beli masyarakat.2

Menghadapi masalah tersebut, para ahli ekonomi pertanian mengajukan berbagai pendapat. Pendapat mereka setidak – tidaknya dapat digolongkan dalam dua kelompok yaitu: (1). dalam situasi ketidakstabilan ekonomi seperti sekarang ini, kelompok pertama menganjurkan agar pemerintah harus meningkatkan perannya sehingga pemerintah dapat mengendalikan harga beras sebagai komoditas penting. Dengan cara ini, krisis ekonomi diharapkan tidak menjalar cepat ke krisis beras. Dalam situasi pendapatan riil yang terus merosot, pengeluaran untuk beras mencapai 25% dari bugjet rumah tangga, pengeluaran

2

Beddu Amang dan Husein Sawit, Kebijakan Beras dan Pangan Nasional, Jakarta: IPB Press,1999. Hal.157


(12)

pangan buat kelompok miskin mencapai 75% - 80% dari total pengeluaran rumah tangga. Ketidakstabilan harga pangan khususnya beras dapat memperkecil resiko ketahanan pangan dan membendung meluasnya keresahan sosial. Namun secara implisit ini dapat diartikan bahwa ongkos yang harus ditanggung pemerintah akibat pesatnya campur tangan tersebut akan jauh lebih murah dari pada pemerintah mengabaikannya. (2). Kelompok kedua menganjurkan agar pemerintah melepaskan harga beras dalam negeri sepenuhnya kemekanisme pasar sehingga petani akan menikmati keuntungan sebagai akibat dari depresiasi rupiah. Pemerintah hanya dianjurkan untuk melindungi konsumen yang benar – benar menderita akibat krisis ekonomi tersebut.

Untuk komoditas – komoditas politik seperti beras, pemerintah senantiasa menunjukkan peranannya dalam intervensi pasar pada atau menjelang musim panen raya, pemerintah menetapkan harga dasar beras sebagai suatu tingkat harga terendah yang bertujuan untuk meningkatkan kesejahteraan petani, harga patokan terendah tersebut dimaksudkan agar petani dalam hal ini bertindak sebagai produsen tidak mengalami kerugian atas komponen – komponen biaya produksi dan pengeluaran lain yang dikeluarkannya. Sedangkan pada musim tanam, pemerintah biasanya menetapkan harga atas yang bertujuan untuk melindungi konsumen, termasuk juga petani sebagai salah satu anggota masyarakat luas.

Realitas yang terjadi disekitar kita tidak terlepas dari peran pemerintah sebagai regulator pembuat kebijakan publik. Kebijakan pemerintah memberi pengaruh yang sangat signifikan terhadap arah dan kegiatan program pangan Indonesia. Sebagai contoh, pada era 1960an Indonesia termasuk dalam golongan negara pengekspor beras terbesar di dunia. Lalu pemerintah membuat kebijakan


(13)

Pelita yang berorientasi pada trilogi pembangunan yang berusaha untuk mewujudkan stabilitas harga dan kebutuhan pangan. Hasilnya pada tahun 1984 Indonesia mampu mencapai swasembada pangan. Namun pada tahun berikutnya Indonesia seakan tersihir oleh cita-cita industrialisasi sehingga arah kebijakan bergeser ke sektor Industri3

Saat sekarang ini ketahanan pangan kita terancam oleh krisis pangan. Pada masa pemerintahan SBY-JK kita pernah dikejutkan dengan kasus busung lapar yang terjadi di Yahukimo, Papua. Padahal kita telah memasuki sebuah Era yang menegaskan bahwa pangan tidak hanya sebuah komoditi yang diperjualbelikan di dalam pasar, tetapi merupakan hak asasi manusia

.

Masalah pangan bagi suatu negara adalah suatu hal yang sangat krusial mengingat pangan adalah kebutuhan dasar bagi kehidupan manusia. Pangan tidak hanya sebuah komoditas yang diperjualbelikan di dalam pasar, tetapi merupakan hak asasi manusia sebagaimana diatur dalam pasal 27 UUD 1945. Oleh karena masalah pangan harus mendapat perhatian lebih dalam pemerintahan apalagi hal itu berkaitan dengan kemaslahatan seluruh warga negara Indonesia.

4

Krisis pangan yang pernah terjadi di indonesia diakibatkan oleh berbagai macam faktor yaitu Perubahan iklim yang labil juga merupakan ancaman bagi ketahanan pangan Indonesia melihat tanaman pangan yang ada saat ini rentan terhadap berbagai penyakit dan kondisi yang masih labil tersebut. Sistem irigasi yang kurang terstruktur juga merupakan masalah yang harus diperhatikan. Salah satu Kasus di daerah Pati, Jawa Tengah sebagai contoh kegagalan panen yang diakibatkan kekeringan lahan karena tidak ada supply air yang cukup.

.

3

http://pse.litbang.deptan.go.id 4

Made Antara. Orientasi Penelitian Pertanian : Memenuhi Kebutuhan Pangan Dalam Era Globalisasi. Jakarta: UII Press, 2000. Hal. 47


(14)

Saat ini 60% total produksi beras nasional masih di-supply dari Pulau Jawa yang hanya memiliki luas tidak lebih dari 13% luas Indonesia dan saat ini lahan pertanian di Pulau Jawa semakin menyempit karena digusur oleh pembangunan pemukiman. Selain itu ketahanan pangan di Indonesia juga terancam oleh harga input produksi pangan yang cukup mahal sehingga memuat kesejahteraan petani menurun. Akibatnya proses produksi tidak dilakukan secara maksimal karena petani mengalami kesulitan untuk membeli input produksi.

Selain itu, Teknologi yang masih minim juga menjadi permasalahan bagi Indonesia karena proses produksi tidak dilakukan secara efisien. Akibatnya produksi dilakukan dengan biaya mahal padahal hasil yang diperoleh hanya sedikit. Sumber daya manusia yang mengisi sektor pertanian juga perlu diperhatikan, karena saat ini sektor pertanian hanya diisi oleh SDM sisa dari sektor lain yang notabene memiliki SDM yang rendah. Oleh karena itu, pemerintahan SBY – JK haruslah mampu memperbaiki dan membenahi ketersediaan bahan pangan di sektor – sektor pertanian Indonesia.

Alasan mengapa saya tertarik memilih judul dibidang pangan nasional adalah Melihat berbagai macam permasalahan pangan yang terjadi di Indonesia dimana Pada swasembada beras tahun 1984, sebelum swasembada beras terjadi pemerintah membuat kebijakan yang pro terhadap sektor pertanian Indonesia. Sebagian dana pemerintah dialokasikan untuk sektor ini sehingga perkembangan sektor pertanian semakin pesat. Namun akibat pergeseran orientasi pemerintah dari agraris ke industri, maka hasil dari swasembada pangan tidak lagi dirasakan pada tahun 1994 keatas. Inilah Contoh yang merupakan salah satu sebab mengapa kebijakan politik menjadi suatu hal esensial bagi perkembangan sektor pertanian


(15)

indonesia. Oleh karena itu saya tertarik untuk membahas lebih lanjut kebijakan yang bagaimana yang dilakukan SBY –JK untuk dapat memenuhi kebutuhan pangan nasional, apakah pro kepada petani atau pengusaha yang memiliki modal dimana Kebijakan SBY – JK dapat dikatakan sebagai suatu arah bagi pertumbuhan sektor pertanian Indonesia.

1. Perumusan Masalah

Sejalan dengan latar belakang dan persoalan diatas maka yang menjadi rumusan masalah dalam penulisan ini adalah : ”Bagaimana Kebijakan Politik Pangan pemerintahan SBY – JK Tahun 2004?”

2. Tujuan Penelitian

Adapun yang menjadi tujuan penulis dalam meneliti permasalah ini adalah Untuk mendeskripsikan dan menganalisa bagaimana kebijakan pemerintahan SBY – JK dalam konteks Politik Pangan dalam memenuhi Kebutuhan Pangan Nasional.

3. Manfaat Penelitian

Sebagai sebuah karya ilmiah setiap penelitian memiliki banyak manfaat. Ada beberapa manfaat dari penelitian ini adalah :

1. Untuk meningkatkan pemahaman peneliti mengenai masalah yang berkaitan dengan pemenuhan kebutuhan Pangan Nasional.

2. Untuk menambah pemahaman masyarakat tentang politik dan pemerintahan SBY – JK serta implementasi teori kebijakan publik.

3. Hasil penelitian ini diharapkan dapat menjadi bahan masukan serta tambahan informasi kepada pemerintah, lembaga – lembaga pada bidang


(16)

Pertanian dan pemangku kepentingan lainnya untuk merumuskan suatu kebijakan Pangan Nasional.

5. Kerangka Teori

Adapun kerangka teori yang menjadi landasan berfikir penulis dalam penelitian ini adalah:

5.1 Teori Pemerintahan

5.1.1 Pengertian Pemerintahan

Pemerintah adalah salah satu bagian dari negara yang sering disebut sebagai penyelenggara negara. Dimana menurut Montesque pemerintah ini dibagi menjadi tiga bagian, yakni Legislatif, Eksekutuf, dan yudikatif.5

Sistem pemerintahan pada hakekatnya merupakan relasi antara kekuasaan eksekutif dan kekuasaan legislatif.

Secara singkat, Legislatif memiliki wewenang untuk membuat kebijakan, Eksekutif sebagai pelaksana dari kebijakan tersebut dan Yudikatif sebagai lembaga yang mengawasi jalannya kebijakan yang telah dibuat oleh lembaga Legislatif dan berwewenang untuk melakukan eksekusi atas pelanggaran terhadap kebijakan yang telah ditetapkan. Intinya pemerintah adalah lembaga yang berwenang melahirkan kebijakan, melaksanakan, serta mengawasi dan mengevaluasi kebijakan yang telah dilahirkan tersebut.

5.1.2 Sistem Pemerintahan

6

5

Miriam Budiardjo, Dasar – Dasar Ilmu Politik, Jakarta: Gramedia, 1986, Hal.56 6

Hanta Yuda, Presidensialisme Setengah Hati, PT. Gramedia pustaka Utama, 2010, hal. 10

Sistem pemerintahan merupakan suatu tatanan utuh yang terdiri atas berbagai komponen pemerintah yang bekerja saling bergantungan dan mempengaruhi dalam pencapaian tujuan dan fungsi pemerintah.


(17)

Kekuasaan dalam suatu Negara menurut Montesquieu diklasifikasikan menjadi tiga, yaitu Kekuasaan Eksekutif yang berarti kekuasaan menjalankan undang-undang atau kekuasaan menjalankan pemerintahan; Kekuasaan Legislatif yang berarti kekuasaan membentuk undang-undang; Dan Kekuasaan Yudiskatif yang berarti kekuasaan mengadili terhadap pelanggaran atas undang-undang. Komponen-komponen tersebut secara garis besar meliputi lembaga eksekutif, legislatif dan yudikatif. Jadi, sistem pemerintahan negara menggambarkan adanya lembaga-lembaga negara, hubungan antar lembaga negara, dan bekerjanya lembaga negara dalam mencapai tujuan pemerintahan negara yang bersangkutan.

5.1.2.1 Sistem Presidensial

Dalam sistem presidensial, badan eksekutif terdiri dari presiden dan para anggota kabinetnya. Badan eksekutif sama sekali terpisah dari badan legislatif sesuai dengan ajaran trias politika. Badan eksekutif tidak dapat dan tidak bias mempengaruhi pekerjaan dari pihak legislatif.

Dalam konstitusi Indonesia telah diterapkan sistem presidensial. Mekanisme setara dan mandiri (check and balances) diterapkan sebagai kontrol masing-masing lembaga tinggi pemerintah. Maksudnya yaitu pada prinsipnya presiden tidak dapat membubarkan parlemen dan sebaliknya parlemen juga tidak dapat menjatuhkan presiden. Parlemen hanya dapat menuntut pemberhentian presiden jika presiden terbukti melakukan pelanggaran hukum, itu pun dibatasi konstitusi untuk jenis – jenis tindak pidana hukum tertentu.

Tujuan-tujuan dari dipilihnya sistem presidensialisme di Indonesia sangat terkait dengan perjalanan sistem pemerintahan yang telah mengalami banyak pergantian semenjak proklamasi kemerdekaan. Sistem parlementer yang pernah


(18)

dianut di Indonesia dinilai kurang cocok karena terlalu condong kepada demokrasi barat yang berdasarkan individualisme dalam pengambilan keputusan dengan voting:”separuh ditambah satu”. Hal ini dirasakan kurang cocok dengan jiwa bangsa Indonesia yang menganut sistem musyawarah untuk mufakat.7

5.1.2.2Sistem Parlementer

Dalam sistem pemerintahan presidensial, badan eksekutif dan legislatif memiliki kedudukan yang independen. Kedua badan tersebut tidak berhubungan secara langsung seperti dalam sistem pemerintahan parlementer. Mereka dipilih oleh rakyat secara terpisah.

Dalam sistem parlementer, ada keterikatan antar badan eksekutif dan badan legislatif. Eksekutif yang dipimpin oleh seorang perdana menteri mencerminkan kekuatan-kekuatan yang ada di parlemen. Keberlangsungan suatu pemerintahan parlementer sangat tergantung pada konstalasi politik di parlemen. Semakin kuat dukungan dari parlemen maka semakin berkuasa pulalah pemerintahan tersebut. Namun dalam pemerintahan parlementer sering sekali terjadi jatuh bangun suatu kabinet pemerintahan. Ini sering terjadi karena berbagai macam kepentingan partai politik dalam parlemen. Pemerintahan parlementer dapat membubarkan perlemen berdasarkan suatu pertimbangan dan perencananaan.

1. Badan legislatif atau parlemen adalah satu-satunya badan yang anggotanya dipilih langsung oleh rakyat melalui pemilihan umum. Parlemen memiliki kekuasaan besar sebagai badan perwakilan dan lembaga legislatif.

Ciri-ciri dari sistem pemerintahan parlementer adalah sebagai berikut:

7

Harsyudiono Hartas, Kekuasaan Lembaga Kepresidenan dalam Perspektif Undang-Undang


(19)

2. Anggota parlemen terdiri atas orang-orang dari partai politik yang memenangkan pemilihan umum. Partai politik yang menang dalam pemilihan umum memiliki peluang besar menjadi mayoritas dan memiliki kekuasaan besar di parlemen.

3. Pemerintah atau kabinet terdiri dari atas para menteri dan perdana menteri sebagai pemimpin kabinet. Perdana menteri dipilih oleh parlemen untuk melaksakan kekuasaan eksekutif. Dalam sistem ini, kekuasaan eksekutif berada pada perdana menteri sebagai kepala pemerintahan. Anggota kabinet umumnya berasal dari parlemen.

4. Kabinet bertanggung jawab kepada parlemen dan dapat bertahan sepanjang mendapat dukungan mayoritas anggota parlemen. Hal ini berarti bahwa sewaktu-waktu parlemen dapat menjatuhkan kabinet jika mayoritas anggota parlemen menyampaikan mosi tidak percaya

5. Kepala negara tidak sekaligus sebagai kepala pemerintahan. Kepala pemerintahan adalah perdana menteri, sedangkan kepala negara adalah presiden dalam negara republik atau raja/sultan dalam negara monarki. Kepala negara tidak memiliki kekuasaan pemerintahan. Ia hanya berperan sebgai symbol kedaulatan dan keutuhan negara.

kepada kabinet.

6. Sebagai imbangan parlemen dapat menjatuhkan kabinet maka presiden atau raja atas saran dari perdana menteri dapat membubarkan parlemen. Selanjutnya, diadakan pemilihan umum lagi untuk membentukan parlemen baru.8

8


(20)

Adapun Kelebihan Sistem Pemerintahan Parlementer yaitu pembuat kebijakan dapat ditangani secara cepat karena mudah terjadi penyesuaian pendapat antara eksekutif dan legislatif. Hal ini karena kekuasaan eksekutif dan legislatif berada pada satu partai atau koalisi partai. Garis tanggung jawab dalam pembuatan dan pelaksanaan kebijakan publik jelas. Adanya pengawasan yang kuat dari parlemen terhadap kabinet sehingga kabinet menjadi barhati-hati dalam menjalankan pemerintahan.

Sedangkan Kekurangan Sistem Pemerintahan Parlementer yaitu Kedudukan badan eksekutif/kabinet sangat tergantung pada mayoritas dukungan parlemen sehingga sewaktu-waktu kabinet dapat dijatuhkan oleh parlemen. Kelangsungan kedudukan badan eksekutif atau kabinet tidak bisa ditentukan berakhir sesuai dengan masa jabatannya karena sewaktu-waktu kabinet dapat bubar. Kabinet dapat mengendalikan parlemen. Hal itu terjadi apabila para anggota kabinet adalah anggota parlemen dan berasal dari partai meyoritas. Karena pengaruh mereka yang besar diparlemen dan partai, anggota kabinet dapat menguasai parlemen. Parlemen menjadi tempat kaderisasi bagi jabatan-jabatan eksekutif. Pengalaman mereka menjadi anggota parlemen dimanfaatkan dan manjadi bekal penting untuk menjadi menteri atau jabatan eksekutif lainnya.


(21)

5.2 Teori Kebijakan

5.2.1 Pengertian Kebijakan

Kebijakan publik adalah keputusan yang dibuat oleh negara, khususnya pemerintah, sebagai strategi untuk merealisasikan tujuan negara yang bersangkutan. Kebijakan publik adalah strategi untuk mengantarkan masyarakat pada masa awal, memasuki masyarakat pada masa transisi, untuk menuju pada masyarakat yang dicita – citakan.9

Carl Frederich memandang kebijakan publik adalah suatu arah tindakan yang diusulkan oleh seseorang kelompok atau pemerintah dalam suatu lingkungan tertentu, yang memberikan hambatan – hambatan dan kesempatan – kesempatan terhadap kebijakan yang diusulkan untuk menggunakan dalam rangka mencapai suatu tujuan atau merealisasikan atau suatu maksud tertentu.

10

9

Riant Nugraoho, Public Policy, Jakarta: Elex Media Komputindo, 2008. Hal.55 10

Budi Winarno, Teori dan Proses Kebijakan Publik, Jogjakarta: Media Presindo, 2002, Hal.16 Secara umum, saat ini kebijakan lebih dikenal sebagai keputusan yang dibuat oleh lembaga pemerintah, yang bertujuan untuk menyelesaikan permasalahan – permasalahan yang terjadi di masyarakat dalam sebuah negara.

5.2.2 Proses Perumusan Kebijakan

Proses pembuatan kebijakan merupakan proses yang kompleks karena melibatkan banyak proses maupun variabel yang harus dikaji. Kebijakan publik merupakan suatu kesatuan sistem yang bergerak dari satu bagian kebagian lain secara sinambungan, saling menentukan dan saling membentuk. Kebijakan publik tidak terlepas dari sebuah proses kegiatan yang melibatkan aktor – aktor yang akan bermain dalam proses pembuat kebijakan.


(22)

Charles Lindblom mengutarakan bahwa untuk memahami siapa sebenarnya yang merumuskan kebijakan, lebih dahulu harus dipahami sifat – sifat semua pameran serta bagian atau peran apa yang mereka lakukan, wewenang atau bentuk kekuasaan yang mereka miliki dan bagaimana mereka saling berhubungan serta saling mengawasi.

Proses perumusan kebijakan merupakan inti dari kebijakan publik, karena dari sinilah akan dirumuskan batas – batas kebijakan itu sendiri.11 Tidak semua isu yang dianggap masalah oleh masyarakat perlu dipecahkan oleh pemerintah sebagai pembuat kebijakan, yang akan memasukkannya kedalam agenda pemerintah yang kemudian diproses menjadi sebuah kebijakan setelah melalui berbagai tahapan. Perumusan kebijakan meliputi empat tahapan yang dilaksanakan secara sistematis,12

11

Riant Nogroho, Op cit, Hal.355 12

Budi Winarno, Op cit, Hal.82

yaitu:

Tahap pertama, perumusan masalah. Mengenali dan merumuskan masalah merupakan langkah yang paling fundamental dalam perumusan kebijakan. Untuk ’dapat merumuskan kebijakan dengan baik, maka masalah – masalah publik harus dikenali dan didefenisikan dengan baik.

Tahap kedua, agenda kebijakan. Tidak semua masalah publik akan masuk kedalam agenda kebijakan. Masalah – masalah tersebut akan berkompetisi antara satu dengan yang lain. Hanya masalah – masalah tertentu yang pada akhirnya akan masuk kedalam agenda kebijakan masalah publik yang masuk kedalam agenda kebijakan akan dibahas oleh para perumus kebijakan. Masalah – masalah tersebut dibahas berdasarkan tingkat urgensinya untuk dilaksanakan.


(23)

Tahap ketiga, pemilihan alternatif kebijakan untuk memecahkan masalah. Pada tahap ini, para perumus kebijakan akan berhadapan dengan berbagai alternatif pilihan kebijakan yang akan diambil untuk memecahkan masalah. Para perumus kebijakan akan dihadapkan pada pertarungan kepentingan antar berbagai aktor yang terlibat dalam perumusan kebijakan. Pada kondisi ini, maka pilihan – pilihan kebijakan akan didasarkan pada kompromi dan negoisasi yang terjadi antar aktor yang berkepentingan dalam pembuatan kebijakan tersebut.

Tahap keempat, penetapan kebijakan setelah salah satu dari kebijakan alternatif diputuskan untuk diambil sebagai cara pemecahan masalah, maka tahap terakhir dalam pembuat kebijakan adalah menetapkan kebijakan yang dipilih tersebut sehingga memiliki kekuatan hukum yang mengikat. Alternatif kebijakan yang diambil pada dasarnya merupakan kompromi dari berbagai kelompok kepentingan yang terlibat dalam pembuatan kebijakan tersebut.

5.2.3 Implementasi Kebijakan

Implementasi kebijakan pada prinsipnya adalah cara agar sebuah kebijakan dapat mencapai tujuannya. Tidak lebih dan tidak kurang. Untuk mengimplementasikan kebijakan publik, ada dua pilihan langkah yaitu langsung mengimplementasikan dalam bentuk program atau melalui formulasi kebijakan derivat atau turunan dari kebijakan publik tersebut.13

Di depan kita telah mengikuti bersama, bahwa tujuan kebijakan pada prinsipnya adalah melakukan intervensi. Oleh karena itu, implementasi kebijakan

13


(24)

sebenarnya adalah tindakan (action) intervensi itu sendirisebagai praktik, kita dapat menggu nakan model berpikir sendiri yaitu:

iiiiiiiiiiiiiii

Skema Praktik Implementasi

Pelaksanaan atau implementasi kebijakan dalam konteks manejemen berada dalam kerangka organizing-leading-controlling, jadi, ketika kebijakan sudah dibuat, tugas selanjutnya adalah mengorganisasikan, melaksanakan kepemimpinan pengendalian pelaksanaan tersebut. Secara rinci manajemen implementasi kebijakan dapat disusun sebagai berikut:

NO Tahap Isu Penting

1 Implementasi Strategi

• Menyesuaikan struktur dengan strategi

• Melembagakan strategi.

• Mengoperasionalkan strategi.

• Menggunakan prosedur untuk memudahkan implementasi.

2 Pengorganisasian (Organizing)

• Desain organisasi dan struktur organisasi.

• Pembagian pekerjaan dan desain pekerjaan.

• Integrasi dan koordinasi. Identifikasi masalah yang

harus diintervensi

Menegaskan tujuan yang hendak dicapai

Merancang struktur proses implementasi


(25)

• Perekrutan dan penembatan sumber daya manusia (recruting dan staffing).

• Hak, wewenang, dan kewajiban.

• Pendelegasian (sentralisasi dan desentralisasi).

• Pengembangan kapasitas organisasi dan kapasitas sumber daya manusia.

• Budaya organisasi. 3 Penggerakan dan

Kepeminpinan

• Efektivitas kepemimpinan.

• Motivasi.

• Etika.

• Mutu.

• Kerja sama tim.

• Komunikasi organisasi.

• Negosiasi.

4 Pengendalian • Desain pengendalian.

• Sistem informasi manajemen.

• Pengendalian anggaran/keuangan.

• Audit.

Tabel 1 Manajemen Implementasi

Matriks diatas memperlihatkan tahapan dan rincian pekerjaan dalam implementasi kebijakan. Konsep ini banyak mengadaptasi pemikiran James A.F. Staner, R. Edward Freeman, dan Daniel R. Gilber, Jr. (1996).


(26)

5.3 Teori Ketahanan Pangan

5.3.1 Pengertian Ketahanan pangan

Ketahanan Pangan, yaitu kondisi mensyaratkan terpenuhinya dua sisi secara simultan yaitu (a) sisi ketersediaan, yaitu tersedianya pangan yang cukup bagi seluruh penduduk dalam jumlah, mutu, keamanan dan keterjangkauannya serta stabilitas ketersediaannya secara lestari dan (b) sisi konsumsi, yaitu adanya kemampuan setiap rumah tangga mengakses pangan yang cukup tinggi bagi masing – masing anggotangya untuk tumbuh, sehat, produktif dan bermanfaat dari waktu kewaktu.14

14

H. Amidhan. Op.cit. Hal.4

Kedua sisi tersebut memerlukan sistem distribusi yang efisien dan keseluruh golongan masyarakat.

Ketahanan pangan dikaitkan dengan 3 (tiga) faktor utama yaitu : a. Kecukupan (ketersediaan) pangan

b. Stabilitas ekonomi pangan

c. Akses fisik maupun ekonomi bagi individu untuk mendapatkan pangan Indonesia menerima konsep ketahanan pangan, yang dilegitimasi pada Undang-undang pangan Nomor 7 Tahun 1996 tentang Pangan Undang-Undang ini ditindaklanjuti dengan Peraturan Pemeintah Nomor 68 Tahun 2002 tentang Ketahanan Pangan. Indonesia memasukkan mutu, keamanan, dan keragaman sebagai kondisi yang harus terpenuhi dalam pemenuhan kebutuhan pangan penduduk secara cukup, merata dan terjangkau.


(27)

Kondisi Ketahanan Pangan yang diperlukan juga mencakup persyaratan bagi kehidupan sehat.15

15

Bustanul Aripin & didik j Rachbini, Ekonomi politik dan kebijakan public, Jakarta, Widiasarana Indonesia, 2001, Hal. 245

Definisi Ketahanan pangan sebagai termuat dalam Undang-undang RI Nomor 7 Tahun 1996 adalah sebagai berikut :

“Ketahanan Pangan adalah kondisi terpenuhinya pangan bagi rumah tangga yang tercermin dari tersedianya pangan yang cukup, baik jumlah maupun mutu, aman, merata dan terjangkau”.

Dari definisi diatas dapat dilihat bahwa swasembada merupakan bagian dari ketahanan pangan. Meskipun demikian, pengertian ketahanan pangan dan swasembada secara konsep dapat dibedakan. Kembali lagi ke pengertian ketahanan pangan yang konsepsinya tidak mempersoalkan asal sumber pangan, apakah dari dalam negeri atau impor. Ketahanan pangan merupakan sebagian dari ketahanan pangan. Meskipun demikian, pengertian ketahanan pangan dan swasembada secara konsep dapat dibedakan. Kembali lagi ke pengertian ketahanan pangan yang konsepsinya tidak mempersoalkan asal sumber pangan, apakah dari dalam negeri atau impor.

Ketahanan pangan merupakan konsep yang komplek dan terkait dengan mata rantai sistem pangan dan gizi mulai dari distribusi, produksi, konsumsi dan status gizi. Konsep ketahanan pangan (food security) dapat diterapkan untuk menyatakan ketahanan pangan pada beberapa tingkatan : 1. global, 2. nasional, 3. regional dan 4. tingkat rumah tangga di tingkat rumah tangga dan individu. Ketahanan pangan rumah tangga didefinisikan dalam beberapa alternatif rumusan:


(28)

a. Kemampuan untuk memenuhi kebutuhan pangan anggota rumah tangga dalam jumlah, mutu dan beragam sesuai budaya setempat dari waktu ke waktu agar hidup sehat.

b. Kemampuan rumah tangga untuk mencukupi pangan anggotanya dari produk sendiri dan atau membeli dari waktu ke waktu agar dapat hidup sehat.

c. Kemampuan rumah tangga untuk memenuhi kecukupan pangan anggotanya dari waktu ke waktu agar hidup sehat.

Ketahanan pangan minimal harus dua unsur pokok, yaitu ketersediaan dan aksebelitas masyarakat terhadap pangan Undang-undang Nomor 7 Tahun 1996 tentang pangan :

a. Pangan adalah segala sesuatu yang berasal dari sumber hayati dan air baik yang diolah maupun yang tidak diolah, yang diperuntukkan sebagai makanan dan minuman bagi konsumsi manusia, termasuk bahan tambahan pangan, bahan baku pangan dan bahan lain yang digunakan dalam proses penyiapan, pengolahan atau pembuatan makanan dan minuman.

b. Pangan olahan adalah makanan atau minuman hasil proses dengan cara atau metode tertentu dengan atau tanpa bahan tambahan.

c. Sistem pangan adalah segala sesuatu yang berhubungan dengan pengaturan, pembinaan, dan atau pengawasan terhadap kegiatan atau proses produksi pangan dan peredaran pangan sampai dengan siap dikonsumsi manusia.

d. Keamanan pangan adalah kondisi dan upaya yang diperlukan untuk mencegah pangan dari kemungkinan cemaran kimia, biologis dan benda lain yang dapat mengganggu, merugikan dan membahayakan kesehatan manusia.


(29)

e. Mutu pangan adalah nilai yang ditentoiukan atas dasar kriteria keamanan pangan, kandungan gizi, dan standart perdagangan terhadap bahan makanan, makanan dan minuman.

f. Gizi pangan adalah zat atau senyawa yang terdapat dalam pangan yang terdiri atas karbohidrat, protein, lemak, vitamin, dan mineral serta turunnya yang bermanfaat bagi pertumbuhan dan kesehatan manusia.

g. Kemasan pangan adalah bahan yang digunakan untuk mewadahi atau membungkus pangan, baik yang bersentuhan langsung dengan pangan maupun yang tidak.

h. Ketahanan pangan adalah kondisi terpenuhinya pangan bagi rumah tangga yang tercermin dari tersedianya pangan yang cukup.

5.3.2 Penyediaan Pangan

Penyediaan pangan tentunya dapat ditempuh melalui :

a. Produksi sendiri, dengan cara mengalokasikan sumber daya alam (SDA), manajemen dan pengembangan sumber daya manusia (SDM), serta aplikasi dan penguasaan teknologi yang optimal.

b. Impor dari negara lain, dengan menjaga perolehan devisa yang memadai disektor perekonomian untuk menjaga neraca keseimbangan luar negeri.16

Ketahanan pangan atau aksesibilitas setiap individu terhadap bahan pangan dapat dijaga dan ditingkatkan melalui pemberdayaan sistem pasar serta mekanisme pemasaran yang efektif dan efisien, yang juga dapat disempurnakan dan kebijakan tata niaga, atau distribusi pangan dari sentral produksi sampai

16


(30)

ketangan konsumen. Akses individu dapat juga ditopang dengan oleh intervensi kebijakan harga yang memadai, menguntungkan dan memuaskan berbagai pihak yang terlibat. Intervensi pemerintah dalam hal distribusi pangan pokok masih nampak relevan, terutama untuk melindungi produsen terhadap anjloknya harga produk pada musim panen, dan untuk melindungi konsumen dari melambungnya harga kebutuhan pokok pada musim tanam atau musim paceklik.17

Maxwell dan Frankenberger (1992) menyatakan bahwa pencapaian ketahanan pangan dapat diukur dari berbagai indikator. Indikator tersebut dibedakan menjadi dua kelompok, yaitu indikator proses dan indikator dampak. Indikator proses menggambarkan situasi pangan yang ditujukan oleh ketersediaan dan akses pangan, sedangkan indikator dampak meliputi indikator langsung maupun tak langsung.

Indikator ketersediaan pangan berkaitan dengan produksi pertanian, iklim, akses terhadap sumber daya alam, praktek pengelolaan lahan, pengembangan institusi, pasar, konflik regional, dan kerusuhan sosial. Indikator akses pangan meliputi antara lain sumber pendapatan, akses terhadap kredit modal. Indikator akses pangan juga meliputi strategi rumah tangga untuk memenuhi kekurangan pangan. Strategi tersebut dikenal sebagai koping ability indikator. Indikator dampak secara langsung adalah konsumsi dan frekuensi pangan. Indikator dampak tak langsung meliputi penyimpanan pangan dan status gizi.

17


(31)

5.3.3 Kebijakan Perberasan

Kebijakan beras adalah upaya yang dilakukan oleh berbagai instansi/lembaga pemerintah untuk mempengaruhi keputusan tiga pelaku distribusi/pemasaran padi/beras dan konsumen beras. Kebijakan tersebut bertujuan untuk memperkuat ketahanan pangan ditingkat nasional dan rumah tangga serta mampu meredam laju inflasi.

Kebijakan perberasan diantaranya sebagai berikut:

1. Kualitas SDM atau tingkat pendidikan/keterampilan petani harus ditingkatkan, termasuk tingkat penguasaan teknologi dan informasi. Tujuan utamanya adalah untuk meningkatkan produksivitas dan kualitas produk.

2. Perbaikan basis kelompok – kelompok petani pada setiap areal sentra produksi termasuk pemberdayaan jaringan – jaringan kerja antara sentra – sentra tersebut. Tujuan utamanya adalah untuk memperbaiki komunikasi antar petani pada masing – masing sentra, sehingga mereka bisa menangani dengan cepat dan baik berbagai hal yang menyangkut tentang sistem produksi, manajemen usaha tani, penenganan pascapanen, dan potensi pemasaran.

3. kebijakan pemerintah mengenai perkreditan harus memprioritaskan sektor pertanian, dan untuk mendukung kebijakan tersebut harus ada komitmen yang besar dari sektor perbankan.

4. Pembangunan dan perbaikan sarana dan prasarana , seperti jalan desa, gudang – gudang tempat penyimpanan gabah/beras, pabrik –


(32)

pabrik produksi beras, pusat – pusat informasi, irigasi, penerangan, listrik, telekomunikasi. Pembangunan dan perbaikan ini tidak hanya di Jawa, tetapi lebih penting lagi di luar Jawa.

5. Pengembangan teknologi tidak hanya untuk meningkatkan produktivitas dan kualitas, tetapi juga untuk mengatasi keterbatasan tanah dan pengembangan teknologi biologis-kimiawi. Untuk tujuan ini harus ada kerja sama yang erat antara petani (pihak produsen) dengan lembaga – lembaga penelitian dan pengembangan dan perguruan – perguruan tinggi, baik dari pemerintah maupun swasta. Departemen pertanian juga harus kembali aktif melakukan penelitian dan pengembangan misalnya, mengembangkan bibit yang dapat ditanam diladang, bukan hanya persawahan yang memerlukan banyak air.18

6.1 Metodologi Penelitian 6.1.1 Jenis Penelitian

Metode penelitian yang digunakan oleh penulis dalam penelitian tersebut adalah metode deskriptif. Metode penelitian deskripif dilakukan dengan menganalisa data dan fakta. Metode penelitian deskripstif sebagai sebuah proses pemecahan suatu masalah yang diteliti dengan menerangkan keadaan sebuah objek penelitian pada saat sekarang berdasarkan fakta-fakta yang tampak sebagaimana adanya.19

18

Budi Winarno. Ibid , Hal. 209 19

Hadar Nawawi. Metode Penelitian Bidang Sosial. Yogyakarta: Gajahmada University Press, 1987, Hal. 63


(33)

Berdasarkan itu, maka pendekatan yang digunakan dalam penelitian ini adalah pendekatan kualitatif. Pendekatan kualitatif memberikan kesempatan ekspresi dan penjelasan lebih besar dari orang yang melakukan penelitian.20 Pendekatan ini juga lebih menekankan analisisnya pada proses pengambilan keputusan secara induktif dan juga deduktif serta analisis pada fenomena yang sedang diamati dengan menggunakan metode ilmiah.21

6.1.2 Teknik Pengumpulan Data

Untuk mencapai penelitian yang baik, dalam kelengkapan data penelitian maka peneliti menggunakan sistem kepustakaan, yaitu teknik pengumpulan data yang bersumber dari kepustakaan. Sumber tersebut diperoleh dengan membaca serta memahami data-data yang bersumber dari buku, majalah, jurnal dan sumber lainnya yang masih berkaitan dengan permasalahan yang sedang diteliti dalam karya ilmiah tersebut.

6.1.3 Teknik Analisa data

Setelah data-data terkumpulkan, maka langkah selanjutnya adalah menganalisis data. Teknik analisis penelitian ini bersifat deskriptif kearah tujuan untuk memberikan gambaran mengenai situasi dan kondisi yang terjadi. Data-data yang terkumpul akan dieksplorasi secara mendalam dan selanjutnya akan menghasilkan kesimpulan yang menjelaskan masalah yang diteliti.

20

Lisa Harrison. Metodologi Penelitian Politik. Jakarta: Kencana Prenada Media Group, 2009, Hal. 86

21


(34)

7.1 Sistematika Penulisan

Adapun Sistematika Penulisan ini adalah :

Bab I Pendahuluan

Bab ini terdiri dari : Latarbelakang Masalah, Rumusan Masalah, Tujuan Penelitian, Manfaat Penelitian, Kerangka Teori, Metodologi Penelitian dan Sitematika penulisan

Bab II Deskripsi Umun Objek Penelitian

Pada Bab ini menguraikan gambaran umum Pemerintahan SBY –JK.

Bab III Analisa Hasil Penelitian

Pada Bab ini akan menyajikan analisa dari penelitian mengenai Kebijakan Pemerintahan SBY –JK dalam Konteks Politik Pangan Tahun 2004.

Bab IV Penutup

Bab ini merupakan ulasan terakhir yang berisikan kesimpulan yang diperoleh dari hasil penelitian serta saran-saran di dalamnya.


(35)

BAB II

Gambaran Umum Pemerintahan SBY –JK

2.1 Pemilihan Presiden Secara Langsung Pada Masa Pemerinahan SBY-JK

Indonesia yang diproklamasikan pada 1945, telah berusia 65 tahun pada 2010 ini. Sepanjang usia tersebut telah terjadi beberapa kali pergantian kepala negara (presiden). Berakhirnya masa orde baru yang ditandai dengan gerakan reformasi diiringi oleh berbagai tuntutan-tuntutan reformasi. Salah satu tuntutan reformasi adalah demokratisasi. Di setiap sektor kehidupan termasuk kepemimpinan seorang pemimpin dalam hal ini presiden sebagai kepala negara. Maka gaya-gaya kepemimpinan pada masa orde baru yang cenderung bergaya otoriter dan militeristik di bawah komando Soeharto sulit untuk diterapkan kembali di era reformasi saat ini karena adanya peningkatan liberalisasi/kebebasan rakyat dan kebebasan pers yang luas. Oleh sebab itu, kepemimpinan SBY jika dilihat dari indikator-indikator gaya-gaya kepemimpinan yang ada. Kepemimpinan sifatnya spesifik dan khas diperlukan bagi situasi khusus, situasi dan zamannya.

Tokoh-tokoh yang pernah menjadi kepala negara adalah Soekarno (1946-1965), Soeharto (1965-1997), BJ. Habibie (1998-1999), KH. Abdurrahman Wahid (1999-2001), dan Megawati Soekarno Putri (2001-2004). Keseluruhan kepala negara tersebut dipilih secara tidak langsung oleh rakyat.

Tahun 2004 merupakan pertama kalinya dalam sejarah politik Indonesia presiden dipilih secara langsung oleh rakyat. Hasil pemilihan secara langsung oleh rakyat tersebut menghasilkan pasangan Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) sebagai presiden dengan wakil presiden M Jusuf Kalla (JK). Pemerintahan SBY-


(36)

JK berlangsung sejak 2004 hingga 2009. Ini bukti bahwa karakteristik presidensialisme pada pemerintahan SBY-JK telah terpenuhi dalam pemilihan langsung oleh rakyat. Dimana pada pemerintahan sebelumnya pemilihan presiden dilakukan oleh parlemen.

Adapun gambaran pemilihan presiden secara langsung ini yang merupakan hasil amandemen ketiga Undang-Undang Dasar 1945 sebagai bentuk penyempurnaan sistem pemerintahan presidensial yaitu petama, Presiden dan Wakil Presiden dipilih dalam satu pasangan secara langsung oleh rakyat. Kedua, Pasangan calon Presiden dan Wakil Presiden diusulkan oleh partai politik atau gabungan partai politik peserta pemilihan umum sebelum pelaksanaan pemilihan umum. Ketiga, Pasangan calon Presiden dan Wakil Presiden yang mendapatkan suara lebih dari lima puluh persen dari jumlah suara dalam pemilihan umum dengan sedikitnya dua puluh persen suara di setiap provinsi yang tersebar di lebih dari setengah jumlah provinsi di Indonesia, selanjutnya dilantik menjadi Presiden dan Wakil Presiden. Dalam hal apabila tidak ada pasangan calon Presiden dan Wakil Presiden terpilih dua pasangan calon yang memperoleh suara terbanyak pertama dan kedua dalam pemilihan umum dipilih oleh rakyat secara langsung dan pasangan yang memperoleh suara rakyat terbanyak dilantik sebagai Presiden dan Wakil Presiden. Selain itu, Tata cara pelaksanaan pemilihan Presiden dan Wakil Presiden lebih lanjut diatur dalam undang-undang.

Dalam pemilihan presiden, pasangan Susilo Bambang Yudhoyono-Jusuf Kalla (SBY-JK) mendapat dukungan 69.266.350 (60.62%) suara sah. Sementara itu, pasangan Megawati Soekarnoputri-Hasyim Muzadi memperoleh 44.990.704 (39,38%) suara sah..


(37)

Sistem ini kebalikan dari sistem perlementer, sistem pemerintahan presidensial berbasis pada legitimasi presiden yang bersumber dari rakyat, bukan dari parlemen. Oleh karena itu, sistem pemerintahan presidensial ditandai dengan penerapan sistem pemilihan Presiden dan Wakil Presiden secara langsung oleh rakyat.

Basis legitimasi pemerintahan SBY-JK dalam sistem presidensial secara politik berasal dari rakyat. Sehingga basis legitimasi ini diperoleh melalui mekanisme pemilihan presiden secara langsung oleh rakyat dengan masa jabatan bersifat tetap. Oleh karena itu, secara politik presiden bertanggung jawab kepada rakyat bukan kepada parlemen. Maksud dari masa jabatan yang bersifat tetap yang disebutkan tadi yaitu bahwa presiden dan wakil presiden tidak dapat diberhentikan pada saat masa jabatan sedang berlangsung dikarenakan ini menyangkut perpolitikan Bangsa Indonesia.

Menurut saya, Strategi pemenangan Partai Demokrat dan SBY terletak pada kedisiplinan solidnya tim dan keseragaman, stabilitas organisasi politiknya serta tindakan-tindakan yang terukur dengan baik. Hal ini yang menjadikan masyarakat memilih SBY-JK terpilih sebagai Presiden dan Wapres.

Selain itu figur seorang SBY-JK yang memiliki sosok yang kharismatik sehingga rakyat merasa sosok nya dianggap mampu menjalankan kepentingan rakyat dan peduli akan rakyatnya.


(38)

2.2 Pemerintahan SBY – JK

Pemerintahan Presiden Susilo Bambang Yudhoyono dan Wakil Presiden Jusuf Kalla merupakan pemerintahan pertama produk pemilu hasil amandemen UUD 1945. Pemerintahan ini dapat dikatakan sebagai laboraturium politik pertama bagi berhasil atau gagalnya penerapan sistem presidensial di Indonesia yang relatif telah mengalami purifikasi. Instutisionalisasi sistem presidensial murni ini terbentuk sejak amandemen ketiga dan keempat UUD 1945 dan mulai diterapkan secara utuh pada Pemilu 2004. Praktis sejak itu, sistem pemerintahan presidensial di Indonesia secara konstitusional mengalami purifikasi.22

Dalam pembentukan Kabinet Indonesia Bersatu sangat jelas ada kompromi politik antara SBY dan partai politik pendukung pemerintah. SBY-JK mengakomodasi kepentingan partai tersebut dengan menempatkan kader-kader partai tersebut di kabinetnya. Partai Persatuan Pembangunan menempatkan dua kadernya di kabinet yaitu Suryadarma Ali sebagai Menteri Koprasi dan Usaha Menengah dan Bachtiar Chamsah sebagai menteri sosial. Partai Amanat Nasional

Konstitusi Negara Republik Indonesia telah menamanatkan bahwa sistem pemerintahan kita adalah presidensial. Undang-Undang Dasar 1945 pasal 4 ayat 1 menyebutkan bahwa Presiden Republik Indonesia memegang kekuasaan pemerintahan menurut Undang-Undang Dasar.

Perlu kita telaah lagi karakter sistem pemerintahan presidensial tersebut bagaimana sebenarnya pelaksanaannya pada masa pemerinahan SBY-JK.

22

Penegasan purifikasi system presidensial di Indonesia ditandai institusionalisasi system pemilihan presiden dan wakil presiden secara langsung dengan system satu paket pencalonan, pembatasan masa jabatan presiden, dan penguatan mekanisme checks and balances antara eksekutif dan legislatif, serta pelembagaan impeachment presiden melalui mekanisme hukum, sebelumnya sudah ada pelembagaan hak prerogatif presiden untuk menyusun kabinet serta kedudukan persiden sebagai kepala Negara sekaligus kepala pemerintahan (single chief executive).


(39)

juga menempatkan dua kadernya di kabinet yaitu Hatta Radjasa sebagai Menteri Perhubungan dan Bambang Sudibyo sebagai Menteri Pendidikan Nasional. Demikian juga dengan Partai Kebangkitan Bangsa dan Partai Bulan Bintang yang masing-masing menempatkan kadernya 2 orang di kabinet serta PKPI mendapatkan 1 kursi kabinet.

Kompromi politik dalam penyusunan dan perombakan kabinet selama pemerintahan SBY-JK selalu disertai maneuver dan intervensi partai politik yang tergabung dalam koalisi pendukung pemerintah. Intervensi partai politik terhadap presiden terlihat bila Presiden Yudhoyono berencana mencopot seorang menteri dari partai politik. Partai politik tersebut mengancam akan mencabut dukungannya kepada pemerintah. Model lain, apabila ada menteri tidak loyal kepada partainya, partai itu mendesak presiden agar menteri tersebut dicopot dari kabinet. Jika tidak diganti, partai tersebut mengancam menarik dukungannya kepada presiden.23

23

Ibid, hal. 153

Kompromi ini bias berbentuk akomodasi kepentingan partai politik oleh Presiden atau kompromi diakibatkan karena adanya intervensi partai politik terhadap Presiden itu sendiri. Sehingga, keputusan akhir dari pembentukan dan reshuffle kabinet tetap dipegang oleh Presiden. Dan meskipun dipegang oleh Presiden, pola relasi kompromi ini telah memiliki kekuasaan dalam mengangkat dan memberhentikan menteri.

Dengan demikian kekuasaan Presiden Yudhoyono tersandera oleh kepentingan pragmatis partai politik yang ingin mendapatkan jatah kekuasaan. Dan hal ini tidak dapat diabaikan oleh presiden karena hal itu menjadi keharusan dalam sistem pemerintahan yang menganut paham multi partai.


(40)

Pembentukan kabinet merupakan hak prerogatif dari presiden. Dalam pembentukan kabinet, presiden memiliki kekuasaan tunggal dalam menyususn kabinetnya. Presiden terbebas dari intervensi partai politik dan lebih mengedepankan profesionalisme dan kemampuan daripada akomodatif terhadapa kepentingan partai politik. Namun dalam kenyataannya, pembentukan kabinet Indonesia Bersatu SBY-JK sangat kental dengan pembentukan kabinet dalam sistem pemerintahan parlementer.

Sebenarnya di dalam sistem presidensial, presiden dari partai minoritas dapat saja membentuk pemerintahan tanpa koalisi. Namun dia dapat menghadapi masalah dalam menjalankan proses pemerintahan karena ia memerlukan dukungan dari legislatif. Di sini ada keperluan yang jelas untuk membentuk koalisi. Hanya saja tujuan utamanya bukan pada terbentuknya pemerintahan, melainkan untuk mengamankan jalannya pemerintahan.24 Presiden SBY-JK sangat jelas terlihat kompromi dengan partai-partai politik yang memiliki kursi di DPR dalam membentuk kabinet. Ini dilakukan karena bagaimanapun pemerintahan SBY-JK sangat membutuhkan koalisi di parlemen. Kalau melihat jumlah kursi yang mendukung pemerintahan SBY-JK sejak awal hanya 113 kursi atau 20,5% dari keseluruhan jumlah kursi, maka sangat rawan sekali pemerintahan tersebut apabila tidak mengakomodasi kekuatan lain di parlemen.25

24

Djayadi Hanan. Koalisi Sistem Pesidensial, Kompas 11 Mei 2010 hal 7 25

Hanta yuda. Op cit hal 157

Jika kita merujuk terhadap semua karakter sistem tersebut, maka kita dengan yakin akan mengatakan bahwa Indonesia menganut sistem presidensialisme murni. Namun itu semua tidak bisa lepas dari kompromi politik karena berkaitan dengan sistem multi partai yang kita anut.


(41)

Indikasi presidensialisme yang kompromis di era pemerintahan SBY tergolong dalam presidensialisme setengah hati terlihat dari beberapa aspek kompromi eksternal berikut ini: Pertama, kompromi dalam pembentukan dan perombakan kabinet yang tidak terlepas dari intervensi partai-partai politik mitra koalisi pemerintahan SBY-JK dan akomdasi pemerintah terhadap kepentingan partai politik tersebut berupa kursi di kabinet. Kedua, rapuhnya ikatan koalisi partai pendukung pemerintah. Koalisi yang terbangun sangat cair dan sarat dengan kepentingan sesaat partai anggota koalisi. Ketiga, adanya kontrol parlemen terhadap pemerintah secara berlebihan yang mengakibatkan jalannya pemerintahan kurang efektif. Dan keempat, perjalanan pemerintahan SBY-JK rentan dengan ancaman pemakzulan dari DPR. Pemerintah masih sangat rentan pemakzulan oleh DPR karena alasan politis atau disebabkan kebijakan pemerintah yang ditentang DPR.26

Sekalipun berhasil membangun pemerintahan koalisi

Dari empat indikasi presidensialisme yang kompromis pada era pemerintahan SBY-JK tersebut dapat kita lihat kenyataannya.

(coalition)

26

Ibid. hal 134

dengan dukungan mayoritas absolut (sekitar 70 persen) kekuatan politik di DPR, langkah Presiden Susilo Bambang Yudhoyono merangkul beberapa partai politik di luar pendukung awal, tidak membuat pemerintah menjadi lebih mudah menghadapi setiap agenda ketatanegaraan yang bersentuhan dengan kewenangan DPR. Bahkan dalam banyak kejadian, partai politik yang berada dalam barisan pendukung koalisi sering “mempersulit” agenda pemerintah. Sulit dibantah dan secara jujur


(42)

harus diakui, sepanjang pemerintahannya, koalisi berubah menjadi buah simalakama bagi SBY-JK.27

27

http://saldiisra.web.id

Rapuhnya ikatan koalisi juga terlihat dalam pemerintahan SBY-JK terutama dalam hal menyangkut kebijakan pemerintah. Banyaknya hak interpelasi yang digunakan DPR menandakan ikatan koalisi sangat cair dan tidak dapat mengamankan jalannya kebijakan pemerintahan. Akan tetapi mereka sebaliknya mengabaikan ikatan koalisi dan melakukan tekanan terhadapa pemerintah. Dan yang paling memojokkan pemerintah adalah lolosnya hak angket DPR terhadap kebijakan pemerintah menaikkan harga BBM. Ini juga menandakan terjadinya kontrol DPR terhadap pemerintah yang terlalu kuat yang membuat pemerintahan SBY-JK berjalan tidak efektif.


(43)

2.3 Gambaran Pemerintahan SBY – JK Di Bidang Pertanian

Setelah satu tahun Pemerintahan SBY-JK berjalan, mulai muncul suara dari kalangan partai politik akan perlunya perombakan (reshuffle) kabinet. Kemunculan tuntutan reshuffle kabinet ini didorong janji Presiden SBY untuk mengevaluasi kinerja para menteri setelah satu tahun memerintah.

Presiden SBY melakukan perombakan kabinet yang bertujuan mengevaluasi kinerja para menteri, dikarenakan mereka dinilai tidak mencapai standar yang diinginkan SBY dalam kontrak politik atau menteri tersebut tidak cocok pada posisi yang dijalani. Selain itu dalam beberapa waktu sebelum mengumumkan reshuffle SBY membuat pernyataan bahwa penggantian menteri mempertimbangkan faktor kesehatan.

Ali Masykur Musa, Anggota DPR RI dalam harapannya sebelum dilakukannya reshuffle kabinet menyatakan : “Kabinet Indonesia Bersatu memiliki kelemahan pada dua bidang yakni pertanian dan ekonomi secara umum, Kebijakan di dua bidang ini kurang menukik dan tak memiliki paradigma yang jelas. Bayangkan saja, Indonesia kini terus mengimpor beras. Tidak ada langkah konkret pemerintah untuk memberdayakan petani. Target pertumbuhan ekonomi malah mengabaikan sektor pertanian, padahal ada puluhan juta warga Indonesia yang sangat tergantung pada maju tidaknya sektor pertanian. Karena itu SBY sebaiknya mengganti menteri di bidang pertanian dan ekonomi secara umum”28

Hal diatas menunjukkan kalau Ali Masykur Musa merasa dengan keadaan partanian dan ekonomi tersebut, mengingat Indonesia dikenal sebagai negara agraris dan bahkan pernah mengalami masa keemasan sebagai negara yang

28


(44)

mampu berswasembada beras, puncaknya pada tahun 1984 Presiden Soeharto ketika itu menerima penghargaan dari Organisasi Pangan Dunia (FAO). posisi swasembada beras bangsa Indonesia tidak dapat dipertahankan dan berkelanjutan, tragisnya justru kondisi perberasan semakin merosot tajam. Hal ini ditandai dengan selain tidak mampu lagi berswasembada beras, Indonesia menjadi negara pengimpor beras nomor satu didunia serta penetapan harga gabah yang mengalami fluktuatif dan tidak berpihak pada petani dan tingkat kesejahteraan petani sangat minim.

Dapat kita lihat kebijakan-kebijakan sektor pertanian, hal ini telah disinggung sebelumnya saat mereka melakukan kampanye pemilihan presiden tahun 2004 Susilo Bambang Yudhoyuno dan Jusuf Kalla (SBY-JK) mengeluarkan buku putih, yang didalamnya terdapat program pembaruan agraria akan tetapi saya nantinya hanya memaparkan persoalan tetang pangan khususnya beras. Ketika pada akhirnya SBY –JK terpilih sebagai Presiden dan Wakil Presiden Indonesia periode 2004-2009, janji untuk melaksanakan pembaruan agraria itu diperkuat sebagai Program Pembaruan Agraria Nasional (PPAN) dengan prinsip tanah untuk keadilan dan kesejahteraan rakyat.

Dalam sektor pertanian ada sejumlah keberhasilan SBY-JK yaitu prestasi paling membanggakan pemerintah adalah swasembada beras pada 2008. Menjelang pemilu presiden, opini tentang keberhasilan pemerintah SBY-JK semakin sering terdengar. Untuk itu kita bisa mencari janji SBY-JK saat kampanye lima tahun yang lalu. Janji-janji tersebut yaitu disusun dalam Rencana Pembangunan Jangka Menengah. Untuk sektor pertanian, janji itu dituangkan


(45)

dalam dokumen Revitalisasi Pertanian, Perikanan, dan Kehutanan. Di dalamnya tertuang operasionalisasi strategi selama 2005-2009.

Dalam dokumen revitalisasi pertanian, ada 12 kebijakan yang ditempuh. Di antaranya, investasi dan pembiayaan, manajemen pertanahan dan tata ruang, infrastruktur, pengembangan SDM dan pemberdayaan petani, riset dan pengembangan, kebijakan pangan, kebijakan perdagangan, perpajakan dan retribusi, serta agroindustri pedesaan. Sedangkan manajemen pertanahan dan tata ruang, selain menyediakan lahan pertanian abadi 15 juta hektar lahan beririgasi dan 15 juta hektar lahan kering, lahan tersebut dilakukan untuk pencegahan alih fungsi lahan. Dengan berbagai upaya pemerintah, dalam jangka waktu tahun 2005-2008, produk domestik bruto (PDB) sektor pertanian tumbuh mengesankan hingga sampai 3,34 persen.

Berdasarkan data kemiskinan 2005-2008 yang saya amati, tingkat kesejahteraan penduduk pedesaan dan perkotaan membaik. Sektor pertanian memiliki kontribusi terbesar (66 persen) menurunkan jumlah penduduk miskin. Neraca perdagangan komoditas pertanian meningkat konsisten dengan rerata 29,29 persen per tahun. Pertumbuhan tenaga kerja sektor pertanian mencapai 1,56 persen per tahun, lebih tinggi dari rerata pertumbuhan total angkatan kerja (1,24 persen per tahun).

Dalam kurun waktu 2004-2008 produksi tanaman pangan meningkat secara konsisten. Produksi padi meningkat rerata 2,78 persen per tahun (dari 54,09 juta ton GKG tahun 2004 menjadi 60,28 juta ton GKG tahun 2008). Jika produksi pada 2008 dibandingkan dengan produksi 2007, terjadi peningkatan sebesar 5,46


(46)

persen. Prestasi ini hanya bisa kita disamai oleh Orde Baru pada awal-awal Revolusi Hijau.

Ada beberapa catatan yang perlu diperbaiki dari keberhasilan yang telah diraih untuk kedepannya. Pertama; mengesankannya PDB sektor pertanian karena dominasi subsektor perkebunan. Sebaliknya, neraca subsektor tanaman pangan, hortikultura, dan peternakan negatif. Ini mengindikasikan kinerja subsektor perkebunan memberikan nilai lebih kepada pekebun. Yang terjadi pada petani pangan, hortikultura, dan peternak justru sebaliknya. Contohnya, petani padi. Produksi padi 2008 mencapai 60,28 juta ton GKG. Ini produksi bersama 28,3 juta rumah tangga tani. Jika dikalikan dengan harga pembelian pemerintah, dengan asumsi satu keluarga terdiri atas empat orang, pendapatan petani padi hanya Rp 1,527 juta per kapita per tahun (Rp 4.365 per orang per hari). Artinya, swasembada tidak otomatis berkorelasi dengan kesejahteraan petani. Apalagi luas lahan per petani padi amat kecil: 0,13 hektar.

Faktor lain yang mempengaruhi minimnya dampak swasembada adalah high input (pupuk anorganik) dalam sistem pertanian padi. Menteri Pertanian Anton Apriyantono mengatakan pihaknya tengah merancang alokasi subsidi untuk 10 ribu paket rumah kompos (1 mesin kompos, 1 alat angkut, dan 33 ternak sapi), sebuah desain bagi kemandirian petani yang telah lama diperjuangkan beberapa anggota Komisi IV DPR. Bersamaan dengan itu, harga gabah/beras yang cenderung anjlok saat musim panen, akses pasar yang masih didominasi para tengkulak sehingga memotong keuntungan petani, dan terbatasnya daya serap Bulog atas gabah petani adalah problem klasik yang harus diatasi. Sehingga


(47)

swasembada semestinya tidak berhenti pada agregat angka produktivitas, tetapi juga meningkatkan kesejahteraan petani.29

Sedikit saya paparkan bahwa Data Deptan tahun 2008 menunjukkan konversi lahan pertanian mencapai 187 ribu hektar per tahun, sedangkan pencetakan lahan rata-rata menurut BPS tahun 2008 hanya 35 ribu ha per tahun. Dan hingga kini, target pemerintah untuk menyediakan lahan pertanian abadi; 15 juta hektar lahan beririgasi dan 15 juta hektar lahan kering, belum tercapai. Sementara itu, dari total luas jaringan irigasi 6,7 juta hektar, 1,5 juta hektar (22,4 persen) di antaranya rusak. Sejak dilakukan rehabilitasi pada 2004, kerusakan masih tersisa 714 ribu hektar. Hal yang sama terjadi pada waduk dan embung. Dari 238 waduk dan 209 embung besar yang terbangun, sebagian besar kurang baik.

Dapat saya simpulkan dari perbincangan dengan sejumlah anggota Komisi IV DPR bahwa tercapainya swasembada selain karena berjalannya sebagian program seperti subsidi pupuk dan benih, skema kredit, penggunaan pupuk berimbang juga disebabkan oleh faktor iklim, sehingga data indeks pertanaman dan situasi panen terjaga dengan baik. Di luar dari itu, Kita masih menghadapi persoalan alih fungsi lahan pertanian.

30

29

Harian Tempo, Rabu 01 Juli 2009 30

Kompas, Senin 06 Juli 2009

Dari data diatas, Tentu amat rawan jika Indonesia hanya berharap kepada faktor iklim. Infrastruktur irigasi, jalan, serta perluasan lahan dan distribusinya adalah beberapa prasyarat agar swasembada bisa meningkat dimana Indonesia masih punya potensi besar untuk perluasan lahan pertanian.


(48)

Soetarto dkk (Brighten Institute, 2005) mengidentifikasi ada lebih dari 2,9 juta hutan berstatus hutan tanaman industry (HTI), 1,2 juta hak guna usaha (HGU), serta 28 juta hektar sawah dan tegalan telantar. Deptan dan Dephut seharusnya bekerja sama merealisasinya atau jika diperlukan Presiden SBY-JK perlu mempertimbangkan menggabung kembali dua departemen ini. Untuk distribusi lahan, petani masih menunggu janji pemerintah yang rencananya membagikan 9,25 juta hektar lahan kepada petani miskin (Program Pembaruan Agraria Nasional).

Dari berbagai permasalahan ini Indonesia memerlukan pembenahan termasuk pengembangan riset. Sebuah tantangan bagi Deptan ini yang anggarannya justru dikurangi. Dibanding negara lain, anggaran pertanian Indonesia menurun tajam.

Menurut Bank Dunia (2009) rentang tahun 1990-2005, anggaran pertanian Indonesia terpotong dari 8,1 persen PDB menjadi tinggal 2 persen PDB. Sedangkan Malaysia dari 6 persen menjadi 5 persen PDB, Thailand dari 10,1 persen menjadi 4,8 persen PDB, Burma dari 9 persen menjadi 8,5 persen.

Pada akhirnya, kita butuh pemimpin yang memahami pentingnya pangan bagi kesejahteraan, kemandirian, kekuatan, dan kedaulatan sebuah bangsa. Bisa kita lihat bagaimana negara-negara maju sibuk membenahi sektor pertanian, sesibuk menata persenjataan dan kekuatan militernya. Sehingga Negara kita yang dikatakan kaya akan Sumber Daya Alam masih memerlukan pembenahan lagi di sektor Pertanian. Untuk itu Pemerintah SBY-JK, UU No.7/1996 tentang Pangan, yang berisikan Pangan merupakan kebutuhan dasar manusia yang pemenuhannya menjadi hak asasi setiap rakyat Indonesia dalam mewujudkan sumber daya


(49)

manusia yang berkualitas untuk melaksanakan pembangunan nasional. Inilah undang – undang yang mengakui pentingnya pembangunan untuk pembenahan di sektor pertanian yaitu pangan yang berdasarkan semangat kemandirian dan tidak bertentangan dengan kepercayaan masyarakat.


(50)

BAB III

Kebijakan Pemerintahan SBY –JK dalam Konteks Politik Pangan Tahun 2004

3.1 Politik Pangan SBY – JK

Sedikit saya menjelaskan bagaimana Indonesia mampu berswasembada beras. Berawal pada kemerdekaan Indonesia pemerintahan Soekarno pernah mengeluarkan Program Kesejahteraan Kasimo untuk mencapai swasembada beras. Pemerintahan Soekarno juga pernah mengeluarkan Program Sentra padi untuk mencapai swasembada pangan. Namun akibat turbulensi politik dan disertai dengan pemberontakan maka pada masa itu pernah terjadi krisis pangan yang cukup parah.

Setelah Pemerintahan Soekarno turun dari kursi kepresidenan dan digantikan oleh Soeharto, Indonesia mengalami masa transisi antara tahun 1965 sampai 1967. Masa transisi tersebut merupakan awal dari cikal bakal dari Bulog. Pada tahun 1966 dibentuk Komando Logistik Nasional (KOLOGNAS), namun pada tahun 1967 KOLOGNAS dibubarkan dan diganti dengan Badan Urusan Logistik (BULOG).31

Dilanjutkan dengan Pada masa pemerintahan Soeharto (1966-1998), beras tidak menjadi objek pasar bebas. Ini di karenakan, dengan adanya subsidi untuk pupuk, benih, dan pengairan, pemerintah menyediakan juga subsidi pembelian beras dari petani di tingkat harga yang telah ditetapkan. Tujuannya untuk menjaga harga beras tetap murah di pasar, sehingga orang miskin perkotaan pun dapat

31


(51)

membelinya. Disini Pemerintahan Soeharto memahami dengan baik bahwa akses bahan pangan akan menjamin kekuasaan politiknya agar tetap stabil.

Untuk mewujudkannya, pemerintah mendirikan Badan Urusan Logistik (Bulog) di tingkat nasional dengan Depot Logistik (Dolog) di tingkat propinsi. Fungsi Bulog ini adalah menstabilkan harga dan persediaan bahan pangan, khususnya beras.32

32

Hira Jhamtani, ibid, Hal.46

Dapat juga kita lihat Pada zaman Soeharto kondisi pangan cukup terpuruk akibat beban permasalahan masa lalu. Melihat hal ini pemerintahan Soeharto mengeluarkan Repelita (Rencana Pembangunan Lima Tahun) untuk pembangunan pertanian. Pada 1969 pemerintah menambah peran dan fungsi Bulog yaitu sebagai managemen stok penyangga pangan nasional dan penggunaan neraca pangan nasional sebagai standar ketahanan pangan nasional. Pada tahun 1973 pemerintah Soeharto juga mempelopori berdirinya Serikat Petani Indonesia. Pada tahun 1974 pemerintah menerapkan revolusi hijau untuk mencapai swasembada beras. Peran Bulog menjadi semakin penting, karena pada tahun 1977 Bulog didaulat menjadi pengontrol impor kacang kedelai. Sehingga pada waktu itu tugas Bulog tidak hanya semata-mata mengurusi masalah beras saja.

Namun pada tahun 1978 pemerintah mengeluarkan Kepres 39/1978 yang mengembalikan tugas Bulog sebagai pengontrol harga gabah, beras, tepung, gandum, gula pasir dan lain – lain. Tugas Bulog semakin dipersempit pada tahun 1997 yaitu hanya sebagai kontrol harga beras dan gula pasir saja. Pada tahun 1998 peran Bulog dipersempit lagi yaitu hanya sebagai pengontrol harga beras.


(52)

Pasca reformasi Pemerintahan Megawati menambah peran Bulog sebagai managemen logistik beras yang termasuk penyediaan, distribusi, dan kontrol harga beras. Pada masa ini juga, pemerintah memprivatisasi Bulog dan berusaha untuk mencapai swasembada beras. Orientasi produksi sebagaian besar ditujukan pada produksi beras sebanyak-banyaknya. Hasilnya pemerintah megawati berhasil mencapai swasembada beras.

Untuk penelitian saya mengenai kebijakan politik pangan, Pemerintahan SBY-JK mengeluarkan program perencanaan revitalisasi pertanian yang mencoba menempatkan kembali sektor pertanian secara proporsional dan kontekstual dengan meningkatkan pendapatan pertanian untuk GDP (Gross Domestic Product), pembangunan agribisnis yang mampu menyerap tenaga kerja dan swasembada beras, jagung dan palawija.

Dari kebijakan yang pernah dibuat pemerintah, kita masih belum melihat bahwa terdapat kebijakan yang secara nyata membahas masalah ketahanan pangan. Yang ada hanyalah swasembada pangan yang berorientasi mencapai jumlah produksi pangan untuk memenuhi kebutuhan nasional. Pada swasembada pangan bukan berarti ketahanan pangan yang kuat, karena swasembada pangan hanyalah salah faktor dari ketahanan pangan.

Membuat kebijaksanaan pemerintah merupakan studi tentang proses pembuatan keputusan karena bukan kebijaksanaan pemerintah (public policy) merupakan pengambilan keputusan (decision making) dan pengambilan kebijaksanaan (policy making) yaitu memilih dan menilai informasi yang ada untuk memecakan masalah.33

33


(53)

Seperti yang dipaparkan oleh Riant Nugroho, Kebijakan publik adalah keputusan yang dibuat oleh negara, khususnya pemerintah, sebagai strategi untk merealisasikan tujuan negara yang bersangkutan. Kebijakan publik adalah strategi untuk mengantarkan masyarakat pada masa awal, memasuki masyarakat pada masa transisi, untuk menuju pada masyarakat yang dicita – citakan.34

Dari hal diatas Ada beberapa kebijakan yang mengikuti tema revitaliasasi pertanian Indonesia. Revitalisasi pertanian yang dicanangkan SBY-JK secara

Pemerintah SBY-JK saat ini mencoba membuat koreksi terhadap kebijakan pangan yang telah dilakukan dengan merilis kebijakan yang berjudul “revitalisasi pangan”. Melalui Revitalisasi Pertanian Perikanan dan Kehutanan (RPPK) yang merupakan salah satu bagian dalam prioritas dan kebijakan pembangunan menuju agenda meningkatkan kesejahteraan masyarakat, janji untuk mensejahterakan kaum tani didengungkan kembali. Pemerintah menetapkan kebijakan dan strategi umum sebagai berikut: Pengurangan kemiskinan dan kegureman, pengurangan pengangguran, serta pencapaian skala ke ekonomian usaha Pertanian Perikanan dan Kehutanan; Peningkatan daya saing, produktivitas, nilai tambah, dan kemandirian produksi dan distribusi pertanian, perikanan, dan kehutanan; Pelestarian lingkungan hidup dan sumber daya alam.

Kebijakan pertanian pada politik pangan seperti ekspor dan impor, juga terus digalakkan. Dengan falsafah keunggulan komparatif dan kompetitif, pertanian didorong untuk orientasi ekspor. Hal ini ditandai dengan berbagai program yang memudahkan bagi produk ekspor untuk berkembang.

34


(54)

konseptual tidak memiliki landasan yang bisa disimpulkan sebagai bentuk-bentuk pembelaan terhadap kaum tani.

Sebagai negara agraris Indonesia memang tumbuh dan berkembang dari sektor pertanian. Pertanian tidak pernah bisa terlepas dari masalah pangan, karena tugas utama pertanian adalah untuk menyediakan pangan bagi penduduk suatu negara.

Dari kebijakan pemerintah sejak 2004-2009 dibidang pertanian, dapat dikatakan terjadi stagnasi kemajuan di pedesaan, pertanian dan petani. Apa yang terjadi kemudian adalah dari total rakyat miskin di Indonesia 70%nya berada di pedesaan. Jadi tidak heran ketika kemiskinan dekat dengan kurang gizi dan busung lapar. Desa tidak menjadi pembuka lapangan kerja, pemerintah terlalu sibuk membangun industri yang tidak mendorong sector pertanian rakyat berkembang secara langsung. Desa menjadi pengekspor utama buruh migrant dan pekerja informal diperkotaan. Sehingga Kebijakan orientasi ekspor dan monokultur menyebabkan semua hal diserahkan pada mekanisme pasar. Demi kepentingan pasar kebutuhan nasional diabaikan.

Hal lain yang menjadi catatan kegagalan pemerintah di sektor pertanian adalah upaya pembangunan pedesaan. Program Revitalisasi Pertanian, Perikanan dan Kehutanan (RPPK) hanya menjadi suatu hal yang diluncurkan atas nama pembangunan pertanian dan pedesaan. Dalam implementasinya program ini sama sekali tidak menyentuh permasalahan mendasar dari pertanian, perikanan dan kehutanan serta pedesaan yang tak lain adalah tidak dimilikinya alat produksi oleh rakyat tani Berbagai konflik agraria terus terjadi, PPAN akhirnya tidak berjalan dengan baik dan Hingga dapat dikatakan tiada realisasinya. Bukan pembaruan


(55)

agraria yang dijalankan, tapi justru program Layanan Rakyat untuk Sertipikasi Tanah (Larasita) dalam kerangka pasar tanah ala Bank Dunia dan ADB. Sisi lain kerentanan hidup petani juga bisa dilihat dari fluktuatifnya NTP (Nilai tukar petani) dari waktu ke waktu. NTP sangat mudah berubah dan memiliki kecenderungan turun hingga berada dibawah level 100. Artinya tingkat pendapatan petani seringkali lebih kecil daripada tingkat pengeluarannya. Pemerintah sibuk mengedepankan citra swasembada beras, yang ternyata isinya tetap yakni petani tidak sejahtera.

Dalam situasi seperti dimana pemerintah SBY-JK sebagai pemegang amanat konstitusi UUD 1945 mempunyai kewajiban yang sifatnya pokok. Seperti yang tertuang dalam pembukaan maupun batang tubuh UUD 1945, yang diterjemahkan melalui berbagai program pembangunan nasional.

Demikian juga pada masa Pemerintahan SBY- JK dimana menetapkan rencana pelaksanaan program redistribusi lahan melalui Program Pembaruan Agraria Nasional (PPAN). Diawal tahun 2007, pemerintah mengumumkan kembali jumlah penambahan luas lahan yang akan dibagikan yang tadinya seluas 8.15 juta hektar saja ditambah lagi sejumlah 1.1 juta hektar menjadi total 9.25 juta hektar. Hal itu disebut sebagai upaya untuk mengurangi jumlah petani gurem yang meningkat dari tahun ke tahun. Ada catatan, program ini diberikan kepada petani sebanyak 60%, sedangkan 40% diperuntukan bagi investor dibidang perkebunan/pertanian. Penguasaan tanah sebagai alat produksi memang merupakan hal yang krusial dalam keberlanjutan produksi pertanian, lebih lanjut hal ini juga penting bagi peningkatan kesejahteraan keluarga tani.35

35

www.spi.or.id

Namun nampaknya semua rencana itu hanya wacana semata tanpa kebijakan yang mendukung. Sejumlah kebijakan


(56)

yang dikeluarkan dalam periode SBY-JK ini sepertinya justru menjauhkan petani dari akses terhadap tanah.

Program RPPK, merupakan realisasi dari tiga jalur agenda pembangunan jangka menengah (RPJM) Kabinet Indonesia Bersatu. Dua strategi lainnya adalah, peningkatan pertumbuhan ekonomi sebesar 6,6 persen pertahun dicapai melalui percepatan investasi dan ekspor serta pembenahan sektor riil untuk membuka lapangan kerja. Sehingga sangat dipahami gerak laju RPPK sangat didominasi kekuatan bisnis, bukan kaum tani. Hal itu dikarenakan kebijakan yang dibuat tidak menempatkan petani sebagai subyek paling utama, berharga, dan harus dilindungi dalam percaturan ekonomi global.

Dapat saya uraikan bahwa fokus dari RPPK adalah sematamata bisnis, dengan perdagangan dan investasi dianggap jalan utama dan satu-satunya yang akan membawa petani menjadi sejahtera. Anggapan keunggulan komparatif dan keunggulan kompetitif di pasar menjadi agenda pemerintah adalah hal yang dapat dikatakan keliru. Dimana sudah seharusnya dan sepatutnya kita kembali kembali orientasi pemenuhan pangan nasional, pemenuhan, industri nasional, dan penguatan ekonomi nasional melalui pembangunan pertanian tidak orientasi eksport. Anggapan komoditas eksport adalah satu-satunya cara yang paling menguntungkan petani harus ditinggalkan.

Dari data yang saya amati, Terdapat sejumlah capaian yang telah dilakukan oleh pemerintah SBY-JK seperti yang kerap disampaikan di berbagai media massa. Peningkatan produksi padi terjadi secara bertahap selama beberapa tahun terakhir hingga pada tahun 2008 ini Indonesia kembali menyatakan swasembada beras. Produktifitas pertanian padi digenjot habis-habisan dengan segala cara hingga dalam waktu satu tahun dari 2007 hingga 2008 terjadi laju


(57)

peningkatan produksi gabah sebesar 5,46 yang merupakan rekor tertinggi dalam 10 tahun terakhir. Hal ini sejalan dengan Program Peningkatan Produksi Beras Nasional (P2BN) yang dikeluarkan awal 2007.

Selain itu pemerintah SBY-JK juga mendorong peningkatan produksi sejumlah tanaman palawija seperti kedelai menyusul krisis harga pangan yang mendera Indonesia dan juga berbagai negara di dunia lainnya. Upaya peningkatan produksi kedelai terutama dilakukan pasca gejolak yang terjadi akibat kelangkaan dan mahalnya harga kedelai pada awal tahun 2008. Hal tersebut juga sejalan dengan upaya pemerintah melakukan diversifikasi pangan.

Ciri utama kebijakan pemerintah SBY-JK adalah intensifikasi, ekstensifikasi dan diversifikasi pangan. Ketiga hal tersebut diharapkan menjadi solusi bagi permasalahan yang dihadapai oleh Indonesia saat ini.

Intensifikasi merupakan cara untuk meningkatkan produksi pangan Indonesia dengan menggunakan teknologi modern. Hal itu perlu dilakukan agar proses produksi dapat dilakukan secara efisien. Ektensifikasi adalah dengan menambah areal pangan di Indonesia. Kebijakan tersebut menjawab permasalahan terkait dengan semakin sempitnya lahan pertanian di Indonesia. Apalagi jika kita melihat bahwa 60% dari jumlah produksi pangan nasional diproduksi di Pulau Jawa yang notabene hanya memiliki luas 13% dari total wilayah Indonesia. Diversifikasi pangan adalah upaya untuk meningkatkan produksi pangan dengan cara menganekaragamkan tanaman pangan. Selain untuk meningkatkan pendapatan diversifikasi pangan juga diharapkan mampu mengurangi ketergantungan terhadap satu jenis pangan.


(1)

BAB IV PENUTUP 1. Kesimpulan

Kesimpulan dari penelitian saya ini adalah bahwa Kebijakan pemerintahan SBY-JK terhadap Politik Pangan dalam merancang suatu kebijakan pangan menandakan pemerintah pro kepada kapital yaitu semakin dekat neolibralisme. Melihat kondisi pangan Indonesia yang masih harus bergantung pada impor maka unsur kemandirian pangan juga harus diperhatikan. Dimana negeri kita yang kaya akan sumber daya alam, kini harus mengekspor bahan pangan dari luar, betapa tidak efektifnya kebijakan pemerintah SBY-JK dalam menanggulangi permasalahan pangan khusunya beras.

Sistem produksi pertanian yang bersifat agribisnis seperti yang saat ini didorong oleh pemerintah Indonesia hanya akan membuat pangan dan pertanian berada dalam kontrol perusahaan mulai dari input hingga produksinya. Sistem tersebut hanya akan membuat petani dan rakyat Indonesia menjadi buruh di tanahnya sendiri. Upaya untuk meningkatkan produktifitas hasil pertanian saat ini jangan sampai menjadi Revolusi Hijau jilid II yang membuat petani tergantung dan terikat pada perusahaan-perusahaan penghasil input pertanian seperti benih, pupuk dan pestisida. Saatnya pemerintah Indonesia untuk ke depannya membangun kemandirian dan kedaulatan kaum tani. Program pemerintah untuk Go Organic 2010 misalnya hendaknya bukan saja didorong untuk memperbaiki kualitas tanah, lingkungan dan produksi yang aman bagi kesehatan manusia. Program tersebut hendaknya dijalankan dengan sungguh-sungguh sebagai upaya


(2)

untuk melepas ketergantungan terhadap perusahaan-perusahaan transnasional penghasil input pertanian.

Apabila dilihat dari sisi kebijakan distribusi sektor pangan dan pertanian yang dilaksanakan oleh pemerintahan SBYJK masih berlandaskan pada prinsip pangan murah. Kebijakan pangan murah inilah yang sesungguhnya telah menyebabkan Indonesia berada dalam jebakan pangan dan sulit untuk keluar dari situasi itu. Dengan kebijakan distribusi pangan yang ada Indonesia jusru jatuh semakin dalam pada kondisi kerawanan pangan. Fakta ini nampak dengan semakin tingginya jumlah penderita kerawanan pangan dan kelaparan di Indonesia.

Dari penelitian saya ini bahwa SBY-JK didalam pengambilan suatu kebijakan dibidang pangan dilihat ada yang hanya sebatas wacana dan ada juga yang teralisasi yaitu pada pengurangan subsidi pupuk, penurunan HPP, dan lain sebagainya. Ini menjadikan Petani berpindah alih ke sektor Industri.

Salah satu cara yang dapat dilakukan adalah dengan diversifikasi pangan. Diversifikasi pangan tidak hanya akan menambah jumlah produksi pangan nasional tetapi juga akan mengurangi resiko krisis pangan dengan cara menyebarkan resiko tersebut kepada beberapa tanaman pangan.

Upaya yang telah dilakukan pemerintah SBY – JK saat ini dalam mendiversifikasi pangan sudah cukup bagus karena diikuti dengan diversifikasi usaha melalui agroindustri. Dengan adanya agroindustri maka ekses tenaga kerja dibidang pertanian dapat dialihkan ke sektor industri. Namun pemerintah perlu mensosialisasikan diversifikasi pangan tersebut secara merata pada masyarakat


(3)

karena sampai saat ini diversifikasi pangan hanyalah sebuah usaha sampingan yang dilakukan oleh industri kecil dan terbatas pada skala daerah yang kecil saja.

Penulis melihat adanya tanggapan masyarakat akan makanan pokok alternatif sebaiknya bukan menjadi dasar untuk mengesampingkan diversifikasi pangan, walaupun permintaan pasar merupakan hal yang perlu dipertimbangan. Karena tujuan kebijakan pangan Indonesia adalah mewujudkan ketahanan pangan yang kuat juga mampu memenuhi kebutuhan pangan secara mandiri dan berkelanjutan. Ketahanan Pangan tersebut tertuang pada Undang-Undang No. 7 tahun 1996 tentang Pangan yang mempunyai beberapa dimensi penting yakni, Ketersediaan, Mutu dan Keamanan Pangan dan pada ujungnya adalah Akses terhadap pangan sehingga setiap rumah tangga terjamin.


(4)

2. Saran

Ketika pemerintah mencapai swasembada beras bukan berarti pemerintah telah memiliki ketahanan pangan yang kuat karena ada empat syarat yang harus dipenuhi yaitu, pertama kecukupan pangan dapat diartikan sebagai jumlah kalori yang dibutuhkan untuk hidup aktif dan sehat. Kedua akses pangan yang meliputi hak untuk berproduksi, membeli atau menukarkan dan menerima pangan. Ketiga adalah ketahanan yang meliputi keseimbangan antara kerentanan, resiko dan jaminan pengaman sosial. Keempat, fungsi waktu ketahanan pangan yang bersifat kronis, transisi, atau siklus. Jadi swasembada pangan hanyalah salah satu faktor dari ketahanan pangan.

Oleh karena itu, jika pemerintah SBY – JK ingin mewujudkan ketahanan pangan maka pemerintah harus merubah sudut pandang mereka terhadap pangan dan ketahanan pangan dengan melihat kondisi riil pangan Indonesia secara objektif. Dengan demikian pemerintah akan mengetahui langkah apa yang harus dilakukan untuk meningkatkan ketahanan pangan Indonesia untuk kesejahteraan masyarakat Petani khususnya.

Dengan semangat meningkatkan pertanian dan kesejahteraan petani Indonesia beberapa langkah yang dapat dan mendesak untuk dilaksanakan oleh pemerintah Indonesia antara lain: Memprioritaskan pengembangan lahan tanaman pangan melalui program pembaruan agraria, untuk menurunkan jumlah impor dan menjamin ketersediaan pangan dalam negeri. Selain itu, mengubah arah kebijakan subsidi pertanian agar ditujukan langsung kepada keluarga-keluarga tani dan bukannya kepada perusahaan penghasil sarana produksi ataupun distributor besar.


(5)

DAFTAR PUSTAKA

Antara, Made. Orientasi Penelitian Pertanian : Memenuhi Kebutuhan Pangan Dalam Era Globalisasi. Jakarta: UII Press, 2000.

Amang, Bedu dan Sawit, Husein. Kebijakan Beras dan Pangan Nasional. Jakarta: IPB Press, 1999.

Amidhan. H. Pengaturan dan Realisasi Pemenuhan Hak Atas Pangan Yang Layak. Jakarta: Komnas HAM, 2005.

Aripin, Bustanul & Rachbini, Didik J. Ekonomi politik dan kebijakan public. Jakarta: Widiasarana Indonesia, 2001.

Budiardjo, Miriam. Dasar – dasar Ilmu Politik. Jakarta: Gramedia Pustaka Utama,1986.

Bungin, Burhan. Metode Penelitian Sosial. Surabaya: Airlangga University Press, 2001.

Deptan, Rencana Pembangunan Pertanian Tahun 2005-2009. Jakarta: Departemen Pertanian, 2006.

Hadari Nawawi. Metodologi Bidang Sosial. Yogjakarta: Gajah Mada University Press, 1987.

Harrison, Lisa. Metodologi Penelitian Politik. Jakarta: Kencana Prenada Media Group, 2009.

Hartas, Hasryudiono. Kekuasaan Lembaga Kepresidenan dalam Perspektif Undang-Undang Dasar 1945 dan Praktek Politik. Yogjakarta: Raja Grafindo Persada, 1997.

Jhamtani, Hira. Lumbung Pangan Menata Ulang Kebijakan Pangan. Yogyakarta: INSISTPress, 2008.

Nugroho, Riant. Public Policy. Jakarta: Elex Media Komputindo, 2008.

Sastraatmadja, Etang. Ekonomi Pertanian Indonesia. Bandung: Angkasa, 1984. Nugroho, Riant. Public Policy. Jakarta: Elex Media Komputindo, 2008.

Winarno, Budi. Teori dan Proses Kebijakan Publik. Jogjakarta: Media Presindo,2002.


(6)

Yuda, Hanta. Presidensialisme Setengah Hati. Jakarta: PT. Gramedia pustaka Utama, 2010.

Sumber lain: Internet

http://ajangberkarya.wordpress.com/2008/05/20/konsep-ketahanan-pangan/ http://www.jakerpo. com

http://pse.litbang.deptan.go.id http://saldiisra.web.id

http://www.spi.or.id/

http://witantra.wordpress.com/2008/05/30/sistem-pemerintahan/ http://www.majalahpangan.com

Koran Harian Tempo Kompas

Undang - Undang

Peraturan Menteri Keuangan No. 93/PMK.011/2007 Peraturan Menteri Keuangan No. 180/PMK.011/2007