dapat teruapkan kembali. Stabilitas udara sangat berpengaruh terhadap pembentukan awan tersebut.
II.3.2. Hujan DAS
Pengukuran yang dilakukan adalah untuk memperoleh data hujan yang terjadi pada satu tempat saja. Akan tetapi dalam analisis umumnya yang diinginkan adalah
data hujan rata-rata DAS catchment rainfall. Untuk menghitung besaran ini dapat ditempuh beberapa cara yang sampai saat ini lazim digunakan, yaitu dengan:
1. Rata-rata Aljabar
Cara hitungan dengan rata-rata aljabar mean arithmetic method ini merupakan cara yang paling sederhana, akan tetapi memberikan hasil yang
tidak teliti. Hal tersebut diantaranya karena setiap stasiun dianggap mempunyai bobot yang sama. Hal ini hanya dapat digunakan kalau hujan
yang terjadi di dalam DAS homogen dan variasi tahunannya tidak terlalu besar. Keadaan hujan di Indonesia daerah tropik pada umumnya sangat
bersifat ‘setempat’, dengan variasi ruang spatial variation yang sangat besar.
P = P
1
+ P
2
+ … + Pn 2.1
2. Poligon Thiessen
Cara ini memberikan bobot tertentu untuk setiap stasiun hujan dengan pengertian bahwa setiap stasiun hujan dianggap mewakili hujan dalam suatu
daerah dengan luas tertentu dan luas tersebut merupakan faktor koreksi bagi hujan di stasiun yang bersangkutan. Luas masing-masing daerah tersebut
diperoleh dengan cara berikut:
Universitas Sumatera Utara
• Semua stasiun yang di dalam atau di luar DAS dihubungkan dengan
garis, sehingga terbentuk jaringan segitiga-segitiga. Hendaknya dihindari terbentuknya segitiga dengan sudut sangat tumpul.
• Pada masing-masing segitiga ditarik garis sumbunya, dan semua garis
sumbu tersebut membentuk poligon. •
Luas daerah yang hujannya dianggap diwakili oleh salah satu stasiun yang bersangkutan adalah daerah yang dibatasi oleh garis-garis
poligon tersebut atau dengan batas DAS. •
Luas relatif daerah ini dengan luas DAS merupakan faktor koreksinya.
• Selanjutnya hitungan dilakukan sebagai berikut:
Sta P
i
Luas FK
P = I
P
1
A
1
α
1
α
1
P
1
II P
2
A
2
α
2
α
2
P
2
… …
… …
…
N P
n
A
n
α
n
α
n
P
n
Dengan: P
i
= kedalaman hujan di stasiun i A
i
= luas daerah yang diwakili stasiun i A
= luas DAS total FK
= faktor koreksi, α
i
= P
= hujan rata-rata DAS
Universitas Sumatera Utara
P = P
i
x FK 2.2
Gambar 2.2. Cara Poligon Thiessen Cara di atas dipandang cukup baik karena memberikan koreksi terhadap
kedalaman hujan sebagai fungsi luas daerah yang dianggap diwakili. Akan tetapi cara ini dipandang belum memuaskan karena pengaruh topografi tidak
tampak. Demikian pula apabila salah satu stasiun tidak berfungsi, misalnya rusak atau data tidak benar, masa poligon harus diubah.
3. Isohyet
Cara lain yang diharapkan lebih baik dengan mencoba memasukkan pengaruh topografi adalah dengan cara isohyets. Isohyets ini adalah garis
yang menghubungkan tempat-tempat yang mempunyai kedalaman hujan sama pada saat yang bersamaan. Pada dasarnya cara hitungan sama dengan
yang digunakan dalam cara poligon Thiessen, kecuali dalam penetapan besaran faktok koreksinya. Hujan P
i
ditetapkan sebagai hujan rata-rata antara
Universitas Sumatera Utara
dua buah isohyets atau dengan batas DAS terhadap luas DAS. Kesulitan yang dijumpai adalah kesulitan dalam setiap kali harus menggambar garis
isohyet, dan juga masuknya unsur subjektivitas dalam penggambaran isohyet. =
2.3 Dengan,
A
1
, A
2
, …, A
n
= luas bagian-bagian antara garis-garis Isohyet R
1
, R
2
, …, R
n
= curah hujan rata-rata pada bagian-bagian A
1
, A
2
, …, A
n
Gambar 2.32. Cara Garis Isohyet
Dalam prakteknya, cara kedua poligon Thiessen adalah cara ‘terbaik’ yang paling banyak digunakan dalam anlisis. Selain hitungan-hitungan yang dijelaskan
terdahulu, beberapa sifat hujan lain perlu diketahui, seperti, 1.
Frekuensi hujan, hubungan antara kedalaman hujan dengan kala-ulang return period.
Universitas Sumatera Utara
2. Hubungan antara kedalaman hujan, luas DAS dan lama-hujan depth area
duration. 3.
Hubungan antara intensitas hujan, lama hujan dan kala-ulang.
II.3.3. Analisis Frekuensi