Klasifikasi Alat Penukar Kalor

3. Plate Type Heat Exchanger Plate type heat exchanger terdiri dari bahan konduktif tinggi seperti stainless steel atau tembaga. Plate dibuat dengandesign khusus dimana tekstur permukaan plate saling berpotongan satu sama lain dan membentuk ruang sempit antara dua plate yang berdekatan. Jika menggabungkan plate-plate menjadi seperti berlapis- lapis, susunan plate-plate tersebut tertekan dan bersama-sama membentuk saluran alir untuk fluida. Area total untuk perpindahan panas tergantung pada jumlah plate yang dipasang bersama-sama seperti gambar dibawah Gambar 2.10 :Plate type heat exchanger dengan aliran countercurrent Sumber :http:i01.i.aliimg.comimgpb947946367367946947_734.jpg 4. Jacketed Vessel With Coil and Stirrer Unit ini terdiri dari bejana berselubung dengan coil dan pengaduk, tangki air panas, instrumen untuk pengukuran flowrate dan temperatur. Fluida dingin dalam vessel dipanaskan dengan mengaliri selubung atau koil dengan fluida panas. Pengaduk dan baffle disediakan untuk proses pencampuran isi vessel. Volume isi tangki dapat divariasikan dengan pengaturan tinggi pipa overflow. Temperatur diukur pada inlet dan outlet fluida panas, vessel inlet dan isi vessel. Gambar 2.11 : Skema Dari Jacketed Vessel With Coil And Stirrer Sumber :http:img.tradeindia.comfp1418239.jpg 2.4 Macam - Macam Perpindahan Panas 2.4.1Secara Konduksi Konduksi dapat terjadi pada sebuah batang silinder dengan material tertentu diisolasi pada sisi terluarnya dan pada kedua ujung permukaannya memiliki suhu yang berbeda yakni T 1 T 2 . Perbedaan temperatur tersebut menyebabkan perpindahan panas secara konduksi pada arah x positif. Dapat diukur laju perpindahan panas q x , dan dapat ditentukanq x bergantung pada variabel-variabel berikut : ∆T, yakni perbedaan temperatur ; ∆x, yakni panjang batang ; dan A, yakni luas penampang tegak lurus bidang. Jika ∆T dan ∆x adalah konstan dan hanya memvariasikan A, maka dapat dilihat bahwa q x berbanding lurus dengan A. Dengan cara yang sama, jika ∆T dan A adalah konstan, dan dapat dilihat bahwa q x berbanding terbalik dengan ∆ x. Apabila A dan ∆x konstan, maka dapat didapatkan melihat bahwa q x berbanding lurus dengan ∆T. Sehingga dapat disimpulkan bahwa q x ∞ A ∆ ∆ x 2.1 Berikut ini adalah gambar perpindahan panas secara konduksi melalui sebuah percobaan. Gambar 2.12 : Perpindahan Panas secara Konduksi Sumber : Incropera Dengan memperhatikan material batang, sebagai contoh plastik, dapat ditemukan bahwa kesebandingan diatas adalah valid. Namun juga dapat ditemukan bahwa untuk nilai A,∆x,dan ∆Tyang sama, akan menghasilkan nilai q x yang lebih kecil untuk plastik daripada bermaterial logam. Sehingga kesebandingan diatas dapat ditulis dalam bentuk persamaan dengan memasukkan koefisien yang dipengaruhi oleh material. Sehingga diperoleh, q x = kA ∆ ∆ x 2.2 k, adalah konduktivitas thermal Wm.K, yang adalah merupakan sifat material yang penting. Dengan menggunakan limit ∆x 0 akan didapatkan persamaan untuk laju perpindahan panas, q x = kA dx 2.3 atau persamaan flux panas menjadi, = q x A = - k dx 2.4 2.4.2Secara Konveksi Prinsip kerja atau mekanisme perpindahan panas dapat berupa konduksi, konveksi, dan radiasi. Konduksi dan konveksi adalah membutuhkan media perantara dalam proses perpindahan panasnya. Berbeda dengan konduksi, pada konveksi membutuhkan gerakan fluida untuk dapat memindahkan panas. Penelitian menunjukkan bahwa perpindahan panas konveksi sangat bergantung pada sifat-sifat fluida seperti viskositas dinamis µ, konduktivitas termal k, massa jenis ρ, dan spesifik panas C p , dan dipengaruhi oleh kecepatan fluida Ѵ. Konveksi juga bergantung pada bentuk dan kekasaran permukaan, dan bahkan juga dipengaruhi oleh tipe aliran seperti laminar atau turbulen. Sehingga dapat disimpulkan bahwa perpindahan panas secara konveksi adalah kompleks karena bergantung pada banyak variabel. Oleh karena itu, konveksi adalah mekanisme perpindahan panas yang paling kompleks. Gambar 2.13 : Pendinginan sebuah balok yang panas dengan konveksi paksa Sumber : Cengel Meskipun konveksi adalah kompleks, setelah diamati bahwa laju perpindahan panas secara konveksi berbanding lururs dengan perbedaan temperatur dan dapat ditulis dengan Hukum Newton tentang pendinginan. Q konveksi = hA s T s - T ∞ 2.5 h merupakan koefisien perpindahan panas konduksi, A s merupakan area permukaan perpindahan panas, T s merupakan temperatur permukaan benda, T ∞ merupakan temperatur lingkungan sekitar benda.

2.4.3 SecaraRadiasi

Panas dari radiasi berbeda dengan mekanisme perpindahan panas secara konduksi dan secara konveksi. Perpindahan panas secara radiasi tidak membutuhkan kehadiran suatu material sebagai media perpindahan panas. Faktanya, energi yang ditransfer dengan radiasi adalah yang tercepat secepat kecepatan cahaya dan dapat terjadi pada ruangan vakum. Perpindahan panas secara konduksi dan konveksi terjadi dari temperatur yang tinggi ke temperatur yang lebih rendah. Pada radiasi, perpindahan panas dapat terjadi pada 2 benda yang memiliki temperatur yang tinggi dan dipisahkan oleh benda yang memiliki temperatur yang lebih rendah. Dengan menganggap permukaan benda yang kecil A s , emisifitas ε, dan kemampuan untuk menyerap α pada temperatur T yang terdiri dari keisotermalan yang besar dalam bentuk yang tertutup pada benda blackbody.Blackbody dapat didefenisikan sebagai pemancar dan penyerap radiasi yang sempurna. Pada temperatur dan panjang gelombang tertentu, tidak ada permukaan yang dapat memancarkan energi yang lebih banyak daripada blackbody.Blackbody menyerap semua radiasi tanpa memperhatikan panjang gelombang dan arahnya. Blackbody juga memancarkan energi radiasi yang merata dalam segala arah dalam setiap unit area searah dengan arah emisi,yang disebut sebagai pemancar diffuse. Diffuse dapat diartikan sebagai arah yang bebas untuk berdiri sendiri. Hal ini dapat dilihat pada gambar berikut Gambar 2.14 : Blackbody disebut sebagai pemancar dengan arah yang bebas Sumber : Cengel Energi radisi yang dipancarkan oleh sebuah blackbody tiap satuan waktu dan tiap satuan luasan area ditetapkan secara eksperimental oleh Joseph Stefan pada tahun 1879 dan dapat dituliskan E b T = σT 4 wm 2 2.6 Dimana : σ = 5,67 x 10 -8 Wm 2 .K 4 σ adalah konstanta Stefan-Boltzmann T = temperatur absolut dari suatu permukaan K E b =kekuatan emisifitas blackbody wm 2

2.5 Koefisien Perpindahan Panas Menyeluruh

Hal ini terjadi pada sebuah alat penukar kalor terdiri dari 2 fluida yang mengalir yang dipisahkan oleh sebuah dinding yang solid. Pertama sekali panas dipindahkan dari fluida panas ke dinding melalui konveksi, kemudian melewati dinding melalui konduksi, dan dari dinding ke fluida dingin lagi melalui konveksi. Efek radiasi apapun biasanya termasuk didalam koefisien perpindahan panas konveksi. Jaringan tahanan panas dihubungkan dengan proses perpindahan panas ini yang terdiri dari dua tahanan panas konveksi dan satu tahanan panas konduksi seperti yang ditunjukkan oleh gambar berikut Gambar 2.15 : Jaringan tahanan panas yang dihungkan dengan alat penukar kalor tabung sepusat Sumber : Cengel Huruf kecil i dan o adalah permukaan dalam dan permukaan luar tabung. Untuk alat penukar kalor tabung sepusat, A i = D i L dan A o = D o L, sehingga tahanan termal dinding tabung adalah R dinding = lnD o D i 2kL 2.7 Dimana : Do = Diamater luar tabung mm Di = Diameter dalam tabung mm K = Konduktivitas Termal dinding tabung ℃ L = Panjang tabung m Gambar 2.16 : Dua luasan area alat penukar kalor untuk dinding tabung yang tipis Sumber : Cengel D i ≈ D o dan A i ≈ A o 2.8 Sehingga tahanan termal total menjadi R = R total = R i + R dinding + R o = 1 h i A i + lnD o D i 2kL + 1 h o A o 2.9 Dimana : = Tahanan panas konveksi pada aliran masuk ℃ = Tahanan panas konveksi pada aliran keluar ℃ ℎ = Koefisien konveksi pada bagian masuk ℃ ℎ = Koefisien konveksi pada bagian keluar ℃ = Luas penampang dinding masuk m = Luas penampang dinding keluar m Dalam menganalisis alat penukar kalor, sangat diperlukan untuk menggabungkan semua tahanan panas yang terjadi pada fluida panas sampai fluida dingin menjadi sebuah tahanan panas R, dan laju perpindahan panas diantara kedua fluida adalah Q = Δ T R = UA ∆T = U i A i ∆T = U o A o ∆ T 2.10 Dimana : U = koefisien perpindahan panas menyeluruh Wm 2 °C = Koefisien perpindahan panas pada dinding keluar Wm 2 °C = Koefisien perpindahan panas pada dinding masuk Wm 2 °C ∆ T = perubahan suhu pada kedua fluida °C Q = Laju perpindahan panas diantara kedua fluida W R = Tahanan panas ℃ Rumus diatas menjadi : 1 UA s = 1 U i A i = 1 U o A o = R = 1 h i A i +R dinding + 1 h o A o 2.11 Sebagai catatan bahwa U i A i = U o A o tetapi U i ≠ U o kecuali A i = A o

2.6 Aliran Tabung Sepusat

Hal ini terjadi pada salah satu susunan pipa yang banyak digunakan dalam bidang engineering adalah susunan pipa sepusat. Susunan pipa tabung sepusat mempunyai dua pipa.Pipa yang lebih kecil berada di dalam pipa yang paling besar.Susunan ini biasanya melibatkan dua aliran fluida, pertama di tabung dalam dan kedua di ruang annulus yang berada diantara pipa. Pada tabung dalam aliran dianggap sama dengan pipa biasa baik itu laminar ataupun turbulen rumus yang digunakan di dalam menganalisa perpindahan panas yang terjadi adalah sama dengan pipa biasa, yaitu sebagai berikut: Nu = 3,66 + 0,065 D l Re Pr 1 + 0,04 [DL Re Pr] 23 2.12 Rumus diatas adalah yang diajukan oleh Edward dkk, digunakan untuk aliran laminar yang masuk ke dalam tabung dalam atau dalam kasus ini adalah pipa dalam. Sedangkan untuk aliran turbulen digunakan persamaan, Nu = 0.023 Re 0.8 Pr 13 2.13 Sementara untuk aliran transisi sampai turbulen di dalam ruang anulus rumus yang digunakan untuk aliran laminar sama dengan persaman 2.12 namun untuk D diganti menjadi D h .Dimana persamaan untuk mencari D h D h = D o - D i 2.14 Pada aliran turbulen di ruang anulus dianggap bahwa koefisien perpindahan panas ruang anulus sama seperti pipa dalam. Persamaan yang dapat digunakan yaitu yang diajukan oleh Gnielinski. = ,, -,. 2.15 Dan untuk menghitung f digunakan persamaan berikut 0 = 0,79 ln 6 − 1,64 2.16 Persamaan 2.14 dan 2.15 berlaku untuk rentang Re 2300Re5x10 6 dan bilangan prandalt 0,5≤Pr≤2000. Adapun koreksi yang diajukan oleh Petukhov dan Roizen 1964 adalah sebagai berikut, = 0,86 ,, -,. = ? - , 2.17 Dimana : Nu = Bilangan Nusselt Re = Bilangan Reynold dipengaruhi oleh jenis aliran Pr = Bilangan Prandlt f = Faktor koreksi g = Gravitasi A Di = Diameter dalam tabung mm Do = Diameter luar tabung mm

2.7 Faktor Kotoran Fouling Factor

Hal ini terjadi pada performansi alat penukar kalor biasanya semakin menurun dengan bertambahnya waktu pemakaian sebagai akibat terjadinya penumpukan kotoran pada permukaan alat penukar kalor. Lapisan kotoran tersebut menimbulkan hambatan tambahan pada proses perpindahan panas dan mengakibatkan penurunan laju perpindahan panas pada alat penukar kalor.Penumpukan kotoran pada alat penukar kalor disebut faktor kotoran R f yang menjadi ukuran dalam tahanan termal. Faktor kotoran adalah nol untuk alat penukar kalor yang baru dan meningkat dengan meningkatnya lama pemakaian sehingga kotoran menempel pada permukaan alat penukar kalor. Faktor kotoran bergantung pada temperatur operasi dan kecepatan fluida, dan sebanding dengan panjang alat penukar kalor. Kotoran akan meningkat dengan meningkatnya temperatur dan menurunnya kecepatan. Persamaan koefisien perpindahan menyeluruh telah diberikan sebelumnya yang berlaku untuk permukaan alat penukar kalor yang bersih. Persamaan sebelumnya perlu dimodifikasi sebagai efek dari kotoran pada permukaan dalam dan luar tabung. Untuk alat penukar kalor tabung cangkang yang tidak memiliki sirip, persamaan sebelumnya menjadi : 1 UA s = 1 U i A i = 1 U o A o = R = 1 h i A i + R f,i A i + lnD o D i 2kL + R f,o A o + 1 h o A o 2.18 A i = D i L dan A o = D o L adalah luas area permukaan dalam dan luar alat penukar kalor. R f,i dan R f,o adalah faktor kotoran permukaan dalam dan luar alat penukar kalor.

Dokumen yang terkait

Analisis Dan Simulasi Keefektifan Alat Penukar Kalor Tabung Sepusat Dengan Variasi Kapasitas Aliran Fluida Panas, Kapasitas Aliran Fluida Dingin, Dan Suhu Masukan Fluida Panas Dengan Aliran Sejajar

2 84 112

Analisis Dan Simulasi Alat Penukar Kalor Tabung Sepusat Aliran Berlawanan Dengan Variasi Temperatur, Kapasitas Aliran Pada Fluida Panas (Air) dan Fluida Dingin (Metanol)

0 37 150

Analisis Dan Simulasi Alat Penukar Kalor Tabung Sepusat Aliran Berlawanan Dengan Variasi Temperatur, Kapasitas Aliran Pada Fluida Panas (Air) dan Fluida Dingin (Metanol)

5 28 150

Analisis Dan Simulasi Alat Penukar Kalor Tabung Sepusat Aliran Berlawanan Dengan Variasi Temperatur, Kapasitas Aliran Pada Fluida Panas (Air) dan Fluida Dingin (Metanol)

0 0 27

Analisis Dan Simulasi Alat Penukar Kalor Tabung Sepusat Aliran Berlawanan Dengan Variasi Temperatur, Kapasitas Aliran Pada Fluida Panas (Air) dan Fluida Dingin (Metanol)

0 0 2

Analisis Dan Simulasi Alat Penukar Kalor Tabung Sepusat Aliran Berlawanan Dengan Variasi Temperatur, Kapasitas Aliran Pada Fluida Panas (Air) dan Fluida Dingin (Metanol)

0 0 4

Analisis Dan Simulasi Alat Penukar Kalor Tabung Sepusat Aliran Berlawanan Dengan Variasi Temperatur, Kapasitas Aliran Pada Fluida Panas (Air) dan Fluida Dingin (Metanol)

0 0 53

Analisis Dan Simulasi Alat Penukar Kalor Tabung Sepusat Aliran Berlawanan Dengan Variasi Temperatur, Kapasitas Aliran Pada Fluida Panas (Air) dan Fluida Dingin (Metanol)

0 0 1

BAB II TINJAUAN PUSTAKA - Analisis Dan Simulasi Keefektifan Alat Penukar Kalor Tabung Sepusat Dengan Variasi Kapasitas Aliran Fluida Panas, Kapasitas Aliran Fluida Dingin, Dan Suhu Masukan Fluida Panas Dengan Aliran Sejajar

1 3 42

Analisis Dan Simulasi Keefektifan Alat Penukar Kalor Tabung Sepusat Dengan Variasi Kapasitas Aliran Fluida Panas, Kapasitas Aliran Fluida Dingin, Dan Suhu Masukan Fluida Panas Dengan Aliran Sejajar

0 0 13